• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tersedianya teknologi budidaya tanaman perkebunan Pada TA 2016 Puslitbang Perkebunan mentargetkan untuk menghasilkan

teknologi budidaya tanaman perkebunan sebanyak 16 teknologi, dan telah terealisasi sebanyak 19 teknologi (tingkat keberhasilan 119 %) sebagai berikut: TEBU

1. Teknologi Protokol Perbenihan Tebu PC

Perlakuan Hot Water Treatment pada suhu 52 0C selama 30 menit, dapat menghindarkan benih tebu dari serangan hama penggerek batang dan penggerek pucuk. Dengan perlakuan HWT, tingkat serangan hama tersebut dapat menurun dari 2,48 % menjadi 0,52 % pada varietas BL, dan dari 1,81 % menjadi 1,09 % pada varietas PSJK 922, yaitu tingkat serangan yang masuk kategori dibawah standar.

Gambar 12. A) Panen Benih Tebu Umur 5 Bulan, (B) Pembersihan Pelepah Tebu, dan C) Pengambilan Mata Tebu Dengan Bor Bud Chip

Gambar 13. A) Proses HWT Pada 52ºc Selama 30 Menit, B) Pesemaian Benih Bud Chip Pada Pengujian Daya Mengecambah

A B

C

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

2. Pemupukan Tebu RC Juring Ganda

Pemberian pupuk sebanyak 9,6 Ku Phonska + 6,4 ku ZA/ha atau setara dengan 1,6 x dosis pupuk normal pada sistem tanam juring ganda memberikan hasil tebu sebesar 128,28 ton/ha

.

Gambar 14. Keragaan Tanaman Tebu Sebelum Tebang

3. Validasi kesesuaian tipe kemasakan varietas tebu dengan tipologi lahan

Lahan bertekstur berat pada lahan tadah hujan dengan drainase jelek sampai lancar dapat ditanami varietas dengan tipe kemasakan awal tengah sampai tengah lambat.Pada lahan tadah hujan dengan tekstur ringan dan drainase jelek sampai lancar dapat ditanami varietas masak tengah lambat dan apabila lahan dapat diairi maka dapat ditanami varietas masak awal tengah.Pemilihan varietas yang sesuai yang mempunyai daya kepras yang tinggi sangat dianjurkan.

4. Pupuk Hayati PC

Penggunaan pupuk hayati (dengan carrier biomassa Tithonia yang telah dihaluskan dan dikeringkan, dan memiliki kandungan 30,82% C-organik; 53,32% bahan organik; 4,15% N, rasio C/N 7 ; 0,62% P; 4,63% K; 1,68% Ca dan 0,84% Mg) dikombinasikan dengan pupuk an-organik dapat meningkatkan rendemen tebu. Formula pupuk hayati sampai 6 bulan penyimpanan masih memenuhi persyaratan teknis pupuk hayati yaitu: populasi koloni≥ 107 cfu/g untuk formula

powder. Secara umum aplikasi pupuk hijau C. juncea dapat meningkatkan rendemen tebu..

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

Gambar 15. A) Tanaman Crotalaria juncea, B) Bintil akar C. juncea, dan C) koloni Rhizobia juncea (kanan)

5. Pengendalian Hama Uret pada Tanaman Tebu

Hama uret pada tanaman tebu dapat dikendalikan dengan menggunakan mulsa plastik.Mekanisme kerjanya adalah dengan menghalangi serangga dewasa untuk terbang atau serangga dewasa betina meletakkan telur di lahan.Penggunaan mulsa plastik sebagai penutup tanah dinilai paling efektif mengendalikan uret selain memberikan dampak positif terhadap produktivitas tanaman tebu. Dengan mengendalikan hama uret menggunakan mulsa plastik, produktivitas tebu meningkat dari 47,80 ton/ha menjadi 91,83 ton/ha.

Gambar16. (A) Perlakuan penutupan mulsa plastik 100% (Produksi 91,83

ton/ha); (B) Penutupan mulsa plastik 50% (produksi 56,28 ton/ha); (C) Kontrol (tidak ditutup mulsa plastik) (Produksi 47,80 ton/ha)

A C B A C B

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

6.

Optimasi Proses Pembuatan Bioethanol Dari Molase Tebu

Penggunaan molase dengan kadar gula 40 % + katalis Urea 1 %, denganwaktu proses 3 hari menghasilkan bioethanol sebesar 7,6 %, tertinggi dibanding perlakuan lainnya.

KAKAO

7. Teknologi Fermentasi Biji Kakao Kering

Fermentasi biji kakao kering dapat dilakukan dengan merehidrasi biji menggunakan air hangat bersuhu 40 °C selama ±10 menit, dilanjutkan proses fermentasi selama 5 hari menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1,5% dari berat biji kakao. Fermentasi menghasilkan biji kakao dengan nilai indeks fermentasi 1. Biji kakao kering yang diperoleh memiliki kadar air 7,4%, dan jumlah biji per 100 gram sebanyak 82 biji sehingga dikategorikan ke dalam mutu A sesuai SNI 01-2323-2008.

Gambar 17. (A) Sortasi biji kakao asalan untuk memisahkan kotoran dan biji kakao yang tidak sehat; (B) penambahan agens fermentasi pada biji kakao yang telah direhidrasi, dan (C) biji kakao yang telah diberi agens fermentasi sesuai perlakuan dan siap untuk difermentasi 8. Teknologi Pengendalian Terpadu Hama PBK Kakao

Pengendalian hama PBK kakao harus dilakukan secara terpadu mengingat hama ini sangat sulit dikendalikan. Pengendalian dapat dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. menanam atau melakukan sambung samping dengan klon ICCRI 07 dan Sulawesi 03

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

2. melakukan pemupukan berimbang dengan memadukan pupuk kimia dan pupuk organik yang memanfaatkan serasah daun kakao, buah kakao terinfeksi hama dan penyakit, kulit kakao dan limbah perkebunan kakao lainnya.

3. melakukan pemangkasan secara periodik dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 3-4 meter

4. melakukan panen sering pada saat buah masak awal dengan rotasi 1 minggu diikuti dengan pemecahan buah pada hari itu juga, kemudian kulit buah dikumpulkan dan dibenamkan ke dalam tanah serta ditimbun tanah setebal 20 cm

5. melakukan sanitasi kebun dengan cara membersihkan areal kebun dari daun-daun kering, tanaman tidak sehat, ranting kering, kulit buah maupun gulma yang berada di sekitar tanaman

6. Melakukan penyarungan buah muda berukuran 5–8 cm dengan plastik --> dapat menggunakan bekas mie instan atau bungkus makanan lainnya 7. memelihara predator PBK berupa semut hitam (Dolichoderus thoracicus),

yang sekaligus bermanfaat untuk mengendalikan hama Helopeltis spp. Cara yang paling mudah untuk memelihara semut hitam adalah dengan meletakkan sarang semut yang terbuat dari lipatan daun kelapa atau daun kakao, kemudian diberi larutan gula merah.

Gambar 18. Gejala serangan (A), kerusakan (B) dan larva (C) PBK, Morfologi kulit buah kakao yang tahan terhadap PBK (D)

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

Gambar 19 (A) Proses pembuatan pupuk organik dari limbah kebun kakao ); (B) pemangkasan pemeliharaan secara rutin; dan (C), penyarungan buah kakao dengan plastik

9. Teknologi Pengendalian Terpadu Penyakit Busuk Buah Kakao Pengendalian penyakit busuk buah kakao dapat dilakukan dengan menerapkan hal berikut:

1. Sanitasi kebun dengan menghilangkan sumber inokulum patogen dari kebun berupa buah yang terinfeksi P. palmivora baik yang masih berada di pohon atau yang jatuh ke permukaan tanah, kulit buah dari limbah panen, ranting dan daun dari pemangkasan, dengan cara mengubur/membenamkan atau mendekomposisikan untuk dijadikan pupuk organik.

2. Pemangkasan pemeliharaan

3. Pemanfaatan mikroorganisme antagonis berupa jamur antagonis Trichoderma viride

4. Pemanfaatan fungisida nabati berupa minyak cengkeh dan serai wangi 5. Penggunaan asap cair dari tempurung kelapa dengan konsentrasi 0,1%

Gambar 20. (A) Gejala serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao ; dan (B) produk biofungisida berbahan aktif spora jamur antagonis

Trichoderma viride

A B

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

KOPI

10. Teknologi Pemanfaatan Mikroba Untuk Meningkatkan Cita Rasa Kopi

Penggunaan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 200 gram pada 10 kg kopi Arabika pulper basah dan difermentasi selama 10 jam menghasilkan kopi citarasa tertinggi dengan skor mencapai 84,88 dengan citarasa khas berupa

caramelly, spicy, floral dan sweet. Secara fisik kopi yang dihasilkan dari perlakuan ini menghasilkan biji kopi beras dengan kadar air 9,4% dengan nilai cacat 11,80 dimana merujuk ke SNI 01-2907-2008 masuk ke dalam mutu 2. Proses ini jauh lebih cepatt dibanding proses fermentasi konvensional yang membuttuhkan waktu 12-36 jam.

Gambar 21. (A) Penambahan agens fermentasi pada kopi pulper basah sebelum di fermentasi; (B) dan pengukuran pH dan suhu awal sebelum biji kopi difermentasi

LADA

11. Metode Blancing Untuk Pengolahan Lada Hitam

Perendaman terbaik untuk pengolahan lada hitam dilakukan selama 1,5-2,5 menit pada suhu 80-900C. Teknologi ini mempunyai keunggulan : 1) Lada berwarna hitam lebih gelap, mengkilat dan merata; 2) Pengeringan lada lebih cepat; 3) Menghasilkan lada beraroma lebih kuat/tajam dibandingkan lada hitam yang diolah secara tradisional.

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

12. Pengendalian Pengisap Buah Lada Dasynus piperis China dengan Pestisida Nabati dan Parasitoid Telur Anastatus dasyni Ferr..

Pestisida nabati minyak mimba dan atau minyak cengkeh pada pertanaman lada yang diaplikasikan dengan di semprot dengan konsentrasi 5 ml/liter dapat menurunkan populasi hama pengisah buah lada (D. piperis). Aplikasi parasitoid A. dasyni pada pertanaman lada menurunkan populasi pengisap buah lada. Keberlanjutan populasi parasitoid A dasyni ditentukan oleh keberadaan inang penghasil nectar yaitu Asystatus gengetica

Gambar 22 Beberapa Telur Dasynus piperis yang terparasit oleh Anastatus dasyni pada pertanaman lada di Bangka

13. Formulasi Trichoderma sp. Untuk Pengendalian BPB Lada

Formulasi merupakan salah satu pendekatan agar mikroba yang berpotensi dalam pengendalian BPB maupun memperbaiki pertumbuhan tanaman lebih mudah diaplikasikan. Salah satunya adalah teknik formulasi Trichoderma sp. dan jamur endofit untuk pengendalian patogen penyebab penyakit. Formula dari Jagung, sukrosa dan larutan sodium alginate 1% dengan perbandingan 2:0,02:2. Trichoderma dan jamur endofit efektif mengendalikan penyakit BPB lada, baik untuk uji di rumah kaca dan lapang. Keunggulan formula ini karena: 1) Bahan dasar yang digunakan mudah didapat (tepung jagung, alginate dan gula (sukrosa); 2) Proses pembuatan granule dapat dilakukan di laboratorium dengan persyaratan minimal; dan 3) jamur yang sudah dalam bentuk terfomulasi akan lebih mudah untuk diaplikasikan, dibawa dan disimpan.

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016

14. Teknologi Praktis Konservasi Lengas Tanah Dengan Biopori Pada Pertanaman Lada

Fluktuasi lengas tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi lada. Hal ini berhubungan dengan karakteristik dasar lada yang perakarannya dominan di lapisan tanah atas <60 cm. Mengingat fenomena perubahan iklim yang semakin nyata dengan kejadian

El-nino dan La-nina yang semakin intens, maka diperlukan strategi inovasi yang tepat untuk mendukung pengembangan lada di tanah air. Biopori merupakan teknologi konservasi air yang telah lama dikenal oleh masyarakat perkotaan, namun belum banyak dilirik dan dimanfaatkan di bidang pertanian.

Teknik konservasi lengas tanah dilakukan dengan pengaturan 6 titik biopori per tanaman lada, berdiameter 15 cm dan kedalaman 100 cm, yang diisi dengan material organik serasah daun yang ada dikebun. Dengan teknik ini ternyata efektif meredam fluktuasi lengas tanah ekstrim pada tahun basah, dan dapat meningkatkan performansi produksi lada pada tahun basah, dan diharapkan lebih berdampak positif pada kondisi tahun kering.

PALA

15. Teknologi Penanganan Dan Penyimpanan Biji Pala.

Indonesia sebagi negara pengekspor pala terbesar di dunia, dari tahun ke tahun mengalami penurunan akibat seringnya terjadi penolakan oleh negara-negara importir karena tidak sesuai dengan persyaratan mutu yang mereka tetapkan, terutama mengenai kandungan alfatoksin yang melebihi batas maksimum. Penanganan yang baik dan benar pada biji pala perlu diperhatikan untuk mengurangi cemaran aflatoksin.

Teknologi penanganan dan penyimpanan biji pala dengan cara: Pala dijemur sampai kadar air 8-10%, kemudian dikemas dalam plastik jenis polietilen, dan ditempatkan pada suhu 20-25oC. Dengan cara ini menghasilkan lpala degan kandungan Alfatoksin jenis B1, B2, G1, dan G2 memenuhi standar, kadar air dan kandungan minyak atsiri relative stabil.

Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2016