• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Matematika

5. Validitas adalah suatu alat bukti penilaian dalam mengukur yang akan diukur. 6. Reliabilitas adalah konsistensi keajekan tes.

7. Daya pembeda adalah suatu soal untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam memahami suatu materi.

8. Tingkat kesukaran adalah kemungkinan dapat dianggap benar dan salah pada saat siswa mengerjakan soal.

9. Pengecoh adalah suatu pilihan jawaban yang dianggap benar menurut siswa dibuat hampir mirip dengan jawaban yang sebenarnya.

G. Spesifikasi Produk

1. Instrumen tes hasil belajar kognitif Kompetensi Dasar melakukan pengukuran sudut berbentuk soal pilihan ganda dengan 4 option jawaban yaitu a, b, c, dan d dilengkapi dengan kunci jawaban, ranah kognitif soal, dan tingkat kesukaran soal.

2. Instrumen pilihan ganda telah valid. 3. Instrumen pilihan ganda telah reliabel.

4. Tingkat kesukaran instrumen pilihan ganda dibuat berdasarkan kurva normal yaitu mudah 25%, sedang 50%, dan sukar 25%.

5. Instrumen pilihan ganda telah memiliki pengecoh yang dapat berfungsi yaitu minimal 5% dari peserta tes atau 0,05 memilih pengecoh pada setiap soal. 6. Instrumen pilihan ganda disusun menggunakan bahasa Indonesia yang baku

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada Bab II, peneliti membahas mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

A.Kajian Pustaka

Kajian Pustaka pada penelitian ini akan membahas mengenai teori yang mendukug yaitu, tes hasil belajar, konstruksi tes hasil belajar, pengembangan tes hasil belajar, matematika, kompetensi dasar, dan taksonomi tes hasil belajar.

1. Tes Hasil Belajar a. Definisi Tes

Yusuf (2015: 93) mengemukakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang spesifik dan sistematis untuk mengukur tingkah laku seseorang; sehingga tingkah laku tersebut dapat digambarkan dengan bantuan angka, skala atau dengan sistem kategori. Sedangkan Mardapi (dalam Widoyoko, 2014:50) mendefinisikan tes sebagai salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Suwandi (2010: 39) memaparkan bahwa tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siapa yang sedang di tes.

Dapat disimpulkan dari beberapa ahli di atas bahwa tes adalah cara untuk mengetahui kemampuan seseorang melalui pertanyaan dan harus dijawab.

b. Definisi Belajar

Menurut Sulistyorini (2009: 6) mengemukakan pendapat bahwa belajar adalah sebagai proses untuk merubah diri seseorang (siswa) agar memiliki pengetahuan, sikap dan tingkah laku melalui latihan baik latihan yang penuh dengan tantangan atau melalui berbagai pengalaman yang telah terjadi. Sedangkan Yusuf (2015: 181) memaparkan bahwa belajar merujuk kepada tingkat pencapaian dan/ atau kemajuan peserta didik dalam belajar. Berbeda dengan Fajar (dalam Sulistyorini 2009: 5), mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman, maka siswa perlu diberi waktu yang memadai untuk melakukan proses itu. Artinya memberikan waktu yang cukup untuk berfikir ketika siswa menghadapi masalah sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya.

Dapat disimpulkan dari beberapa ahli tersebut bahwa belajar adalah sebuah proses menuju perubahan yang lebih baik untuk menambah pemahaman pengetahuan, sikap, dan tingkah laku dengan waktu yang memadai.

c. Definisi Hasil Belajar

Abdurrahman (Dalam Jihad dan Haris 2012: 14) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan Jihad dan Haris (2012: 14) memaparkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Winkel (Dalam Purwanto 2009: 45) mengemukakan bahwa hasil belajar perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dantingkah lakunya.

Berdasarkan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian perubahan yang diperoleh anak mulai dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang diperoleh melalui waktu bertahap.

d. Definisi Tes Hasil Belajar

Rakhmat dan Suherdi (2001: 56) mengemukakan bahwa tes hasil belajar alat atau prosedur sistematik untuk mengukur hasil belajar siswa. Yusuf (2015: 182) memaparkan bahwa tes hasil belajar merupakan salah satu tipe instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemajuan dan/ atau memberi nilai peserta didik dalam belajar. Sedangkan Purwanto (2009: 66) memaparkan bahwa tes hasil belajar (THB) merupakan tes penguasaan, karena tes ini mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau dipelajari oleh siswa. Tes hasil belajar dilakukan untuk mengukur hasil belajar yakni sejauh mana perubahan

perilaku yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh para siswa.

Berdasarkan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tes hasil belajar adalah alat untuk mengukur kemajuan dan mengetahui peningkatan penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru kepada peserta didik. e. Ciri-Ciri Tes Hasil Belajar

Sudijono (2006: 93-97) memaparkan bahwa ciri-ciri tes hasil belajar yang baik adalah valid, reliabel, obyektif, praktis dan ekonomis. Sebuah tes dikatakan valid atau memiliki validitas apabila tes tersebut secara tepat, benar, secara shahih, atau secara absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil.

Sedangkan Arikunto (dalam Widoyoko 2014:139-142) mengemukakan bahwa ciri-ciri tes hasil belajar yang baik, meliputi :

1) Tes hasil belajar bersifat valid. Apabila alat ukur itu dapat menunjukkan tingkat ketepatan dalam mengukur apa yang hendak diukur atau mengungkapkan data yang semestinya diungkapkan. Dengan kata lain validitas berkaitan dengan “ketepatan” dengan alat ukur.

2) Tes hasil belajar bersifat reliabel, tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau ajeg apabila diteskan berkali-kali kepada subjek yang sama serta pada waktu yang berlainan. Suatu tes yang reliabel mampu menghasilkan data yang konsisten dan hasilnya bisa dipercaya.

3) Tes hasil belajar bersifat objektif. Apabila dalam melaksanakan tes tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi, terutama dalam sistem skoringnya.

4) Tes hasil belajar bersifat praktis, apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.

5) Tes hasil belajar bersifat ekonomis, apabila dalam pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

f. Bentuk Tes Hasil Belajar

Menurut Arikunto (2013: 177-190), bentuk-bentuk tes dibedakan menjadi dua, antara lain :

1. Tes Subjektif

Tes subyektif pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes berbentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Soal bentuk esai ini menuntut siswa kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki, dapat dikatakan

bahwa tes esai menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi. 2. Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai. Adapun macam-macam tes objektif menurut Arikunto, antara lain:

1) Tes Benar-Salah (True-False)

Soal tes benar-salah terdiri pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Responden bertugas

untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika pernyataan itu benar menurut pendapatnya dan melingkari huruf S jika pernyataannya salah.

2) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)

Soal tes pilihan ganda (multiple choice test) terdiri atas suatu keterangan yang belum lengkap. Untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Soal tes pilihan ganda terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor).

3) Menjodohkan (Matching Test)

Soal tes menjodohkan (matching test) terdiri atas suatu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabannya yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas siswa ialah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaanya.

4) Tes Isian (Completion Test)

Soal tes isian (completion test) terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.

g. Tes Pilihan Ganda

Sudjana (1990: 48) mengemukakan bahwa soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Sedangkan Suwarto (2012 :37) menjelaskan bahwa tes pilihan ganda merupakan suatu butir yang terdiri dari suatu statemen yang belum lengkap, untuk melengkapi statemen tersebut disediakan beberapa statemen sambungan diantaranya sambungan yang benar sedangkan yang lain adalah sambungan yang tidak benar. Lain halnya dengan Suwarto, Sukardi (2009: 117) mengemukakan bahwa item tes pilihan ganda yang dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar kompleks. Tes objektif tipe pilihan juga efektif dalam mengungkap materi pembelajaran dengan cakupan

pengetahuan yang lebih kompleks dan tingkat pengetahuan yang tinggi. Item pilihan ganda terdiri atas sebuah pokok persoalan atau problem dan daftar pilihan yang dianjurkan untuk diisi oleh siswa yang hendak dievaluasi. Setiap item tes dibedakan dalam dua bagian yaitu pokok persoalan dan jawaban altermatif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tes pilihan ganda adalah bentuk tes yang memiliki beberapa option jawaban dan hanya memiliki satu jawaban yang benar sehingga mampu mengukur hasil belajar.

h. Kelebihan dan Kelemahan dari Tes Pilihan Ganda

Sukardi (2009: 125) mengemukakan tujuh kelebihan item tes pilihan ganda, yaitu, (1) Tes pilihan ganda memiliki karakteristik yang baik untuk suatu alat pengukur hasil belajar siswa. Karakter yang baik tersebut yaitu lebih fleksibel dalam implementasi evaluasi dan efektif untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan belajar mengajar, (2) item tes pilihan ganda yang dikonstruksi dengan intensif dapat mencakup hampir seluruh bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru di kelas, (3) item tes pilihan ganda adalah tepat untuk mengukur penguasaan informasi para siswa yang hendak dievaluasi, (4) item tes pilihan ganda dapat mengukur kemampuan intektual atau kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, (5) dengan menggunakan kunci jawaban yang sudah disiapkan secara terpisah, jawaban siswa dapat dikoreksi dengan lebih mudah, (6) hasil jawaban siswa yang diperoleh dari

tes pilihan ganda dapat dikoreksi bersama, baik oleh guru maupun siswa dengan situasi yang lebih kondusif, (7) item tes pilihan ganda yang sudah dibuat terpisah antara lembar soal dan lembar jawaban, dapat dipakai secara berulang-ulang.

Sukardi (2009: 126) juga mengemukakan pendapat empat kelemahan item tes pilihan ganda, yaitu (1) konstruksi item tes pilihan lebih sulit serta membutihkan waktu yang lebih lama dibanding dengan penyusunan item tes bentuk objektif lainnya, (2) tidak semua guru senang menggunakan tes pilihan ganda untuk mengukur hasil pembelajaran yang telah diberikan dalam waktu tertentu, misalnya satu semester atau satu kuartal, (3) item tes pilihan ganda kurang dapat mengukur kecakapan siswa dalam mengorganisasi materi hasil pembelajaran, (4) item tes pilihan ganda memberi peluang pada siswa untuk menerka jawaban.

i. Kaidah Penulisan Tes Tipe Pilihan Ganda

Menurut Sudjana (2009: 50) memaparkan bahwa kaidah dan contoh penulisan soal pilihan ganda ada 9, yaitu:

1. Pokok soal yang merupakan permasalahan harus dirumuskan dengan jelas.

2. Perumusan pokok soal dan alternatif jawaban hendaknya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.

3. Untuk setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar.

5. Alternatif jawaban harus logis dan pengecoh harus berfungsi. 6. Diusahakan agar tidak ada “petunjuk” untuk jawaban yang benar.

7. Diusahakan untuk tidak menggunakan pilihan jawaban yang berbunyi “semua jawaban di atas salah” atau “semua jawaban di atas benar”.

8. Usahakan agar pilihan jawaban satu jenis baik dari segi isi ataupun dari segi struktur kalimat.

9. Apabila pilihan jawaban berbentuk angka, maka disusun secara berurutan dari angka terkecil ke angka terbesar atau sebaliknya. Pengurutan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan peserta tes melihat pilihan jawaban.

2. Konstruksi Tes Hasil Belajar

Konstruksi tes hasil belajar terdiri dari tiga pokok bahasan yang penting dalam pembuatan tes hasil belajar. Konstruksi tes hasil belajar terdiri dari validitas, reliabilitas, dan karakteristik butir soal (daya pembeda, tingkat kesukaran, dan pengecoh). Tiga konstruksi tes hasil belajar yaitu :

a. Validitas

Surapranata (2004: 50) mengemukakan bahwa validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang harus diukur. Mardapi (2008: 16) memaparkan bahwa validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penafsiran skor tes sesuai dengan tujuan penggunaan tes. Sedangkan Gronlund (Dalam Yusuf 2015 : 61) berpendapat bahwa : (1) validitas

menunjuk pada suatu instrument atau instrument evaluasi untuk kelompok atau individual, tidak untuk instrument itu sendiri, (2) validitas merupakan “degree” (derajat) seperti: tinggi, sedang, dan kurang, (3) Validitas itu selalu spesifik penggunaannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa validitas termasuk dalam pokok bahasan penting dalam pengembangan tes berupa suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang harus diukur.

Widoyoko (2014: 172), memaparkan bahwa instrumen validitas dibedakan menjadi lima yaitu :

1) Validitas Isi (Content Validity)

Instrumen yang harus mempunyai validitas isi (content validity) adalah instrumen yang berbentuk tes untuk mengukur hasil belajar. Sebuah tes dikatakan mempunyai validitas isi apabila dapat mengukur kompetensi yang dikembangkan beserta indikator dan materi pembelajarannya. Menguji validitas isi instrumen tes dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan kompetensi yang dikembangkan dan materi pelajaran yang telah dipelajari. Validitas isi ini berkaitan dengan pertanyaan “sejauh mana butir soal mencakup keseluruhan indikator kompetensi yang dikembangkan dan materi atau bahan yang ingin diukur”. Sejalan dengan Widoyo, Arikunto (2013:82) mengemukakan bahwa sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Materi yang

diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran. Sedangkan Sudjana (1990: 12) memaparkan bahwa validitas isi berkenan dengan kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya. Tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. 2) Validitas Konstruk (Construct Validity)

Validitas konstruk mengacu pada sejauh mana suatu instrumen mengukur konsep dari suatu teori, yaitu yang menjadi dasar penyusunan instrumen. Untuk menguji validitas konstruk, dapat digunakan pendapat para ahli (expert judgement). Setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Para ahli akan memberikan keputusan apakah instrumen yang dibuat tersebut dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total. Sejalan dengan Widoyoko, validitas konstruksi menurut Arikunto (2013:83) bahwa sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus.

3) Validitas Butir (Item Validity)

Setelah pengujian konstruk dari ahli kemudian dilanjutkan dengan uji coba lapangan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui validitas butir instrumen. Ada

kemungkinan secara konstruk teoritis instrumen tersebut sudah valid karena sudah disusun berdasarkan teori konsep variabel yang akan diukur, dilanjutkan dengan perumusan definisi operasional, indikator, dan penyusunan butir-butir soal, namun setelah diuji cobakan ada yang tidak valid sehingga mengurangi validitas instrumen secara keseluruhan.

4) Validitas Kesejajaran (Concurrent Validity)

Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas kesejajaran (concurrent validity) apabila hasilnya sesuai dengan kriteria yang sudah ada. Kriteria yang sudah ada dapat berupa instrumen lain yang mengukur hal sama tetapi sudah diakui validitasnya misalnya dengan tes terstandar yang telah teruji validitasnya digunakan sebagai kriteria uji validitas instrumen tes sejenis.

5) Validitas Prediksi (Predictive Validity)

Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas prediksi (predictive validity) atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang mengenai hal sama. Validitas prediktif diperoleh apabila pengambilan skor kriteria tidak bersamaan dengan pengambilan skor tes. Setelah subjek dikenai tes yang akan dicari validitas prediktifnya, lalu diberikan tenggang waktu tertentu sebelum skor kriteria diambil dari subjek yang sama. Validitas prediktif ini biasanya digunakan untuk menguji validitas instrumen bentuk tes. Sejalan dengan Widoyoko, Arikunto (2013:84) mengemukakan bahwa validitas prediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenal hal yang akan dating jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan

memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

b. Reliabilitas

Menurut Yusuf (2015: 73) memaparkan bahwa reliabilitas membahas tentang konsistensi dan ketelitian.

Sudjana (1990: 16), mengemukakan bahwa reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat penilaian dalam menilai apa yang dinilai.

Menurut Jihad dan Haris (2012: 179) mengemukakan bahwa reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan atau kekonsistenan suatu soal tes.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa reliabilitas suatu alat ukur yang memiliki ketetapan atau keajekan dari suatu soal tes bahwa jika diujikan secara berulang-ulang hasilnya akan tetap sama, konsisten, dan stabil.

Widoyoko (2009: 158-163) mengemukakan bahwa reliabilitas dibagi menjadi dua, yaitu reliabilitas eksternal (external reliability) dan reliabilitas internal (internal reliability).

1. Reliabilitas Eksternal (External Reliability) a. Metode bentuk paralel (equivalent method)

Metode paralel dilakukan dengan cara menyusun dua instrument yang hampir sama (equivalent), kemudian diujicobakan pada sekelompok responden yang sama (responden mengerjakan dua kali) kemudian dari hasil ujicoba tersebut

dikorelasikan dengan teknik korelasi product moment. Data dari hasil dua kali ujicoba, yang satudianggap sebagai nilai X, sedangkan yang lainnya dianggap nilai Y. Karena dalam metode ini ada dua instrument dan dilakukan dua kali tes maka disebut dengan metode berulang atau test retest. Metode ini pada umumnya untuk menguji reliabilitas instrument bentuk tes.

b. Metode tes berulang (test-retest method)

Metode tes berulang dilakukan untuk menghindari penyusunan instrument dua kali. Dengan menggunakan metode ini kita hanya menyusun satu perangkat instrument. Instrumen tersebut diujicobakan pada sekelompok responden, hasilnya dicatat. Pada kesempatan yang lain instrument tersebut diberikan pada kelompok responden yang semua untuk dikerjakan lagi dan hasil yang kedua juga dicatat. Kemudian kedua hasil tersebut dikorelasikan. Perhitungan dan penafsiran hasil korelasi menggunakan aturan yang sama dengan metode paralel.

2. Reliabilitas Internal (Internal Reliability) a. Instrumen skor diskrit

Instrument skor diskrit, nominal atau pilah adalah instrument yang skor jawaban/responnya hanya dua yaitu 1 (satu) dan 0 (nol). Dengan kata lain hanya dua jawaban yaitu benar dan salah. Jawaban benar diberi skor 1 (satu) sedangkan jawaban salah diberi skor 0 (nol). Untuk instrument yang skornya diskrit (1 dan 0) tingkat reliabilitasnya dapat dicari dengan menggunakan (1) metode belah dua (split- half metode), (2) rumus Flanagan, (3) rumus Rulon, (4) rumus K – R. 20, (5) rumus K – R, 21, (6) rumus Hoyt.

b. Instrumen skor non diskrit

Instrumen skor non diskrit adalah instrument pengukuran yang dalam system skoringnya bukan 1 dan 0 (satu dan nol), tet api bersifat gradual, yaitu ada penjenjangan skor, mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah. Biasanya terdapat pada instrumen tes bentuk uraian dan pilihan ganda dan instrumen non tes bentuk angket dengan skala Likert dan skala lajuan (rating scale).

c. Karakteristik Butir Soal 1) Daya Pembeda

Zainul dan Nasution (dalam Widoyoko 2014: 136) menjelaskan bahwa daya beda buir soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal membedakan antara peserta tes yang pandai (kelompok atas) dengan peserta tes yang kurang pandai (kelompok bawah) diantara peserta tes.

Sudjana (2009: 141) mengemukakan bahwa daya pembeda dapat mengkaji butir-butir soal yang bertujuan untuk mengetahui seberapa sanggup soal tersebut membedakan siswa yang tergolong memiliki prestasi tinggi dengan siswa yang tergolong memiliki prestasi rendah.

Suwarto (2013: 108), mengemukakan bahwa daya pembeda merupakan suatu butir tes yang berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda mengkaji butir-butir soal yang bertujuan untuk mengetahui seberapa

sanggup soal dapat membedakan siswa yang tergolong memiliki prestasi tinggi dengan siswa yang tergolong memiliki prestasi rendah.

2) Tingkat Kesukaran

Arikunto (2012: 222) mengemukakan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau yang tidak terlalu sukar.

Daryanto (2007: 179) mengatakan bahwa tes yang baik adalah tes yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Rakhmat dan Suherdi (2001: 190), menjelaskan bahwa tingkat kesukaran soal yaitu ukuran yang menunjukkan kesulitan soal untuk diselesaikan oleh siswa.

Berdasarkan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran merupakan ukuran kesulitan dari setiap butir soal dan siswa mengerjakan soal sesuai dengan kemampuannya.

3) Pengecoh

Arikunto (2012: 233) mengemukakan pendapat bahwa pengecoh dapat berfungsi dengan baik apabila pengech tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi peserta tes yang kurang memahami materi.

Purwanto (2009: 108) memaparkan bahwa pengecoh (distractor) yang juga dikenal dengan istilah penyesat atau penggoda adalah pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban. Pengecoh yang tidak dipilih berarti tidak berfungsi karena siswa sudah mengerti bahwa jawaban tersebut sebagai pengecoh soal.

Dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengecoh adalah pilihan jawaban yang salah namun dibuat hampir mirip dengan kunci jawaban yang benar sengaja dibuat untuk memecahkan konsentrasi siswa supaya memilihnya.

3. Pengembangan Tes Hasil Belajar

Mardapi (dalam Suwarto 2013:127-133) memaparkan bahwa untuk menyusun tes, terdapat beberapa langkah-langkah dalam pengembangan tes hasil

Dokumen terkait