TINJAUAN PUSTAKA
II.2. TES UNTUK MENILAI FUNGSI KOGNITIF 1 Cognitive Performance Scale (CPS)
Pemeriksaan Cognitive Performace Scale ini pertama sekali diperkenalkan oleh Morris pada tahun 1994, dengan 5 bentuk pengukuran. Dimana bentuk – bentuk pengukuran tersebut meliputi status koma (comatose status), kemampuan dalam membuat keputusan (decision making), kemampuan memori (short – term memory), tingkat pengertian (making self understood) dan makan (eating). Tiap kategori dibagi dalam 7 grup, dimana pada skala nol (0) dinyatakan intact sampai skala enam (6) dinyatakan sebagai gangguan fungsi kognitif yang sangat berat (very severe impairment). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa CPS memberikan penilaian fungsi kognitif yang akurat dan penuh arti pada populasi dalam suatu institusi (Hartmaier dkk. 1995 ).
Skor CPS didasarkan pada : (a) Apakah seseorang itu koma
(b) Kemampuannya dalam membuat keputusan
(c) Kemampuannya untuk membuat dirinya sendiri mengerti
(d) Apakah terdapat gangguan pada short-term memory atau delayed recall
(e) Apakah terdapat ketergantungan dalam self performance dalam hal makan (eating)
Skor CPS :
(a) Nol : jika tidak terdapat gangguan dalam kemampuan membuat keputusan, membuat dirinya sendiri mengerti dan recent memory.
(b) Satu : jika terdapat satu dari kriteria di bawah ini
(i) Apabila kemampuan dalam membuat keputusan modified independence atau moderately impared
(ii) Apabila kemampuan untuk membuat dirinya sendiri mengerti, biasanya, kadang – kadang, jarang/tidak pernah mengerti atau
(iii) Terdapat gangguan recent memory
(c) Dua : jika terdapat dua dari kriteria di bawah ini
(i) Apabila kemampuan dalam membuat keputusan modified independence atau moderately impared
(ii) Apabila kemampuan untuk membuat dirinya sendiri mengerti, biasanya, kadang – kadang, jarang/tidak pernah mengerti atau
(d) Tiga : jika terdapat paling tidak dua dari kriteria (b) dan satu dari kriteria di bawah ini
(i) Kemampuan dalam membuat keputusan moderately impaired atau
(ii) Kemampuan untuk membuat dirinya sendiri mengerti, kadang – kadang atau jarang/tidak pernah mengerti
(e) Empat : jika kedua kriteria berikut terpenuhi
(i) Kemampuan dalam membuat keputusan moderately impaired dan
(ii) Kemampuan untuk membuat dirinya sendiri mengerti, kadang – kadang atau jarang/tidak pernah mengerti
(f) Lima : jika kemampuan membuat keputusan severely impaired (g) Enam : jika satu dari kriteria berikut terpenuhi
(i) Kemampuan dalam membuat keputusan severely impaired dan terdapat ketergantungan penuh dalam hal makan atau (ii) Keadaan koma
Kemampuan dalam membuat keputusan maksudnya adalah kemampuan membuat keputusan setiap hari tentang tugas atau aktivitas hidup sehari- hari, dibagi atas 4 yaitu :
a. Independent : keputusan tentang rutinitas sehari-hari konsisten dan terorganisir.
b. Modified independence : aktivitas sehari-hari terorganisir, mampu membuat keputusan dalam situasi yang sudah biasa namun terdapat kesulitan dalam membuat keputusan apabila dihadapkan dengan tugas atau situasi yang baru.
c. Moderately impaired : dibutuhkan peringatan, isyarat dan pengawasan dalam merencanakan dan memperbaiki rutinas sehari-hari.
d. Severely impaired : pengambilan keputusan sangat terganggu, tidak pernah/sangat jarang membuat keputusan.
Kemampuan membuat dirinya sendiri mengerti dibagi atas 4, yaitu : a. Mengerti : dapat menyatakan ide secara jelas.
b. Biasanya mengerti : terdapat kesulitan dalam menemukan kata yang tepat dalam berkomunikasi sehingga responnya terlambat.
c. Kadang–kadang mengerti : terdapat kemampuan yang terbatas tetapi dapat menyatakan permintaan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar (seperti makanan, minuman, tidur, toilet).
d. Jarang/tidak pernah mengerti: terdapat bunyi atau bahasa tubuh yang spesifik yang dimengerti secara terbatas oleh orang yang merawat (contoh menunjukkan adanya nyeri atau butuh ke toilet).
II.2.2. Mini Mental State Examination ( MMSE)
Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) ini awalnya dikembangkan untuk skrining demensia, namun sekarang digunakan secara luas untuk pengukuran fungsi kogntif secara umum. Pemeriksaan MMSE kini adalah instrumen skrining yang paling luas digunakan untuk menilai status kognitif dan status mental pada usia lanjut (Kochhann dkk. 2009, Burns dkk. 2002).
Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang paling banyak dipakai. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah tes yang paling sering dipakai saat ini. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Skor MMSE normal 24 – 30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi kognitif (Folstein dkk. 1975, Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Pada penelitian MMSE di Medan, yang dilakukan pada 473 orang sehat dengan rentang usia 16 – 75 tahun dan dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan didapatkan nilai yang berbeda untuk masing – masing usia dan pendidikan yang berbeda (Sjahrir dkk. 2001).
Tabel 1. Nilai MMSE berdasarkan usia
Dikutip dari : Sjahrir H.,Ritarwan K.,Tarigan S.,Rambe AS., Lubis ID., Bhakti I. The Mini Mental State Examination in healthy individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J Southeast Asia.2001;6:19-22.
Tabel 2. Nilai MMSE berdasarkan tingkat pendidikan
Dikutip dari : Sjahrir H.,Ritarwan K.,Tarigan S.,Rambe AS., Lubis ID., Bhakti I. The Mini Mental State Examination in healthy individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J Southeast Asia.2001;6:19-22.
Pada penelitian Sjahrir, 2001, tabel 1 menunjukkan median, kuartil atas dan kuartil bawah skor MMSE sesuai usia dan pada tabel 2 menunjukkan median, kuartil atas dan kuartil bawah skor MMSE sesuai dengan tingkta pendidikan. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara usia dan skor MMSE namun terdapat hubungan antara skor MMSE dengan tingkat pendidikan, dimana skor yang semakin tinggi ditemukan pada subjek dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga, dengan nilai korelasi +0.36, p < 0,05. Namun pada penelitian ini ditemukan perbedaan yang tidak signifikan antara skor MMSE dengan jenis kelamin. Skor MMSE rata-rata untuk pria 27,0 dan wanita 26,8 (Sjahrir dkk. 2001).
Instrumen ini disebut “mini” karena hanya fokus pada aspek kognitif dari fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena mental abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State Examination (MMSE) menilai sejumlah domain kognitif, orientasi ruang dan waktu, working and immediate memory, atensi dan kalkulasi, penamaan benda, pengulangan kalimat, pelaksanaan perintah, pemahaman dan pelaksanaan perintah menulis, pemahaman dan pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan praksis. Instrumen ini direkomendasikan sebagai screening untuk penilaian kognitif global oleh American Academy of Neurology (AAN) (Kochhann dkk. 2010).
Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) dijadikan metode skrining untuk memantau perkembangan demensia. Secara
umum MMSE berkorelasi baik dengan berbagai pemeriksaan fungsi kognitif lainnya. Nilai cut-off yang bervariasi menyokong nilai sensitifitas dan spesifisitas yang maksimal pada populasi yang berbeda. Skor nya dapat mengalami bias oleh karena dasar tingkat pendidikan, bahasa dan kultur, yang mana pasien dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat diklasifikasikan sebagai demensia dan pasien lainnya dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat terlupakan. Skor ≤ 23 dengan tingkat
pendidikan sampai high school, dan skor ke ≤ 25 dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sering kali digunakan sebagai indikasi terdapat gangguan fungsi kognitif secara signifikan. Nilai MMSE secara umum menurun seiring dengan pertambahan usia. Meskipun skor rata – rata yang rendah pada orang usia lanjut dapat mengakibatkan prevalensi demensia yang semakin meningkat pada kelompok usia lanjut. Skor 30 tidak selalu berarti fungsi kognitifnya normal dan skor 0 tidak berarti secara mutlak bahwa fungsi kognitifnya tidak ada (Woodford dkk. 2007).
II.2.3. General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG)
Pemeriksaan General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG) merupakan salah satu bentuk dari Cambridge Cognitive (CAMCOG). Pemeriksaan CAMCOG merupakan bagian tersendiri untuk pemeriksaan fungsi kognitif dari Cambridge Examination for Mental Disoreders of the Elderly (CAMDEX). Cambridge Cognitive (CAMCOG) merupakan instrumen yang terstandarisasi yang digunakan untuk menilai
tingkat demensia dan untuk menilai tingkat gangguan kognitif. Pengukuran ini menilai orientasi, bahasa, memori, atensi, kemampuan berpikir abstrak, persepsi dan kalkulasi. Akibat adanya berbagai bentuk CAMCOG untuk menilai fungsi kognitif dalam berbagai tingkat kesulitan maka salah satu kelebihannya adalah kemampuannya untuk mendeteksi gangguan kognitif yang ringan (Burns dkk. 2002, Huppert dkk. 1995).
Pemeriksaan GPCOG ini dipublikasi tahun 2002, yang terdiri 9 item cognitive dan 6 item informasi, yang diperoleh dari Cambridge Cognitive Examination, Psychogeriatric Assesssment Scale. General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG) memerlukan waktu 4 – 5 menit dalam melakukan penilaian dan memiliki akurasi diagnostik yang sama dengan MMSE dalam mendeteksi demensia (Brodaty dkk. 2002).
Bentuk CAMCOG lainnya yaitu Revised CAMCOG (CAMCOG-R) dan Rotterdam CAMCOG (R-CAMCOG). Pemeriksaan CAMCOG-R dipublikasi pada tahun 1999 oleh Roth, Huppert, Mountjoy dan Tym. Revised CAMCOG (CAMCOG-R) meningkatkan kemampuan menilai dalam menentukan berbagai bentuk demensia dan untuk membuat diagnosa klinis yang berdasarkan ICD-10 dan DSM-IV. Sedangkan R- CAMCOG dipublikasikan tahun 2000, R-CAMCOG merupakan versi yang lebih singkat dari CAMCOG yang terdiri dari 25 item. Diperlukan 10 – 25 menit dalam melakukan penilaian ini dan sama akuratnya dengan CAMCOG pada demensia pasca stroke (Inge de Koning dkk. 2000).