Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Kabupaten Aceh Utara, sebagai berikut :
Tabel 4.21 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Musrenbang Kabupaten Aceh Utara
Peserta Musrenbang Tingkat
Partisipasi Persentase (%) Pemerintah Kabupaten 240 85,11 Perwakilan Masyarakat 42 14,89 Jumlah 282 100,00
Sumber : Data Primer, 2009
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa total jumlah peserta Musrenbang Kabupaten Aceh Utara adalah 282 orang. Dari jumlah peserta tersebut, peserta dari pemerintah kabupaten berjumlah 240 orang, dengan persentase 240/282 x 100 = 85,11 %, sedangkan delegasi masyarakat hanya dihadiri 42 orang dengan persentase 42/282 x 100 = 14,89 %. Berdasarkan persentase tersebut, tingkat partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Kabupaten Aceh Utara dapat dinilai rendah. Hal tersebut disebabkan antara lain : (1) ketidaksiapan aparat pemerintah daerah untuk mendukung perencanaan
partisipatif; (2) indikasi terjadinya penumpukan usulan dan minimnya usulan yang masuk dalam Musrenbang Kabupaten; (3) diskusi musrenbang tidak ditutup dengan keputusan yang jelas; (4) tidak adanya Perda/Qanun yang mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
Partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Kabupaten Aceh Utara tidak hanya dalam bentuk kehadiran saja, namun dapat dilihat mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan pasca musrenbang, yaitu :
A. Tahap Persiapan Musrenbang Kabupaten Aceh Utara
Pada tahap persiapan ini lebih bersifat teknis yaitu : (1) peserta telah diberitahu lebih awal akan adanya musrenbang melalui undangan atau media lainnya; (2) peserta telah menerima bahan yang akan dibahas; (3) informasi yang disajikan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh peserta. Dalam hal ini jelas bahwa yang berperan aktif adalah aparat pemerintah daerah (Bappeda), sedangkan masyarakat tidak terlibat/berpartisipasi dalam proses persiapan musrenbang ini.
B. Tahap Pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Aceh Utara
Partisipasi masyarakat terlihat pada bentuk keterwakilan yakni, adanya perwakilan dari LSM yang bekerja dalam skala kabupaten, adanya perwakilan perguruan tinggi setempat, adanya perwakilan dunia usaha, adanya perwakilan organisasi profesi, adanya perwakilan kelompok perempuan, namun perwakilan kelompok masyarakat marjinal sama sekali tidak terlihat padahal aspirasi dari mereka sangat diharapkan untuk memenuhi hak-hak hidup mereka.
Sedangkan dari sisi pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat dilibatkan pada saat diskusi pleno yang membahas prioritas usulan kegiatan/program yang masuk dalam Musrenbang Kabupaten Aceh Utara, dimana masyarakat diminta mengajukan
saran/kritik terhadap usulan yang masuk sebelum suatu keputusan ditetapkan. Kontribusi masyarakat pada tahap pelaksanaan ini, yakni dengan mengajukan saran dan kritik yang tajam terhadap usulan yang diajukan agar ditampung dalam Musrenbang Kabupaten Aceh Utara. Namun sangat disayangkan, kehadiran wakil masyarakat dalam forum tersebut tidak terlalu lama dan tidak sampai pada akhir acara musrenbang. Umumnya yang menjadi penyebab adalah karena mereka merasa tidak melihat adanya relevansi antara program yang dipaparkan dengan kebutuhan mereka.
C. Tahap Kualitas Hasil Musrenbang Kabupaten Aceh Utara
Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam rangkaian pelaksanaan musrenbang, karena tahap ini adalah tujuan utama penyelenggaraan musrenbang yaitu mendapatkan kesepakatan antara pemerintah daerah dengan stakeholders atas rancangan RKPD dan Renja SKPD untuk diproses menjadi Rancangan Akhir RKPD dan selanjutnya menjadi dokumen final RKPD dan Renja SKPD. Partisipasi masyarakat pada tahap ini, berupa kesepakatan terhadap usulan yang masuk dalam musrenbang kabupaten dengan ditanda tanganinya berita acara hasil Musrenbang Kabupaten Aceh Utara yang memuat program/kegiatan disepakati, sumber daya dan dana, serta penanggung jawab implementasi kesepakatan.
D. Tahap Pasca Musrenbang Kabupaten Aceh Utara
Tahap ini erat kaitannya dengan pengawalan hasil kesepakatan musrenbang ke dalam proses penganggaran pembangunan daerah. Namun sayangnya, tahap pasca musrenbang ini tidak dilakukan karena waktu yang sudah sangat mendesak untuk selanjutnya menyusun Rancangan APBD. Pada tahap ini jelas tidak ada usaha untuk melanjutkan partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran seperti dalam perumusan
KUA dan PPAS. Sehingga tidak ada kesinambungan antara perencanaan dan penganggaran daerah.
Peluang masyarakat untuk berpartisipasi menjadi sia-sia, mengingat minimnya delegasi masyarakat dalam memperjuangkan usulan yang telah disampaikan. Hal ini jelas sangat tidak sesuai dengan semangat partisipasi masyarakat yang dituangkan dalam UU No.25/2004 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Tahun 2009, dimana salah satu tujuannya adalah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
2.
Proses komunikasi
Proses serta bentuk komunikasi pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam pembangunan keagamaan menganut kepada beberapa model komunikasi, salah satu model komunikasi yang lebih mengarah, sesuai dengan pengamatan peneliti, komunikasi berdasarkan prinsip pemusatan yang dikembangkan dari teori informasi dan sibernetik. Model ini muncul setelah melihat berbagai kelemahan model komunikasi satu arah yang telah banyak mendominasi berbagai riset komunikasi, ini memberikan signal terhadap proses dan alur komunikasi pemerintah melalui musrenbang dalam pembangunan keagamaan masyarakat yang dilakukan untuk mencari suatu kesimpulan ataupun kesepakatan bersama dalam pembangunan melalui proses musyawarah rencana pembangunan terutama dalam bidang agama sesuai dengan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat yang berada dalam kabupaten Aceh Utara.
Proses musrenbang tersebut dengan cara memasukkan input yang terkandung di dalam dokumen acuan, rumusan permasalahan utama, daftar usulan prioritas kegiatan dari proses sebelumnya, daftar peserta musrenbang, serta memasukkan data berita acara proses sebelumnya. Prioritas program ditentukan menurut bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan bidang fisik. Hasil dari musrenbang tingkat kabupaten adalah sebuah
dokumen perencanaan yang memuat prioritas pembangunan yang disertai dengan pendanaannya atau usulan anggaran yang tertuang dalam RAPBD. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara informan (Iskandar, sekcam Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara):
..., Hasil-hasil rumusan program dan usulan kegiatan pembangunan dari musrenbang tingkat kecamatan dipresentasikan oleh Camat. Selain hasil dari musrenbang kecamatan, pembahasan dalam forum ini juga mencakup usulan-usulan yang berasal dari dinas-dinas, kantor dan bagian kantor bupati. Skala prioritas program ditentukan menurut bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan bidang fisik. Hasil dari musrenbang tingkat kabupaten adalah sebuah dokumen perencanaan yang memuat prioritas pembangunan yang disertai dengan pendanaannya atau usulan anggaran yang tertuang dalam RAPBD.
Menyangkut dengan output yaitu daftar prioritas kegiatan menurut fungsi/ Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan usulan sumber dana, daftar delegasi untuk proses musrenbang diatasnya, serta berita acara musrebang.
Berkaitan dengan perencanaan pembangungan di Kabupaten Aceh Utara menurut informan dari kantor Bapeda (Muzakkir) sekurang-kurangnya menganut kepada lima prinsip perencanaan:
pertama, prinsip teknokratis, kedua, prinsip demokratis partisipatif, ketiga, politis, prinsip ini sangat dilematis, terkadang usulan program tidak sesuai dengan ketetapan program, artinya ketika suatu program sering terjadi mental dan hilang sama sekali pada saat penganggaran. keempat, battom up (dari bawah), kelima, top down (dari atas). Kelima prinsip dasar tersebut merupakan proses dalam menyusun KUA, PPAS, RKA-SKPD dan Penetapan APBD. Proses musrenbang, dilakukan proses perencanaan pembangunan secara keseluruhan dengan menggambarkan prioritas pembangunan perbidang termasuk bidang keagamaan. Perlu untuk memperhatikan Stakeholders
musrenbang yang terbagi kepada tiga klasifikasi atau kelompok : 1) Masyarakat; masyarakat umum, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, organisasi non pemerintah, serta akademisi (perguruan tinggi). 2) Swasta; BUMD, Swasta Lokal, Swasta Nasional dan yang ke -3) Pemerintahan; Eksekutif, terdiri dari Dinas, Badan Daerah, Sekretariat Daerah. Dan Unsur legislatif (DPRD/ DPRK).
Maka yang dibutuhkan adalah Komunikator Penggerak Pembangunan Komunikator Pembangunan keagamaan adalah sejumlah orang yang bertugas untuk menyampaikan informasi tentang pembangunan keagamaan kepada masyarakat, sehingga informasi bisa merata dan masyarakat mengetahui arti, arah dan tujuan pembangunan tersebut. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten Aceh Utara memiliki komunikator pembangunan keagamaan secara khusus seperti Majlis Pemermusyawaratan Ulama (MPU).