• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.3. Diskusi Hasil Utama Penelitian

5.3.1. Kondisi Objektif Pelaku Usaha PIK Menteng Medan

5.3.1.1. The unexpected

Mengabaikan suatu fenomena yang seharusnya bisa menjadi kesuksesan

merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh pelaku usaha. Banyak

argument dan alasan sehingga mereka menolak kesuksesan tersebut, antara lain

sukses itu nantinya bersifat tidak lama, butuh biaya yang besar, dan produk yang

sukses bukan produk mereka yang utama.

Permasalahan serupa juga terjadi di PIK Menteng Medan. Berdasarkan

hasil interview dengan Harahap, bahwasanya saat ini produk sepatu mereka yang menjadi andalan adalah produk sepatu kulit kelas A dengan harga Rp. 350,000 per

pasang. Namun respon untuk sepatu ini, tidak begitu bagus, sebaliknya produk

mereka yang berada di kelas B dengan harga Rp. 250,000 banyak diminati

konsumen, disamping harga yang terjangkau secara kualitas konsumen

menganggap tidak begitu berbeda. Pelaku usaha sepatu di PIK Menteng Medan

tidak siap dengan kesuksesan pada sepatu kelas B, karena harga bahan baku dan

ongkos produksi tidak berbeda jauh dengan sepatu kelas A. sebagai contoh harga

bahan dasar kulit kualitas A adalah Rp. 135,000 per meter, sedangkan harga bahan

dasar untuk kualitas B adalah Rp. 120,000. Hal membuat marjin keuntungan

Hal lainnya adalah, sebagaimana diungkapkan oleh John, salah satu

pengusaha tas, yang pernah mendapat order tas untuk keperluan seminar sebanyak 500 eksemplar. Namun, untuk berikutnya John tidak lagi menerima dalam order

yang sangat besar, hal ini dikarenakan dia tidak mampu memproduksi dalam

jumlah yang besar, sehingga dia kesulitan memenuhi order yang banyak.

Hal ini adalah peluang. Meskipun dengan keterbatasan baik sumber daya

maupun manusia, seharusnya hal ini bisa memicu para pelaku usaha bagaimana

bisa keluar dari permasalahan ini. Hasil penelitian saya menyatakan bahwa the

unexpected menyumbang Rp. 733,826.537 jika faktor ini meningkat sebesar 1%.

Sumbangan ini cukup besar dan para pelaku usaha bisa memanfaatkan peluang ini

untuk meningkatkan penjualan mereka. Mengenai keterbatasan produksi, selain

permasalahan mesin, salah satu kendala adalah tenaga kerja, dimana mereka

khawatir jika pada saat menerima order besar mereka akan merekrut tenaga kerja dalam jumlah yang lebih, namun setelah order kembali normal, tenaga kerja justru

tidak memiliki pekerjaan. Hal ini bisa diatasi dengan merekrut tenaga kerja

dengan sistem borongan, dimana tenaga kerja hanya dipekerjakan sesuai dengan

jumlah borongan tanpa terikat waktu.

Sedangkan permasalahan mesin produksi, pelaku usaha seharusnya bisa

melakukan kerja-sama dengan pelaku usaha lain yang sejenis, dalam hal “titip

olah produksi”, dengan perhitungan yang masuk akal dan tetap mendatangkan

keuntungan. Sesama pelaku usaha adalah mitra kerja, bukan kompetitor yang

saling menjegal, sehingga jika ada case seperti ini, maka sesama pelaku usaha bisa

Ketua I PIK Menteng Medan, Ismet, menyatakan bahwa salah satu

keterbatasan yang ada pada mereka adalah kecilnya ruangan yang disediakan, yakni hanya berukuran 4 x 12 meter2, dimana mereka juga harus mempekerjakan

orang dan juga ada mesin ditempat tersebut. Hal ini seharusnya bisa diatasi

dengan tidak memaksakan PIK Menteng Medan sebagai tempat produksi. Mereka

bisa saja menyewa ruko ataupun memilih lokasi yang strategis untuk membuat

workshop. Bagaimana PIK nantinya? PIK bisa dijadikan sebagai basis pemasaran

dan promosi. PIK tidak harus menjadi tempat operasional, PIK bisa dijadikan

sebagai ikon. Hal ini berlaku untuk pelaku usaha yang kapasitas produksinya

sudah besar.

Berikut diagram yang penulis rangkum berdasarkan pemaparan diatas:

Gambar 5.1. Diagram Kondisi The Unexpected di PIK Menteng Medan

5.3.1.1. The Incongruity

Ketidak-sejajaran merupakan suatu peristiwa yang sudah diperhitungkan secara sistematis, bertujuan, namun kejadian hasilnya tidak seperti apa yang

diharapkan. Produk-produk sandal atau sepatu yang berasal dari Bandung atau

Jawa dengan harga murah banyak beredar di pasaran, namun secara kualitas tidak

sepadan. Konsumen mulai mengeluh terhadap kualitas, hanya mampu dipakai

beberapa minggu saja, tidak sampai berbulan. Padahal konsep sepatu murah dan

berkualitas adalah konsep yang mereka (pemasok dari Bandung/Jawa) usung.

Tetapi kualitasnya ternyata tidak seperti apa yang diungkapkan. Hal ini sudah

diketahui oleh pelaku usaha, dimana salah satu poin dalam kuesioner yang penulis

lakukan adalah

“Jika melihat kualitas produk pesaing yang ada di pasar, saya mengamati masih banyak ketidakpuasan pelanggan terhadap produk-produk tersebut”

Hal ini dijawab oleh 57% responden. Hal ini merupakan peluang bagi

pelaku usaha, jika selama ini para pelaku usaha menyatakan bahwa kehadiran

pesaing dari Jawa yang turut menghambat mereka, namun ternyata kehadiran

produk dari Jawa masih memiliki celah pada hal kualitas. Para pelaku usaha PIK

Menteng Medan, tidak seharusnya terus mengeluh terhadap pesaing, karena

kehadiran kompetitor justru yang membuat orang semakin kreatif dan berfikir

bagaimana bisa keluar dari persaingan dan memenangkannya. Meskipun ada keterbatasan, namun tidak semua produk itu memiliki kesempurnaan. Saat ini

dalam hal menyikapi persaingan adalah dengan memenuhi kebutuhan konsumen

dan susah, hanya saja kita harus paham apa yang menjadi kebutuhan mendasar,

dan informasi ini tidak akan diperoleh jika pelaku usaha tidak langsung terjun ke pasar. Drucker (1986) mewanti-wanti kepada pelaku usaha, informasi tidak akan

diperoleh tanpa turun ke lapangan.

Perkembangan persaingan saat ini memang sangat ketat. Banyaknya

aneka ragam produk di pasaran pada akhirnya hanya mampu memenuhi sebagian

dari kebutuhan konsumen. Hal ini wajar, karena kebutuhan konsumen yang

kompleks dan beragam. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda,

sehingga pelaku usaha harus mampu melihat mana yang menjadi kebutuhan

dominan dari konsumen dan kemudian kebutuhan itu yang direpresentasikan ke

dalam produk mereka. Kegagalan suatu produk dalam hal pemenuhan kebutuhan

pelanggan inilah yang mesti dicermati oleh pelaku usaha di PIK Menteng Medan,

karena sesuai dengan prinsip diatas, tidak ada suatu produk yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen.

Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa the incongruity memberikan

sumbangan yang paling besar – sesudah new knowledge, yakni Rp. 1,268,863.693

jika faktor ini meningkat sebesar 1%. Ini perlu diperhatikan kepada pelaku usaha.

Pelaku usaha PIK Menteng Medan bisa saja membuat produk untuk segmen low

market, dengan harga yang terjangkau namun secara kualitas lebih baik.

Konsumen akan mau mengeluarkan lebih jika yang mereka dapatkan juga lebih

baik. Pelaku usaha juga memperhatikan masalah model, dengan banyak melihat di

membuat model sandal dan sepatu lebih baru dan stylish namun dengan harga

terjangkau dan kualitas yang lebih baik.

Berikut diagram yang penulis rangkum berdasarkan pemaparan diatas:

Gambar 5.2. Diagram Kondisi The Incongruity di PIK Menteng Medan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian

5.3.1.3. Process Need

Ini merupakan faktor yang sangat lemah dan menjadi fokus utama bagi

para pelaku usaha jika ingin meningkatkan volume penjualan. Analisa kebutuhan

merupakan landasan utama dari suatu inovasi (Drucker, 1986). Memahami

kebutuhan baik kebutuhan konsumen maupun kebutuhan produsen adalah hal yang harus diperhatikan bagi pelaku usaha di PIK Menteng Medan.

Hasil penelitian yang penulis lakukan menyatakan bahwa faktor ini justru

memberikan sumbangan yang negatif. Hal ini bisa saja terjadi karena pelaku usaha yang misintepretasi terhadap kebutuhan mereka sehingga realisasinya juga

tidak benar. Didepan sudah dikemukakan bahwa pelaku usaha sadar akan

kebutuhan mereka, namun sayangnya mereka tidak begitu mandiri untuk

merealisasikan kebutuhannya tersebut. Seperti, mereka bergantung kepada peran

pemerintah untuk memperdayakan mereka, padahal berkembang atau tidaknya

usaha mereka, selayaknyalah mereka yang memikirkan sendiri dan bagaimana

mereka bisa mandiri. Peran pemerintah sebaiknya kepada kemudahan dalam hal

perizinan, fasilitas umum, dan membantu dalam hal mencari dana.

Saat ini sistem pemasaran yang dilakukan oleh pelaku usaha PIK Menteng

Medan hanya berfokus kepada pemesanan, atau order. Hal ini membuat mereka

tidak membaca pasar secara keseluruhan. Produksi barang secara order hanya membuat pelaku usaha memahami apa yang di order, bukan kepada apa yang

dibutuhkan dan diharapkan pasar. Jika saja pelaku usaha lebih mencermati dan

mempelajari apa yang menjadi kebutuhan konsumen dan produsen, maka mereka

bisa menelurkan idea tau gagasan yang bisa membuat usaha mereka lebih efektif

dan efisien.

Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (2006) melalui studi yang

mereka lakukan menemukan bahwa lemahnya informasi perihal keinginan

konsumen (Customer needs) mengakibatkan sulitnya desain produk yang sesuai

dengan keinginan konsumen dan tidak diketahuinya kemampuan daya beli

diantaranya (1) Pasar potensial yang sangat terbatas, (2) Produk yang dihasilkan

kurang diminati konsumen karena tidak diketahuinya keinginan dari konsumen yang sesungguhnya, (3) Produk yang dihasilkan tidak laku karena tidak

diketahuinya kemampuan daya beli masyarakat.

Memahami kebutuhan konsumen akan berdampak kepada inovasi produk,

yakni pelaku usaha akan membuat atau merancang produk yang lebih dibutuhkan

atau yang diinginkan konsumen. Memodifikasi dari produk mereka yang sudah

ada. Hal ini disamping mampu mendorong penjualan, juga mampu membuat stok

barang yang sudah usang untuk di kemas ulang dan dipasarkan kembali. Barang

yang sudah usang mungkin saja sudah ditaruk ke dalam gudang dan tidak dijual

lagi, namun jika pelaku usaha mampu membaca kebutuhan konsumen, bisa saja

barang tersebut ternyata diperlukan kembali. Hal ini tentu saja berangkat dari

pembelajaran pelaku usaha untuk membaca apa yang menjadi kebutuhan konsumen.

Inovasi berdasarkan kebutuhan konsumen juga mempengaruhi terhadap

proses produksi. Modifikasi alat operasional atau pun mesin fabrikasi bisa saja

dilakukan guna memenuhi kebutuhan produksi, atau bisa saja melakukan

pemangkasan proses / alur produksi untuk memenuhi kapasitas produksi.

Inovasi organisasi dan bisnis didasarkan pada kesadaran dan kemampuan

pelaku usaha dalam mengidentifikasi kebutuhan mereka sebagai produsen.

Menjadi mandiri dan berusaha memenuhi kebutuhan mereka bisa menjadi solusi

Untuk mengatasi gap yang dihadapi pelaku usaha, mereka bisa mengikuti

pelatihan-pelatihan yang lebih tepat untuk mereka. Pelatihan-pelatihan tersebut mencakup pelatihan mengenai informasi teknologi agar mereka bisa mengetahui

dengan cepat informasi yang ada sehingga mereka lebih paham terhadap

perkembangan masa, apa yang dibutuhkan konsumen dan bagaimana memenuhi

kebutuhan mereka. Pelatihan berikutnya adalah mengenai seni dan keterampilan.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Ismet, bahwa jiwa seni para pelaku usaha

perlu di pertajam. Mereka tahu corak-corak yang beredar di pasar, namun untuk

memodifikasi yang lebih cantik hal ini yang mereka belum mahir dikarenakan

jiwa seni mereka yang masih perlu diasah. Berkaitan dengan jiwa kewirausahaan

yang penulis singgung sebelum-sebelumnya, hal ini penting bagi pelaku usaha

agar mereka memiliki kepribadian wirausaha yang unggul. Oleh karena itu

mereka perlu mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai kewirausahaan.

Masalah dalam mengikuti pelatihan adalah biaya. Sebenarnya jika mereka

memahami kegunaan pelatihan untuk kemajuan bisnis mereka, mengikuti

pelatihan justru adalah investasi, bukan beban keuangan. Tentu saja yang pertama

sekali dipahami pelaku usaha adalah apa kegunaan pelatihan dari yang mereka

ikuti. Mindset kegunaan pelatihan yang perlu mereka tanamkan, sehingga jika

mereka mengikuti pelatihan tidak perlu lagi menunggu dana dari pemerintah

ataupun sponsor dari pihak lain. Mereka yang seharusnya giat dalam mencari

informasi pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan bisnis mereka, sebagaimana

Berikut diagram yang penulis rangkum berdasarkan pemaparan diatas:

Gambar 5.3. Diagram Kondisi Process Need di PIK Menteng Medan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian

5.3.1.4. Industry and Market Structure

Untuk produk UKM ataupu UMKM saat ini tidak ada yang mendominasi,

dalam arti masuknya produk dari Cina ataupun dari Jawa tidak langsung menjadi

produk mereka sebagai yang utama. Dalam arti persaingan saat ini masih

kompetitif, tidak ada industri yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa

produk-produk yang dipasarkan oleh PIK Menteng Medan masih bisa diterima pasar, dan

bukan tergolong produk yang tidak diterima masyarakat. Hanya saja, saat ini produk produk dari Cina ataupun Jawa lebih banyak beredar dibandingkan

mereka getol dalam memasarkan produknya. Kita bisa lihat saat ini di Medan di

kawasan Marindal – Medan Amplas, dimana ada sekelompok penjual yang berasal dari Jawa Barat dan menetap disana untuk memasarkan produk-produk

sepatu dan sandal yang menurut mereka dari Bandung. Disain produk dan harga

sangat menarik, dan mereka menjajakan produk ini secara langsung kepada

konsumen (direct selling). Jaja – salah satu penjual sandal dan sepatu dari

Bandung mengungkapkan bahwa mereka ke Medan atas inisiatif sendiri dan

mendapatkan informasi dari rekan-rekan mereka sebelumnya yang tergolong

berhasil bahwa pangsa pasar di Medan masih sangat terbuka dan mendorong

mereka untuk ke Medan. Harga yang mereka tawarkan dimulai dari Rp. 25,000

per pasang hingga 100,000. Harga ini sangat murah jika dibandingkan dengan

harga yang ditawarkan di pasar tradisional ataupun modern. Konsumen mereka

adalah pasar menengah ke bawah. Respon masyarakat Medan untuk produk ini cukup baik, meskipun secara kualitas sesuai dengan harganya, yakni lem cepat

lekang dan tapak sepatu juga mudah pecah.

Masuknya produk Cina juga mudah ditemui di pasar tradisional. Menurut

Hendra – salah satu penjual yang ada di pasar tradisional Gambir - Tembung,

alasan utama mereka memilih produk Cina karena modalnya murah sehingga bisa

dijual dengan harga yang kompetitif. Sepatu dengan model yang mirip dengan

Bally ataupun merk terkenal lainnya hanya dijual seharga Rp. 80,000 – 175,000.

Harga yang murah dan model yang mirip dengan merk terkenal membuat

konsumen segmen menengah kebawah untuk memilih produk tersebut dengan

Pelaku usaha PIK Menteng Medan, harus memahami hal ini dan melihat

ini sebuah peluang. Belum adanya produk dominan membuat pasar produk dengan segmen menengah kebawah masih terbuka bagi produsen mana saja.

Pelaku usaha bisa mendisain dan membuat produk yang terjangkau, model yang

lebih stylish dan melemparkannya ke pasar. Pelaku usaha PIK Menteng Medan

harus segera menyadari dan ikut bersaing, bukan mengeluhkan kehadiran mereka.

Berikut diagram yang penulis rangkum berdasarkan pemaparan diatas:

Gambar 5.4. Diagram Kondisi Industry and Market Structure di PIK Menteng

Medan

5.3.1.5. Demographic

Demografis memberikan sumbangan negatif terhadap tingkat pendapatan. Secara teoritis, yang termasuk ke dalam demografis, adalah perubahan dalam

kependudukan, seperti jumlah penduduk, struktur penduduk, komposisi,

pekerjaan, status pendidikan dan pendapatan. Semua itu berkaitan dengan faktor

eksternal yang perubahannya tidak bisa dikendalikan oleh pelaku usaha. Guna

mengetahui dan menyikapi perubahan tersebut, para pelaku usaha mutlak mencari

tahu bagaimana perkembangan demografis, terutama demografi yang terjadi di

wilayah pemasaran mereka, dalam hal ini adalah Sumatera Utara, Kota Medan

khususnya.

Faktor demografis memberi sumbangan negatif, selain process need,

sebesar – Rp. 444,516.706. Arti negatif pada persamaan regresi yang telah

disebutkan menyatakan bahwa jika faktor ini naik sebesar 1% maka akan menurunkan pendapatan. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan

oleh Drucker (1986) yang menyatakan bahwa demografis sebagai sumber

peluang, yang seharusnya meningkatkan pendapatan jika dilakukan. Hal ini tentu

saja pemahaman pelaku usaha yang tidak tepat terhadap pemahaman demografis.

Kembali lagi, ini merupakan cara pandang terhadap suatu permasalahan, dan

intinya kembali kepada faktor personal pelaku usaha dalam membaca peluang.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dalimunthe (2009) dalam penelitiannya

yang menyatakan bahwa syarat utama kesuksesan wirausahawan adalah adanya

jiwa kewirausahawan dalam diri pelaku usaha.Langkah strategi yang diperlukan

dengan meningkatkan spirit kewirausahaan melalui peningkatan pengetahuan,

kemampuan, serta pemahaman tentang visi perusahaan, perencanaan, kreativitas, pengambilan resiko, dan adaptasi.

Kemajuan tekhnologi dan informasi saat ini membuat struktur masyarakat

cepat mengalami perubahan. Jika kita mengamati perkembangan masyarakat di

awal-awal tahun 2000, tekhnologi internet tidak begitu berkembang pesat. Banyak

orang yang tidak paham apa itu email, atau apa itu internet. Namun, sekarang ini

struktur masyarakat sudah berubah, kemajuan tekhnologi tidak lagi miliki orang

yang paham tekhnologi. Hampir semua orang sudah memiliki facebook, meskipun

masih juga belum paham tentang email, tetapi paham tekhnologi bukan harga

yang mahal. Bahkan orang sudah mulai online melalui handphone. Para pelaku

usaha PIK Menteng Medan, dalam menghasilkan produk mereka, cenderung tidak

kaku, dimana model, corak dan kualitas tidak banyak mengalami perubahan. Ismet, Ketua I PIK Menteng Medan, menyatakan bahwa pelaku usaha

cenderung takut untuk bereksperimen dalam mencoba atau memodifikasi produk

sesuai dengan perkembangan zaman. Dia mengambil contoh, dalam pembuatan

kain ulos itu ada motif-motif tertentu yang tidak boleh dirubah. Namun, Ismet

berpendapat, tidak ada salahnya jika pasar memang menginginkan corak yang

lebih berani, para pelaku usaha memodifikasi kain ulos dan kemudian khusus

dipasarkan bukan untuk disimpan.

Selanjutnya, Ismet mencontohkan bahwa banyak kulit sisa-sisa yang

terbuang begitu saja. Padahal kulit itu bisa dipakai untuk produk yang saat ini

handphone, sarung laptop. Bahkan hal ini menjadi nilai jual yang tinggi, dimana

apabila produk sarung handphone dan laptop hanya terbuat dari kulit Oscar (kulit campuran, bukan kulit asli). Masyarakat terus berubah, baik susunan, komposisi

dan tingkat pendidikan. Pelaku usaha harus mampu melihat perubahan ini sebagai

suatu peluang. Inovasi terus berubah, dan perubahan ini seiring dengan kebutuhan

dan selera pasar.

Berikut diagram yang penulis rangkum berdasarkan pemaparan diatas:

Gambar 5.5. Diagram Kondisi Demographic di PIK Menteng Medan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian

5.3.1.6. Change in Perception

Pandangan atau persepsi seseorang terhadap suatu hal tidak akan bertahan

memiliki bukti otentik yang kuat. Pada pertengahan tahun 2000an beredar isu

yang menyatakan bahwa sepatu kulit yang beredar di pasaran terbuat dari kulit babi. Hal ini sempat membuat keraguan dan kekhawatiran konsumen muslim

dalam menggunakan produk sepatu kulit. Masalah tersebut kemudian sempat

mewacan, halal penggunaan kulit babi jika disamak sebelumnya. Namun, tetap

saja keengganan konsumen muslim untuk tidak menggunakan produk kulit.

Seiring dengan berjalannya waktu, informasi yang semakin bebas diakses, isu

tersebut seperti menghilang, dan orang sudah mulai ramai kembali menggunakan

sepatu atau sandal kulit.

Sebenarnya isu kulit babi, adalah peluang, karena adanya perubahan

persepsi masyarakat bahwa menggunakan produk-produk yang halal. Bila

kosmetik sudah ada yang menjamin produknya halal. Pelaku usaha bisa

memanfaatkan isu tersebut dengan menyatakan kepada publik bahwa kulit yang mereka pergunakan adalah kulit sapi, kulit kambing yang proses pemotongan

hingga produksinya jelas, tanpa mesti diragukan.

Begitu banyak isu-isu yang berkembang ditengah masyarakat akibat

adanya perubahan dalam hal persepsi dan nilai. Dimuka sudah dijelaskan, bahwa

juga terjadi perubahan persepsi masyarakat terhadap masuknya barang-barang

dari Jawa dan Cina yang ternyata secara kualitas tidak lebih baik.

Perubahan persepsi memberi sumbangan yang besar terhadap tingkat

pendapatan, yakni sebesar Rp. 898,984.228 jika faktor ini meningkat sebesar 1%.

Perubahan persepsi adalah faktor yang sama dengan demografis dan pengetahuan

Berikut diagram yang penulis rangkum berdasarkan pemaparan diatas:

Gambar 5.6. Diagram Kondisi Change in Perception di PIK Menteng Medan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian

5.3.1.7. New Knowledge

Pengetahuan selalu berkembang, terlebih penelitian dan jurnal-jurnal

tentang kewirausahaan terus bertambah. Drucker (1986) juga menyatakan bahwa

manajemen inovasi adalah bersifat ilmiah, bukan berdasarkan intuisi. Sama halnya

dengan apa yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha. Berdasarkan salah satu

item pertanyaan yang penulis ajukan, bahwasanya para pelaku usaha termasuk

orang yang giat mengikuti seminar-seminar atau training. Berikut item pernyataan yang dimaksud:

Saya selalu menghadiri acara seperti seminar, penyuluhan untuk menambah informasi tentang proses produksi saya.

Sebanyak 67% menyatatakan mengikuti seminar dan penyuluhan guna

menambah informasi. Langkah yang dibutuhkan tinggal merealisasikan apa yang menjadi informasi tersebut. Ismet, Ketua I PIK Menteng Medan menyatakan,

bahwa pelaku usaha sudah banyak menerima informasi, apalagi banyak juga

peneliti yang mengadakan penelitian di PIK Menteng Medan, namun ia

mengharapkan hasil dari penelitian tersebut tidak hanya berupa penyampaian

informasi. Sama halnya jika para pelaku usaha mendapat penyuluhan, dia

berharap jangan sampai berhenti setelah penyuluhan. Para pelaku usaha perlu

adanya bimbingan mengenai informasi dan pengetahuan yang mereka peroleh.

Apa yang diungkapkan oleh Ismet merupakan hal yang benar, namun jika

Dokumen terkait