• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Alur penelitian

TI JAUA PUSTAKA

Lebah Madu spp

Lebah madu Trigona spp merupakan serangga sosial yang hidup berkelompok membentuk suatu koloni. Koloninya dapat mencapai 300/800.000 ekor lebah. Lebah ini banyak dijumpai di daerah beriklim tropis dan subtropis di Amerika Selatan, setengah bagian Afrika Selatan, dan Asia Tenggara (Free 1982). Lebah Trigona spp diklasifikasikan

dalam divisi Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona, dan spesies Trigona spp (Sihombing 1997). Koloni lebah madu terdiri atas dua golongan, yaitu golongan reproduktif (lebah jantan dan ratu) dan golongan nonreproduktif (lebah pekerja). Keduanya dapat dibedakan dari bentuk, rupa, warna, dan tingkah laku. Setiap koloni lebah hanya memiliki satu ekor ratu, ratusan ekor lebah jantan, dan ribuan ekor lebah pekerja (Sumoprastowo 1980). Trigona spp lebih banyak mencari makan pada pagi hari karena aktivitasnya dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Ukuran tubuh juga mempengaruhi jarak terbang lebah mencari makan. Semakin besar tubuh lebah, maka semakin jauh jarak terbangnya. Trigona spp dengan ukuran tubuh 5 mm mampu terbang sejauh 600 m (Nelli 2004).

Menurut Singh (1962), madu yang dihasilkan lebah Trigona spp lebih sedikit dibandingkan lebah lokal seperti Apis spp. Sarang lebah Trigona spp menghasilkan madu kurang lebih 1 kg/tahun, sedangkan Apis spp menghasilkan madu mencapai 75 kg/tahun. Madu yang dihasilkan Trigona spp mempunyai aroma khas, campuran rasa manis dan asam seperti lemon. Aroma madu tersebut berasal dari resin tumbuhan dan bunga yang dihinggapi lebah (Fatoni 2008). Madu dari Trigona juga sulit diekstrak, namun kandungan propolisnya lebih banyak daripada golongan Apis.

Sarang lebah Trigona spp dibuat dengan campuran lilin dan resin propolis dari tanaman. Sarang tersusun atas sel anakan yang dikelilingi dengan pelepah lembut yang disebut involucrum dan sel besar yang terdiri atas madu serta cadangan polen (Free 1982). Sarang lebah terdiri atas sekitar 50% senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat), 30% lilin lebah, 105 minyak aromatik, 5% polen, dan 5% berbagai senyawa aromatik. Trigona spp memiliki sengat sisa, namun tidak digunakan sebagai alat pertahanan. Lebah akan menggigit atau membakar kulit musuhnya dengan larutan basa. Lebah ini juga dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk menyerang serangga penggangu (Free 1982).

Propolis

Propolis adalah bahan perekat dari resin yang dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit kayu, dan bagian tumbuhan lainnya (Gojmerac 1983). Resin/resin yang terkumpul dicampur dengan enzim lebah sehingga berbeda dengan resin tumbuhan asalnya.

3

Propolis berwarna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan. Perbedaan warna tersebut dipengaruhi oleh kandungan flavonoidnya. Telah diperkirakan bahwa 200.000 lebah madu menghasilkan 20 gram kandungan propolis setiap tahunnya. Propolis berwujud keras dan rapuh pada suhu di bawah 15oC, tetapi kembali lebih lengket pada suhu 24/25oC. Propolis umumnya dapat meleleh pada suhu 60/69oC, namun ada pula yang titik lelehnya di atas 100oC (Woo 2004).

Senyawa kimia utama dalam propolis terdiri atas senyawa golongan flavonoid, fenolik, dan berbagai senyawa aromatik. Senyawa/senyawa tersebut sukar larut dalam air, sebagian besar mudah larut dalam alkohol, dan kadang sulit larut dalam pelarut hidrokarbon (Pietta et al. 2002 dalam Fatoni 2008). Lasmayanty (2007) menunjukkan hasil uji fitokimia terhadap propolis lebah Trigona spp asal Pandeglang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, triterpenoid, saponin, dan tanin.

Propolis dapat berfungsi sebagai antibiotik alami karena kemampuan antimikrobnya. Senyawa aktif yang memberikan efek antibakteri adalah pinocembrin, galangin, asam kafeat, dan asam ferulat. Senyawa antifunginya yaitu pinocembrin, pinobaksin, asam kafeat, benzil ester, sukaranetin, dan pterostilnena. Senyewa antiviralnya adalah asam kafeat, lutseolin, dan quersetin. Zat aktif yang diketahui bersifat antibiotik adalah asam ferulat. Zat tersebut efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif (Winingsih 2004).

Lebah madu memerlukan propolis karena lebah madu rentan terhadap infeksi bakteri dan virus (Chinthalapally et al. 1993) dan untuk mengisi celah maupun retakan serta menghaluskan permukaan yang kasar pada sarangnya (Gojmerac 1983).

Gambar 1 Propolis kasar. anopartikel

Teknologi nano merupakan teknik memanipulasi materi menjadi berskala nanometer dari sekumpulan atomnya melalui

pemurnian bentuk serbuknya. Sebuah ukuran nanometer adalah 1 x 10/9 m atau 1/1000 mm seukuran dengan 50.000 kali lebih kecil dari diameter rambut manusia. Teknologi nano merupakan pengembangan mutidisiplin ilmu fisika, kimia, biologi, teknik, elektronika, proses, materi, aplikasi, dan konsep (Aitken et al. 2004).

Nanopartikel termasuk golongan sistem penghantaran obat koloid padat, dan merupakan dasar dari sistem penghantaran obat yang bersifat dapat diuraikan tubuh dan tidak toksik. Nanopartikel adalah suatu preparat parenteral dan dapat disimpan dalam bentuk padat. Sediaan nanopartikel setelah penyimpanan setahun masih dapat diencerkan kembali menjadi larutan koloid yang baik dan masih mempunyai sifat/sifat in vivo dan in vitro yang tidak berubah (Wiraatmadja 1984).

Pembentukan nanopartikel bertujuan untuk pendistribusian materi yang bergantung pada ukuran partikel, permukaan partikel, dan pelepasan agen aktif farmakologi dengan harapan memberikan efek terapi sesuai dosis dan tingkat optimalnya (Mohanraj & Chen 2006). Syarat/syarat yang harus dipenuhi oleh suatu nanopartikel ideal, antara lain : harus berakumulasi atau tetap tinggal pada daerah yang dikehendaki; harus melepaskan obatnya pada kecepatan dan tempat yang dikehendaki; memiliki stabilitas yang cukup baik dan dengan cara pemakaian yang mudah; harus dapat disterilkan; dan bahan pembawanya (carrier) tidak toksik dan bersifat dapat terdegradasi secara alami (Wiraatmadja 1984). Tipe/tipe nanopartikel yang dikenal, antara lain: partikel yang tidak dapat terdegradasi secara alami;polimer yang dapat terdegradasi secara alami; sistem campuran polimer dan makromolekul; dan sistem yang menggunakan makromolekul alam. Partikel yang tidak dapat terdegradasi secara alami dibuat dari monomer seperti metimetakrilat disolubilisasi dalam larutan heksana. Polimerisasi diinduksi oleh radiasi sinar gamma atau sinar UV. Hasilnya berupa partikel berukuran 80/250 mm yang dapat disimpan setelah diproses dengan freeze dried. Polimer yang dapat terdegradasi secara alami merupakan hasil polimerisasi dari suatu alkisianoakrilat di dalam medium air yang bersifat asam dan ditambah surfaktan. Partikel tersebut diuraikan oleh hidrolisis rantai karbon membentuk formaldehida dan suatu alkisianoasetat. Sistem campuran polimer dan makromolekul merupakan kombinasi antara polimer dengan makromolekul untuk memudahkan didegradasi secara alami dari

4

sistem polimernya. Pembuatannya diawali dengan memasukkan dekstran ke dalam rantai hidrokarbon dalam poliakrilamit agar polimernya lebih mudah dimetabolisasi. Sistem yang menggunakan makromolekul alam biasa menggunakan protein dan selulosa sebagai bahan nanopartikel yang dapat didegradasi secara alami (Wiraatmadja 1984).

Keuntungan menggunakan nanopartikel pada obat, antara lain: ukuran partikel dan karakteristiknya permukaannya memudahkan untuk dimanipulasi agar mencapai efek pasif dan aktif terhadap targetnya; meningkatkan efek terapi dari obat; dapat menggunakan berbagai saluran seperti oral, nasal, parenteral, maupun intraokular; kontrol pengeluaran dan degradasi permukaan dapat diatur dari komposisi matriksnya; dan target spesifiknya dapat menempel melalui ligannya atau dengan bantuan magnetik.

Nanopartikel dapat dibentuk dari protein, polisakarida, dan sintesis polimer. Nanopartikel dapat dibentuk menggunakan tiga metode, antara lain: dispersi polimer, polimerasi monomer, dan gelatinasi ion (Mohanraj & Chen 2006). Faktor keterbatasan kelarutan obat yang digunakan secara oral menjadi pendekatan utama untuk meningkat kemampuannya menyerap sehingga dapat terurai menjadi cairan di dalam usus (Hue et al. 2004). Pengurangan atau pengecilan ukuran partikel yang memiliki kelarutan yang kecil akan akan meningkatkan luas permukaan sehingga akan meningkatkan penguraian partikel yang menyebabkan kelarutannya meningkat (Dressman et al. 1998; Horter dan Dressman 2001).

Bakteri Uji

Bakteri merupakan protista prokariot bersel tunggal yang sangat beragam. Bakteri berukuran mikroskopis dalam satuan mikrometer. Sel/sel individu bakteri memiliki bentuk bola (kokus), batang (basilus), dan spiral (spirilium). Pola penataan sel berbentuk tunggal, berpasangan, bergerombol, rantai atau filamen (Pelczar & Chan 1988).

Reproduksi bakteri dilakukan secara pembelahan biner melintang. Namun, beberapa spesies bereproduksi dengan proses tambahan berupa spora reproduktif dan fermentasi. Waktu regenerasi masing/masing spesies tidak sama bergantung kondisi dan nutrisi (Pelczar & Chan 1988).

Bakteri dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan struktur dinding selnya, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan tersebut dilihat menggunakan

metode pewarnaan Gram. Bakteri Gram positif memberikan warna ungu atau biru, sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah (Pelczar & Chan 1988).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang termasuk famili Micrococaceae. Berbentuk kokus dengan diameter 0.5/1.5 µm dan penataan selnya tunggal, berpasangan, atau bergerombol seperti anggur. Bersifat patogen, nonmotil, tidak berspora, tidak berkapsul, anaerob fakultatif, tetapi tumbuh lebih cepat pada

keadaan aerob. Suhu optimum

pertumbuhannya 30/37oC. Koloni bakteri ini menghasilkan pigmen putih, kuning, atau kuning oranye (Lay & Hastowo 1992; Pelczar & Chan 1988) .

S. aureus terdapat pada rambut, selaput hidung, mulut, kelenjar keringat, saluran usus, pori/pori dan permukaan kulit, kelenjar susu, serta makanan yang berprotein tinggi (Fardiaz 1983; Pelczar & Chan 1988). Bakteri ini tumbuh optimum pada pH 7/7.5. S. aureus tumbuh baik di dalam medium yang mengandung NaCl 10%, menyebabkan intoksikasi, dan infeksi. S. aureus menghasilkan enterotoksin penyebab keracunan yang bersifat tahan panas dan masih aktif setelah dipanasi pada suhu 100oC selama 30 menit (Fardiaz 1983).

B. subtilis merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang, berpasangan atau membentuk rantai, motil dengan flagela peritrik, berspora tahan panas kering dan desinfektan kimia tertentu selama waktu lama, dan bersifat aerob maupun anaerob fakultatif. B. subtilis suhu optimum 25/37oC. Bakteri ini menggunakan sumber nitrogen dan karbon untuk pertumbuhan. B. subtilis banyak ditemukan di tanah, air, udara, saluran pencernaan serta bahan pangan tertentu (Holt et al. 1994)

Salmonella sp termasuk Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, hidup secara aerobik dan anaerobik fakultatif, umumnya motil dengan flagelum peritrikus. Bakteri ini tergolong keluarga enteril atau Enterobacteriae dengan karakteristik mirip proteobakteri E. coli. Bakteri ini menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, tidak memfermentasi laktosa, sukrosa, dan salisin. Sebagian strain ini dapat membentuk gas H2S. Salmonella typhi adalah contoh

strain yang dapat membentuk gas H2S. Salmonella sp menyebabkan penyakit demam tifoid (salmonelosis) yang bersifat menular dan eksplosif. Hal ini diakibatkan oleh endotoksin dan bersifat panas. Demam

5

ini terutama diakibatkan S. thypi dan S. parathypi. Sejumlah 109 sel S. typhimurium yang diberikan secara oral dapat menyebabkan gejala infeksi toksik. Penular utama Salmonella adalah feses manusia. Masa inkubasi serangan demam ini 10/14 hari. Mengonsumsi makanan dan minuman tercemar Salmonella setelah 8/48 jam dapat menyebabkan gejala dini sakit perut mendadak disertai dengan feses yang encer kadang dengan lendir dam darah, biasanya diikuti mual, muntah, dan demam hingga suhu 38/39oC.

Escherichia coli adalah penghuni saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. Biasanya tidak patogenik, tetapi dapat menyebabkan infeksi. Apabila memasuki kandung kemih dapat menyebabkan sititis. E. coli digunakan sebagai indikator pencemaran air dan beberapa galur tertentu menyebabkan gastroenteritis, disentri pada manusia serta dapat menyebabkan diare (Fardiaz 1989; Pelczar & Chan 1988).

Escherichia coli termasuk famili Enterobacteriaceae. Berbentuk batang atau koma, berukuran 1.1/1.5 x 2.0/6.0 µm, tunggal maupun berpasangan, dan dalam rantai pendek serta merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri ini tidak berkapsul dan tidak berspora, tumbuh baik pada pH optimum 7.0/ 7.5 serta suhu optimum 37oC. E. coli membentuk koloni berwarna putih hingga kekuningan, dan memiliki permukaan yang bergelombang di atas agar (Fardiaz 1983; Pelczar & Chan 1988). Bakteri ini bersifat nonmotil dan hidup secara anaerob fakultatif (Holt et al. 1994).

Jumlah koloni dan pertumbuhan bakteri dapat ditekan suatu senyawa yang dikenal sebagai zat antibakteri. Berdasarkan toksisitas selektif antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu bakterisidal dan bakteriostatik (Ganiswara et al. 1995). Bakterisidal bersifat mematikan bakteri, sedangkan bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakteriosidal pada konsentrasi tinggi (Wattimena et al. 1991). Mekanisme kerja antibakteri secara umum dibedakan menjadi empat, antara lain antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat sintesis protein sel bakteri, dan menghambat sintesis asam nukleat (Jawetz et al. 1996).

Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri bekerja dengan terikat

pada reseptor sel (beberapa diantaranya adalah enzim transpeptidase), kemudian terjadi reaksi transpeptidase sehingga sintesis peptidoglikan terhambat. Mekanisme diakhiri dengan penghentian aktivitas penghambat enzim autolisis pada dinding sel.

Antibakteri yang menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri bekerja dengan mengganggu membran sitoplasma oleh zat yang bersifat surfaktan sehingga menyebabkan permeabilitas dinding sel berubah dan menjadi rusak. Komponen/ komponen penting yang berada di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida keluar dari sel dan berangsur/angsur sel akan mati.

Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri bekerja berdasarkan kemampuannya mendenaturasi protein yang merupakan komponen esensial bagi kehidupan sel. Senyawa penghambat sintesis protein juga dapat menyebabkan kesalahan dalam pembacaan kode pada mRNA sehingga protein tidak terbentuk, dan sel akan mati.

Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat berikatan dengan enzim atau komponen yang berperan dalam tahapan sintesis asam nukleat, sehingga reaksi terhenti karena substrat yang direaksikan dan asam nukleat tidak terbentuk.

Berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap mikroorganisme, senyawa antibakteri dikelompokkan menjadi dua, yaitu antibakteri berspektrum luas dan antibakteri berspektrum sempit (Schunack et al. 1990). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri, diantaranya konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, temperatur, dan adanya bahan organik (Pelczar & Chan 1988). Salah satu zat antibakteri adalah antibiotik. Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih (Siswandono & Soekardjo 1995).

BAHA DA METODE

Dokumen terkait