• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tidak Adanya Penjelasan Persamaan Pada Pokoknya

BAB II FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA

E. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pembatalan

3. Tidak Adanya Penjelasan Persamaan Pada Pokoknya

Undang-Undang No.31 tahun 2000 tentang Desain Industri yang berlaku di Indonesia hanya mengenai Nilai Novelty (kebaruan) untuk menolak atau mengabulkan suatu permohonan pendaftaran Desain Industri. Hal tersebut berbeda dengan Undang-Undang Desain Industri yang berlaku di Negara-Negara Eropa (European Community). Sebagai Negara-Negara Industri maju, seperti halnya yang berlaku di Jerman dan Jepang dimana senantiasa menerapkan nilai Kemiripan, Kreatifitas dan Karakter Individu atas suatu desain Industri. Akan tetapi sistem hukum di Indonesia tidak mengenal hal-hal tersebut, sehingga walaupun Desain Industri tersebut sudah tidak baru namun apabila digabung dengan Desain yang tidak baru lagi sehingga menjadikan tampilan bentuk desain yang baru dan berbeda dengan Desain sebelumnya, maka akan dinilai sebagai Desain Industri baru (Novelty) sehingga dapat terdaftar pada Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.

Rumusan pendekatannya untuk menentukan suatu desain industri mengenai adanya persamaaan pada pokoknya atau tidak sama, yaitu mengacu sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Pasal 2 ayat (2) menyatakan Desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Dalam pasal tersebut menggunakan kata ”tidak sama” akan tetapi dalam penjelasannya Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan pengertian

maupun batasan kata ”tidak sama” ataupun kemiripan antara desain yang satu dengan desain yang lain dapat dikatakan mempunyai unsur persamaan pada pokoknya atau berbeda.

Belum ada peraturan Perundang-Undangan lain yang menjelaskan mengenai unsur tidak sama ataupun persamaan pada pokoknya dalam suatu desain industri, akan tetapi pelaksanaan desain industri didasari pada perjanjian international, yaitu

Trade-Related Aspect Intellectual Property Rights (TRIPs) yang dalam pasal 25 TRIPs ditetapkan bahwa setiap negara anggota perjanjian dapat membuat aturan mengenai pemberian hak desain industri. Berdasarkan Pasal 25 perjanjian TRIPs Pemberian hak desain industri tersebut diberikan atas dasar kebaruan atau orisinil, dimana desain yang diberikan hak desain industri dipersyaratkan harus mempunyai perbedaan secara signifikan atau tidak ada unsur persamaan pada pokoknya dengan desain industri yang telah ada sebelum tanggal permohonan pendaftaran.

Mengenai kriteria Pasal 25 TRIPs menyatakan bahwa negara anggota memiliki kebebasan untuk memilih antara kriteria atau orisinal. Undang-Undang Desain Industri di Indonesia menganggap kriteria lebih akurat. Dasar pertimbangan pemilihan kriteria tersebut adalah karena penerapan kriteria orisinalitas memerlukan pemeriksaan yang lebih rumit, sedangkan pada saat dibentuknya Undang-Undang Industri ini, sumber daya untuk pemeriksaan persyaratan orisinalitas masih sangat terbatas.74

74 Yoan Nursari Simanjuntak, Hak Industri; Sebuah Realitas Hukum dan Sosial, Srikandi,

Suatu desain industri yang akan diajukan permohonan hak desain industri harus melakukan suatu proses pengumuman seperti yang diamanatkan dalam pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No.31 tahun 2000. Pihak yang merasa keberatan atas suatu desain industri yang sedang dalam proses pengumuman, telah diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1). Atas Pengumuman Desain Industri yang akan didaftarkan hak desain industri ternyata tidak ada yang mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, maka Desain Industri yang akan dimohonkan pendaftarannya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan diterbitkan sertifikat Desain Industri. Akan tetapi apabila ada pihak yang merasa keberatan dengan permohonan hak desain industri tersebut maka akan dilakukan pemeriksaan substantif.

Dalam pendaftaran Desain Industri Pemeriksaan substantif bertujuan untuk memeriksa syarat kebaruan atau unsur kesamaan dari suatu desain industri yang akan didaftarkan. Syarat kebaruan merupakan syarat yang paling sulit dipenuhi karena memerlukan tenaga ahli dibidangnya. Disamping itu kriteria mengenai adanya persamaan dalam Undang-Undang Desain Industri memerlukan penjelasan lebih lanjut karena menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat juga desain industri yang telah terdaftar dapat diajukan gugatan pembatalannya karena penafsiran yang berbeda.

Pemeriksaan substantif sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Desain Industri bertujuan apabila ada keberatan dari pihak-pihak yang

berkepentingan selama masa pengumuman, maka adanya bahan pembanding dari pihak yang merasa keberatan terhadap desain industri yang didaftarkan haknya. Akan tetapi apabila tidak ada pihak yang merasa tidak keberatan dengan desain industri yang akan didaftarkan, maka akan sulit menemukan unsur persamaan pada pokoknya terhadap desain industri

Dasar untuk mempertimbangkan ada atau tidaknya kesamaan suatu desain industri haruslah dibuktikan dengan bentuk yang asli antara desain industri yang akan didaftarkan dengan desain industri yang lain secara utuh agar dapat diketahui letak perbedaan dan kesamaan bentuk, komposisi warna, komposisi garis dan gabungannya ataupun konfigurasinya.

Pengertian bentuk (shape) dan konfigurasi (configuration) dalam desain industri pada aspek 3 (tiga) Dimensi (3D) dari suatu benda atau barang atau produk, seperti antara lain meja, kursi, cangkir, panci, gelas, vas, botol, sandal, tas dan sepatu. Sedangkan pengertian pola atau ornamen merujuk terutama pada aspek. Sedangkan aspek 2 (dua) Dimensi (2D), yaitu kreasi yang lazimnya ditempatkan atau ditambahkan pada bagian permukaan benda atau barang atau produk. Kreasi tentang garis, tekstur dan warna serta kombinasi dari garis dan warna juga termasuk dalam pengertian pola atau ornamen.

Kesemua kreasi itu, baik yang berupa bentuk, konfigurasi, pola maupun ornamen harus memiliki penampilan estetis, meski tidak di tentukan derajat kualitas estetikanya. Aspek estetika ini yang acapkali memiliki titik singgung dengan Hak Cipta karena bernuansa seni. Secara teknis, nilai estetika yang bernuansa seni tersebut

dapat berelemen gambar (termasuk logo) atau asesoris karya artistik yang berasal dari lukisan atau foto.

konfigurasi harus diartikan sebagai gabungan berbagai fitur yang gabungan keseluruhannya sama-sama menghasilkan bentuk yang baru. Sehingga konfigurasi dalam pengertian desain industri tidak dapat dilepaskan dari makna asas kemanunggalan, yaitu bahwa desain industri tidak boleh dipisah-pisahkan dari kesatuan yang utuh.

Asas kemanunggalan bermakna bahwa hak atas industri tidak boleh dipisah- pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu komponen. Misalnya kalau itu berupa sepatu, maka harus sepatu yang utuh, tidak boleh hanya telapaknya saja, berbeda jika dimaksudkan itu hanya berupa telapak saja, maka hak yang dilindungi hanya telapaknya saja. Demikian pula bila itu berupa botol berikut tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu kesatuan. Konsekuensinya jika ada pen baru mengubah bentuk tutupnya, maka pen pertama tidak dapat mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu kesatuan jadi ada dua industri.75

Pengertian persamaan pada pokoknya dalam suatu desain industri dapat diterjemahkan sebagai unsur yang tidak mempunyai perbedaan yang signifikan, baik bentuk, konfigurasi atau komposisi garis dan warna, atau garis dan warna atau gabungannya daripadanya. walaupun masih banyak penafsiran yang beragam

75Liona Isna Dewayanti, http://journal.uii.ac.id/index.php/jurnal-fakultas-hukum/article/view

mengenai persamaan pada pokoknya, misalnya kemiripan saja dalam suatu desain industri dapat dikatakan sama ataukah harus benar-benar mirip dari segi baik mengenai bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya baru dapat dikatakan suatu desain industri mempunyai persamaan pada pokoknya dengan desain industri yang lain. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa unsur adanya persamaan pada pokoknya dalam desain industri adalah bentuk dan kesan estetis yang berarti desain industri tersebut dapat dilihat secara kasat mata tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Dalam Undang-Undang Merek dijelaskan yang dimaksud dengan "Persamaan Pada Pokoknya" adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Bahwa sedangkan berdasarkan kaidah Yurisprudensi MA RI No. 217/K/Sip/1972 tanggal 15 November 1972, yaitu suatu merek mempunyai persamaan dengan merek lain apabila karena bentuknya, susunan hurufnya atau bunyinya bagi masyarakat akan atau telah menimbulkan kesan sehingga mengingatkan kepada merek lain yang sudah dikenal luas dikalangan masyarakat pada umumnya atau disuatu golongan tertentu.

BAB III

AKIBAT HUKUM PENGALIHAN HAK DESAIN INDUSTRI TERHADAP PIHAK KETIGA

Dokumen terkait