• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembatalan Desain Industri Karena Alasan Mempunyai Persamaan Pada Pokoknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembatalan Desain Industri Karena Alasan Mempunyai Persamaan Pada Pokoknya"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

DEWI SUSIANA

107011135/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI SUSIANA

107011135/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum

(5)

Nama : DEWI SUSIANA

Nim : 107011135

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI KARENA ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :DEWI SUSIANA

(6)

bidang desain industri belum sepenuhnya mendukung perkembangan desain industri di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari maraknya kasus pembatalan desain industri yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data yang dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan desain industri, yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan substantif terhadap pendaftaran desain industri, tidak dipenuhinya unsur kebaruan (novelty) dalam suatu desain industri dan tidak adanya penjelasan persamaan pada pokoknya dalam Undang-Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000. Dalam Pasal 26 diatur mengenai pemeriksaan substantif akan tetapi terdapat kelemahan dalam pasal 26 ayat (5) yang menyatakan bahwa pemeriksaan substantif tidak akan dilakukan apabila tidak adanya keberatan dari pihak lain. Dengan tidak adanya pemeriksaan substantif mengakibatkan setiap permohonan desain industri harus dikabulkan dan langsung diberikan sertifikat desain industri. Apabila pemeriksaan substantif tidak dilakukan maka apabila terdapat 2 (dua) desain industri yang memiliki kemiripan ataupun sama, dan 2 (dua) desain industri tersebut tidak diajukan keberatan, maka kedua desain industri tersebut berhak mendapatkan sertifikat desain industri. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya sengketa desain industri dan harus diajukan pembatalan desain industri. Undang-Undang Desain Industri hanya mengenal asas kebaruan (novelty) sesuai ketentuan dalam Pasal 2, yakni pada saat desain industri didaftarkan, tidak ada pengungkapan atau publikasi sebelumnya baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Belum ada Pasal dalam Undang-Undang Desain Industri yang mengatur mengenai persamaan pada pokoknya yang dapat menentukan nilai kemiripan suatu desain industri yang dapat dijadikan acuan untuk menolak atau mengabulkan suatu permohonan desain indutri. Dalam Pasal 2 ayat (2) menggunakan kata ”tidak sama” akan tetapi didalam penjelasannya tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian maupun batasan kata ”tidak sama” ataupun kemiripan antara desain yang satu dengan yang lain yang dapat dikatakan mempunyai unsur persamaan pada pokoknya atau berbeda. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 533K/Pdt.Sus/2008 Tanggal 25 September 2008 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/Desain Industri/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 19 Juni 2008 dapat disimpulkan bahwa pengertian persamaan pada pokoknya dapat diterjemahkan sebagai unsur yang tidak mempunyai perbedaan yang signifikan baik bentuk, konfigurasi atau komposisi garis dan warna dan atau gabungan daripadanya

(7)

Legal provisions in industrial design do not support the industrial design in Indonesia. It can be seen from various kinds of cancellation in industrial design.

The research used judicial normative approach, using literature materials and secondary data. The nature of the research was descriptive analysis; the data were analyzed qualitatively.

The results of the research showed that some factors which caused the cancellation of the industrial design were as follows: the registration of the industrial design was not substantively exaimined, the novelty in an industrial deisgn was not fulfilled, and there was no explanation of similarity in Law No. 31/2000 on Industrial Design. Article 26 rules th substantive examination although there is weakness in Article 26, paragraph (5) which states that the substantive examination will not be carried out if there is no complaint from other parties. The absence of substantive examination will cause the certificate for industrial design to be given. Substantive examination will not be carried out if there are 2 (two) industrial designs which resemble to each other; if there is no complaint about them, they have the right to get industrial design certificate. This will cause industrial design dispute; the result is that it has to be cancelled. Law on Industrial Design only deals with the principle of novelty as it is stipulated in article 2 which states that prior it is registered, there is no information or publication either in the written form or orally. There is no article in Law on Industrial Design which rules the resemblance of an industrial design which can be used as the reference for rejecting or accepting a request for an industrial design. Article 2 Paragraph (2) uses the phrase “not similar”, but in its explanation it does not clarify the term “not similar” or not resemble between one design and the other. From the ruling of the Supreme Court No. 533K/Pdt.Sus/2008 on September 25. 2008. in conjunction with the ruling of Commercial Court No. 05/Desain Industri/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst on June 19, 2008, it can be concluded that the term ‘similar’ can be interpreted as the element which does not have significant differences, either in its form, configuration, line composition and color, or the combination of them.

(8)

dan kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya mulai dari awal perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tesis seperti sekarang ini di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini diberi judul ”PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI KARENA

ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA”.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, Penulis tidak lupa ingin mengucapkan banyak terima kasih atas jasa-jasa dari nama-nama yang disebut dibawah ini. Beliau-beliau tersebut merupakan panutan dan juga motivasi yang mendukung Penulis dari awal masa perkuliahan hingga sekarang sampai selesainya tesis ini. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan berharga yang telah diberikan untuk dapat menyelesaikan studi Strata-II pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

masukan-masukan yang berarti untuk penulisan ini, serta informasi dan tata cara penulisan tesis yang benar.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing III bagi penulis yang telah sabar memberikan masukan yang berarti untuk penulisan ini, serta informasi dan tata cara penulisan tesis yang benar.

5. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berarti untuk penulisan ini serta informasi dan tata cara penulisan tesis yang benar.

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku dosen penguji yang telah dengan sabar memberikan masukan yang berati untuk penulisan ini serta informasi dan tata cara penulisan tesis yang benar.

(10)

9. Kedua orang tua saya yang saya cintai Bapak H. Hamsir Siregar dan Ibu Hj. Siti Mujayanah, serta kakak saya tersayang Tanti Handayani terima kasih atas segala dukungannya.

10. Sepupuku Rini Yunika Andalia, Ricky Hadamean, Iswin Raja Inal dan Lestari terima kasih atas semangatnya.

11. Mayasari, Rahmi, Aussy, Zara dan Shinta yang selalu membantu dan memberikan semangat bagi Penulis.

12. Tengku Harizsyah yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat bagi Penulis.

13. Rekan-Rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Grub A, B, dan C Angkatan 2010 yang telah berjuang dan bekerja bersama-sama selama Penulis menjalankan pendidikan semoga sukses untuk kita semua.

14. Dan tidak lupa juga seluruh staf dan pegawai di Fakultas Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Perpustakaan pusat USU, dan juga staf di pusat dokumen dan informasi hukum atas segala bantuannya.

(11)

kekurangan-mengucapkan banyak terima kasih. Semoga tesis ini sedikit banyak juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2012 Hormat Penulis,

(12)

1. Nama : Dewi Susiana

2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Desember 1985 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Belum menikah

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jalan Villa Golf Barat II G1 No 148 7. No. Handphone : 081280080089

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : H. Hamsir Siregar 2. Nama Ibu : Hj. Siti Mujayanah 3. Nama Kakak : Tanti Handayani 4. Nama Adik : Rico Rivai Siregar

5. Nama Adik : Yulianti Anggraeni Siregar

III. PENDIDIKAN

1. SD : SDN KUTABUMI II TANGERANG (1991-1997) 2. SMP : SLTP NEGERI 12 TANGERANG (1997-2000) 3. SMU : SMUK PAULUS BANDUNG (2000-2003)

(13)

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 21

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 21

2. Sumber dan jenis data ... 23

3. Teknik Pengumpulan data ... 25

4. Alat Pengumpulan Data ... 25

5. Analisis Data ... 25

BAB II FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI ... 28

A. Pengertian dan Pendaftaran Desain Industri ... 28

(14)

3. Putusan Mahkamah Agung No. 533 K/Pdt.Sus/2008 ... 53

4. Putusan Mahkamah Agung No. 166 K/Pdt/Sus/2007 ... 55

5. Putusan Mahkamah Agung No. 022 K/N/HaKI/2006 .... 58

6. Putusan Mahkamah Agung No. 022 K/N/HaKI/2005 .... 60

7. Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/N/HaKI/2005 ... 62

8. Putusan Mahkamah Agung No. 031 K/N/HaKI/2004 .... 64

9. Putusan Mahkamah Agung No. 09 K/N/HaKI/2003 ... 67

10. Putusan Mahkamah Agung No. 04 K/N/HaKI/2003 ... 69

E. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pembatalan Desain Industri ... 74

1. Tidak Dilakukannya Pemeriksaan Substantif Terhadap Pendaftaran Desain Industri ... 74

2. Tidak Dipenuhinya Asas Kebaruan (Novelty) Dalam Suatu Desain Industri ... 77

3. Tidak Adanya Penjelasan Persamaan Pada Pokoknya Dalam Undang-Undang Desain Industri No.31 tahun 2000 82 BAB III AKIBAT HUKUM PENGALIHAN HAK DESAIN INDUSTRI TERHADAP PIHAK KETIGA ... 88

A. Pembatalan Hak Desain Industri ... 88

B. Pengalihan Hak Desain Industri ... 91

C. Akibat Hukum Pengalihan Hak Desain Industri Terhadap Pihak Ketiga ... 96

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(15)

Dirjen HaKI : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual HaKI : Hak Kekayaan Intelektual

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

MA : Mahkamah Agung

PN. Niaga : Pengadilan Niaga

TRIPs : Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

UKM : Usaha Kecil dan Menengah UUDI : Undang-Undang Desain Industri

WIPO : World Intellectual Property Organization

(16)

Economic Rights : Hak ekonomi untuk melarang orang lain yang tanpa

persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri

Exclusive Rights : Hak eksklusif yang bersifat khusus yang diberikan kepada pendesain untuk jangka waktu tertentu

Filing Date : Tanggal penerimaan surat permohonan yang menentukan saat berlakunya perlindungan desain industri

First To File System : Sistem pendaftaran pertama

Formality Check : Pemeriksaan Administratif

Industrial Designs : Desain Industri

Legal System : Sistem Hukum

Licensee : Penerima lisensi

License Contract : Perjanjian Lisensi

Moral Rights : Hak Moral berupa pencantuman nama pendesain dalam Daftar Umum Desain Industri

Novelty : Asas kebaruan

Public Domain : Milik Umum atau Milik Publik

(17)

bidang desain industri belum sepenuhnya mendukung perkembangan desain industri di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari maraknya kasus pembatalan desain industri yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data yang dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan desain industri, yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan substantif terhadap pendaftaran desain industri, tidak dipenuhinya unsur kebaruan (novelty) dalam suatu desain industri dan tidak adanya penjelasan persamaan pada pokoknya dalam Undang-Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000. Dalam Pasal 26 diatur mengenai pemeriksaan substantif akan tetapi terdapat kelemahan dalam pasal 26 ayat (5) yang menyatakan bahwa pemeriksaan substantif tidak akan dilakukan apabila tidak adanya keberatan dari pihak lain. Dengan tidak adanya pemeriksaan substantif mengakibatkan setiap permohonan desain industri harus dikabulkan dan langsung diberikan sertifikat desain industri. Apabila pemeriksaan substantif tidak dilakukan maka apabila terdapat 2 (dua) desain industri yang memiliki kemiripan ataupun sama, dan 2 (dua) desain industri tersebut tidak diajukan keberatan, maka kedua desain industri tersebut berhak mendapatkan sertifikat desain industri. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya sengketa desain industri dan harus diajukan pembatalan desain industri. Undang-Undang Desain Industri hanya mengenal asas kebaruan (novelty) sesuai ketentuan dalam Pasal 2, yakni pada saat desain industri didaftarkan, tidak ada pengungkapan atau publikasi sebelumnya baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Belum ada Pasal dalam Undang-Undang Desain Industri yang mengatur mengenai persamaan pada pokoknya yang dapat menentukan nilai kemiripan suatu desain industri yang dapat dijadikan acuan untuk menolak atau mengabulkan suatu permohonan desain indutri. Dalam Pasal 2 ayat (2) menggunakan kata ”tidak sama” akan tetapi didalam penjelasannya tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian maupun batasan kata ”tidak sama” ataupun kemiripan antara desain yang satu dengan yang lain yang dapat dikatakan mempunyai unsur persamaan pada pokoknya atau berbeda. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 533K/Pdt.Sus/2008 Tanggal 25 September 2008 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/Desain Industri/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 19 Juni 2008 dapat disimpulkan bahwa pengertian persamaan pada pokoknya dapat diterjemahkan sebagai unsur yang tidak mempunyai perbedaan yang signifikan baik bentuk, konfigurasi atau komposisi garis dan warna dan atau gabungan daripadanya

(18)

Legal provisions in industrial design do not support the industrial design in Indonesia. It can be seen from various kinds of cancellation in industrial design.

The research used judicial normative approach, using literature materials and secondary data. The nature of the research was descriptive analysis; the data were analyzed qualitatively.

The results of the research showed that some factors which caused the cancellation of the industrial design were as follows: the registration of the industrial design was not substantively exaimined, the novelty in an industrial deisgn was not fulfilled, and there was no explanation of similarity in Law No. 31/2000 on Industrial Design. Article 26 rules th substantive examination although there is weakness in Article 26, paragraph (5) which states that the substantive examination will not be carried out if there is no complaint from other parties. The absence of substantive examination will cause the certificate for industrial design to be given. Substantive examination will not be carried out if there are 2 (two) industrial designs which resemble to each other; if there is no complaint about them, they have the right to get industrial design certificate. This will cause industrial design dispute; the result is that it has to be cancelled. Law on Industrial Design only deals with the principle of novelty as it is stipulated in article 2 which states that prior it is registered, there is no information or publication either in the written form or orally. There is no article in Law on Industrial Design which rules the resemblance of an industrial design which can be used as the reference for rejecting or accepting a request for an industrial design. Article 2 Paragraph (2) uses the phrase “not similar”, but in its explanation it does not clarify the term “not similar” or not resemble between one design and the other. From the ruling of the Supreme Court No. 533K/Pdt.Sus/2008 on September 25. 2008. in conjunction with the ruling of Commercial Court No. 05/Desain Industri/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst on June 19, 2008, it can be concluded that the term ‘similar’ can be interpreted as the element which does not have significant differences, either in its form, configuration, line composition and color, or the combination of them.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan sektor ekonomi terutama sektor-sektor industri yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara amat ditunjang oleh sektor indutri dan perdagangannya. Korelasi yang sangat erat antara keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dengan sektor perdagangan dan industri tersebut pada akhirnya akan ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimiliki. Sementara itu, keunggulan komparatif sangat bergantung pada keunggulan Hak Kekayaan Intelektual. Oleh karena itu, negara-negara industri sudah sejak lama mengakui dan menggunakan Hak Kekayaan Intelektual sebagai suatu alat penting dalam memajukan pembangunan ekonomi negara.1

Indonesia sebagai negara berkembang sudah menjadi anggota dan secara sah ikut dalam Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs), melalui ratifikasi WTOAgreementdengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Ratifikasi ini kemudian diimplementasikan dalam revisi terhadap ketiga Undang-Undang bidang Hak Kekayaan Intelektual yang berlaku saat itu, diikuti perubahan yang menyusul kemudian, serta pengundangan beberapa bidang Hak Kekayaan Intelektual yang baru bagi Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang

1 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia, PT. Gramedia

(20)

Desain Industri, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang serta Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.2

Salah satu kewajiban yang dipersyaratkan dalam TRIPs Agreement adalah seluruh negara anggota termasuk Indonesia wajib melaksanakan penegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual. Sebagai negara berkembang, Indonesia pun harus memajukan sektor industri yang meningkatkan pada kemampuan daya saing dari berbagai sudut pandang maupun oleh daya pikir yang lebih modern dan lebih maju lagi, dengan mendasarkan pada hasil olah pikir yang telah ada sebelumnya. Daya saing tersebut, antara lain dengan memanfaatkan peranan desain industri, dalam upaya peningkatan terhadap hasil industri atas suatu produk tertentu yang lebih berkualitas, dimana kualitas tersebut dapat dinilai dari segi kreasi dan inovasi produk yang bersangkutan dan dalam menjamin kelangsungannya maka haruslah diberlakukannya suatu perlindungan hukum yang layak atas desain industri.3

Sejak lahirnya revolusi industri di Inggris, desain industri berkembang pesat. Semula terdapat desain industri dengan dua dimensi, yang diatur pada tahun 1789 dan berkembang menjadi tiga dimensi, diatur melalui Sculpture Copyright Act 1789 dan direvisi tahun 1814, hingga kemudian lahir Registered Desain Act 1949 yang

2Achmad Zen Umar Purba,Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, P.T Alumni, Bandung,

2005, Hal. 7.

3Abdulkadir Muhammad,Kajian Hukum Ekonomi Hak kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya

(21)

menentukan desain industri sebagai bagian seni terapan (Applied Art) dan di Inggris dicakup tiga bentuk perlindungan desain, yaitudesain registration, full copyright dan desain copyright.4

Di Indonesia desain industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 disusun pengertian desain industri yang bunyinya sebagai berikut :

”Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.”

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya Desain Industri diberikan pada seorang pendesain berdasarkan sistem pendaftaran pertama (first to file system), berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas desain industri itulah yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan orang yang mendesain pertama kali. Selain itu, sistem pendaftaran pertama (first to file system) bersifat konstitutif, yakni sistem yang menyatakan hak itu baru terbit setelah dilakukan pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan hukum dan menjamin suatu keadilan setelah diundangkan dan sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran hak dan telah dipenuhinya, baik persyaratan substantif maupun persyaratan administrasi, maka pendaftar akan memperoleh sertifikat hak desain industri. Pendesain yang telah mendaftarkan

4 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Ghalia

(22)

desainnya berhak untuk memonopoli Hak atas Desain Industri, artinya dia mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat karya yang telah didaftarkannya. Setelah masa berlakunya itu habis sesuai dengan yang tertuang pada Undang-Undang Desain Industri Pasal 5 maupun pada TRIPs Agreement, desain tersebut tidak dapat dipergunakan kembali sebelum diperpanjang dan secara otomatis akan menjadi milik publik (public domain).5 Perlindungan terhadap hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung setelah tanggal penerimaan.6

Hak atas desain industri tercipta karena pendaftaran dan hak eksklusif atas suatu desain akan diperoleh karena pendaftaran. Pendaftaran adalah mutlak untuk terjadinya suatu hak desain industri. Oleh karena itu sistem pendaftaran yang dianut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 adalah bersifat konstitutif, yakni sistem yang menyatakan hak itu baru terbit setelah dilakukan pendaftaran (first to file). Sistem konstitutif lebih menjamin adanya kepastian hukum dan ketentuan yang menjamin keadilan.7

Hak desain industri dapat beralih atau dialihkan dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan hak desain industri tesebut harus disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak dan wajib dicatat dalam daftar umum desain

5 Emawaty Junus, Perlindungan Hukum terhadap Desain Industri Masih Kurang,, http//www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/1ndi.html, di akses pada tanggal 10 Maret 2012..

6 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo,Hak kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, P.T Alumni, Bandung 2002, Hal. 222.

7Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah,Perlindungan Hak kekayaan Intelektual, Pustaka Bani

(23)

industri pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar sesuai ketentuan. Pemegang hak desain industri juga dapat memberikan lisensi kepada pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu untuk melaksanakan hak desain industri.8

Permintaan pendaftaran desain industri menurut Undang-Undang Desain Industri disebut dengan istilah permohonan yang merupakan dasar bagi timbulnya hak desain industri. Dengan adanya pendaftaran ini, maka pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya, dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimport, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberikan hak desain industri.9

Hanya desain industri yang memiliki bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau gabungan hal-hal tersebut yang dapat diwujudkan dalam pola 3 (tiga) dimensi atau 2 (dua) dimensi yang kemudian dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang komoditas industri, atau kerajinan tangan (diproduksi secara massal) yang layak untuk mendapatkan hak desain industri. Terkait dengan hal ini, perlu diperhatikan ketentuan pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Desain Industri yang menyatakan bahwa hak desain industi diberikan untuk desain industri yang baru dan desain industri yang dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.

8 Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal Hak Kekayaan Intelektual, Hak cipta, Paten, Merek dan Seluk Beluknya, Erlangga, Hal. 64-65.

(24)

Penjelasan pasal ini menyebutkan yang dimaksudkan dengan pengungkapan adalah pengungkapan melalui media cetak atau elektronik termasuk juga keikutsertaan dalam suatu pameran. Sedangkan pengungkapan sebelumnya sebagaimana dimaksud diatas adalah pengungkapan desain industri yang dilakukan sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengam hak prioritas ataupun telah diumumkan, digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.10

Walaupun negara Indonesia sudah mempunyai aturan hukum di bidang Desain Industri, namun demikian dalam praktek, aturan tersebut belum mampu sepenuhnya untuk mendukung perkembangan industri kreatif di Indonesia. Salah satunya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tidak mengatur pentingnya pemeriksaan substantif dalam sistem pendaftaran desain industri yang menyebabkan rendahnya kesadaran masyarakat industri mengenai pentingnya suatu pendaftaran desain industri yang menyebabkan para pendesain tidak mendaftarkan hak desainnya dan hanya menjadi tukang. Sehingga tidak memiliki hak eksklusif terhadap hasil karyanya. Kelemahan itu tentunya dimanfaatkan oleh produsen lain untuk meniru dan mendaftarkannya dengan itikad tidak baik. Padahal pemeriksaan substantif adalah pemeriksaan yang paling penting untuk mengetahui syarat kebaruan suatu desain industri, yang dapat membedakan suatu desain industri berbeda atau mempunyai persamaan pada pokoknya.

(25)

Hak desain industri dapat pula berakhir sebelum waktunya karena adanya pembatalan. Pembatalan pendaftaran desain industri tersebut bisa terjadi karena permintaan pemegang hak desain industri dan bisa juga karena adanya gugatan perdata dari pihak lain. Pembatalan pendaftaran desain industri berdasarkan permintaan hak desain industri diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Desain Industri. Berdasarkan Pasal 37 ini, pemegang hak desain industri mempunyai hak untuk membatalkan pendaftaran desain industrinya. Pembatalan hak desain industri ini hanya dapat dilakukan bila mendapat persetujuan secara tertulis dari penerima lisensi hak desain industri yang tercatat dalam daftar umum desain industri.11

Suatu desain industri yang terdaftar pun bukanlah berarti tidak dapat dibatalkan. Sesungguhnya apabila mencermati ketentuan desain industri, maka dalam kondisi-kondisi tertentu sangat dimungkinkan untuk dilakukan suatu pembatalan. Apabila pembatalan pendaftaran dilaksanakan ada akibat hukum yang ditimbulkan. Akibat hukumnya bahwa pembatalan pendaftaran desain industri menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan hak desain industri dan hak-hak lainnya yang berasal dari desain industri tersebut. Hak-hak lain yang dimaksudkan disini apabila pemegang hak desain industri telah mengalihkan haknya kepada pihak ketiga sesuai ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, pada akhirnya dapat dipahami bahwa pembatalan desain industri terdaftar pada dasarnya menurut ketentuan Undang-Undang Desain industri sangat mungkin terjadi yang tentunya didasarkan pada

(26)

syarat-syarat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Desain Industri.12

Salah satu contoh kasus yang terjadi, yaitu desain kanal pintu besi lipat dan daun pintu besi lipat dikalangan distributor besi ataupun pengusaha bengkel folding gate. Dimana Jusman Husein selaku tergugat pada tingkat Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mendaftarkan desain industri berupa kanal pintu besi lipat dan daun pintu besi lipat sebagai hasil desainnya dan mendapatkan hak eksklusif melalui permohonan pendaftaran hak desain industrinya, yaitu sertifikat desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 010 726-D dan No. ID 0 010746-D serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 10 735-D dan No.ID 0 010 723-D.

Tody selaku penggugat mendalilkan bahwa bahan terpenting untuk pembuatan folding gate adalah secara umum telah dikenal dan menjadi milik umum (Public Domain) dan memiliki kesamaan dengan desain industri yang diperdagangkan oleh penggugat maupun pihak lain baik dari segi konfigurasi maupun bentuknya. Dalam hal ini Tody berkeyakinan bahwa Jusman Husein dengan itikad tidak baik (Bad Faith) sengaja mendaftarkan seluruh objek sengketa desain industri tersebut.

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan membatalkan desain industri milik Jusman Husein. Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga dalam memutuskan perkara adalah tidak adanya unsur kebaruan sesuai ketentuan dalam pasal 2

Undang-12 Muhammad Arief, Desain Industri terdaftar, dapatkah dibatalkan?, 17 April 2011,

(27)

Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000. Desain industri milik Jusman Husein tidak memiliki perbedaan dalam bentuk dan konfigurasi secara signifikan dengan desain industri yang telah ada sebelumnya. Maka dalam Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan penggugat dalam hal ini Tody seluruhnya. Menyatakan batal atau membatalkan sertifikat desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 010 726-D dan No. ID 0 010 746-D serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 10 725-D dan No. ID 0 010 723-D atas nama Jusman Husein (tergugat) adalah dilandasi itikad tidak baik (Bad Faith) karena tergugat mendaftarkan desain industrinya secara melawan hukum secara tidak layak serta tidak jujur. Pengadilan Niaga memutuskan membatalkan pendaftaran desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan sertifikat No. ID 010 726-D tanggal 11 Juli 2007, serta desain industri serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 010 725-D tanggal 27 Juni 2007 dan sertifikat dan No. ID 0 010 723-D tanggal 27 Juni 2007 atas nama Jusman Husen (tergugat) dari Daftar Umum Desain Industri, Direktorat Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

(28)

ID 0 010 723-D tanggal 27 Juni 2007 atas nama Jusman Husen (tergugat) dari Daftar Umum Desain Industri dengan segala akibat hukumnya.

Kemudian dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 533K/Pdt.Sus/2008 Tanggal 25 September 2008 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/Desain Industri/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 19 Juni 2008 menyatakan bahwa Pengadilan Niaga telah benar dan tepat dalam memutuskan bahwa dalam perkara desain kanal pintu besi lipat dan daun pintu besi lipat, yang mana Jusman Husein sebagai pemohon kasasi sedangkan Tody sebagai termohon kasasi. Maka permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi Jusman Husein tersebut haruslah ditolak.

Berdasarkan uraian dan permasalahan seperti tersebut diatas, maka akan diteliti lebih jauh permasalahan tersebut, sehingga dapat menjadi suatu informasi dan berguna bagi semua simpatisan pembaca yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah (tesis) yang berjudul, ”Pembatalan Desain industri Karena Alasan Mempunyai Persamaan Pada Pokoknya.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut diatas, maka penulis merasa perlu untuk mengedepankan permasalahan-permasalahan pokok untuk dicari pemecahannya dalam penelitian ini, yaitu :

1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya gugatan pembatalan desain industri?

(29)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gugatan pembatalan desain industri.

2. Untuk mengetahui akibat hukum pengalihan hak desain industri kepada pihak ketiga apabila hak desain industri dibatalkan oleh pengadilan.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan pada pihak yang membutuhkan sebagai kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan desain industri.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi para akademisi, pemerintah, penegak hukum, akademisi, mahasiswa, masyarakat umum khususnya lembaga perindustrian. Sehingga dapat menghindari terjadinya sengketa dibidang desain industri.

E. Keaslian Penelitian

(30)

Mempunyai Persamaan Pada pokoknya”, akan tetapi telah ada ulasan ataupun penelitian tentang desain industri, yaitu :

1. Dengan judul tesis Pengaturan Hak Desain Industri Untuk Memajukan Perekonomian Indonesia yang ditulis oleh Widya N. Rosari, Mahasiswi Megister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Nomor Induk Mahasiswi 027005026.

2. Dengan judul tesis Upaya Perlindungan Hak Desain Industri Dalam Era Industrialisasi dan Perdagangan bebas yang ditulis oleh Pulungan Parulian Napitupulu, Mahasiswa Megister kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Nomor Induk Mahasiswa 027005053.

3. Dengan judul tesis Implementasi Perlindungan Hukum Desain Industri Ditinjau Dari Konteks Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 (Studi Desain Industri Di Kota Medan) yang ditulis oleh Riyanto, Mahasiswa Megister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Nomor Induk Mahasiswa 037011074.

(31)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Pengertian Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang bagi pembaca menjadi bahan pertimbangan, pegangan teori yang mungkin ia setujui ataupun yang tidak disetujui, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti.13

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan, hal ini dikarenakan kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas.

Teori itu sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas segala gejala yang ada atau seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antara variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dan fenomena yang digambarkan oleh variabel dengan lainnya yang menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.14

13M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80. 14Maria S.W. Sumardjono,Pedoman pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia Yogyakarta,

(32)

Kecerdasan intelektual masyarakat dalam suatu bangsa memang sangat ditentukan oleh seberapa jauh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh individu-individu dalam suatu negara. Kreatifitas manusia untuk melahirkan karya-karya intelektualitas yang bermutu seperti hasil penelitian, karya-karya sastra dan karya-karya seni yang bernilai tinggi serta apresiasi budaya yang memiliki kualitas seni yang tinggi tidak lahir begitu saja. Kelahirannya memerlukan energi dan tidak jarang diikuti dengan pengeluaran biaya-biaya yang besar.15

Konsep mengenai Hak kekayaan Intelektual didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang telah dihasilkan memiliki nilai ekonomi karena manfaat yang dapat dinikmati. Berdasarkan konsep tersebut, maka mendorong kebutuhan adanya penghargaan atas karya yang telah dihasilkan berupa perlindungan hukum bagi Hak Kekayaan Intelektual. Tujuan pemberian perlindungan hukum ini untuk mendorong dan menumbuh kembangkan semangat berkarya dan mencipta. Untuk mewujudkan iklim kondusif bagi peningkatan semangat gairah untuk menghasilkan kemampuan intelektual manusia, menumbuhkan suatu kebutuhan yaitu perlindungan hukum. Kebutuhan akan perlindungan hukum ini sebenarnya adalah wajar.16

15

H.OK. Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2004, Hal 56.

16

(33)

Undang-Undang tentang Desain Industri merupakan hal yang baru, seperti dikemukakan dalam Mukadimah bahwa tujuan rancangan Undang-Undang ini adalah supaya kita menyesuaikan diri karena sudah ikut dalam persetujuan pembentukan WTO. Persetujuan ini telah dicakup berbagai persetujuan lain, diantaranya tentang Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang lazim dinamakan dengan

TRIPs. Salah satu ketentuan dari TRIPs adalah juga mengenai tentang Desain Industri. Kemudian keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Paris, yang juga merupakan salah satu hukum positif bagi Indonesia, sehingga diperlukan suatu peraturan khusus mengenai perlindungan di bidang desain industri. Desain Industri ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada hak-hak desain orang yang membuat Desain Industri ini. Selain itu, diatur pula bagaimana menjaga pihak yang tidak berhak menyalahgunakan Hak Desain Industri yang bersangkutan.17

Oleh karena itu, diperlukannya peraturan Perundang-Undangan untuk memberikan perlindungan hukum untuk desain industri. Peraturan Perundang-Undangan merupakan salah satu sistem hukum. Sistem hukum (legal system) menurut Lawrence M. Friedman adalah satu kesatuan hukum yang tersusun dari tiga unsur, yaitu:

1. Struktur Hukum

Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya, yaitu memperlihatkan

(34)

bagaimana pengadilan, perbuatan hukum, dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Struktur hukum adalah kelembagaan yang diciptakan oleh peraturan-peraturan hukum itu dengan berbagai macam fungsinya dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut.18

Unsur struktur dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi dalam sistem hukum tersebut dengan berbagai fungsinya, dalam rangka bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu di antara lembaga itu adalah pengadilan.19

Struktur hukum menurut Lawrence M. Friedman merupakan suatu mekanisme lintas sektoral dari suatu sistem hukum. Struktur hukum akan melibatkan unsur-unsur dari lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga eksekutif yang terkait dengan pengelolaan administrasi Undang-Undang Desain Industri adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di seluruh Indonesia.20

2. Substansi Hukum

Substansi hukum menurut Lawrence M Friedman adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan-perbuatan serta hubungan-hubungan hukum, sedangkan komponen struktur merupakan institusi-institusi yang telah ditetapkan oleh substansi ketentuan hukum untuk melaksanakan,

18Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,

Rajawali Press, Jakarta, 2005, Hal 151.

19Abdul Gani Latar, Teori Hukum,

http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/06/teori-hukum.html, diakses pada tanggal 15 Maret 2012

(35)

menegakkan, mempertahankan, dan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut.21

Substansi hukum sebagai aspek lainnya dari sistem hukum adalah bagaimana aturan yang sebenarnya, norma, dan pola sikap masyarakat terhadap sistem itu sendiri. Apabila dihubungkan dengan substansi yang ada dalam Undang-Undang Desain Industri, dalam praktik masih ditemui adanya pasal-pasal yang mengandung kelemahan-kelemahan dalam implementasinya. Selain itu, kelemahan lainnya dari Implementasi Undang-Undang Desain Industri ini disebabkan masih banyak peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Desain Industri yang belum terselsaikan oleh pemerintah.

3. Budaya Hukum

Sedangkan budaya hukum mengacu kepada bagian-bagian dari budaya pada umumnya yang berupa kebiasaan, pendapat, cara-cara berperilaku dan berpikir yang mendukung atau menghindari hukum. Atau dengan kata lain, budaya hukum merupakan sikap dan nilai-nilai dari individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan – kepentingan (interest) yang kemudian diproses menjadi tuntutan-untutan (demands) berkaitan dengan hukum. Kepentingan dan tuntutan tersebut merupakan kekuatan sosial yang sangat menentukan berjalan atau tidaknya sistem hukum. Pendapat Lawrence M. Friedman bahwa peraturan-peraturan hukum bisa tegak tergantung pada budaya hukum dan budaya masyarakat tergantung pada budaya masyarakat anggota-nggotanya, yang dipengaruhi oleh

(36)

tradisi, latar belakang pendidikan, lingkungan budaya, posisi atau kedudukan dan kepentingan ekonomi. Budaya masyarakat disini adalah keseluruhan dari sikap-sikap warga masyarakat yang bersifat umum dan nilai yang ada dalam masyarakat akan menentukan bagaimana hukum itu berlaku dalam masyarakat dan hukum yang benar-benar diterima dan diperlukan oleh masyarakat ataupun oleh komunitas tertentu.22

Menurut Lawrence M. Friedman budaya hukum dibedakan menjadi dua macam. Pertama internal legal culture, yakni kultur hukumnya para lawyer’s dan judged’sdan external legal culture, yakni kultur hukum masyarakat pada umumnya. Semua kekuatan sosial akan mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat. Sikap masyarakat, salah satunya tidak melaksanakan produk hukum karena masyarakat mempunyai budaya hukum sendiri. Hukum sebagai sistem nilai dalam masyarakat kadang dipatuhi kadang tidak dipatuhi. Dalam suatu komunitas hukum kadang-kadang tidak selalu dipatuhi.23

Hubungan antara hukum dan masyarakat, diungkapkan oleh H.L.A Hart, yang memperkenalkan tipe masyarakat yaitu primary rules of obligation dan secundary rules of obligation. Dalam tipe mayarakat primary (sederhana, kecil) tidak dijumpai peraturan yang terperinci dan resmi. Tidak dijumpai adanya diferensiasi dan spesialisasi badan-badan penegak hukum. Karena komunitasnya kecil dan berdasarkan kekerabatan. Kontrol sosial bagi masyarakat ini sudah dapat berjalan

22Ibid. Hal 153-154.

23 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama,

(37)

efektif. Oleh karena itu tidak perlu peraturan yang terperinci dan resmi seperti undang-undang.24

Budaya hukum menempati posisi yang strategis dalam menentukan pilihan perilaku dalam menerima hukum atau justru sebaliknya (menolak). Oleh karena itu suatu peraturan hukum akan diterima menjadi hukum apabila benar-benar diterima dan digunakan untuk masyarakat, dipengaruhi oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan. Jadi budaya hukum masyarakat akan mempengaruhi efektifitas hukum dalam masyarakat.25

Kasus pelanggaran desain industri yang terjadi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan masyarakat serta budaya hukum terutama para pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi berbeda budaya hukumnya. Pelaku ekonomi yang mempunyai sikap dan pandangan yang maju dan mempunyai budaya hukum (kesadaran hukumnya baik), sehingga tidak akan melakukan pelanggaran hukum. Di lain pihak bagi pelaku ekonomi yang budaya hukumnya kurang baik akan melakukan pelanggaran hukum.

Pelanggaran terhadap desain industri selain dipengaruhi oleh pemahaman yang keliru juga dipengaruhi oleh budaya hukum masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai budaya hukum sendiri. Dalam masyarakat hukum yang baru terkadang tidak diterima atau ditolak. Penolakan atau tidak menerima hukum berarti hukum

24H.L.A Hart, The Concept of Law, London, London University Press, 1972. Lihat dalam

Esmi Warassih,Pranata Hukum Telaah Sosiologis, 2005 , Hal. 86.

(38)

tidak dilaksanakan, sehingga fungsi hukum tidak efektif, yang pada akhirnya kesadaran hukum masyarakat rendah,sehingga terjadi pelanggaran hukum.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.26 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.27

Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut :

a. Pembatalan pendaftaran adalah suatu proses, cara, ataupun perbuatan membatalkan dalam hal ini pembatalan suatu permohonan secara tertulis dalam bahasa indonesia.

b. Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis

26Masri Singarimbun dkk,Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal. 34.

(39)

dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.

c. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

d. Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.

e. Permohonan adalah permintaan pendaftaran desain industri yang diajukan kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

f. Persamaan pada pokoknya adalah adanya kesamaan baik mengenai bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya sehingga tidak mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap unsur-unsur yang akan diwujudkan.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

(40)

hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.28

Berdasarkan permasalahan dan tujuan dari penelitian yang telah dikemukakan oleh penulis, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan semua gejala dan fakta hukum dan menganalisa permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui dan memperoleh gambaran secara menyelurus dan sistematis tentang peraturan yang dipergunakan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual khususnya desain Industri. Analisis maksudnya menuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek hukum dari apa yang telah digambarkan secara menyeluruh dan juga sistematis dari permasalahan yang dikemukakan.29

Untuk suatu keberhasilan penelitian, baik dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode yang dipergunakan dalam penelitian.30

Dilihat dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka.31 Karena pada hakekatnya penelitian ini melihat sejauh mana Undang-Undang Desain Industri Nomor 31 tahun 2000 dalam penyelesaian sengketa Hak

28 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1996, Hal. 38.

29Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, Hal. 22. 30Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, Hal. 66.

31Soerjono Soekamto dan Sri Mamudhi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat,

(41)

Desain Industri yang terjadi di Pengadilan Niaga khususnya mengenai pembatalan pendaftaran hak desain indutri.

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan dengan Statute Approach dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.32

2. Sumber dan Jenis Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library research.33

Penelitian kepustakaan atau library research, yaitu himpunan data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum terstier. Maka penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu data yang meliputi bahan hukum yang mengikat seperti peraturan Perundang-undangan, Yurisprudensi, dan peraturan dari zaman penjajahan

(42)

yang hingga kini masih berlaku. Dalam penelitian ini data yang digunakan berasal dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights(TRIPs)Agreement.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat penunjang dari bahan hukum primer serta implementasinya seperti buku-buku, laporan penelitian hukum, makalah pertemuan ilmiah dari kalangan hukum serta artikel yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier

(43)

3. Teknik Pengumpulan Data

Berhubung penelitian ini bersifat yuridis normatif, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari perundang-undangan, peraturan-peraturan, buku-buku hukum, artikel, literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen yang dilakukan secara tidak langsung digunakan untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti dan mengindentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke komponen-komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Penelaah dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan.34

Analisis data yang digunakan adalah secara deskriptif kualitatif. Analisa data dilakuan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokan, pengolahan dan evaluasi sehingga diketahui rehabilitas data tersebut, lalu dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban.35 Kemudian dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis data

34Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, Hal. 67.

(44)

ini diharapkan akan dapat memberikan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat serta dapat direpresentasikan dalam bentuk deskriptif.36

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan logika berfikir deduktif induktif. Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian,

36Soerjono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum, Univesitas Indonesia Press, Jakarta,

(45)

untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.37

37Radita Anggraeni,Metode Penalaran Deduktif dan Induktif, http://wartawarga.gunadarma.

(46)

BAB II

FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PEMBATALAN

DESAIN INDUSTRI

A. Pengertian dan Pendaftaran Desain Industri

Di Indonesia dahulu desain industri tercakup dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Sebelumnya tidak ada pengaturan khusus mengenai desain industri. Istilah yang digunakan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tersebut adalah desain produk industri dimana pengaturan selanjutnya akan dibuat dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Akan tetapi Peraturan pemerintah tidak pernah dikeluarkan.38

Kemudian pada penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian dijelaskan mengenai pengertian desain produk industri, yaitu :

” Yang dimaksud dengan desain produk industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu perusahaan industri. Yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah suatu larangan bagi para pihak lain untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri yang telah dicipta serta telah terdaftar. Maksud dari pasal ini adalah untuk memberikan rangsangan bagi terciptanya desain-desain baru.”

Sesuai dengan amanat Presiden Nomor R.43/PU/XII/1999, tertanggal 8 Desember 1999 pemerintah mengajukan rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri yang bersamaan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Dagang dan Rancangan Undang-Undang tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu kepada

38Suyud Margono dan Amir Angkasa,Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis,

(47)

Dewan Perwakilan Rakyat.39 Akhirnya dicapai kesepakatan untuk menyetujuinya disahkannya Rancangan Undang-Undang tersebut pada tanggal 20 Desember 2000 yang kemudian disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2000 Nomor 243, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045.

Adapun yang menjadi latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam konsiderans Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

1. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang desain industri sebagai bagian dari sistem hak atas kekayaan intelektual;

2. Bahwa hal tersebut diatas didorong pula oleh kekayaan budaya dan etnis Bangsa Indonesia yang sangat beranekaragam merupakan sumber bagi pengembangan desain industri;

3. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization(Persetujuan Pembentukan Organisasi perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai desain industri.

Berdasarkan latar belakang diberlakukannya Undang-Undang Desain Industri, maka dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pendesain atau pemegang hak desain industri. Serta untuk merangsang dan mendorong semangat terciptanya aktivitas kreatif dari pendesain untuk terus-menerus menciptakan desain-desain baru. Pengaturan desain-desain industri dimaksudkan untuk memberikan landasan

(48)

perlindungan hukum yang efektif guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas desain industri. Serta untuk menjamin perlindungan hak-hak pendesain dan menetapkan hak dan kewajibannya, agar pihak yang tidak berhak tidak menyalahgunakan hak desain industri tersebut.

Pengertian istilah desain secara etimologi, yaitu kata desain berarti rencana, maksud, tujuan, membuat rencana.40 Desain dapat juga diartikan gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, pikiran. Kata desain juga dapat diartikan bermacam-macam, ada yang berpendapat bahwa desain sama dengan kata ”anggitan” yang memiliki arti sebagai menyusun, mengubah dan mengarang.41

Selanjutnya pengertian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.42Kata industri dapat juga diartikan kerajinan atau perusahaan untuk membuat atau menghasilkan barang-barang.43

Perkembangan pengertian desain industri dalam berbagai pemahaman menunjukan kecenderungan menitik-beratkan kata desain secara generik. Secara etimologi memiliki makna yang beragam dan berbaur disekitar pengertian seni dan karya. Namun ketika terjadi perubahan kearah industrialisasi, justru arah

40S. Wojowasito dan W.J.S Poerwadarminta, Kamus lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Hasta, Bandung, 1980, Hal.41

41 Imam Buchori Zaibuddin, Paradigma Desain Indonesia: Peranan Desain Dalam Peningkatan Mutu Produk, CV. Rajawali, Jakarta, 1986, Hal. 80.

42 C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta), Sinar

Grafika, Jakarta, 2001, Hal. 405.

(49)

perkembangannya menunjukkan aspek fungsi dan industri. Kata desain diduga berasal dari bahasa Italia, yaitudesignoyang artinya gambar.44

Menurut Hadi Setia Tunggal memberikan Pengertian Desain Industri sebagai berikut :45

”Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk 3 (tiga) dimensi atau 2 (dua) dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3 (tiga) dimensi atau 2 (dua) dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.”

Desain industri (Industrial Designs) adalah karya intelektual yang menghasilkan produk yang memiliki karakter khusus dalam tampilan formal atau ornamental, yang menimbulkan kesan estetis, dan yang diproduksi secara massal, serta perlindungan hukumnya adalah atas faktor non-fungsionalnya namun dapat memfasilitasi fungsi.46

Menurut Henry Soelistyo Budi memberikan definisi desain industri sebagai berikut :47

”Desain Industri adalah Suatu kreasi mengenai bentuk, konfigurasi atau komposisi garis-garis atau warna-warna atau garis-garis tiga dimensi yang dapat memberikan rupa atau penampilan khusus suatu barang atau komoditas industri dan dapat dipakai sebagai pola untuk memproduksi barang atau komoditi industri secara massal.”

44Agus Sachari,Paradigma Desain Indonesia,Rajawali, Jakarta, 1986, Hal. 40.

45Hadi Setia Tunggal,Tanya Jawab Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Harvarindo, Jakarta,

2012, Hal. 83.

46Achmad Zen Umar Purba,Op. cit, Hal. 77-78.

47 Henry Soelistyo Budi, Perlindungan Hak Cipta di Bidang Desain Tekstil, Disampaikan

(50)

Dari pengertian desain industri diatas, maka dapat diketahui bahwa suatu hal dikatakan sebagai desain industri apabila memiliki unsur-unsur :

1. Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis, warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi.

2. Memberi kesan estetis.

3. Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi.

4. Untuk menghasilkan suatu produk barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.48

Pengertian Desain Industri yang diberikan Undang-Undang Desain Industri tidak jauh berbeda dengan pengertian yang disusun dalam perundang-undangan negara lain :

1. Dalam Model Law World Intellectual Property Organization (WIPO) dinyatakan :

Desain Industri adalah setiap komposisi dan garis-garis atau warna-warna, dengan ketentuan bahwa komposisi atau bentuk itu dapat memberikan rupa/penampilan khusus pada suatu hasil/produk industri dan dapat dipakai sebagai suatu pola/pattern untuk suatu hasil/ produk industri.

(51)

2. Di Negara Malaysia menyebut Undang-Undang tentang desainnya dengan

Design Act(1996) yang memberi pengertian desain sebagai berikut :

Desain industri adalah fitur-fitur dari suatu bentuk, konfigurasi, pola, atau ornamen yang diterapkan pada suatu produk melalui suatu proses industri atau alat-alat, menjadi terwujud apabila sudah diterapkan pada suatu produk jadi dan ditentukan oleh penampakannya.

3. Di Negara Brazil menyebut Undang-Undang tentang desainnya denganPatent Act(1997), yang memberikan pengertian desain industri sebagai berikut : Desain industri adalah setiap bentuk dan ornament plastik atau artifisial dari suatu objek atau setiap susunan garis atau warna dari ornament yang dapat diterapakan terhadap suatu produk dengan syarat harus dapat diperlihatkan adanya desain yang baru dan orisinil atas konfigurasinya yang eksternal dan dapat diproduksi secara manufaktur.

4. Dalam Undang-UndangDesign Act (2003) yang berlaku di Negara Australia menjelaskan bahwa desain industri diberikan pelindungan terhadap keseluruhan penampakan visual baik berupa fitur-fitur bentuk, konfigurasi, pola atau ornamen pada barang yang dapat dinilai atau dipertimbangkan pada barang yang telah jadi.

(52)

Desain adalah bentuk, pola atau warna atau suatu kombinasi dari ketiganya dari suatu produk industri yang memberikan kesan estetis jika dilihat dengan kasat mata.49

6. Di Negara Thailand menyebut Undang-Undang tentang Desainnya dengan nama Patent Act (1979), memberikan pengertian desain industri sebagai berikut:

Desain industri adalah setiap bentuk atau komposisi garis-garis, atau warna-warna yang memberikan penampakan yang khusus dari suatu produk dan dapat dijadikan sebagai suatu pola untuk suatu produk atau kerajinan .50 Elemen utama yang menyamakan definisi desain industri di Indonesia dengan negara-negara lain adalah desain itu merupakan bentuk, pola, warna atau kombinasi, dan memiliki estetis.51 Akan tetapi untuk menilai suatu kreasi memiliki kesan estetis atau tidak tentu saja bukan hal yang mudah karena bersifat subjektif, baik dari sudut pandang pemeriksa maupun pemilik desain. Untuk itulah perlu dicapai suatu kepastian hukum dalam penentuan estetis dalam suatu desain industri.

Suatu desain industri harus didaftarkan, untuk mendapatkan hak desain industri. Permintaan pendaftaran ini diajukan ke Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual. Dalam Undang-Undang Desain industri permintaan pendaftaran disebut dengan istilah permohonan yang merupakan dasar bagi timbulnya hak desain industri.

49Rachmadi Usman,Op.Cit, Hal. 426.

50Insan Budi Maulana, Pelangi HaKI dan Anti Monopoli, PSH FH UII, Yogyakarta, 2000,

Hal. 171.

51 Insan Budi Maulana, Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual), Hecca Publishing,

(53)

Dengan adanya permohonan ini maka pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang telah diberi hak desain industri.52

Pengertian permohonan itu sendiri juga telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Desain Industri, yaitu permohonan adalah pendaftaran desain industri yang diajukan kepada Direktorat Jendral. Adapun persyaratan formal yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan pendaftaran yang seperti dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Desain Industri mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Diajukan secara tertulis; 2. Memakai bahasa Indonesia; 3. Diajukan ke Direktorat Jendral; 4. Dengan membayar biaya pendaftaran.

Sistem pendaftaran yang dianut oleh Undang-Undang Desain Industri adalah bersifat konstitutif. Hal tersebut diatur secara tegas dalam Pasal 12 Undang-Undang Desain Industri yang menyatakan bahwa pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali jika terbukti sebaliknya. Sistem pendaftaran desain industri menganut asas kebaruan dan pengajuan pendaftaran pertama (first to file system).

(54)

Asas pendaftaran pertama berarti orang yang pertama kali mengajukan permohonan hak atas desain industri yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan orang yang pertama kali mendesain. Lebih lanjut untuk keperluan publikasi atau pengumuman pendaftaran permohonan hak atas desain industri, dalam pemeriksaan juga dilakukan pengklasifikasian permohonan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.53

Cara mengajukan permohonan desain industri ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam bahasa Indonesia, yaitu :54

1. Mengisi formulir permohonan yang memuat:

a. Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui si pemohon atau kuasanya dalam menyampaikan permohonan tersebut.

b. Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pendesain;

Untuk mengetahui data identitas seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri. Sedangkan untuk kewarganegaraan pendesain bertujuan untuk mengetahui apakah pendesain itu warga negara Indonesia, berada di wilayah Republik Indonesia atau diluar negeri atau pendesain kewarganegaraan asing.

53Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal. 142. 54 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus Hak Kekayaan Intelektual Yang Benar, Pustaka

(55)

c. Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon;

Untuk permohonan desain industri selain dapat diberikan oleh si pendesain, dapat juga diberikan kepada pihak lain yang diberikan oleh pendesain. Sedangkan kewarganegaraan pemohon perlu dicantumkan apabila terdapat perbedaan kewarganegaan dengan si pendesain

d. Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;

Apabila memakai kuasa, maka nama serta alamat lengkap harus dicantumkan secara jelas, agar dapat diketahui domisili dari kuasa si pemohon.

e. Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali jika permohonan diajukan dengan hak prioritas.

2. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, serta dilampiri : a. Contoh fisik atau gambar atau foto serta uraian dari desain industri;

yang dimohonkan pendaftarannya (untuk mempermudah proses pengumuman permohonan, sebaiknya bentuk gambar atau foto tersebut di scan atau dalam bentuk disket atau floppy disk dengan program yang sesuai);

b. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; c. Surat pernyataan bahwa desain industri yang dimohonkan adalah milik

(56)

3. Jika permohonan diajukan secara bersama oleh lebih dari satu orang, permohonan tersebut ditandatangani salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis para pemohon lain.

4. Jika permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti bahwa pemohon berhak atas desain industri yang bersangkutan.

5. Membayar biaya permohonan sebesar Rp. 300.000,- untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dan Rp. 600.000,- untuk non-UKM per permohonan. Guna mendapatkan tanggal penerimaan sebagai tanggal diterimanya permohonan, syarat minimal yang har

Gambar

TABEL PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah