• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Marwan Mas(2014 : 44) pentingnya pemahaman terhadap pengertian unsur-unsur tindak pidana, meskipun bersifat teoretis,tetapi dalam praktik sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan pembuktian di depan siding pengadilan. Pengertian unsur-unsur tindak pidana dapat diketahui dari doktrin (pendapat ahli hukum), dari yurisprudensi, bahkan sering diurai dalam rumusan pasal undang-undang yang pada hakikatnya memberikan penafsiran terhadap rumusan undang-undang yang semula tidak jelas atau terjadi perubahan makna karena perkembangan kehidupan sosial masyarakat. Dari situlah para pelaksana hukum dapat memudahkan menarik kesimpulan yang akan digunakan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan.

Pentingnya bagi jaksa penuntut umum untuk mengetahui dan memahami pengertian unsur-unsur tindak pidana karena hal berikut.

a. Mengarahkan jalannya penyidikan atau pemeriksaan dalam sidang pengadilan secara objektif. Dengan demikian, dalil yang digunakan dalam pembuktian akan dapat dipertanggung jawabkan secara objektif karena berlandaskan pada teori ilmiah.

16

c. Setidaknya akan memudahkan menguraikan perbuatan terdakwa yang menggambarkan unsur tindak pidana yang didakwakan, apakah sesuai dengan pengertian atau penafsiran dari teori, doktrin, dan yurisprudensi.

d. Dapat memudahkan dalam mengajukan pertanyaan kepada saksi, ahli, atau terdakwa dengan sasaran mengugkapkan fakta yang terungkap dalam sidang pengadilan sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan.

e. Berguna pada pembuktian suatu alat bukti, sekaligus membuktikan unsur tindak pidana yang didakwakan. Misalnya, pada suatu alat bukti yang hanya berguna untuk menentukan pembuktian satu unsur tindak pidana, tetapi tidak digunakan untuk seluruh unsur tindak pidana.

Jaksa penuntut umum harus menyusun requisitoir, yaitu pada saat uraian penerapan fakta perbuatan kepada unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Hal tersebut biasa diuraikan dalam analisis hukum, sehingga pengertian unsur tindak pidana yang dianut dalam doktrin, yurisprudensi, atau melalui penafsiran hukum, harus benar-benar diuraikan sejelas-jelasnya karena hal tersebut menjadi dasar atau dalil berargumentasi dalam membuat tuntutan hukum.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebenarnya dapat dilihat dari pengertian korupsi atau rumusan delik yang ditegaskan dalam UU Korupsi. Beberapa pengertian dan unsur-unsur korupsi yang terdapat dalam UU Korupsi Tahun 2001 adalah sebagai berikut.

a. Perbuatan seseorang atau badan hukum melawan hukum. b. Perbuatan tersebut menyalahgunakan wewenang.

17

c. Dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

d. Tindakan tersebut merugikan negara atau perekonomian negara atau patut diduga merugikan keuangan dan perekonomian negara.

e. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

f. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

g. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. h. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

i. Adanya perbuatan curang atau sengaja membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut.

j. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga

18

tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

k. Sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

l. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pembuat undang-undang begitu tegas mengatur unsur-unsur korupsi dalam UU Korupsi, agar memudahkan bagi penegak hukum dalam menerapkannya. Setiap perbuatan seseorang atau korporasi yang memenuhi kriteria rumusan dan unsur-unsur korupsi akan dikenakan sanksi sesuai dengan pasal-pasal UU Korupsi yang dilanggar. Di sinilah pentingnya bagi penyidik, penuntut umum, advokat, dan hakim untuk tidak sekadar mengetahui pengertian dan unsur-unsur korupsi, tetapi juga harus memahaminya dengan baik. Sebab tidak terpenuhinya unsur suatu tindak pidana, memungkinkan terdakwa dapat bebas dari segala tuntutan hukum. Artinya, pengetahuan dan pemahaman terhadap teori hukum, wawasan

19

hukum yang luas, serta perkembangan kehidupan sosial masyarakat, setidaknya dapat membantu pelaksana hukum dalam mengungkap korupsi.

Mengacu kepada definisi dari masing-masing pasal maka penulis menguraikan unsur-unsur dari Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu (Ermansyah Djajah 2008 : 23) :

a. Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Selain pengertian sebagaimana tersebut di atas termasuk setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.

b. Secara melawan hukum adalah melawan hukum atau tidak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan baik secara formal maupun material, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan. Selain dari itu juga termasuk tindakan-tindakan yang melawan prosedur dan ketentuan dalam sebuah instansi, perusahaan yang telah ditetapkan oleh yang berkompeten dalam organisasi tersebut. Kemudian menyangkut penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.31 Tahun 1999. Mahkamah Konstitusi, dalam putusannya No.003/PUU-IV/2006 berpendapat “ tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum karena ukuran kepatutan yang

20

memenuhi syarat moralitas dan rasa keadilan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dantidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

c. Melakukan perbuatan adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Undang-undang No. 31 tahun 1999, yaitu berupa upaya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadi walaupun belum terbukti telah melakukan suatu tindakan pidana korupsi, namun jika dapat dibuktikan telah ada upaya percobaan, maka juga telah memenuhi unsur dari melakukan perbuatan.

d. Memperkaya diri, atau orang lain atau suatu korporasi adalah memberikan manfaat kepada pelaku tindak pidana korupsi, baik berupa pribadi, atau orang lain atau suatu korporasi. Bentuk manfaat yang diperoleh karena memperkaya diri adalah, terutama berupa uang atau bentuk-bentuk harta lainnya seperti surat-surat berharga atau bentuk-bentuk asset berharga lainnya, termasuk di dalamnya memberikan keuntungan kepada suatu korporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Dalam hal yang berkaitan dengan korporasi, juga termasuk memperkaya diri dari pengurus-pengurus atau orang-orang yang memiliki hubungan kerja atau hubungan-hubungan lainnya.

e. Dapat merugikan keuangan negara adalah sesuai dengan peletakan kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi adalah cukup dengan adanya unsur-unsur

21

perbuatan yang telah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat dari sebuah perbuatan, dalam hal ini adalah kerugian negara.

Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada penambahan beberapa item yang digolongkan tindak pidana korupsi, yaitu mulai Pasal 5 sampai dengan Pasal 12. Pada Pasal 5 misalnya memuat ketentuan tentang penyuapan terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara, pasal 6 tentang penyuapan terhadap hakim dan advokat. Pasal 7 memuat tentang kecurangan dalam pengadaan barang atau pembangunan, dan seterusnya.

Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah:

a. Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu:

1) Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.

2) Tindakan pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

22

4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

5) Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintah supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

a. Melawan hukum baik formil maupun materiil. b. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. c. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

d. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Kemudian unsur-unsur dari tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:

a. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi, yang mempunyai kewenangan dalam jabatan baik jabatan struktural maupun dalam jabatan fungsional dan lain-lain jabatan, yang bersifat penentu dalam

23

menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan kewenangan yang melekat pada pejabat tersebut;

b. Menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, dalam rumusan menguntungkan diri sendiri, dalam praktik menurut penulis sangat sulit dibuktikan oleh penuntut umum, oleh karena pelaku tindak pidana jabatan hanya mempertanggungjawabkan di depan hukum terhadap adanya penyimpangan atau penyalahgunaan jabatan, sebab hanya merupakan akibat dari penyalahgunaan jabatan sehingga orang lain atau korporasi yang diuntungkan. Orang lain atau korporasi yang diuntungkan tidak mempunyai kedudukan atau kewenangan jabatan, oleh karena itu dalam dakwaan penuntut umum selalu mencantumkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP agar mengikat berbuatan pidana antara pemangku jabatan dengan peserta yang diuntungkan;

c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, didalam rumusan unsur ini, merupakan bentuk/wujud dari“perbuatan melawan hukum” baik secara formil maupun

dalam arti materil sebagaimana unsur yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi, sesuai putusan Mahkamah Agung RI No.572 K/Pid/2003 dalam perkara Akbar Tanjung;

d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, adalah dari tindakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan kewenangan jabatan sehingga timbul

24

akbibat kerugian Negara yang dapat dihitung berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi;