• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA DI KOTA MAKASSAR TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA DI KOTA MAKASSAR TESIS"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG

DAN JASA DI KOTA MAKASSAR

TESIS

BESSE SUKMAWATI YUSUF MANGANNI

NIM : 4616101048

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Magister Hukum

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

BESSE SUKMAWATI Y. M, 4816101048. Fungsi Kepolisian Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Di Kota Makassar. (Dibimbing Oleh Marwan Mas dan Abdul Salam Siku).

Fungsi Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kota Makassar (dibimbing oleh Said Karim dan Amir Ilyas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang peranan Kepolisian dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah di Kota Makassar. Penelitian ini adalah penelitian normatif empiris. Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar (Polres Pelabuhan Makassar, Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Polri sebagai salah satu insitusi yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana korupsi termasuk dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan pada peraturan yaitu Pasal 1 angka 4 jo angka 5 KUHAP, Pasal 1 angka 1 jo angka 2 KUHAP, Pasal 14 ayat (1) huruf f dan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Penyidik Polri mengalami kendala-kendala dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah di Kota Makassar, yaitu pertama adanya perbedaan perhitungan awal kerugian negara antara pihak BPKP dan pihak Kepolisian yang melakukan proses penyidikan. Yang kedua adalah ketika berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan, Jaksa menganggap bahwa kerugian keuangan negara yang nilainya kecil perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti atau berlaku asas restorative justice.

(6)

vi

ABSTRACT

BESSE SUKMAWATI Y. M, 4816101048. The function of the police in

investigating corruption in the procurement og goods and services in the city of Makassar. (Supervised By Marwan Mas dan Abdul Salam Siku).

The role of Police in Investigation of Corruption Procurement in Makassar City Government (supervised by Karim Said and Amir Ilyas). This study aims to identify and understand the role of the Police in the investigation of corruption of government procurement of goods and services in Makassar. This research is empirical normative. This research was conducted in the city of Makassar (Regional Police of south Sulawesi and Makassar city police).

The results showed that the Police as one of the institutions authorized by law to conduct an investigation and the investigation of cases of corruption, including in the case of corruption in the procurement of goods and services the government based on the rule that Article 1 paragraph 4 in conjunction with paragraph 5 of the Criminal Procedure Code, Article 1 point 1 in conjunction with item 2 Code of Criminal Procedure, Article 14 paragraph (1) f and Article 14 paragraph (1) letter g of Act 2 of 2002 on the Police. Police investigators experienced constraints in the process of investigation of corruption of government procurement of goods and services in Makassar, the first for the initial calculation of the difference between the state losses BPKP and the police are doing the investigation. The second is when the case file handed over to the Attorney, the Attorney considers that the financial losses that the country needs to be considered for a small value were not followed up or apply the principles of restorative justice.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga Tesis Ini dapat terselesaikan guna memenuhi sebagian pesyaratan mendapatkan gelar Magister Hukum dengan judul “Fungsi Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan

Barang Dan Jasa Di Kota Makassar” Sholawat serta salam semoga tetap

terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga beliau, para sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau sampai akhir zaman nanti.

Walaupun penulis mengalami berbagai hambatan akibat terbatasnya kemampuan, namun berkat motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada terhormat:

1. Kedua orangtua tercinta. Ayahanda H. Yusuf Hamzah B,A dan Ibunda Hj. Asmak Manganni S.Pd, Terima kasih Penulis haturkan atas segala dukungan, bmbingan, dan limpahan kasih sayang kepada penulis selama ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng, selaku Rektor Universitas Bosowa ;

3. Bapak Dr. Muhlis Ruslan, S.E., M.Si, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Bosowa ;

4. Bapak Dr. Baso Madiong, S.H., M.H, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bosowa;

(8)

viii

5. Bapak Prof. Marwan Mas, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang tidak pernah bosan dan lelah dalam membimbing, guna menyelesaikan Tesis ini ; 6. Bapak Dr. H. Abdul Salam Siku, S.H., M.H,. selaku Dosen Pembimbing II

yang selalu memberikan masukan, saran dan petunjuk dalam proses menyelesaikan Tesis ini ;

7. Semua Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Bosowa yang telah mengajarkan dan memberikan banyak ilmu dengan tulus. Semoga Ilmu yang di berikan dapat bermanfaat di dunia dan akhirat

8. Seluruh Staff Program Pascasarjana Universitas Bosowa tanpa terkecuali yang telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis terutama dalam hal administrasi akademik.

9. Rekan-rekan Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum yang telah membantu dan mendorong kami dalam penyelesaian Tesis ini.

10. Kepada Semua Pihak yang tidak sempat saya sebutkan namanya, saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas motivasi dan bantuannya sehinga terselesainya Proposal Tesis ini dengan baik.

Penulis hanya dapat berdoa semoga semua amal baiknya mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini, masih banyak kekurangan dan banyak mengalami kendala, oleh karena itu bimbingan, arahan, kritikan dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati.

(9)

ix

Semoga Tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca umumnya serta mampu menjadi referensi untuk teman-teman yang lain dalam penyusunan Hasil penelitian dikemudian hari. Atas bimbingan serta petunjuk yang telah diberikan dari berbagai pihak akan memperoleh imbalan yang setimpal dari ALLAH SWT.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Makassar, Februari 2019

Besse Sukmawati Y.M

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tindak Pidana Korupsi ... 9

1. Pengertian Tindak Pidana ... 9

2. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ... 11

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi ... 17

4. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi ... 22

5. Ciri-ciri Tindak Pidana Korupsi ... 23

6. Penyebab Tindak pidana Korupsi ... 24

(11)

xi

1. Pengertian Umum ... 41

2. Ruang Lingkup Pengadaan Barang dan Jasa ... 43

3. Organ Dalam Pengadaan Barang dan Jasa ... 44

4. Prinsip pengadaan Barang dan Jasa... 50

5. Cara Pemilihan Seleksi Penyedia Jasa ... 50

C. Kepolisian Republik Indonesia ... ……… 51

1. Pengertian Kepolisian ... 51

2. Tugas dan Fungsi Kepolisian ... 53

3. Pengertian Penyidikan ... 55

4. Penyidikan tindak pidana Korupsi Oleh Kepolisian ... 59

D. Kerangka Pikir ... 62

E. Defenisi Operasional ... 63

BAB III METODE PENELITIAN ... 64

A. Lokasi Penelitian ... 64

B. Jenis dan Sumber Data ... 64

C. Teknik Pengumpulan Data ... 64

D. Analisis Data ... 67

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 69

A. Peran Polri dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kota Makassar ... 69

B. Data Penyelidikan dan Penyidikan Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kota Makassar .... 75 C. Faktor Penghambat Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan

(12)

xii

Barang dan Jasa Pemerintah di Kota Makassar ... 82

BAB V PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 92

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengadaan barang dan jasa pada dasarnya adalah cara pemerintah” berbelanja” untuk keperluan rumah tangganya sendiri, untuk penyediaan

fasilitas publik, pelayanan kepada masyarakat maupun diserahkan kepada masyarakat. Istilah pengadaan barang dan jasa (procurement) sebagaimana terurai dalam handbook curbing corruption in public procurement-

Transparency International.

Mencakup penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi untuk pengadaan barang lingkup pekerjaan atau jasa lainnya juga tak hanya terbatas pada pemilihan rekanan proyek dengan bagian pembelian (purchasing) atau perjanjianresmi kedua belah pihak saja, tetapi mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan, penentuan pemenang tender hingga tahap pelaksanaan dan proses administrasi dalam pengadaan barang, pekerjaan atau jasa seperti jasa konsultasi teknis jasa konsultasi keuangan, jasa konsultasi hukum dan jasa lainnya.

Salah satu tujuan pengadaan adalah mendapat harga terbaik yang dimaksudkan disini adalah harga serendah-rendahnya ataupun sepadan untuk kualitas barang/jasa yang dibutuhkan baik dari kualitas, kepastian waktu memperolehnya maupun volumenya dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

(14)

2 Kesadaran semua pihak baik pejabat pembuat komitmen, panitia/pejabat pengadaan barang dan jasa, penyedia jasa dan semua yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa agar lebih transparan layak untuk diapresiasi karena akan mengantar tercapainya cita-cita pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efisien, efektif, transparan, terbuka bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Pengadaan barang dan jasa harus dilakukan secara kredibel melalui pengaturan yang baik dan proses tertentu, independen dan tidak memihak serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait secara adil, transparan, professional, dan akuntabel. Pengadaan yang kredibel juga mencegah persaingan usaha yang tidak sehat dikalangan pelaku usaha dan mengandung unsur-unsur pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) antara pemerintah dengan pelaku usaha.

Sejarah pengadaan barang dan jasa pemerintah sejak dahulu hingga sekarang telah menjadi lahan yang empuk bagi orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara yang mudah oleh karena cukup dengan bermodalkan kemampuan “ KKN” dengan oknum pejabat pemerintah dan bersedia membagi “ keuntungan”. Hal ini terbukti dari angka

penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK masih didominasi oleh kasus-kasus korupsi yang terjadi dalam bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah

Beberapa bentuk perbuatan yang digunakan sebagai sarana melakukan tindak pidana korupsi dibidang pengadaan antara lain bentuk penyuapan

(15)

3 (bribery), pemerasan (extortion), pemalsuan (fraud), penyalahgunaan kekuasaan(abuse of discretion), nepotisme, pilih kasih, sumbangan illegal atau janji-janji, dan mark-up merupakan jenis-jenis kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah

Didalam Pasal 9 dan Pasal 10 Keppres No.80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Pasal 12 ayat (2) Perpres No.70 Tahun 2012 tentangPerubahankeduaatasperaturanpresidenNomor 54 Tahun 2010 TentangPengadaanbarang / jasapemerintah disebutkan mengenai ketentuan penandatanganan fakta integritas tersebut tentunya bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada public bahwa proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah dapat berjalan lancar dan transparan. Pertama, mendukung sektor public untuk dapat menghasilkan barang dan jasa pada harga bersaing tanpa adanya korupsi yang menyebabkan penyimpangan harga dalam pengadaan barang dan jasa. Kedua, mendukung pihak penyedia pelayanan dari swasta agar dapat diperlakukan secara transparan, dapat diperkirakan, dan dengan cara adil agar dapat terhindar dari adanya upaya “suap” untuk mendapatkan kontrak dan hal ini pada akhirnya akan dapat

mengurangi biaya-biaya dan meningkatkan daya saing.

Berdasarkan Pasal 118 ayat (1) huruf a Perpres RI No.70 Tahun 2012 tentangPerubahankeduaatasperaturanpresidenNomor 54 Tahun 2010 TentangPengadaanbarang / jasapemerintah, yang melarang penyedia jasa mempengaruhi ULP/ Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna

(16)

4 memenuhikeinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak danatau ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah bukan saja melibatkan pelaksana teknis dibawah tetapi telah melibatkan atasan pelaksana teknis pengadaan barang dan jasa tersebut. Dalam pemberitaan banyak Kepala Daerah, Sekretaris Daerah, pengguna anggaran yang terlibat kasus korupsi pengadaan barang dan jasa dengan memberi disposisi atau pesan ataupun perintah untuk memenangkan penyedia jasa tertentu.

Fungsi atasan yang seharusnya memberikan pengawasan malah telah jauh mencampuri urusan panitia pengadaan, panitia/pejabat pengadaan atau panitia penerima hasil pekerjaan. Fungsi pengguna anggaran yang seharusnya dapat menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat/panitia pengadaan lebih memilih orang-orang yang gampang diatur daripada orang-orang yang memiliki integritas.

Perbuatan-perbuatan tersebut telah menjadi kebiasaan dan kesepakatan yang tidak tertulis antara rekanan selaku penyedia barang/jasa dengan pihakinstnasi/badan/lembaga pemerintah selaku pengguna barang/jasa

(17)

5 sehinggadalam pelaksanaannya untuk tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi mereka yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa melakukan pengaturan lelang dan persengkongkolan sehingga rambu-rambu yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa tidak ditaati karena semua pihak yang terlibat sudah diatur sejak tahap perencanaan.

Kesalahan dalam proses pengadaan barang dan jasa tidak selalu dapat diartikan melakukan tindak pidana korupsi. Pengadaan yang dimulai dengan satu keinginan atau niat untuk semata-mata mencapai tujuan pengadaan (tidak untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain) pasti terhindar dari tuduhan korupsi. Niat seperti itu masih tidak menghilangkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses pengadaan

Kecurangan-kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah “ proyek” bukan hanya terjadi pada saat lelang saja namun terkadang korupsi ini dimulai sejak perencanaan. Kalangan profesi dan praktisi pengadaan sangat memaklumi bahwa proses pelelangan bukanlah proses yang sederhana sehingga dituntut dilaksanakan oleh Personil yang kredibel, memiliki integritas, motivasi, kompetensi memadai dan kinerja yang baik.

Tuntutan yang tidak terpenuhi maka kemudian seringkali proses penunjukan langsung (PL) menjadi sangat disukai karena prosesnya menjadi sangat mudah, semua bisa diatur, semua kekurangan yang ada dapat dinegosiasikan. Bahkan kalaupun pelelangan diumumkan secara terbuka

(18)

6 seringkali peserta dikumpulkan untuk diatur siapa yang akan dimenangkan (lelang secara arisan).

Proses penunjukan langsung atau lelang arisan tersebut akan menyebabkan tujuan pengadaan, yaitu mendapatkan penawaran yang terbaik tidak tercapai, termasuk sesungguhnya tidakmudahnya mempertanggung jawabkan hasil pengadaan dan harga. Proses penunjukan langsung ini mudah ditunggangi oleh kepentingan untuk memperkaya diri.

Sehingga tujuan pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan (volume, mutu, waktu dll) dengan harga yang terbaik agar sasaran kinerja kegiatan atau organisasi tidak tercapai. Meningkatnya pembangunan sarana dan prasarana di Kota Makassar, membuat rentan terjadi praktek korupsi dalam pengadaan barang dan jasa bagi pemerintah. Terilhat dalam temuan BPKP Perwakilan Sulsel mengemukakan kasus korupsi yang terjadi di Kota Makassar masih di dominasi masalah pengadaan barang dan jasa, setidaknya tercatat sekitar 80% kasus korupsi pengadaan barang dan jasa.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menulis tesis dengan judul “ Peranan Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Kota Makassar.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

(19)

7 1. Bagaimanakah peranan Polri dalam penyidikan tindak pidana korupsi

pengadaan barang dan jasa di Kota Makassar?

2. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan peranan Polri dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Kota Makassar. 2. Untuk menganalisis dan menjelaskan faktor penghambat dalam penyidikan

tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut :

1. Secara teoritis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menghasilkan berbagai konsep ilmiah yang akan memberikan sumbangan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa serta dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk penelitian lanjutan yang lebih luas.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan masukan bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa.

(20)

8

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KE RANGKA PIKIR

A. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam memberikan pembahasan mengenai defenisi apa yang dimaksud dengan tindak pidana,penulis akan mencoba memberikan penguraian serta pemahaman awal tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan tindak pidana itu sendiri, dari berbagai Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda strafbaar feit, juga delik dari bahasa Latin Delictum. Dalam ilmu hukum Pidana masalah tindak pidana merupakan bagian yang paling pokok dan sangat penting karena berbagai masalah dalam hukum pidana mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lain dalam persoalan tindak pidana,sehingga dalam memberikan pengertian tentang tindak pidana adalah hal yang bersifat penting sekali (Moeljatno, 1987 : 38).

Adapun pengertian tentang tindak pidana dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Hermien Hadiati Koeswadji( 1994:28 ) memberikan defenisi tentang tindak Pidana itu sendiri sebagai perbuatan Pidana. Defenisi yang dikemukakan oleh ahli hukum tersebut pada dasarnya mengacu pada rumusan Undang-undang Dasar 1951 Nomor 1 Pasal 5 Ayat (3 b) sebagai berikut:

(21)

9

“Hukum materil sipil untuk sementara waktu materil Pidana

sipil, yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah swapraja dan orang-orang dahulu diadili oleh pengadilan adat, tetap berlaku untuk kaula-kaula dan orang-orang itu, dengan pengetian bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan Pidana akan tetapi tiada bandingannya dengan KUHP sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman”.

b. Moeljatno (Koeswadji,1994:29) tentang tindak Pidana, beliau mengatakan :

Dari segi berbagai perkataan untuk menjalin, yang sekarang masih bersaing ialah antara digunakannya “tindak Pidana” dan “perbuatan Pidana” disini yang paling dipilih yang terakhir, oleh karena perkataan “perbuatan” sudah lazim dipakai sedangkan “tindak” tidak lazim,yang lazim adalah “tindakan”. Lagipula bagi mereka yang memilih “tindak Pidana”.

c. Enschede (Koeswadji, 1999:29) merumuskan tentang tindak pidana sebagai:

Tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia,yang termasuk dalam perumusan delik, melawan hukum dan kesalahan yang dapat dicelakan padanya.

Dari ketiga pendapat pakar hukum di atas dapatlah disimpulkan bahwa mereka cenderung menggunakan istilah

(22)

10

perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan karena akan mendapat ancaman pidana.

2. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Menurut Marwan Mas(2014 : 5) Pemberentasan korupsi salah satu agenda reformasi dibidang hukum sebagaimana ditegaskan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (disingakat Tap MPR) Nomor XI/MPR/1998 tentang penlengaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi da nepotisme. Tap MPR sebagai ketentuan yang mengikat para penyelenggara negara dan kalangan pengusaha. Begitu pula hakim sebagai benteng terakhir penegakan korupsi, diharapkan memerankan fungsinya sebagai pengadil yang betul-betul bijak dengan memperhatikan aspirasi warga masyarakat dalam memeriksa dan memutuskan perkara korupsi, reformasi hukum merupakan elemen penting dalam memberantas korupsi untuk memulihkan kepercayaan public (dalam negeri maupun internasional) terhadap supremasi hukumdan lembaga-lembaga penegak hukum. Fenomena yang tampak saat ini jika berbicara hukum dan penegak hukum umumnya warga masyarakat pesimis, mencibir, atau bahkan sisnis. Hanya kepolisian yang cepat menungkap jaringan terorisme di Indonesia dan KPK yang berani menjerat menteri Kabinet Indonesia Bersatu Kedua dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2004-2014, ketua umum partai politik, anggota DPR, anggota kepolisian, kejaksaan, advokat, dan hakim. Langkah penegakan hokum yang tidak memandang status dan kedudukan harus dijadikan rujukan oleh kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi.

(23)

11

Definisi korupsi sangat beragam, tergantung pada latar belakang disiplin ilmu orang yang mendefinisikannya.Oleh karena itu, definisi korupsi manurut sosiolog, ilmuwan politik, ekonomi, ilmuwan hukum, birokrat dan lain-lain bisa berbeda.Mereka mempunyai sudut pandang tersendiri dalam mendefinisikan korupsi, sesuai dengan bidang masing-masing. Uniknya, tidak semua

Ensiklopedi maupun kamus yang dianggap sebagai referensi utama oleh berbagai

kalangan tidak mencantumkan entri corruption.

Berdasarkan hal tersebut, korupsi merupakan suatu tindakan pengkhianatan terhadap amanah.Dalam konteks ini termasuklahperilaku penyogokan atau penyuapan, memberikan upah tertentu untuk melindungi diri dari hukum, nepotisme, dan lain-lain.

Menurut(Chaeruddin, Dinar, 2008 : 45), karakteristik korupsi adalah sebagai berikut: (1). Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang. (2) Secara keseluruhan, korupsi melibatkan rahasia di antara mereka yang terlibat. (3) Korupsi mempunyai unsur tanggung jawab bersama dan keuntungan bersama. (4) Pelaku korupsi biasanya berusaha mengkamuflasekan perbuatannya dengan justifikasi dari aspek hukum dan perundang-undangan. Mereka tidak berani secara terbuka berkonfrontasi dengan hukum. (5). Orang yang terlibat dalam korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan yang pasti, dan ia mampu mempengaruhi keputusan tersebut. (6). Perbuatan korupsi melibatkan penipuan atau muslihat. (7). Korupsi melibatkan kontradiksi dua fungsi pelakunya, sebagai pemegang

(24)

12

jabatan publik dan sebagai individu. (8). Korupsi mengutamakan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kewajiban tugas.

Terdapat empat tipe korupsi sebagaimana dikemukakan dalam (Ermansjah Djaja, 2009, 23) yang sangat berkaitan erat dengan kekuasaan, yaitu Political bribery, Political kickbacks, Election fraud, dan Corrupt

compaign practices.

Pengertian dari korupsi secara harfiah menurut John M.Echols dan Hassan Shaddily, dalam Ermansjah Djaja berarti jahat atau busuk, sedangkan menurut Gurnar Myrdal dalam Ermansjah Djaja yang menggunakan istilah korupsi dalam arti luas, yaitu :

To include not only all forms of improper or selfish enxercise of power and influence attached to a public office or the special position one occupies in the public life but also the activity of the bribers.

Korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya seperti penyogokan.

Lebih tegas lagi apa yang dikemukakan oleh Gunnar Myrdal dalam (Andi Hamzah, 2007 : 7-8) sebagai berikut :

“The problem is of vital concern to the government of South Asia, because the habitual practice of bribery and dishonesty pavers the way for an authoritarian regime which justifies itself by the disclosures of corruption has regularly been advance as a main justification for military take overs.”

Masalah itu merupakan suatu yang penting bagi pemerintah di Asia Selatan karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi dan tindakan –tindakan penghukuman terhadap

(25)

13

pelanggar. Pemberantasan korupsi biasanya dijadikan pembenar utama terhadap kup militer.

Menurut (Baharuddin Lopa 2001 :7), pengertian korupsi adalah :

”Korupsi adalah suatu tindak pidana yang berhubungan dengan

penyuapan, manipulasi, dan perbuatan-perbuatan lainnya sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan

kesejahteraan atau kepentingan rakyat umum”.

Menurut ( Laden Marpaun 1992 :149 ), Korupsi adalah :

“Defenisi yang dikemukakan oleh beliau hampir sama dengan rumusan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 sebagai berikut : Korupsi adalah perbuatan seseorang yang merugikan keuangan negara dan membuat aparat pemerintah tidak efektif, bersih, dan berwibawa”.

Dalam hukum positif anti korupsi khususnya dalam Pasal 1 angka 1 Bab Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002disebutkan tentang pengertian tindak pidana korupsi :

“Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap yaitu elitis, endemic, dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas dilingkungan para elit/ pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu ditahap sistemik, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas.

(26)

14

Kemudian pada tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit yang serupa. Perbuatan korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra

ordinary crimes), sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi

dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi “dituntut” cara-cara yang luar biasa

(extra ordinary enfocement).

Tindak pidana korupsi di Indonesia yang telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes, menurut (Romli Atmasasmitha, 2002 : 25)dikarenakan :

1) Masalah korupsi di Indonesia sudah berurat berakar dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara, dan ternyata salah satu program kabinet gotong royong adalah penegakan hukum secara konsisten dan pemberantasan KKN.

2) Masalah korupsi pada tingkat dunia diakui merupakan kejahatan yang sangat kompleks, bersifat sistemik dan meluas dan sudah merupakan suatu binatang gurita yang mencengkram seluruh tatanan sosial dan pemerintahan.

Melihat korupsi semakin merajalela dengan berbagai modus operandinya, menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan.

(27)

15

Hal Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan.

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi

Menurut Marwan Mas(2014 : 44) pentingnya pemahaman terhadap pengertian unsur-unsur tindak pidana, meskipun bersifat teoretis,tetapi dalam praktik sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan pembuktian di depan siding pengadilan. Pengertian unsur-unsur tindak pidana dapat diketahui dari doktrin (pendapat ahli hukum), dari yurisprudensi, bahkan sering diurai dalam rumusan pasal undang-undang yang pada hakikatnya memberikan penafsiran terhadap rumusan undang-undang yang semula tidak jelas atau terjadi perubahan makna karena perkembangan kehidupan sosial masyarakat. Dari situlah para pelaksana hukum dapat memudahkan menarik kesimpulan yang akan digunakan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan.

Pentingnya bagi jaksa penuntut umum untuk mengetahui dan memahami pengertian unsur-unsur tindak pidana karena hal berikut.

a. Mengarahkan jalannya penyidikan atau pemeriksaan dalam sidang pengadilan secara objektif. Dengan demikian, dalil yang digunakan dalam pembuktian akan dapat dipertanggung jawabkan secara objektif karena berlandaskan pada teori ilmiah.

(28)

16

c. Setidaknya akan memudahkan menguraikan perbuatan terdakwa yang menggambarkan unsur tindak pidana yang didakwakan, apakah sesuai dengan pengertian atau penafsiran dari teori, doktrin, dan yurisprudensi.

d. Dapat memudahkan dalam mengajukan pertanyaan kepada saksi, ahli, atau terdakwa dengan sasaran mengugkapkan fakta yang terungkap dalam sidang pengadilan sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan.

e. Berguna pada pembuktian suatu alat bukti, sekaligus membuktikan unsur tindak pidana yang didakwakan. Misalnya, pada suatu alat bukti yang hanya berguna untuk menentukan pembuktian satu unsur tindak pidana, tetapi tidak digunakan untuk seluruh unsur tindak pidana.

Jaksa penuntut umum harus menyusun requisitoir, yaitu pada saat uraian penerapan fakta perbuatan kepada unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Hal tersebut biasa diuraikan dalam analisis hukum, sehingga pengertian unsur tindak pidana yang dianut dalam doktrin, yurisprudensi, atau melalui penafsiran hukum, harus benar-benar diuraikan sejelas-jelasnya karena hal tersebut menjadi dasar atau dalil berargumentasi dalam membuat tuntutan hukum.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebenarnya dapat dilihat dari pengertian korupsi atau rumusan delik yang ditegaskan dalam UU Korupsi. Beberapa pengertian dan unsur-unsur korupsi yang terdapat dalam UU Korupsi Tahun 2001 adalah sebagai berikut.

a. Perbuatan seseorang atau badan hukum melawan hukum. b. Perbuatan tersebut menyalahgunakan wewenang.

(29)

17

c. Dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

d. Tindakan tersebut merugikan negara atau perekonomian negara atau patut diduga merugikan keuangan dan perekonomian negara.

e. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

f. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

g. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. h. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

i. Adanya perbuatan curang atau sengaja membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut.

j. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga

(30)

18

tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

k. Sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

l. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pembuat undang-undang begitu tegas mengatur unsur-unsur korupsi dalam UU Korupsi, agar memudahkan bagi penegak hukum dalam menerapkannya. Setiap perbuatan seseorang atau korporasi yang memenuhi kriteria rumusan dan unsur-unsur korupsi akan dikenakan sanksi sesuai dengan pasal-pasal UU Korupsi yang dilanggar. Di sinilah pentingnya bagi penyidik, penuntut umum, advokat, dan hakim untuk tidak sekadar mengetahui pengertian dan unsur-unsur korupsi, tetapi juga harus memahaminya dengan baik. Sebab tidak terpenuhinya unsur suatu tindak pidana, memungkinkan terdakwa dapat bebas dari segala tuntutan hukum. Artinya, pengetahuan dan pemahaman terhadap teori hukum, wawasan

(31)

19

hukum yang luas, serta perkembangan kehidupan sosial masyarakat, setidaknya dapat membantu pelaksana hukum dalam mengungkap korupsi.

Mengacu kepada definisi dari masing-masing pasal maka penulis menguraikan unsur-unsur dari Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu (Ermansyah Djajah 2008 : 23) :

a. Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Selain pengertian sebagaimana tersebut di atas termasuk setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.

b. Secara melawan hukum adalah melawan hukum atau tidak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan baik secara formal maupun material, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan. Selain dari itu juga termasuk tindakan-tindakan yang melawan prosedur dan ketentuan dalam sebuah instansi, perusahaan yang telah ditetapkan oleh yang berkompeten dalam organisasi tersebut. Kemudian menyangkut penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.31 Tahun 1999. Mahkamah Konstitusi, dalam putusannya No.003/PUU-IV/2006 berpendapat “ tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum karena ukuran kepatutan yang

(32)

20

memenuhi syarat moralitas dan rasa keadilan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dantidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

c. Melakukan perbuatan adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Undang-undang No. 31 tahun 1999, yaitu berupa upaya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadi walaupun belum terbukti telah melakukan suatu tindakan pidana korupsi, namun jika dapat dibuktikan telah ada upaya percobaan, maka juga telah memenuhi unsur dari melakukan perbuatan.

d. Memperkaya diri, atau orang lain atau suatu korporasi adalah memberikan manfaat kepada pelaku tindak pidana korupsi, baik berupa pribadi, atau orang lain atau suatu korporasi. Bentuk manfaat yang diperoleh karena memperkaya diri adalah, terutama berupa uang atau bentuk-bentuk harta lainnya seperti surat-surat berharga atau bentuk-bentuk asset berharga lainnya, termasuk di dalamnya memberikan keuntungan kepada suatu korporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Dalam hal yang berkaitan dengan korporasi, juga termasuk memperkaya diri dari pengurus-pengurus atau orang-orang yang memiliki hubungan kerja atau hubungan-hubungan lainnya.

e. Dapat merugikan keuangan negara adalah sesuai dengan peletakan kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi adalah cukup dengan adanya unsur-unsur

(33)

21

perbuatan yang telah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat dari sebuah perbuatan, dalam hal ini adalah kerugian negara.

Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada penambahan beberapa item yang digolongkan tindak pidana korupsi, yaitu mulai Pasal 5 sampai dengan Pasal 12. Pada Pasal 5 misalnya memuat ketentuan tentang penyuapan terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara, pasal 6 tentang penyuapan terhadap hakim dan advokat. Pasal 7 memuat tentang kecurangan dalam pengadaan barang atau pembangunan, dan seterusnya.

Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah:

a. Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu:

1) Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.

2) Tindakan pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(34)

22

4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

5) Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintah supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

a. Melawan hukum baik formil maupun materiil. b. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. c. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

d. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Kemudian unsur-unsur dari tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:

a. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi, yang mempunyai kewenangan dalam jabatan baik jabatan struktural maupun dalam jabatan fungsional dan lain-lain jabatan, yang bersifat penentu dalam

(35)

23

menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan kewenangan yang melekat pada pejabat tersebut;

b. Menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, dalam rumusan menguntungkan diri sendiri, dalam praktik menurut penulis sangat sulit dibuktikan oleh penuntut umum, oleh karena pelaku tindak pidana jabatan hanya mempertanggungjawabkan di depan hukum terhadap adanya penyimpangan atau penyalahgunaan jabatan, sebab hanya merupakan akibat dari penyalahgunaan jabatan sehingga orang lain atau korporasi yang diuntungkan. Orang lain atau korporasi yang diuntungkan tidak mempunyai kedudukan atau kewenangan jabatan, oleh karena itu dalam dakwaan penuntut umum selalu mencantumkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP agar mengikat berbuatan pidana antara pemangku jabatan dengan peserta yang diuntungkan;

c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, didalam rumusan unsur ini, merupakan bentuk/wujud dari“perbuatan melawan hukum” baik secara formil maupun

dalam arti materil sebagaimana unsur yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi, sesuai putusan Mahkamah Agung RI No.572 K/Pid/2003 dalam perkara Akbar Tanjung;

d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, adalah dari tindakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan kewenangan jabatan sehingga timbul

(36)

24

akbibat kerugian Negara yang dapat dihitung berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi;

4. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi

Adapun menurut (Ermasnyah Djajah, 2008 : 8), korupsi didefinisikan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu sebagai berikut :

a. Discretionery corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi;

b. Illegal corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu;

c. Mercenery corruption ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, dan

d. Ideological corruption, ialah jenis korupsi illegal maupun discretionary yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

5. Ciri-ciri Tindak Pidana Korupsi

Menurut Alatas, tindak pidana korupsi mengandung ciri-ciri sebagai berikut :

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari 1 (satu) orang;

b. Korupsi pada umumnya melibatkan kerahasiaan, kecuali dimana ia telah begitu merajalela dan berurat akar sehingga individu yang berkuasa atau

(37)

25

mereka yang berada dalam lingkungannya tidak kuasa untuk menyembunyikan perbuatan mereka;

c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak senantiasa berupa uang;

d. Koruptor berusaha menyelubungi perbuatan mereka dengan berlindung dibalik pembenaran hukum;

e. Mereka yang terlibat dalam korupsi menginginkan berbagai keputusan yang tegas dan mampu mempengaruhi keputusan itu;

f. Korupsi adalah bentuk suatu pengkhianatan;

g. Setiap perilaku korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan perbuatan itu;

h. Korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawabkan dalam tatanan masyarakat. Ia didasarkan atas niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum dibawah kepentingan khusus.

6. Penyebab dan Akibat Terjadinya Tindak Pidana Korupsi

a. Penyebab Tindak Pidana Korupsi

Menurut Marwan Mas (2014:8) praktik korupsi tidak hanya melanda negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti amerika serikat, hanya saja korupsi di negara-negara maju tidak separah dengan korupsi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Instrument dan supremasi hokum pada negara-negara maju dalam memberantas korupsi, betul-betul berjalan sebagaiman mestinya karena adanya keseriusan apparat hukumnya yang didukung oleh kemauan

(38)

26

politik (political will) kepala pemerintahan. Kenyataan sebaliknya di Indonesia, suburnya praktik korupsi terutama saat orde baru yang dilanjutkan di era reformasi, kurang menyentuh perhatian pemerintah (eksekutif) dan wakil rakyat yang ada di parlemen (legislatif). Secara historical-struktural, suburnya perilaku korupsi di Indonesia yang tampaknya sudah membudaya karena terjadi di hamper semua lini kehidupan masyarakat, merupakan warisan dari zaman colonial. Adanya paham kapitalisme telah melahirkan imperialism dan kolonilalisme berupa penjajahan negara atas negara. Penjajahan yang berlangsung begitu lama menyebabkan terjadinya pengaburan nilai-nilai social yang dianut dalam masyarakat pribumi. Akibatnya, terjadi distorsi atas nilai-nilai social masyarakat, yang kemudian berimplikasi pada dekadensi moral masyarakat secara sistemik dan berulang-ulang. Pada akhirnya, tidak dapat dihindari terbentuknya pola piker dan emosional secara sistematis yang melahirkan norma baru dalam masyarakat yang disebut kapitalistik.

Semakin merajalela dan meratanya korupsi di seluruh sendi kehidupan di Indonesia karena; (Ermansjah Djaja, 2008 : 24)

8) Kurangnya Idealisme Keteladanan Pemangku JabatanDari sekian banyak pemangku jabatan yang duduk di kursi pesakitan, untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya yang menyimpang dari kewenangan yang dianugrahkan kepadanya berdasarkan sumpah/janji jabatan, penyebabnya adalah “tidak mempunyai idealisme keteladanan”

(39)

27

yang kuat, jika pemangku jabatan tersebut mau bercermin kepada pemangku jabatan yang bersih.Contohnya salah satu putra bangsa Indonesia, baik terpublikasi maupun secara umum diketahui oleh masyarakat luas seorang sosok Baharuddin Lopa yang memiliki idealisme keteladanan, yang mengandalkan keyakinan 90,9% memikirkan akhirat, sehingga ada perasaan takut dengan “sumpah jabatan” dalam prinsip hidupnya, tidak merasa takut dengan badan

pengawas manusia melainkan takut kepada Tuhan Yang Maha Esa jika mencederai anugrah yang diberikan padanya sebagai pemangku jabatan.

Ada beberapa fakta yang dapat ditiru bagi pemangku jabatan dari sikap idealisme keteladanan Baharuddin Lopa antara lain, ketika memangku jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Selatan, dua orang bawahannya yang bernama Morra Bilu dan Arifin Sallatu berinisiatif membeli kursi tamu untuk digunakan di rumah jabatan Baharuddin Lopa yang sumber dana pembeliannya berasal dari sisa anggaran rutin kantor Kejaksaan, pada akhirnya kursi tamu tersebut dikembalikan kepada penjualnya dan harganya dikembalikan ke Kas Negara sebesar nilai anggaran rutin Kejaksaan yang menjadi saldo kas. Kemudian adik bungsu dari Baharuddin Lopa yang bernama Arif Lopa, sementara mengikuti testing calon hakim di Jakartadengan membawa nomor test untuk tujuan agar dibantu meloloskan, namun yang terjadi nomor test tersebut disobek oleh Baharuddin Lopa selanjutnya menyampaikan kepada panitia penyelenggara test calon hakim agar tidak

(40)

28

meloloskan adiknya, dengan alasan tidak memenuhi kriteria menjadi seorang hakim.

Lengkap tidaknya peraturan perundang-undangan bukan menjadi alasan untuk menentukan baik buruknya pengelolaan keuangan negara. Sepanjang adanya itikad baik dari pimpinan untuk membenahi pengelolaan keuangan suatu institusi walaupun peraturan perundang-undangan tidak lengkap dan tidak memadai akan selalu membuahkan perbaikan. Karena itikad baik adalah modal dasar yang dilandasi oleh asas-asas dan prinsip-prinsip yang telah diterima secara universal oleh masyarakat dalam pergaulan hidup. Begitupula asas-asas dan prinsip-prinsip dalam pengelolaan keuangan negara tidak seluruhnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi lebih banyak tercipta dan diperaktekkan dalam pengelolaan keuangan publik dan diterima serta dijadikan tolak ukur/kriteria dalam pengelolaan keuangan pulik/negara. 9) Pengaruh Keluarga

Indikasi dimulainya korupsi, cenderung datangnya dari pihak keluarga dekat dari pemangku jabatan, disebabkan karena adanya faktor balas jasa atau keseganan kedudukan sosial yang menghendaki suatu keinginan memanfaatkan kesempatan selama priode masa jabatan tertentu. Dengan berbagai macam permintaan, baik berupa perbaikan struktural jabatan maupun sebagai broker proyek. Pengaruh utama cenderung bersumber dari Isteri/Suami dan anak dari pemangku jabatan yang sangat berpengaruh untuk di jadikan jembatan penghubung yang

(41)

29

lebih awal mendapat upeti dari pengusaha yang akan mengajukan penawaran proyek.

10) Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam era reformasi terdapat beberapa kepala daerah duduk di kursi pesakitan dengan modus operandi perkara penyalahgunaan jabatan, disebabkan atas pilihan rakyat yang didasarkan pada materi, ada yang disebut serangan fajar untuk mempengaruhi masyarakat atas pemilihan keesokan harinya sehingga cenderung masyarakat wajib pilih tidak lagi melihat pemimpin yang benar-benar mempunyai latar belakang pengalaman kepemimpinan dalam mengatur keuangan negara atau daerah, melainkan dari kandidat mana mendapatkan materi.Dari kenyataan yang dihadapi bangsa Indonesia seiring dengan reformasi, peletakan pertama pemimpin bangsa Indonesia, dimulai dengan dominasi politik yang luar biasa sehingga seluruh rakyat Indonesia terkeco dan melupakan bahwa negara kesatuan republik Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasan. Dengan terpilihnya pasangan presiden dan wakil Republik Indonesia pertama reformasi, dalam kenyataannyaditurunkan secara paksa atau mundur secara suka rela,kemudiansecara otomatis diganti oleh wakilnya yang hanya dibekali latar belakang pendidikan politik, dengan cara menampilkan foto Bung Karno untuk mempengaruhi bangsa Indonesia, namun juga tidak mampu bertahan untuk bersaing dalam periode berikutnya yang ditandai dengan dua kali gagal dalam pemilihan presiden, karena bangsa indonesia mulai

(42)

30

menyadaripentingnya sumber daya manusia (SDM) yang berwawasan luas, cerdas dan berpendidikan tinggi, negarawan, sehingga dapat memenuhi kriteria sebagai pemimpin bangsa. Dari kenyataan yang dihadapi bangsa Indonesia kemudian menjadi contoh kebawah dalam pemilihan kepala daerah, sampai saat ini pemilukada cenderung kandidat yang terpilih berasal dari pengusaha berpasangan dengan birokrasi atau sebaliknya birokrasi berpasangan dengan pengusaha.Bahkan di salah satu Kabupaten, Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat Bupati yang terpilih adalah pimpinan preman yang mempunyai basis pendukung berjumlah besar.Untuk menentukan pemimpin yang berkualitas tergantung dari sumber daya manusianya yang ditunjang dengan faktor utama adalah pendidikan yang berlatar belakang ilmu hukum dan politik, agar dapat lebih memahami tugas dan tanggungjawabnya serta dapat memberi contoh pemahaman norma-norma hukum kepada bawahannya didalam melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara/daerah, inisiatif kebijakan berjalan lancar karena memahami segala tindakan yang mempunyai akibat hukum, mudah menghindari perbuatan korupsi, dapat melindungi hak-hak negara/daerah dan masyarakat. Kebocoran keuangan negara disebabkan karena pemegang kekuasaan umum dalam menentukan kebijakan menjadi terbalik, cenderung bawahan yang menjadi penentu kebijakan dengan modal paraf, atasan tinggal tanda tangan, karena tidak mampu untuk menguji kembali konsideran

(43)

31

dokumen yang disodorkan, atau kebijakan bergantung pada bagian hukum dalam suatu instansi pemerintah.

Menurut penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya ada delapan penyebab terjadinya korupsi di Indonesia:

1) Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru

Sebagai negara yang baru merdeka atau negara yang baru berkembang, seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi, selama puluhan tahun, mulai dari Orde Lama, Orde Baru sampai dengan Reformasi ini, pembangunan difokuskan di bidang ekonomi, Padahal disetiap negara yang baru merdeka, terbatas dalam memiliki SDM, uang, management dan teknologi. Konsekwensinya, semuanya didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya, menghasilkan penyebab korupsi yang kedua, yaitu:

2) Kompensasi PNS yang Rendah

Wajar saja negara yang baru tidak memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya. sehingga secara fisik dan kultural melahirkan pola konsumerisme, sehingga sekitar 90 % PNS melakukan KKN. Baik berupa korupsi waktu, melakukan kegiatan pungli maupun mark up kecil-kecilan demi menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran pribadi/keluarga.

(44)

32

Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan seperti di atas mendorong pejabat ingin menjadi kaya secara Instant. Lahirnya sikap serakah di mana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan mark up proyek-proyek pembangunan, bahkan berbisnis dengan pengusaha, baik dalam bentuk menjadi komisaris maupun salah seorang shere holder dari perusahaan tersebut.

4) Law Enforcement Tidak Berjalan

Disebabkan para pejabat serakah dan PNS-nya KKN karena gaji yang tidak cukup, maka boleh dibilang penegakan hukum tidak berjalan hampir di seluruh lini kehidupan baik di instansi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang. Lahirnya kebiasaan plesetan kata-kata KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). Tin (Ten persen). Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Kuasa), dan sebagainya.

5) Hukuman yang Ringan terhadap Koruptor

DisebabkanLaw Enforcement Tidak Berjalan di mana aparat penegak hukum bisa dibayar, mulai dari polisi, jaksa, hakim dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan oleh para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jerah bagi koruptor. Bahkan tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat sehingga pejabat dan pengusaha tetap melakukan proses KKN.

(45)

33

Dalam sistem management yang modern selalu ada instrument yang disebut internal control yang bersifat in build dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil apapun penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan perbaikan. Internal kontrol disetiap unit tidak berfungsi karena pejabat atau pegawai terkait ber-KKN. Konon, untuk mengatasinya dibentuklah Irjen dan Bawasda yang bertugas melakukan internal audit. Malangnya, sistem besar yang disebutkan di butir 1 di atas tidak mengalami perubahan, sehingga Irjen dan Bawasda pun turut bergotong royong dalam menyuburkan KKN. 7) Tidak Ada Keteladanan Pemimpin

Ketika resesi ekonomi (1997), keadaan perekonomian Indonesia sedikit lebih baik dari Thailand. Namun, pemimpin di Thailand memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana dan satunya kata dengan perbuatan, sehingga lahir dukungan moral dan material dari anggota masyarakat dan pengusaha. Dalam waktu relatif singkat, Thailand telah mengalami recovery teladan, maka bukan saja perekonomian Negara yang belum recovery bahkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara makin mendekati jurang kehancuran.

8) Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN

Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakat cenderung paternalistik. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari, mengurus KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke sekolah atau universitas, melamar kerja, dan lain-lain – karena

(46)

34

meniru apa yang dilakukan oleh pejabat, elit politik, toko masyarakat, pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini sebagai perbuatan yang tidak salah”.

Demikian juga oleh. Masyarakat Transparansi Internasional (MTI) menemukan sepuluh pilar penyebab korupsi di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1) Absennya kemauan politik pemerintah.

2) Amburadulnya sistem administrasi umum dan keuangan pemerintah. 3) Dominannya peranan militer dalam bidang politik.

4) Politisasi birokrasi.

5) Tidak independennya lembaga pengawas. 6) Kurang berpungsinya parlemen.

7) Lemahnya kekuatan masyarakat sipil. 8) Kurang bebasnya media massa. 9) Oportunismenya sektor swasta.

Selain itu beberapa pendapat pakar lain tentang penyebab korupsi di antaranya dari Klitgaar, Andi Hamzah, Baharuddin Lopa, World bank, menyatakan bahwa penyebab korupsi adalah hal berikut: diskresi pegawai publik yang terlalu besar, rendahnya akuntabilitas publik, lemahnya kepemimpinan, gaji pegawai publik di bawah kebutuhan hidup, kemiskinan, moral rendah atau disiplin rendah. Disamping itu, juga sifat konsumtif, pengawasan dalam organisasi kurang, atasan memberi contoh, kesempatan yang tersedia, pengawasan ekstern lemah,

(47)

35

lembaga legislatif lemah, budaya memberi upeti, permisif (serba membolehkan), tidak mau tahu, keserakahan, dan lemahnya penegakan hukum. Di sisi lain juga probabilitas ditangkap dan dihukum, konsekuensi (biaya) akibat ditangkap atau dihukum lebih rendah dari pada keuntungan yang diperoleh, orang yang di tempat “basah” mesti

menghidupi pegawai di atas atau di bawahnya, untuk duduk di tempat “basah” atau mendapat jabatan pegawai mesti membayar (korupsi untuk

cost of recovery), lingkungan tidak kondusif, para pegawai publik mesti

menjadi sumber dana organisasi, kondisi masyarakat yang lemah tidak terorganisasi untuk melawan korupsi.

b. Akibat Terjadinya Tindak Pidana Korupsi

Suracmin, Suhandi Cahaya (2011; 83-87) akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan mengakar. Beberapa pakar menggambarkannya di bawah ini (Andi Hamzah, 2007 : 7-8) :

1) Pendapat Sumitro Djojohadikusumo

a) Kebocoran mencapai 30 %

Di depan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) November 1993 di Surabaya. Begawan Ekonomi Indonesia. Sumitro menyebutkan bahwa dana pembangunan selama Pelita V (1989 -1993) mengalami kebocoran sekitar 30% dari total investasi. Jumlah tersebut adalah sekitar Rp12 triliun. Dalam hal ini yang dimaksud kebocoran adalah pemborosan (inefisiensi ekonomi) atas penggunaan sumber daya

(48)

36

ekonomi. Hanya saja, tidak seorangpun bisa menunjuk apa saja sumber pemborosan itu.

Menurut Sumitri, ada beberapa penyebab kebocoran. Pertama, karena investasi yang ditanamkan dalam infrastruktur dengan masa pengembalian cukup lama. Kedua, lemahnya penggarapan dan perawatan proyek investasi. Ketiga, adanya penyimpangan dan penyelewengan.

b) ICOR Indonesia Tertinggi di ASEAN

Kurang efisiensinya perekonomian Indonesia dapat dilihat dari angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu angka menunjukkan perbandingan antara jumlah investasi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output. Lebih lanjut Sumitro, pada saat memberikan sambutan dalam acara reuni Alumni FEUI dalam rangka memperingati 45 tahun FEUI di Balai Sidang Senayan. Jakarta, menyatakan bahwa tingkat produktivitas Indonesia masih rendah. Hal tersebut disebabkan karena ICOR Indonesia masih sekitar 5 dan angka tersebut adalah yang paling tinggi di lingkungan ASEAN yang sekitar 3,4 ASEAN memerlukan 5 unit investasi. Sumitro juga mengkhawatirkan bahwa apabila perekonomian tidak di efisienkan, maka utang luar negeri akan terus meningkat karena sumber dalam negeri yang terbatas tidak cukup untuk menutup kebutuhan investasi yang tinggi.

(49)

37

Sebagai perbandingan untuk menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih perlu diefisienkan dapat dilihat dari Filipina yang perekonomiannya cukup lesu, memiliki ICOR sebesar 3,5.

2) Pendapat CIBA mengenai Dampak Penyimpangan Anggaran.

a) Menurunnya Kualitas Pelayanan Publik

Penyimpangan anggaran seperti korupsi dan penyalah gunaan peruntukan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kualitas pelayanan publik. Pemberian suap biasanya diambil dari bagian dana proyek, sehingga anggaran riil yang digunakan untuk proyek menjadi berada di bawah angka semestinya. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kualitas hasil dari pelaksanaan proyek. Contoh lainnya, masyarakat miskin sulit memperoleh layanan kesehatan yang layak sementarapejabat publik mendapatkan fasilitas asuransi di luar jumlah yang wajar.

b) Terenggutnya Hak-Hak Dasar Warga Negara

Hak untuk hidup layak, hak untuk mengakses sumber daya, dan hak-hak dasar lainnya, tidak dapat dipenuhi oleh negara. Penyebabnya antara lain, karena banyaknya uang negara yang seharusnya bisa digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, justru lari ke kantong-kantong pribadi.

c) Rusaknya Sendi-Sendi Prinsip Dari Sistem Pengelolaan Keuangan Negara

(50)

38

Undang-Undang termasuk konstitusi lainnya yang semestinya dijadikan acuan dalam pengelolaan keuangan negara, justru diabaikan prinsip-prinsip anggaran yang baik, seperti partisipasi, akuntabilitas, disiplin, efektif dan efisien, serta memenuhi asas kepatutan yang semuanya itu merupakan sendi prinsip pengelolaan keuangan negara dilanggar tanpa Tedeng aling-aling.

d) Terjadinya Pemerintahan Boneka

Pemerintah tidak lagi memiliki kemerdekaan untuk menyuarakan hati nurani rakyat. Kondisi tersebut terjadi sebagai konsekwensi dari uang suap yang telah diterima. Akibatnya, mereka harus mengambil keputusan sesuai dengan pesanan para pelaku penyuapan. Dalam kondisi seperti itu, tidak ada tempat bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Bahkan nasibnya pun tidak menjadi bahan pertimbangan bagi kebijakan.

e) Meningkatnya Kesenjangan Sosial

Kesenjangan sosial yang telah ada menjadi lebih kuat, bahkan semakin parah karena kelompok miskin dan marginal tidak pernah mendapatkan akses terhadap anggaran secara layak termasuk mengontrol proses, karena ketiadaan ruang bagi transparansi dan partisipasi.

f) Hilangnya Kepercayaan Investor

Banyaknya korupsi dan tidak adanya kepastian hukum, telah menyebabkan banyak investor merasa enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan investor yang ada pun hengkang. Akibatnya, di

(51)

39

samping iklim pertumbuhan ekonomi menjadi kurang kondusif, juga meningkatnya angka pengangguran.

g) Terjadinya Degradasi Moral dan Etos Kerja

Memperoleh uang tanpa kerja keras telah mengakibatkan si pelaku korupsi terbuai dan terpacu untuk bekerja keras. Bahkan, dalam beberapa kasus yang ekstrim uang “panas” yang diperoleh tersebut

dihabiskan pula dengan mudah di meja judi, minum-minuman keras atau narkoba.

3) Pendapat Evi Hartanti

a) Berkurangnya Kepercayaan Terhadap Pemerintah

Akibat pejabat pemerintah melakukan korupsi mengakibatkan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah tersebut. Di samping itu, negara lain juga lebih mempercayai negara yang pejabatnya bersih dari korupsi, baik kerja sama di bidang politik, ekonomi, ataupun dalam bidang lainnya. Hal ini akan mengakibatkan pembangunan ekonomi serta mengganggu stabilitas perekonomian negara dan stabilitas politik.

b) Berkurangnya Kewibawaan Pemerintah dalam Masyarakat

Apabila banyak dari pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan negara, masyarakat akan bersikap apatis terhadap segala anjuran dan tindakan pemerintah. Sifat apatis masyarakat tersebut mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan mengganggu stabilitas keamanan negara. Hal ini pernah terjadi pada tahun 1998 yang lalu, masyarakat sudah tidak mempercayai lagi

(52)

40

pemerintah dan menuntut agar presiden Soeharto mundur dari jabatannya karena dinilai tidak lagi mengemban amanat rakyat dan melakukan berbagai tindakan yang melawan hukum menurut kacamata masyaraka.

c) Menyusutnya Pendapatan Negara

Penerimaan negara untuk pembangunan didapatkan dari dua sektor, yaitu dari pungutan bea dan penerimaan pajak. Pendapatan negara dapat berkurang apabila tidak diselamatkan dari penyelundupan dan penyelewengan oleh oknum pejabat pemerintah pada sektor-sektor penerimaan negara tersebut.

d) Rapuhnya Keamanan dan Ketahanan Negara

Keamanan dan ketahanan negara akan menjadi rapuh apabila para pejabat pemerintah mudah disuap karena kekuatan asing yang hendak memaksakan idiologi atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia akan menggunakan penyuapan sebagai suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya. Pengaruh korupsi juga dapat mengakibatkan berkurangnya loyalitas masyarakat terhadap negara.

e) Perusakan Mental pribadi

Seseorang yang sering melakukan penyelewengan dan menyalahgunakan wewenang mentalnya akan menjadi rusak. Hal ini mengakibatkan segala sesuatu dihitung dengan materi dan akan melupakan segala yang menjadi tugasnya serta hanya melakukan tindakan atau perbuatan yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
FOTO PENELITIAN

Referensi

Dokumen terkait

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisa dan pembahasan mengenai “hubungan praktik laboratorium maternitas ANC dengan kesiapan praktik ke rumah sakit

Family Therapy dalam menangani Kesenjangan Komunikasi antara anak dengan Ayah Di Desa Bohar Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo.. Untuk mengetahui hasil akhir proses

Responden yang akan didata dalam pelaksanaan Jasa Konsultan Penyusunan Survei Kepuasan Konsumen 2015 ini adalah konsumen data BPS Pusat dan perusahaan yang pernah

terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan gangguan insomnia pada peserta didik terhadap hasil belajar Mata Pelajaran Fisika MTs Negeri Model Makassar, sehingga dapat

(i) Dalam mana-mana peristiwa yang membawa kepada tuntutan atau satu siri tuntutan di bawah Seksyen B1(b) Polisi ini, Kami boleh membayar Anda amaun

7.115.258,58/ha/MT, maka dengan demikian nilai Revenue Cost Ratio(R/C- ratio) Usahatani semangka adalah sebesar 3,31 menunjukan bahwa R/C > 1 artinya adalah

Keberhasilan perusahaan tidak sepenuhnya bergantung pada manager dan manajemen perusahaan, tetapi juga pada tingkat keterlibatan karyawan terhadap aktivitas dan pencapaian

TBK 0 (tidak kreatif) tidak memenuhi seluruhnya Untuk wawancara, data yang diperoleh selanjutnya ditranskip dan dikodekan dengan menggunakan suatu huruf