• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak Pidana

Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.

2. Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli Narkotika Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan

32

H. Siswanto, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, (Rineka Cipta: Jakarta, 2012), Hal. 196

hanya dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar menukar Narkotika.

3. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan Narkotika

Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, dan mentrasito Narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana di bidang pengangkutan Narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 139 UU Narkotika, berbunyi sebagai berikut:

“Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

4. Tindak pidana yang menyangkut penguasaan Narkotika

5. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu Narkotika Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu Narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu yang bersangkutan.

Seperti yang diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku Narkotika (Pasal 45). Kemudian untuk dapat dipublikasikan Pasal 46 UU Narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana.

7. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan Narkotika Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang bukti ditentukan dalam Putusan pengadilan. Apabila barang bukti tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan.

Dalam tindak pidana Narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin barang bukti tersebut diajukan kepersidangan semuanya. Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungan dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan, dan pemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan tindak pidana.

Tindak pidana dibidang Narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula bersama-sama dengan anak dibawah umur ( belum genap 18 tahun usianya). Oleh karena itu perbuatan memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan Narkotika merupakan tindak pidana.

1. Unsur-Unsur Tindak Pidana dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Tindak pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana didalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau Narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian Narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.33

Menurut Soedjono Dirjosisworo, penggunaan Narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.34

33

Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Djambatan: Jakarta, 2001) hlm. 5 34

Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia,(PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1991)

Beberapa delik dalam UU Narkotika beserta unsure deliknya adalah sebagai berikut:

A. Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,

memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00(delapan miliar rupiah)”

Dari rumusan pasal diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsure- unsur dari pasal tersebut, yaitu :

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum.

b. Unsur obyektif : menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan

2. Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. unsur subyektif: setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. unsur obyektif: memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan

3. Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling

banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan

4. Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)” Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara

5. Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito

6. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : menggunakan terhadap orang lain, memberikan untuk digunakan orang lain

7. Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan

8. Pasal 118 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, meyalurkan

9. Pasal 119 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan

10. Pasal 120 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito

11. Pasal 121 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : menggunakan narkotika golongan II terhadap orang lain, memberikan narkotika golongan II untuk orang lain

12. Pasal 122 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika golongan III

13. Pasal 123 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III

14. Pasal 124 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, Menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan Narkotika golongan III

15. Pasal 125 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito 16. Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum

b. Unsur obyektif : menggunakan narkotika golongan III terhadap orang lain, Memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain

17. Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : setiap penyalahguna

b. Unsur obyektif : Narkotika golongan I bagi diri sendiri, Narkotika

Golongan II bagi diri sendiri, Narkotika golongan III bagi diri sendiri

18. Pasal 128 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling

banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

a. Unsur subyektif : orang tua, wali dari pecandu yang belum cukup umur b. Unsur obyektif : yang sengaja tidak melapor

19. Pasal 129 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika

untuk pembuatan Narkotika”

Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:

b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika

2. Sanksi Pidana dalam Undang-Pndang Nomor 35 Tahun 2009

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ketentuan sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana Narkotika adalah sebagai berikut:

1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara dalam waktu tertentu/seumur hidup, dan pidana mati), pidana tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi warga Negara asing).

2. Jumlah/lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) sampai Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) untuk tindak pidana Narkotika, untuk pidana penjara minimal 2 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup.

3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif (terutama penjara dan denda);

4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus (penjara maupun denda);

5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive).

6. Untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap tindak pidana narkotika dengan unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap-tiap pasal yang dilanggar di tambah dengan 1/3 (satu pertiga).

B. Perlindungan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

Permasalahan terbesar dari Kejahatan anak/ Anak Nakal atau yang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 disebut dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak relevan lagi, baik dari aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis. 35 Undang-undang ini tidak memberikan solusi yang tepat bagi penanganan anak (Perlindungan Anak) sebagai yang berhadapan dengan hukum. Jika anak yang berkonflik dengan hukm harus diarahkan ke pengadilan, akibatnya adalah akan ada tekanan mental dan psikologis anak yang berkonflik dengan hukum tersebut, sehingga mengganggu tumbuh kembangnya anak.

35

Sebagai Negara yang Pancasilais, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan, Indonesia memiliki banyak peraturan yang secara tegas telah memberikan upaya perlindungan anak. Lahirnya undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sendiri merupakan salah satu upaya perwujudan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia terutama anak yang bermasalah dengan hukum.

Menurut Konvensi Hak Anak tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak adalah menekankan pada perlindungan dan kesejahteraan anak. Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan dan tindakan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Sehingga dapat menjamin hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum.

2. Perumusan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Sebagai Perwujudan Perlindungan Anak

Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa36, karena dasar pemberian hukuman oleh Negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah makhluk yang bertanggung jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman (sebagai sesuatu yang pada akhirnya tidak dapat dipisahkan dari kasus

36

Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, 1993, hal.14

pelanggaran hukum), anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa.

Pemberian sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dibagi atas dua jenis sanksi, yaitu:

a. Sanksi Pidana, dan b. Sanksi Tindakan

Dalam pembangunan hukum positif di Indonesia memang telah diakui keberadaan sanksi tindakan selain sanksi pidana, walaupun dalam KUHP menganut Single Track System yang mengatur tentang satu jenis saja, yaitu sanksi pidana (Pasal 10 KUHP). Pengancaman sanksi tindakan dalam UU No. 11 Tahun 201237 menunjukkan bahwa ada sarana lain selain pidana ( penal) sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan khususnya untuk anak.

Sanksi pidana maupun sanksi tindakan, keduanya bergerak dari ide dasar

yang berbeda. Sanksi pidana bersumber dari ide dasar “mengapa diadakan pemidanaan?”, sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu?”. Dengan kata lain sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaksi dari suatu perbuatan, sednagkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus sanksi tindak pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan

37

menjadi jera), maka fokus sanksi tindakan terarah pada upaya memberikan pertolongan agar dia berubah.

Jelas bahwa sanksi pidana menekankan unsur pembalasan. Ia merupakan penderitaan yang sengaja diberikan kepada seorang pelanggar. Sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pelaku. Atau seperti yang dikatakan J.E Jonkers, bahwa sanksi pidana dititik beratkan pada sanksi pidana yang diterapkan untuk kejahatan yang dilakukan, sedangkan sanksi tindakan mempunyai tujuan yang bersifat sosial.38

Menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yaitu Tindakan bagi pelaku tindak pidana bagi yang berumur di bawah 14 Tahun (pasal 69 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas.

Bahkan dalam penjatuhan pidana atau mengenakan tindakan terhadap anak diatur tentang dasar pertimbangan bagi hakim, yang dirumuskan pada pasal 70,

yang menyebutkan “Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan”39

38

J.E Jonkers, Buku Pedoman Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara: Jakarta, 1987, Hal. 350 39

a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU Sistem Peradilan Pidana Anak) :

1. Pengembalian kepada Orangtua/ Wali; 2. Penyerahan kepada Orangtua;

3. Perawatan di rumah sakit jiwa; 4. Perawatan di LPKS;

5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

6. Pencabutan surat izin mengemudi; 7. Perbaikan akibat tindak pidana.

Tindakan yang diberikan kepada anak yaitu kewajiban mengikuti

Dokumen terkait