Tindak tutur direktif (directives) mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitratutur. Apabila sebatas pengertian ini yang diekspresikan, direktif (directives) merupakan konstatif (constatives) dengan batasan pada isi proposisinya, yaitu bahwa tindakan yang akan dilakukan ditujukan kepada mitratutur. (Abul Syukur 1993:27) menjelaskan bahwa direktif (directives)juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitratutur. Berikut enam kategori dijelaskan oleh Abdul Syukur (1993) yang tercakup dalam tindak tutur direktif.
Requestives: (meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong). Dalam mengucapkan e, petutur memohon mitratutur untuk A apabilapetutur mengekspresikan:
i. keinginan bahwa mitratutur melakukan A, dan
ii. maksud bahwa mitratutur melakukan A oleh karena (paling tidak sebagian) keinginan Petutur.
Questions: (bertanya, berinkuiri, menginterogasi). Dalam mengucapkan e, petutur menanyakan mitratutur apakah Ps atau tidak Ps apabila petutur mengekspresikan:
i. keinginan bahwa mitratutur menyampaikan petutur apakah Ps atau tidak, dan ii. maksud bahwa mitratutur menyampaikan pada petutur apakah Ps atau tidak
oleh karena keinginan petutur.
Keterangan: A: aksi, P: penutur, Mt: mitratutur, e: ekspresi; Ps: preposisi.
Requirements: (memerintah, menghendaki, mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, mensyaratkan). Dalam mengucapkan e, petutur menghendaki mitratutur untuk Aapabila petutur mengekspresikan:
i. keinginan bahwa ujarannnya, dalam hubungannya dengan posisinya di atas mitratutur, merupakan alasan yang cukup bagi mitratutur untuk melakukan A, dan
commit to user
ii. maksud bahwa mitratutur melakukan A oleh karena (paling tidak sebagian) keinginan petutur.
Probibitives: (melarang, membatasi). Dalam mengucapkan e, petutur melarang mitratutur untuk melakukan A apabilapetutur mengekspresikan:
i.kepercayaan bahwa ujaran itu dalam hubungannya dengan otoritasnya terhadap mitratutur menunjukkan alasan yang cukup bagi mitratutur untuk tidak melakukan A, dan
ii. maksud bahwa oleh karena ujaran petutur, mitratutur tidak melakukan A.
Permissives: (menyetujui, membolehkan, member wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan). Dalam mengucapkan e, petutur menghendaki mitratutur untuk melakukan A apabila petutur mengekspresikan:
i. kepercayaan bahwa ujarannnya dalam hubungannya dengan posisinya di atas mitratutur membolehkan mitratutur untuk melakukan A,
ii. maksud bahwa mitratutur percaya bahwa ujaran petutur membolehkannya untuk melakukan A.
Advisories:(menasehatkan, memperingatkan, mengonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong). Dalam mengucapkan e, petutur menasihati mitratutur untuk melakukan A apabilapetutur mengekspresikan:
i. kepercayaan bahwa terdapat alasan (yang cukup) bagi mitratutur untuk melakukan A, dan
ii. maksud bahwa mitratuturmengambil kepercayaan petutur sebagai alasan (yang cukup) baginya untuk melakukan A.
Requestives mengekspresikan keinginan penutur sehingga mitra tutur melakukan sesuatu. Di samping itu, requestives mengekspresikan maksud penutur (atau, apabila jelas bahwa dia tidak mengharapkan kepatuhan, requestives mengekspresikan keinginan atau harapan penutur) sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan (atau bagian dari alasan) untuk bertindak. Maksud perlokusi yang sesuai sebagaimana yang akan terlihat adalah bahwa mitratutur menyikapi petutur benar-benar memiliki keinginan dan maksud yang diekspresikan dan bahwa mitratutur melakukan tindakan yang diminta commit to user
penutur. Verba requesting (permohonan) ini mempunyai konotasi yang bervariasi dalam kekuatan sikap yang diekspresikan sebagaimana yang ada dalam "invite"
(mengundang) dan "insist" (mendorong) dan di antara "ask" (meminta) dan "beg"
(mengemis). Verba yang lebih kuat mengandung pengertian kepentingan.
"Beseech" (mendesak) dan "supplicate"(memohon), Misalnya, merupakan pencapaian upaya untuk menarik simpati dalam performansi tertentu. Sebagian verba requesting memiliki cakupan yang lebih spesifik. "memanggil" (atau
"mengundang" secara sempit) mengacu pada permohonan terhadap permintaan agar mitra tutur datang; "beg" (mengemis) dan "solicit" (meminta) juga berlaku untuk permohonan yang berhubungan.Berikut contoh pamakaian TTD meminta dalam lakon KTNS.
(4) Semar : é….. kula ndara
Arjuna:Mêngko wisé ngancik suryning rumangsang dibacutaké maneh nggoné padha lumaku. (KTNS.Gn.047S).
Terjemahan:
Semar: „e….ya ndara‟.
Arjuna: „Nanti setelah sore berlalu dilanjutkan lagi yang pada berjalan‟.
Kalimat mengko wise ngancik suryaning rumangsang dibacutake maneh nggone padha lumaku. Tuturan Arjuna terhadap Semar merupakan jenis TTD.Hal ini dapat dilihat dari adanya pemarkah dibacutake maneh „dilanjutkan lagi‟.Pemarkah dibacutake maneh merupakan TTD memerintah, merupakan penanda yang menyatakan untuk „melakukan sesuatu‟dan sebagai verba aktif imperatif dengan bentuk dasar pangkal verba di+bacut+ke. Cara memerintah sebagai perintah langsung dan lugas.
Questions merupakan requests. Dalam kasus khusus bahwa terdapat pengertian apa yang dimohon adalah mitra tutur memberikan kepada penutur informasi tertentu. Terdapat perbedaan di antara pertanyaan-pertanyaan, juga terdapat pertanyaan ujian dan pertanyaan retoris.
(5) Basukarna : Apa ra ana daharan kang sêmandhing? (KTNS.Gn.101S) Surtikanthi : Inggih pun kula cawisakên
Basukarna : Siadhi kok kethul ya? Siadhi kok kethul? Sing tak karepake pangunjukan mau ora kok wantah pun kakang kudu ngunjuk commit to user
banyu, nanging segering sarira mono sak temene yenta wus ta sangoni rasa sengsem.
Terjemahan:
Basukarna:„Apa tidak ada makanan yang tersedia?‟
Surtikanthi:„Iya sudah saya siapkan.‟
Basukarna : ‘Adinda bodoh ya? Adinda kok bodoh? Yang saya maksud air itu bukan berarti air minum dalam arti Kakanda harus minum air,namun kesegaran ini kalau Adinda memberikan sesuatu yang mengesankan‟.
Tuturan BasukarnaApa ra ana daharan kang semandhing terhadap Surtikanthi merupakan jenis TTD. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemarkah kata apa.Pemarkah apa merupakan TTD yang menyatakan pertanyaan yang ditandai dengan penanda lingual tanda tanya (?). Cara menyampaikan TTD adalah sebagai perintah langsung dan lugas.
Requirements seperti menyuruh dan mendikte jangan sampai dirancukan dengan request (memohon) meskipun permohonan dalam pengertian yang kuat.
Terdapat sebuah perbedaan penting di antara kedua perintah dan permohonan.
Dalam memerintah, penutur mengekspresikan maksudnya sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang diekspresikan oleh penutur sebagai alasan untuk bertindak; Adapunrequirements maksud yang diekspresikan penutur adalah bahwa mitratutur menyikapi ujaran petutur sebagai alasan untuk bertindak.Dengan demikian, ujaran penutur dijadikan sebagai alasan penuh untuk bertindak.
Akibatnya, requirements tidak mesti melibatkan ekspresi keinginan penutur supaya mitra tutur bertindak dalam cara tertentu. Mungkin jelaslah bahwa penutur tidak bisa memberikan perhatian lebih. Namun sebagai gantinya, apa yang diekspresikan oleh petutur adalah kepercayaannya bahwa ujarannnya mengandung alasan cukup bagi mitratutur untuk melakukan tindakan itu. Dalam mengekspresikan kepercayaan dan maksud yang sesuai, petutur mempresumsi bahwa dia memiliki kewenangan yang lebih tinggi daripada mitratutur (misalnya, otoritas fisik, psikologis, institusional) yang memberikan bobot pada ujarannya.
(6) Lesmana:Kula wontên dhawuh kakang Mas.
Ramawijaya: Lan sumurupayayi sayêktine walèh-walèh apa ingkang kudu tansah narbuka atinira. (RGPA.Gn.013S) commit to user
Terjemahan
Lesmana: „Saya ada perintah apa Kanda?‟
Ramawijaya : „Dan ketahuilah Adinda sebenarnya apa yang harus terbuka di hatimu‟.
Tuturan Ramawijaya kepada Lesmana adiknya bahwa dalam kalimat Lansumurupa yayi sayektine waleh-waleh apa … merupakan jenis TTD perintah agar mengetahui atau memahami bahwa sebenarnya Arjuna terbuka hatinya.Pemarkah kata sumurupa „mengertilah‟ merupakan penanda yang menyatakan verba aktif dari kata dasar su(um)+urup+a. Penanda akhiran –a merupakan pemarkah perintah langsung lugas bermakna perintah agar mengetahui dan memahami. Cara menyampaikan sebagai perintah langsung dan lugas.
Prohibitives (larangan), seperti melarang atau membatasi, pada dasarnya adalah requirements (perintah/suruhan) supaya mitra tutur tidak mengerjakan sesuatu. Melarang orang merokok sama halnya menyuruhnya untuk tidak merokok.
(7) Ramawijaya: Kowe aja klèru, iki dudu prêkara Wisnu. (BNPA.Gn.067M) Dasamuka : Kêblingêr piyé, hêm?
Ramawijaya : Ngertiya, tekaku ora mung ngrebut bojoku, nanging bakal ngendhek angkaramu. Jagad iki bakal saya remuk bubuk ajur mumur yenta isih tinekem dening kliliping jagad kaya dhapurmu.
Terjemahan
Ramawijaya:„Kamu jangan keliru, ini bukan urusan Wisnu‟.
Dasamuka: ‘Terkecoh bagaimana?‟
Ramawijaya : ‘Ketahuilah, kedatanganku bukan hanya merebut isteriku, namun juga akan memberhentikan angkaramurkamu.
Bumi ini akan hancur luluh lantak jika masih terkena sentuhanmu‟.
Tuturan Ramawijaya terhadap Dasamuka merupakan jenis TTD melarang dapat diamati dengan adanya penanda aja kleru. Kata aja kleru yang ditandai dengan pemarkah aja merupakan bentuk tindak tutur melarang yanng berarti tidak boleh melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilihat ketika Ramawijaya melarang Dasamuka membicarakan tentang perihal yang berkaitan dengan turunan
commit to user
wisnu.Ramawijaya menganggap bahwa hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah turunan wisnu.
Permissives mengekspresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur sehingga Mitratutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup bagi mitratutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu. Alasan yang jelas untuk menghasilkan permissive adalah dengan mengabulkan (grant) permintaan izin atau melonggarkan pembatasan yang sebelumnya dibuat terhadap tindakan tertentu. Oleh karena itu, dalam permissives tampak bahwa penutur mempresumsi adanya permohonan terhadap izin itu atau mempresumsi adanya pembatasan terhadap apa yang dimintakan izin itu.
(8) Basukarna : Upamané mengkono prasida iki ingkang tak pilih.
Surtikanthi : Sangêt-sangêt ing panyuwun kula, kaparênga paduka ngêndika sêpisan malih hanjabêl prêkawis sêda nanging têtêp jaya. (KTNS.Gn.096M)
Terjemahan
Basukarna : „Seandainya seperti itu, mati terhormatlah yang saya pilih‟.
Surtikanthi : „Sanga-sangat dalam permohonanku, perkenankan Paduka berbicara untuk mencabutmasalah kematian namun tetap jaya/merdeka‟.
Tuturan Sanget-sanget ing panyuwun kula, kaparenga paduka ngendika sepisan malih hanjabel prekawis seda nanging tetep jaya. Tuturan Surtikanthi terhadap Basukarna merupakan jenis TTD. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemarkah panyuwun kula „permintaan saya, pemarkahkaparenga „izinkanlah‟, dan akhiran –a dalam kata kaparenga „mempersilakan‟. Pemarkah keparengamerupakan penanda untuk mempersilakan dan sebagai verba aktif imperatif dengan bentuk dasar pangkal verba ka+pareng+a. Kata panyuwun kula merupakan TTD permintaan dan kata keparenga merupakan TTD mempersilakan.
Cara memerintah sebagai perintah tidak langsung dan lugas. Untuk advisories, apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitratutur melakukan tindakan tertentu,melainkan kepercayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal yang baik.Tindakan itu merupakan kepentingan mitratutur. Penutur juga mengekspresikan maksud bahwa mitratuturmengambil kepercayaan tentang ujaran petutur sebagai alasan untuk bertindak. Maksud perlokusi yang sesuai commit to user
adalah bahwa mitratutur menyikapi petutur untuk percaya bahwa petutur sebenarnya memiliki sikap yang dia ekspresikan dan mitratutur melakukan tindakan yang disarankan untuk dilakukan (tentu saja mungkin, bahwa petutur sebenarnya tidak perduli).
Advisories bervariasi menurut kekuatan kepercayaan yang diekspresikan sebagian advisories mengimplikasikan adanya alasan khusus sehingga tindakan yang disarankan merupakan gagasan yang baik. Dalam peringatan, misalnya, petutur mempresumsi adanya suatu kesulitan bagi mitratutur.
(9) Arjuna: … Penandhang kang tumpuk matumpa-tumpa.
Semar: …. Keparênga mupus ing pênggalih. ... Prayogi sawêtawis wau angginakna pètang-pétang ingkang jangkêpunsampun ngantos klintu têmbê wingkingipun ndara (KTNS.Gn.044S).
Terjemahan
Arjuna: „Halangan yang bertububi-tubi‟
Semar :„Perkenankan mengikhlaskan…lebih baik menggunakan hitungan yang cermat jangan sampai keliru diakhirnya‟.
Tuturan …keparenga mupus ing penggalih. ... Prayogi sawetawis wau angginakna petang-petang ingkang jangkep …. adalah tuturan Semar kepada Arjunayangberjenis TTD. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemarkah prayogi
„sebaiknya‟ sebagai indikator penanda lingual TTD menasihati. Pembicaraan antara Semar dengan Arjuna merupakan jenis TTD menasihati karena Semarmemberikan nasihat atau menyarankan agar harus selalu menggunakan semua perhitungan yang tepat. Hal itu dimasudkan agar di kemudian hari tidak salah dalam perhitungan.
4.Prinsip Berkomunikasi a. Prinsip Kerja Sama
Grice mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama setiap penutur harus memenuhi empatmaksim percakapan, yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan (Grice, 1975: 45-47).
commit to user
1. Kuantitas
Bidal kuantitas adalah bidal pertama dari prinsip kerja sama. Maksim kuantitas: Berilah jumlah informasi yang tepat. (a) Buatlah sumbangan Anda seinformatif yang diperlukan. (b) Jangan membuat sumbangan Anda lebih informatif dari yang diperlukan.
(10) Surtikanthi: Nuwun wontên pengendika ingkang adhawuh kanjêng Sinuwun. (KTNS.Gn.056S)
Basukarna: Swarga nêrakaning wong lanang, swarga nêrakaning kakung, swarga nerakané priya mau ukurané yèn pinuju sapatêmon kaya kang lagi disandhang iki.(KTNS.Gn.057S)
Terjemahan
Surtikanthi: „Ya Sang Raja ada sesuatu yang akan diperintahkan‟.
Basukarna: „Kebahagiaan seorang laki-laki bilamana sedang bertemu dengan isteri seperti saat ini‟.
Maksim kuantitas adalah maksim pertama dari prinsip kerja sama.Maksim ini berisi anjuran bahwa kontribusi yang diberikan penutur tidaklah berlebihan.Artinya, cukup memberikan informasi kepada mitratutur. Tuturan (10) merupakan maksim kuantitas yang banyak memberikan jawaban. Pernyataan Surtikanthi terhadap pembicaraan Basukarna merupakan pematuhan kualitas karena Basukarna memberikan jawaban yang sangat baik terhadap apa yang telah dinyatakan oleh Surtikanthi.
2. Kualitas
Bidal kedua dari prinsip kerja sama adalah bidal kualitas. Bidal ini berisi nasihat agar penutur memberikan kontribusi percakapan yang memiliki nilai kebenaran dan jangan katakan sesuatu yang tidak mereka yakini kebenarannya.
Konsekuensi dari pernyataan ini adalah semua kontribusi percakapan yang tidak memiliki nilai kebenaran dianggap melanggar prinsip kerja sama bidal kualitas.
Maksim kualitas: Buatlah sumbangan atau kontribusi Anda sebagai sesuatu yang benar: (a) Jangan mengatakan apa yang Anda yakini salah; (b) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda tidak memiliki bukti.
(11) Semar: È… kêjaba saka iku, apa ta mungguh pêrluné déné kowésêsinglon mémba rasêksa lan rasêksi. (DRNS.Gn.300S). commit to user
Kamajaya: Mêkatên awratipun raos katrêsnan kula dhatêng titah pujangkara pun Pamadi. Ingkang sanyatanipun ing ri kalênggahan mênika anandhan sisah...(DRNS.Gn.301S).
Terjemahan
Semar: „Selain itu mengapa kamu bersembunyi berubah wujud menjadi raksasa‟.
Kamajaya:„Karena cinta saya kepada Permadi, dan waktu sekarang dalam suasana sedih, ...‟.
Maksim kedua dari prinsip kerja sama adalah bidal kualitas. Maksim ini berisi nasihat agar penutur memberikan kontribusi percakapan yang memiliki nilai kebenaran dan jangan katakan sesuatu yang tidak mereka yakini kebenarannya. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah semua kontribusi percakapan yang tidak memiliki nilai kebenaran dianggap melanggar prinsip kerja sama maksim kualitas. Hal ini dapat dicermati dalam contoh-contoh tuturan (DRNS.Gn.300S). Dalam tuturan di atas, pertanyaan Semar terhadap Kamajaya bahwa Semar menanyakan mengapa berubah sebagai rasaksa.Kemudian dari pertanyaan itu muncul jawaban Kamajaya yang menjelaskan tidak langsung pada sasaran.Justru Kamajaya bercerita tentang kesedihan yang melandanya disebabkan Werkudara berdekatan dan mengikuti.
3. Pelaksanaan
Bidal ini berisi anjuran agar penutur memberikan kontribusi dengan jelas, yaitu kontribusi yang menghindari ketidakjelasan dan ketaksaan. Selain itu, kontribusi penutur juga harus singkat, tertib dan teratur. Maksim cara:
Tajamkanlah pikiran: (a) Hindari ungkapan yang membingungkan; (b) Hindari ambiguitas.
(12) Togog: Ajeng napa sampéyang nyêdhaki pêsanggrahané Prabu Ramawijaya? (BNPA.Gn.010S).
Indrajit: Isih kêncar-kêncar diyané (BNPA.Gn.011S).
Togog : Enggih mawon nika isih enten kloyang-kloyong wonten ingkang tumbuk kemit
Bilung : Ketheke pirang-pirang e…… nek sing rai baya Terjemahan
Togog: „Akan melakukan apa mendekati tempat kediaman Prabu Ramawijaya? ‟.
Indrajit: „Lampunya masih terang benderang‟. commit to user
Togog : „Iya saya masih ada yang mondar-mandir di sana‟.
Bilung : „Keranya banyak sekali, ...ada yang berwajah buaya‟.
Maksim pelaksanaan ini berisi anjuran agar penutur memberikan kontribusi dengan jelas, yaitu kontribusi yang menghindari ketidakjelasan dan ketaksaan. Selain itu, kontribusi penutur juga harussingkat, tertib, dan teratur.
Tuturan (BNPA.Gn.010S) dalam maksim pelaksanaan ini menyalahi prinsipenuturya karena antara Togog dengan Indrajit terdapat jalinan jawaban yang dapat bermakna ambiguitas. Hal ini terlihat ketika Togog memberikan pertanyaan kepada Indrajit apa yang akan dilakukan dengan mendekat ke pesanggrahan Prabu Ramawijaya. Akan tetapi, jawaban dari Indrajit atas pertanyaan Togog tidak bisa sesuai. Bahkan, hal itu dapat menimbulkan salah tafsir dari jawabannya muncul kalimat lampu masih nyala terang benderang.
Maksim ini berisi nasihat agar penutur memberikan kontribusi percakapan yang memiliki nilai kebenaran dan jangan mengatakan sesuatu yang tidak mereka yakini kebenarannya.
4. Relevansi
Bidal relevansi merupakan bidal ketiga dari prinsip kerja sama. Bidal ini berisi anjuran bagi penutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dalam suatu tindak komunikasi. Dalam suatu percakapan, tuturan atau ujaran yang tidak relevan dikatakan sebagai ujaran yang melanggar bidal relevansi. Maksim hubungan adalah menjaga kerelevansian. Bidal ini berisi anjuran bagi penutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dalam suatu tindak komunikasi.
Dalam suatu percakapan, tuturan atau ujaran yang tidak relevan dikatakan sebagai ujaran yang melanggar bidal relevansi.
(13) Ramawijaya: Yèn ngono, apa karêpé siadhi? (RGPA.Gn.022S)
Lesmana: Kula badhé mênthang gêndhéwa badhé pasang warastra.(RGPAGn.023S)
Ramawijaya : Apa karepmu?
Lesmana : Ciptaning manah kula mbok menawi utusaning Barata ingkang boten nrimakaken sugengipun kakangmas Rama.
Terjemahan
Ramawijaya: „Bila demikian apa yang kau inginkan‟. commit to user
Lesmana : „Saya akan membentangkan busur panah‟.
Ramawijaya : „Apa maksudmu?‟
Lesmana : ‘Dalam benak saya siapa tahu suruhannya Barata yang mengancam kehidupan Kakanda‟.
Maksim ini berisi anjuran bagi penutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dalam suatu tindak komunikasi. Dalam suatu percakapan, tuturan atau ujaran yang tidak relevan dikatakan sebagai ujaran yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dalam tuturan (RGPA.Gn.022S).Dalam hal ini dinyatakan adanya hubungan atau relevansi yang terpadu, yakni ketika Ramawijaya menanyakan kalau begitu apakah yang akan dilakukan oleh Adinda? Lesmana menjawab akan melakukan pembidikan dengan memasang senjata Warastra. Tuturan ini sangat komunikatif dan langsung berkaitan. Antara penutur dan mitratutur telah terjadi kesinambungan.
b. Prinsip Kesantunan
1. Skala Kesantunan Robin Lakoff
Skala kesantunan menurut Robin dan Lakoff (1972:16-17) mencakup tiga ketentuan. Ketiga ketentuan itu secara berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut: (1) skala formalitas (formality scale),(2) skala ketidaktegasan (hesitancy scale), dan (3) skala kesamaan atau kesekawanan (equality scale). Berikut uraian dari setiap skala kesantunan.
Skala kesantunan pertama, yakni skala formalitas (formality scale), menyatakan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur maka tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh. Di dalam kegiatan bertutur, masing-masingpeserta tutur harus dapat menjaga keformalitasan dan menjaga jarak yang sewajarnya serta senatural-naturalnya antara yang satu dengan yang lainnya.
Skala yang kedua, yakni skala ketidaktegasan (hesitancy scale)atau seringkali disebut dengan skala pilihan (optionality scale). Skala inimenunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah
commit to user
pihak. Orang tidak diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun.
Skala kesantunan ketiga, yakni peringkat kesekawanan atau kesamaan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak lain. Agar tercapai maksud yang demikian, penutur haruslah dapat menganggap mitra tutur sebagai sahabat. Dengan menganggap pihak yang satu sebagai sahabat bagi pihak lainnya, rasa kesekawanan dan kesejajaran sebagai Salah satu prasyarat kesantunan akan dapat tercapai.
2. Skala Kesantunan Leech
Skala kesantunan Leech (1983:123-126) terdapat lima pengukur paramater kesantunan yakni: (1) Cost-benefit scale, (2) Personality scale, (3) Indirectness scale, (4) Authority scale, dan(5) Social distance. Berikut penjelasan skala kesantunan menurut Leech.
Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar-kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal yang demikian itu dilihat dari kacamata si mitra tutur, dapat dikatakan bahwa Semakin menguntungkan diri mitra tutur akan semakin dipandang tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri, si mitra tutur akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.
Personality scale atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. Berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia, dapat dikatakan bahwa apabila tuturan imperatif menyajikan commit to user
banyak pilihan tuturan akan menjadi Semakin santunlah pemakaian tuturan imperatif.
Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu.
Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.
Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dengan mitra tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya maka akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu.
Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya akan semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.
3. Skala Kesantunan Brown dan Levinson
Model kesantunan Brown and Levinson (1987:62) memiliki tiga skala penentu tinggi-rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala itu ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapenuturya
Model kesantunan Brown and Levinson (1987:62) memiliki tiga skala penentu tinggi-rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala itu ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapenuturya