• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.3 Tindak Tutur

Tindak tutur (speech act) merupakan suatu kegiatan berkomunikasi dengan melibatkan penutur, mitra tutur, serta konteks yang dibicarakan dalam sebuah komunikasi. Teori tindak tutur pertama kali dicetuskan oleh J.L. Austin dalam kuliahnya yang kemudian dituliskan dalam bentuk esai dengan judul “How to do Things with words” kemudian teori tindak tutur tersebut dikembangkan oleh mahasiswanya, Searle dalam bukunya yang berjudul “speech Acts”. Austin (dalam Leech, 1993 : 280) menyimpulkan bahwa semua tuturan adalah performatif dalam arti bahwa semua tuturan merupakan sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar mengatakan sesuatu.

Austin membedakan tuturan yang bermodus deklaratif, yaitu tuturan performatif („performatif‟) dan konstatif (constative). Austin berpendapat bahwa tuturan performatif adalah tuturan yang digunakan untuk melakukan sesuatu.

Tuturan performatif tidak dievaluasi sebagai benar atau salah, tetapi sebagai tepat atau tidak tepat. Sedangkan tuturan konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dapat dievaluasi dari segi benar atau salah.

Searle (dalam Kusumaningsih, 2016:9) berpendapat bahwa “The unit of linguistic communication is not, as has generally been supposed, the symbol, word or sentence, or even the token of the symbol, word or sentence, but rather the production or issuance of the symbol or word or sentence in the performance of the speech act”. Pendapat Searle dapat diartikan bahwa komunikasi tidak hanya sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila

komunikasi disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur (the performance of the speech act).

Sementara itu Yule (1996: 47) mengungkapkan bahwa umumnya tindakan dilakukan melalui sebuah ujaran disebut dengan tindak tutur. Seperti, permintaan maaf, mengeluh, memuji, undangan, berjanji, atau permintaan. Tindak tutur merupakan gejala individual yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam sebuah komunikasi. Setiap tindakan yang diujarkan melalui tuturan memiliki maksud tertentu. Sehingga dalam konteksnya antara penutur dan mitra tutur harus memahami situasi dan tujuan komunikasi tersebut.

Seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang, menurut Tarigan (1990:33) menyatakan bahwa tindak tutur (speech act) merupakan cara bagaimana kita sebagai manusia melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat melalui ucapan-ucapan khusus yang mengandung makna dalam menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Dimana setiap tuturan yang diujarkan mempunyai makna yang melatarbelakanginya sesuai dengan konteks atau situasi yang akan diujarkan oleh penutur kepada mitra tutur.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur (speech act) adalah sebuah kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur yang di dalam setiap ujarannya mempunyai makna tertentu, sesuai dengan maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur.

Austin (dalam Leech, 1993:316) mengklasifikasikan tindak tutur ke dalam tiga bagian, yaitu : tindak lokusi (melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu),

tindak ilokusi (melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu), tindak perlokusi (melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu), berikut penjelasannya.

2.2.3.1 Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan sesuatu. Biasanya disebut dengan “the act of saying something”,maksudnya tindak lokusi adalah tuturan yang disampaikan oleh penutur sesuai dengan keadaan situasi yang sesungguhnya tanpa ada indikasi untuk mencapai tujuan lain dari tuturannya tersebut.

Tindak tutur ini tidak mempermasalahkan maksud dan fungsi tuturann yang disampaikan oleh si penutur. Searle 1983 (dalam Rahardi, 2008:35) tindak lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Dengan kata lain tindak tutur lokusi ini tidak melihat konteks sebuah tuturan dalam berbicara. Namun maksud penutur hanya memberitahu informasi kepada mitra tutur.

Selanjutnya pendapat Gunarwan (dalam Sitaresmi, 2009:26) menerangkan bahwa tindak lokusi mengucap sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada tuturan berikut.

Contoh :

我们每天学习汉语

wǒmen měitiān xuéxí hànyǔ

Kami belajar bahasa mandarin setiap hari

Tuturan lokusi diatas merupakan tindak tutur lokusi. Dimana tuturan tersebut merupakan sebuah tuturan yang menyampaikan informasi. Tindak tutur tersebut dapat dilihat dari kata 我 们 wǒmen “kami” yang merupakan subjek dengan kata lain yaitu seseorang yang menyatakan informasi atau sebagai penutur.

Selanjutnya, 每天 měitiān ”setiap hari” dimana menunjukan keterangan waktu yang diinformasikan oleh penutur, 学习 xuéxí “belajar” belajar merupakan kata kerja, dan 汉 语 hànyǔ “bahasa mandarin”. Dengan demikian tuturan diatas menyatakan bahwa penutur bermaksud memberikan informasi dengan menuturkan pernyataan “kami belajar bahasa mandarin setiap hari” tanpa menimbulkan daya efek terhadap mitra tutur.

2.2.3.2 Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyatakan sesuatu dengan maksud dan tujuan tertentu atau disebut juga melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi disebut dengan the act of doing something. Pada tindak tutur ilokusi ini penutur tidak hanya menginformasikan tuturan, tetapi juga untuk melakukan sesuatu tindakan (Rahardi, 2008 :35). Tindak tutur ilokusi dapat diidentifikasikan sesuai dengan konteks yang dituturkan penutur kepada mitra tutur.Selanjutnya Wijana (dalam Sitaresmi, 2009:27).

Tindak tutur ilokusi hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama.

Sebuah tuturan yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu juga dapat dipergunakan untuk melakukan sesuatu, bila hal ini terwujud, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Chaer dan Agustina (2004:53) memaparkan tindak ilokusi sebagai tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, meyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.

Adapun contoh tindak tutur ilokusi : Contoh :

蓬蓬 :你下个星期来吧,再见。

Peng peng : Nǐ xià gè xīngqí lái ba, zàijiàn.

Peng peng : Kembali lagi minggu depan, sampai jumpa.

蓬蓬 :过来给妈妈亲亲

Peng peng : guòlái gěi māmā qīn qīn Peng peng : Kemari beri mama ciuman

Tuturan diatas memiliki daya ilokusi menyuruh. Tuturan ini diujarkan oleh peng-peng sebagai seorang anak kepada ibunya. Peng-peng menyuruh ibunya untuk pulang dan kembali lagi minggu depan. Awalnya ayah dan ibu peng-peng bertengkar kemudian peng-peng meminta mereka untuk berhenti bertengkar, lalu ayah peng-peng menyuruh peng-peng mengatakan kepada ibunya untuk pulang

dan kembali lagi minggu depan. Tindak tutur ilokusi ini ditandai dengan tuturan 过 来 guòlái “kemari”, dalam bahasa mandarin kata 过 来 guòlái

“kemari”mempunyai makna meminta , dalam konteks tuturan diatas penggunaan kata 过来 guòlái “kemari” tersebut mempunyai makna ilokusi menyuruh agar mitra tutur melakukan suatu tindakan.

2.2.3.3 Tindak Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang menimbulkan pengaruh kepada mitra tutur. Tindak tutur ini disebut dengan the act of affecting someone.

Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Selanjutnya Yule (1996:84) mendefinisikan tindak perlokusi adalah dimana penutur menuturkan dengan asumsi bahwa pendengar akan mengenali akibat yang ditimbulkan dari yang dipertuturkan. Berikut contoh tindak tutur perlokusi.

Contoh :

玛丽 : 明天我要去你的家

mǎlì : Míngtiān wǒ yào qù nǐ de jiā Maria : Besok saya ingin kerumah kamu.

玛丽 : 对不起,我很忙,我要去书店跟我朋友

Lì lì : Duìbùqǐ, wǒ hěn máng, wǒ yào qù shūdiàn gēn wǒ péngyǒu

Lili : Maaf, saya sangat sibuk, saya pergi ke toko buku dengan teman saya.

玛丽 : 好的,我可以回来下个星期。

mǎlì : Hǎo de, wǒ kěyǐ huílái xià gè xīngqí.

Maria : Baiklah, saya bisa datang minggu depan.

Tuturan diatas merupakan tuturan ilokusi yang memiliki efek perlokusi bagi mitra tuturnya. Tuturan 对 不 起 Duìbùqǐ adalah bentuk tuturan ilokusi ekspresif yang dimaksudkan untuk menimbulkan efek perlokusi bagi mitra tuturnya.

Pada tindak tutur ilokusi Searle (dalam Leech, 1993:163-166) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi ke dalam lima bagian, yaitu asertif (assertives), direktif (dirictivies), komisif (commissives), ekspresif (expressives), dan deklarasi (declarations). Berikut penjelasan tindak tutur tersebut.

(1) Asertif (Assertives)

Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.

(2) Direktif (Directives)

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur ilokusi yang bertujuan untuk meghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur.

Misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

(3) Komisif (commissives)

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang melibatkan penutur terikat pada suatu tindakan di masa depan. Misalnya, menjanjikan, menawarkan, ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan karena tidak mengacu kepada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan mitra tutur.

(4) Ekspresif (expressives)

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.

(5) Deklarasi (declarations)

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang mengarah kepada berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya, mengundurkan diri,membaptis, memecat, memeberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat(pegawai), dan sebagainya.

Austin 1962 ( dalam Andriyani, 2010) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi ke dalam lima kategori, yaitu :

1) Verdiktif (verdictives utterances): dilambangkan dengan memberi keputusan, misalnya keputusan hakim, juri, dan penengah atau wasit, perkiraan, dan penilaian. Verba tindak tutur verdiktif antara lain, menilai, menandai, memperhitungkan, menempatkan, menguraikan, menganalisis.

2) Eksersitif (exercitives utterances): tindak tutur yang menyatakan perjanjian,nasihat, peringatan, dan sebagainya. Verba yang menandai antara lain, mewariskan, membujuk, menyatakan, membatalkan perintah (lampau), memperingatkan, menurunkan pangkat.

3) Komisif (commissives utterances): dilambangkan dengan harapan atau dengan kata lain perjanjian, menjanjikan untuk melakukan sesuatu, tapi juga termasuk pengumuman atau pemberitahuan, yang bukna janji. Verba yang menandai antara lain, berjanji, mengambil-alih atau tanggung jawab, mengajukan, menjamin, bersumpah, menyetujui.

4) Behabitif (behabitives utterances): meliputi reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap kebiasaan orang lain, misalnya meminta maaf, berterima kasih, bersimpati, menantang, mengucapkan salam, mengucapkan selamat.

5) Ekspositif (expositives utterances): tindak tutur yang memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya menyangkal, menguraikan, menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, bersaksi.

Penelitian ini berfokus pada teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle. Peneliti memilih tindak tutur ekspresif karena tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang lebih melibatkan perasaan seseorang dalam mengutarakan sebuah tuturan. Tindak tutur ekspresif juga merupakan salah satu dari beberapa tuturan yang paling sering digunakan dalam aktivitas berbahasa.

Dokumen terkait