• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Tindak Tutur dan Tindak Tutur Direktif

1. Tindak Tutur

oleh Fery Ayuni Dyah Kusumawati tahun 2002. Skripsi ini membahas tentang bentuk, fungsi, maksud dari tindak tutur direktif, dan derajat kesopansantunan.

2. “Tindak Tutur Dagelan Basiyo (Suatu Kajian Pragmatik)” (skripsi) oleh Harsono tahun 2007. Skripsi ini membahas tentang fungsi bahasa Jawa dalam dagelan, type humor, dan proses terjadinya interpretasi pragmatik. 3. “Tindak Tututr Direktif dalam Pertunjukan Wayang Lakon Dewaruci oleh

dalang Ki Mantep Soedharsono” oleh Kenfitria Diah Wijayanti tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang bentuk, fungsi, makna dan faktor yang melatarbelakangi adanya tindak tutur direktif.

commit to user

4. “Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di kantor UPT Disdikpora Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap (Suatu Kajain Pragmatik)”. Skripsi ini oleh Ageng Nugraheni tahun 2010. Skipsi ini membahas tentang fungsi tindak tutur, Faktor yang melatarbelakangi, dan kesantunan tindak tutur direktif. 5. “Tindak Tutur Direktif dalam Pemetasan Ketoprak Lakon Mardhika Jawa

Dwipa Karya Ki Hartanta (Suatu Pendekatan Pragmatik)”. Skripsi oleh Ariffar Rini Astuti tahun 2011. Skripsi ini membahas tentang bentuk tindak tutur direktif, fungsi tindak tutur direktif, dan faktor yang melatarbelakangi adanya tindak tutur direktif.

Beberapa penelitian tersebut sangatlah bermanfaat dalam penelitian ini. Referensi mengenai penelitian tersebut berguna sebagai acuan untuk menambah wawasan peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tentang tindak tutur direktif di ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar belum pernah diteliti. Peneliti memilih tindak tutur direktif di ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar sebagai objek penelitian berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.

Pertama, penduduk di Kecamatan Tasikmadu masih menggunakan bahasa Jawa untuk melakukan komunikasi, yaitu bahasa Jawa Surakarta. Bahasa sebagai sarana penyampaian informasi juga memiliki maksud ujaran yang tersirat dalam tuturan. Untuk mengetahui maksud ujaran diperlukan suatu kajian pragmatik. Oleh karena itu, peneliti mengkaji tindak tutur direktif bahasa Jawa yang digunakan pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dengan suatu kajian pragmatik.

commit to user

Kedua, di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karangnayar memiliki penduduk yang beraneka ragam latar belakang sosial budaya, sehingga pemakaian tindak tutur direktif bahasa Jawa dalam ranah keluarga pun akan berbeda-beda sesuai dengan situasi dan status sosialnya. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui seperti apakah fungsi tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karangnayar.

Ketiga, dalam penyampaian tuturannya penutur dipengaruhi beberapa faktor yang melatarbelakangi sehingga terjadi ragam bahasa dalam pengujaran kalimatnya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui faktor apa sajakah yang melatarbelakangi tuturan yang diujarkan oleh penutur.

Keempat, berdasarkan penelitian terdahulu tentang kajian pragmatik yang pernah dilakukan, penelitian tentang tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar belum pernah diteliti. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti tentang tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar

B. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan masalah dan untuk mengarahkan agar penelitain ini tidak lepas dari sasarannya permasalahan dibatasi pada interaksi intern personal anggota keluarga yang ada di Kecamatan Tasikmadu, yang meliputi orang tua denga anak, suami denga istri, menantu dengan mertua, kakak dengan adik, ipar dengan ipar, sepupu dengan sepupu, pakdhe/budhe atau pak lik/ bu lik dengan keponakan, kakek-nenek denga cucu.

commit to user

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar?

2. Bagaimana fungsi tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar?

3. Apa sajakah faktor yang melatarbelakangi adanya tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar?

D. Tujuan Penulisan

Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif dalam pada keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.

2. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.

3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya tindak tutur direktif pada ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis adalah manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu bahasa atau lebih dikenal dengan linguistik. Penelitain ini diharapkan dapat manambah perbendaharaan teori pragmatik khususnya tindak tutur direktif bahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat Tasikmadu tentang penggunaan bahasa Jawa yang digunakan dalam ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karangnayar. Selain itu dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, serta bisa dimanfaatkan oleh guru bahasa dalam materi pengajaran di sekolah baik SD, SMP, maupun SMA.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi lima bab yaitu sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

commit to user

Bab II Landasan Teori, yang meliputi pengertian pragmatik, interpretasi pragmatik, tindak tutur dan tindak tutur direktif, aspek-aspek situasi tutur, prinsip kerja sama, kesantunan berbahasa, keluarga muda, monografi kecamatan Tasikmadu, kerangka pikir.

Bab III Metode Penelitian, meliputi sifat penelitian, lokasi penelitian, sumber data dan data penelitian, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, mengenai bentuk tindak tutur direktif, fungsi tindak tutur direktif dan faktor yang melatarbelakangi adanya tinadak tutur direktif di ranah keluarga muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.

Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.

Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 2006:3). Batasan pengertian ilmu pragmatik juga dikemukakan oleh para ahli lain. Pragmatik menurut Leech (1993:8) adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situation).

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi ( Parker,1986;11 dalam I Dewa Putu Wijana 1996:2).

Pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. (Levinson 1983, dalam Muhammad Rohmadi, 2004:4)

Dari beberapa batasan mengenai pragmatik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari maksud dibalik tuturan.

commit to user

B. Interpretasi Pragmatik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis terhadap sesuatu; tafsiran.

Menurut Soeseno (1993:7), dalam Muhammad Rohmadi (2001:57), ada dua prinsip pokok untuk dapat menginterpretasikan sebuah teks atau tuturan dengan baik. Kedua prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1. Prinsip interpretasi lokal yaitu mengharuskan pendengaran untuk melihat konteks yang terdekat.

2. Prinsip interpretasi analogi yaitu mengharuskan pembaca/ pendengar menginterpretasikan suatu teks atau tuturan berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebelumnya.

Untuk menginterpretasikan interaksi antara penulis/pembicara dengan pembaca atau pendengar harus diperhatikan fenomena-fenomena pragmatiknya. Fenomena pragmatik sering juga disebut piranti pragmatik, yaitu unsur-unsur pragmatik yang dapat menjembatani pemahaman segala sesuatu yang sedang dibicarakan oleh penulis dan pembaca (Kartomihardjo, 1989:5 ;Siswo:1995). Fenomena-fenomena pragmatik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Referensi

Ialah segala sesuatu yang diacu oleh penulis. Hal yang diacu oleh penulis itu bisa berupa apa saja, seperti binatang, benda, orang. Hal yang terpenting dalam pragmatik adalah titik temu terhadap sesuatu yang diacu dalam suatu pembicaraan, agar tidak terjadi salah tafsir atau pengertian.

commit to user 2. Inferensi

Pembaca atau pendengar belum tentu paham atau mengerti terhadap ujaran yang diucapkan oleh penulis, sehingga pembaca atau pendengar hanya dapat membuat suatu interpretasi melalui kesimpulan-kesimpulan dari ujaran penulis. Segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki pembaca dapat dipergunakan untuk membuat interpretasi ujaran penulis. 3. Praanggapan

Menurut Kartomihardjo (1992), praanggapan merupakan pengetahuan bersama (common ground) antara penulis dan pembaca yang tidak perlu di utarakan. Penulislah yang memahami apa yang dipraanggapkan oleh penulis.

Leech (1993:54) beranggapan bahwa pragmatik mencakup kegiatan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang penutur maupun dari sudit pandang

petutur. Bagi petutur masalahnya adalah perencanaan : „ seandainya saya ingin

mengubah atau mempertahankan keadaan mental si petutur, apakah yang harus saya ucapkan agar saya berhasil?. Bagi petutur masalahnya ialah masalah

interpretasi „ Seandainya penutur mengucapkan tuturan, apakah alasan penutur yang paling masuk akal mengucapkan tuturan?‟. Prosedur interpretasi mungkin merupakan prosedur „meta pemecahan masalah‟, karena masalah yang harus

dipecahkan oleh petutur ialah „masalah komunikasi apakah yang petutur pecahkan ketika penutur mengucapkan tuturan‟.

commit to user

C. Tindak Tutur dan Tindak Tutur Direktif

1. Tindak Tutur

Tindak tutur (Speech Act) atau penuturan adalah pengujaran kalimat untuk mengatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar, atau seluruh komponen linguistis dan nonlinguistis yang meliputi suatu perbutan bahasa yang utuh, yang menyangkut partisipan, bentuk penyampaian amanat, topik dan konteks amanat itu (Harimurti Kridalaksana, 2001:171).

Tindak tutur merupakan hal penting dalam kajian pragmatik. Menurut Rustono (1991:31) tindak tutur atau tindak ujar merupakan entitas yang bersifat sentral dalam kajian pragmatik.

Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa tindak tutur merupakan suatu tindakan berbahasa yang menekankan pada fungsi bahasa dan pemakaiannya dalam komunikasi. Sebuah tuturan tidak hanya dipahami juga makna kata-kata yang dikehendaki oleh penuturnya. Tindak tutur merupakan rangkaian dari percakapan yang terjadi dalam peristiwa tutur. Dalam tindak tutur sangat diperhitungkan suatu tuturan itu dapat mengekspresikan sikap penutur sehingga mitra tutur mampu menangkap pesan yang tersirat di dalamnya.

Serle dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language (1996:23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur yaitu, tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi (lihat Leech,1993:316 dalam Wijana 1996: 17-19). Ketiga tindakan itu secara lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.

commit to user

1) Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan makna

sesuatu yang dikatakan dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk

kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Jadi apabila seorang penutur Jawa mengujarkan “aku luwe” „saya lapar‟ dalam tindak lokusi kita akan mengartikan “aku” „saya‟ sebagai „pronomina persona tunggal‟ (yaitu si P) dan “luwe” „lapar‟ mengacu ke „perut yang kosong dan perlu diisi makanan‟, tanpa bermaksud meminta makanan.

2) Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ilokusi biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif

yang eksplisit. Jadi, “aku luwe” „saya lapar‟ yang diujarkan oleh P dengan

maksud „minta makanan‟ adalah sebuah tindak ilokusi.

3) Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Dapat dikatakan juga bahwa tindak tutur perlokusi merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:53). Jadi, jika mitra tutur melakukan tindakan mengambilkan makanan untuk P sebagai akibat dari tindak tutur itu maka dapat dikatakan terjadi tindak perlokusi.

Menurut Searle (1975 dalam Leech, 1993:164-166) jenis jenis tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu tindak tutur direktif, asertif, deklaratif, komisif, dan ekspresif.

commit to user

Dokumen terkait