• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAKAN AIRWAY

Dalam dokumen ATLS (Halaman 53-59)

I. PEMASANGAN AIRWAY OROFARINGEAL

A. Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.

B. Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.

C. Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger (scissors

technique).

D. Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah, hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.

E. Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita. Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.

F. Tarik spatula lidah.

G. Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

II. PEMASANGAN AIRWAY NASOFARINGEAL

A. Prosedur ini digunakan apabila penderita terangsang untuk muntah pada penggunaan airway orofaringeal.

B. Lubang hidung dinilai untuk melihat adanya penyumbatan (seperti polip, fraktur, perdarahan).

C. Pilih airway yang ukurannya cocok.

D. Lumasi airway nasofaringeal dengan pelumas yang dapat larut dalam air atau dengan air.

E. Masukkan ujung airway kedalam lubang hidung dan arahkan ke posterior dan menuju ke arah telinga.

F. Dengan hati-hati masukkan airway orofaringeal menuju hipofaring dengan sedikit gerakan memutar, sampai sayap penahan berhenti pada lubang hidung. G. Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

III. VENTILASI BAG-VALVE-MASK - TEKNIK DUA ORANG A. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.

B. Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran oksigen sampai 12 L/ menit.

C. Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik yang telah dijelaskan sebelumnya.

D. Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar rapat dengan dua tangan.

E. Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua tangan.

F. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita. G. Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.

IV. INTUBASI OROTRAKEAL DEWASA

A. Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila penderita muntah.

B. Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak bocor, kemudian kempiskan balon.

C. Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya lampu.

D. Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan. Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama prosedur ini. E. Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

F. Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser lidah kesebelah kiri.

G. Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.

H. Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan gigi atau jaringan-jaringan di mulut.

I. Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan mengembangkan balon secara berlebihan.

J. Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan

bag-valve tube.

K. Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.

L. Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa. M. Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa harus

dinilai ulang.

N. Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi, hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba lagi.

O. Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

P. Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam

airway.

Q. Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

V. INTUBASI NASOTRAKEAL DEWASA

Ingat: Intubasi nasotrakeal membuta (blind) merupakan kontraindikasi pada penderita apnea dan pada keadaan fraktur midface yang berat atau apabila ada kecurigaan fraktur basis kranii. Untuk meniru penderita yang bernafas dengan menggunakan manikin dewasa, instruktur dianjurkan memasang alat bag-valve pada ujung akhir trakea manikin.

A. Apabila dicurigai ada fraktur ruas tulang leher, biarkan cervical collar ditempatnya untuk membantu menjaga immobilisasi leher.

B. Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang cukup tetap berjalan.

C. Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak bocor, kemudian kempiskan.

D. Apabila penderita sadar, semprot lorong lubang hidung dengan anestetika dan vasokonstriktor untuk memati-rasakan dan mengempiskan mukosa. Apabila penderita tidak sadar, cukup menyemprot dengan vasokonstriktor saja.

E. Minta asisten menjaga immobilisasi kepala dan leher secara manual.

F. Lumasi pipa nasotrakeal dengan gel anestetika lokal dan masukkan pipa kedalam lubang hidung.

G. Dorong pipa pelan-pelan tetapi pasti kedalam lorong lubang hidung, ke arah atas hidung (untuk menghindari concha inferior yang besar) dan kemudian

kebelakang dan kebawah ke nasofaring. Lengkungan pipa harus sesuai untuk memudahkan masuknya kelorong yang melengkung.

H. Sewaktu pipa melewati hidung dan ke nasofaring, harus dibelokkan kebawah untuk masuk kedalam faring.

I. Begitu pipa telah masuk ke faring, dengarkan aliran udara yang berasal dari pipa endotrakeal. Dorong pipa sampai suara aliran udara maksimal, yang memberi kesan ujung pipa berada pada mulut trakea. Sambil mendengarkan gerakan udara, pastikan saat inhalasi dan dorong pipa dengan cepat. Apabila penempatan pipa tidak berhasil, ulangi prosedur dengan memberikan tekanan ringan pada cartilago thyroidea. Ingat untuk melakukan ventilasi dan oksigenasi penderita secaraberkala.

J. Kembangkan balon secukupnya sehingga tidak bocor. Cegah pengembangan yang berlebihan.

K. Periksa letak pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi bag-valve-tube. L. Perhatikan secara visual pengembangan dada dengan ventilasi.

M. Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa. N. Amankan pipa. Apabila penderita dipindahkan posisinya, letak pipa haris dinilai

ulang.

O. Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam 30 detik atau selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi, hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba lagi.

P. Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

Q. Hubungkan alat kolorimetris CO2ke pipa endotrakeal antara adapter dengan alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan letak pipa endotrakeal berada dalam airway.

R. Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

PENYULIT PADA INTUBASI OROTRAKEAL DAN NASO-TRAKEAL 1. Intubasi esofageal, dapat menyebabkan hipoksia dan kematian

2. Intubasi bronkus utama kanan, berakibat ventilasi hanya pada paru kanan saja, dan kolaps paru kiri

3. Ketidak mampuan intubasi, menyebabkan hipoksia dan kematian 4. Terangsangnya muntah, menyebabkan aspirasi, hipoksia dan kematian 5. Trauma pada jalan napas, menyebabkan perdarahan dan bahaya aspirasi

6. Gigi pecah atau goyah (akibat menggunakan gigi sebagai landasan daun laryngoskop)

7. Balon pipa endotrakeal pecah/bocor, mengakibatkan kebocoran ventilasi, dan memerlukan intubasi ulang

8. Berubahnya cedera servikal leher tan pa defisit neurologis menjadi cedera servikal dengan defisit neurologist

VI. INTUBASI OROTRAKEAL ANAK

A. Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang cukup tetap berjalan.

B. Pilih pipa tanpa balon dengan ukuran yang cocok, yang umumnya sama ukurannya dengan lubang hidung anak atau kelingkingnya.

C. Pasang daun laringoskop dengan pemegangnya, periksa terangnya sinar lampu. D. Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

E. Masukkan daun laringoskop melalui sebelah kanan mulut, menggeser lidah kekiri.

F. Perhatikan epiglottis, kemudian pita suara.

G. Masukkan pipa endotrakeal tidak lebih 2 cm melalui pita suara. H. Periksa penempatan pipa dengan ventilasi bag-valve-tube.

I. Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memperhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop.

J. Amankan pipa. Apabila penderita dipindahkan, penempatan pipa harus dinilai ulang.

K. Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam 30 detik atau selama waktu yang diperlukan untuk menahan nafas sebelum ekshalasi, hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba lagi.

L. Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

M. Hubungkan alat kolorimetris C02 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat diandalkan untuk memastikan letak pipa endotrakeal berada dalam airway.

N. Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara untuk menilai tindakan intervensi.

Dalam dokumen ATLS (Halaman 53-59)

Dokumen terkait