• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat 1 Kelas Usia Responden

5.2.5 Lama Tinggal

Secara keseluruhan persentase kategori lama tinggal responden rendah terbesar (76,9%) lalu diikuti kategori tinggi (15,4%) dan kategori sedang (7,7%) (15,4). Ditinjau berdasarkan lokasi, masyarakat dengan kategori rendah menempati persentase terbesar lalu diikuti kategori tinggi dan tua. Pada kategori rendah, persentase terbesar (81,6%) djumpai di Desa Barawai dan terkecil (72,5%) di Desa Waindu. Kondisi ini menunjukkan bahwa persentase masyarakat dalam kategori lama tinggal lebih banyak di Desa Barawai dibandingkan dengan Desa Waindu. Kategori lama tinggal responden di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 13.

Lokasi Kategori jumlah anggota keluarga (orang)

Rendah Sedang Tinggi

Desa Barawai 28 (73,7%) 10 (26,3%) 0 (0%) Desa Waindu 18 (45%) 22 (55%) 0 (0%)

Tabel13 Kategori lama tinggal responden di lokasi penelitian

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian berada dalam kategori baru tinggal menandakan kurangnya peran responden yang tinggi pada pelestarian P.m.jobiensis hal ini bertolak belakang dengan pendapat Bakri (1992) yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang tinggal di suatu tempat maka semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana ia tinggal. Hasil analisis hubungan lama tinggal dengan tingkat peran responden dalam pelestarianP.m.jobiensis disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hubungan lama tinggal dengan tingkat peran

Lokasi rs p-value

Desa Barawai 0,00 0,99

Desa Waindu -0,49 0,00**

Keterangan: **Sangat signifikan (p-value <1%)

Tabel 14 menunjukkan bahwa hubungan antara lama tinggal dengan tingkat peran memiliki hubungan negatif, yakni di Desa Waindu rs= -0,49. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin lama tinggalnya responden maka peran masyarakat dalam pelestarian cenderawasih kuning kecil makin rendah.Sementara di Desa Barawai memiliki hubungan positif rs= 0,00,hal ini menunjukkan bahwa semakin lama tinggal responden

maka semakin tinggi tingkat perannya dalam pelestarian P.m.jobiensis.

Lama tinggal responden di Desa Waindu berhubungan nyata dengan peran masyarakat dalam pelestarian cenderawasih kuning kecil (p= 0,00); sedangkan untuk masyarakat Desa Barawai tidak berhubungan nyata (p= 0,99). Hal ini menunjukkan bahwa pada masyarakat Desa Waindu, semakin lama tinggal maka peran masyarakat dalam pelestarian cenderawasih kuning kecil rendah. Tidak adanya hubungan nyata dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat, bahwa lama tinggal tidak menunjukkan hubungan dengan tingkat peran masyarakat terhadap lingkungan (Bakri 1992).

5.3 Populasi P. m. jobiensis

Populasi didefinisikan sebagai kumpulan organisme yang terdiri dari individu- individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada waktu dan tempat tertentu. Dalam pengelolaan satwaliar menyempurnakan batasan populasi menjadi kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya (Alikodra 2002). Definisi tentang populasi menurut Tarumingkeng(1994) sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalam satu spesies yang saling berinteraksi secara genetik dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau ruang tertentu pula.

Beberapa penelitian terdahulu tentang jumlah populasi burung cenderawasih kuning kecil di Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 1994–2009 menunjukkan

Lokasi Kategori jumlah anggota keluarga (orang)

Rendah Sedang Tinggi

Desa Barawai 31 (81,6%) 5 (13,2%) 2 (5,3%) Desa Waindu 29 (72,5%) 1 (2,5%) 10 (25%) Jumlah 60 (76,9%) 7 (7,7%) 12 (15,4%)

bahwa keberadaan satwa ini sangat memprihatinkan dengan jumlah populasi yang dikategorikan rendah. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilalukan oleh pihak pemerintah, LSM dan beberapa peneliti yang berkomitmen untuk menjaga satwa ini dari kepunahannya Maturbongs et al. (1994); Setio et al. (1998);BKSDA (2009). Penelitian lain yang cukup menggembirakan di tahun 2010–2013 pada beberapa kawasan hutan Barawai Kabupaten Kepualauan Yapen dan menunjukkan adanya peningkatan populasi cenderawasih yang dikategorikan tinggi Rumahorbo (2010)&Warmetan (2012). Hal ini menunjukkan bahwa ada komitmen dan kerja keras dari berbagai pihak dalam menjaga dan melestarikan satwa ini tetap ada di alamnya.

Sejalan dengan itu dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan

hutan Imbowiari Barawai yang terkait dengan pengamatan tentang populasi

P.m.jobiensis, dimana pada saat perjumpaan dengan satwa tersebut terlihat ada berbagai aktivitas yang dilakukan secara individu, pasangan dan secara kelompok, dimana aktivitas bermain lebih dominan dibandingkan dengan aktivitas mencari makan dan beristirahat. Dapat disimpulkan bahwa sumber daya atau habitat sebagai tempat bermain lebih memadai habitat untuk pakan dan beristirahat relatif sedikit. Hal ini dapat dipengaruhi oleh musim, dimana pada saat pengamatan dilakukan tidak bertepatan dengan masa perbungaan dan pembuahan dari pohon yang dimakan oleh cenderawasih.

Aktivitas lain yang dapat diamati adalah bahwa burung cenderawasih kuning kecil cenderung beraktivitas secara secara individu dibandingkan dengan berpasangan atau berkelompok. Suatu hal yang berbeda menurut Rand & Gilliard (1967) menyatakan bahwa burung cenderawasih dalam bermain cenderung membentuk kelompok biasanya hingga selusin dengan beberapa anak di pucuk pohon dan permainan dilakukan di percabangan rendah hingga percabangan yang miring. Hal yang berbeda ini dapat disebabkan oleh masa atau musim kawin ataupun agresifnya cenderawasih jantan dalam menarik perhatian betina. Menurut Beehler et al.(1986) permainan atau keagresifan cenderawasih jantan yang biasanya melakukan tarian dengan merentangkan sayap, bulu atau kepala yang dibengkukkan ke bawah (memamerkan keindahan bulu) yang biasanya menggemaskan atau menarik perhatian betina, sehingga betina mematuk bagian kepala tetapi tidak dilanjutkan dengan perkawinan.

Daerah jelajah atau persebaran cenderawasih kuning kecil berdasarkan hasil penelitian di kawasan hutan Imbobiari menunjukan bahwa pada elevasi 24 m dpl ditemukan satu individu hingga elevasi 41 m dpl. Secara umum penyebaran satwa ini di kabupaten Kepulauan Yapen berada di beberapa daerah yaitu Poom, Ambaidiru dan Barawai (Warmetan 2012).Kisaran penyebaran berdasarkan ketinggian tempat (altitude) diperkirakan mulai dari permukaan laut sampai ketinggian 1000 m dpl dan jarang ditemui pada ketinggian 1600 m dpl (Rand & Gilliard 1967). Titik perjumpaan dengan cenderawasih kuning kecil hingga elevasi 41 m dpl dilakukan berdasarkan beberapa vegetasi tertentu sebagai tempat bermain, sarang dan bahan pembuatan sarang, sumber pakan, tempat kawin dan beristirahat.

Jarak kawasan hutan Imbowiari sebagai habitat cenderawasih kuning kecil dengan pemukiman penduduk ± 50 m, dimana zona penyangga dalam kawasan tersebut di sebelah timur telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai lahan perkebunan dan pertanian lainnya. Pembukaan lahan perkebunan di zona penyangga tidak berpengaruh besar terhadap keberadaan cenderawasih karena aktivitas masyarakat ini jauh dari beberapa vegetasi yang sering dimanfaatkan sebagai tempat aktivitas bermain, mencari makan, berteduh, kawin dan bersarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada elevasi 24 m (dpl) mulai ditemukan P.m.jobiensis dalam melakukan aktivitas

makan pada pohon P.abovatum dan aktivitas tersebut dilakukan secara individu. Beberapa titik perjumpaan dengan P.m.jobiensis tentang aktivitas bermain, mencari pakan, istirahat, kawin dan bersarang disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15Beberapa jenis vegetasi yang dimanfaatkan P.m. jobiensis berdasarkan titik perjumpaan

No Jenis vegetasi Aktivitas

Bermain Bersarang Makan Istirahat 1 Palaquium abovatum Engl. - - + - 2 Palaquium abovatumEngl. - - - + 3 Ficus benjamina L. + - - - 4 Ficus glandulifera(Miq.) Wallet. + - - - 5 Ficus benjamina L. + - - - 6 Ficus benjamina L. - - - + 7 Ficus benjamina L. + - - - 8 Pometia acuminata Radlk. + - - - 9 Ficus benjamina L. + - - - 10 Intsia bijuga L. + - - - 11 Calophyllum inophyllum L. + - - - 12 Ficus glandulifera(Miq.) Wallet. + - - -

13 Zyzygium sp. + - - -

14 Pticosperma macarturri - - + -

15 Intsia bijugaL. + - - -

16 Palaquium amboinense Burck. + - - - 17 Ficus benjamina L. + - - -

18 Zyzygium sp. - - + -

19 Elaeocarpus sphaericus Sehltr. - + - - Keterangan: (+) Digunakan; (-) Tidak digunakan

Beberapa jenis vegetasi di lokasi penelitian dimanfaatkan oleh P.m.jobiensis

seperti sumber sarang, tempat bermain, beristirahat dan sumber pakan. Tabel 15 menunjukkan bahwa vegetasi yang dimanfaatkan dalam melakukan aktivitas bermain lebih dominan dibandingkan dengan aktivitas lainnya, dimana sekitar 13titik perjumpaan vegetasi yang dimanfaatkan untuk tempat bermain.

Tabel 16 Jumlah frekuensi vegetasi sumber pakan, tempat bermain, beristirahat, sumber sarang dan tempat kawin

No Jenis vegetasi Aktivitas F

Bermain Bersarang Makan Istirahat

1 Palaquium abovatum 0 0 1 1 2 2 Ficus benjamina L. 5 0 0 1 6 3 Ficus glandulifera 2 0 0 0 2 4 Pometia acuminata 1 0 0 0 1 5 Intsia bijuga 2 0 0 0 2 6 Calophyllum inophyllum 1 0 0 0 1 7 Zyzygium sp. 1 0 1 0 2 8 Pticosperma macarturri 0 0 1 0 1 9 Palaquium amboinense 1 0 0 0 1 10 Elaeocarpus sphaericus 0 1 0 0 1

Terdapat sepuluh jenis tumbuhan yang secara langsung dimanfaatkan oleh cenderawasih kuning kecil dalam beraktivitas. Tabel 16 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi vegetasi yang dimanfaatkan oleh P. m. jobiensis dalam beraktivitas didominasi oleh Ficus benjamina L, Ficus glandulifera, Palaquium abovatum, Intsia bijugadan

Zyzygium sp, sehingga beberapa vegetasi ini dapat direkomendasikan sebagai jenis yang perlu mendapat perhatian serius ataupun perlu dikembangkan di lokasi penelitian demi keberlangsungan habitat satwa.

Tabel 17 Perjumpaan P. m. jobiensis

Perjumpaan Jumlah individu (ekor) Koordinat Elevasi m (dpl) Kel/ind/pas Jantan Betina LS BT 1 1 0 S 01°48'40,5” E 136°51'20,7” 24 Ind 2 1 0 S 01°48'40,6” E 136°51'20,7” 24 Ind 3 1 0 S01°48'36,7” E136°51'18,1” 33 Ind 4 5 0 S 01°48'36,4” E136°51'18,3” 34 Ind

5 3 5 S 01°48'35,8” E136°51'18,8” 34 Ind & kel

6 2 1 S 01°48'35,1” E136°51'18,1” 32 Ind 7 1 0 S 01°48'34,8” E136°51'18,2” 32 Ind 8 0 4 S 01°48'34,5” E 136°51'16,3” 36 Ind 9 3 0 S 01°48'34,7” E 136°51'17,1” 35 Ind 10 7 9 S 01°48'40,7” E 136°51'20,7” 38 Kel 11 1 1 S 01°48'41,7” E 136°51'20,3” 29 Pas 12 1 0 S 01°48'41,7” E136°51'21,1” 31 Ind 13 1 0 S 01°48'38,0” E136°51'20,0” 30 Ind 14 1 1 S 01°48'36,4” E136°51'18,8” 31 Pas 15 1 1 S 01°48'34,3” E136°51'17,5” 34 Pas 16 1 0 S 01°48'32,3” E136°51'16,6” 38 Ind 17 1 0 S 01°48'32,1” E136°51'16,6” 37 Ind 18 1 1 S 01°48'24,0” E 136°51'13,3” 41 Pas Jumlah 32 23 55

Berdasarkan titik perjumpaan di lapangan terhadap cenderawasih kuning kecil diperoleh 18 titik perjumpaan pada setiap vegetasi yang berbeda baik pohon sumber pakan, sarang, tempat kawin, beristirahat dan tempat bermain. Dari hasil pengamatan ditemukan 55 individu sebagai total populasi, dimana jenis jantan 32 individu dan betina 23 individu disajikan pada Tabel 17.Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata populasi P.m. jobiensis diduga 2,2 ekor/ha.

Dokumen terkait