• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN

(

Paradisea minor jobiensis

Rothschild, 1897) DI BARAWAI

KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA

EDOWARD KRISSON RAUNSAY

P052110131

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudulPeran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Edoward Krisson Raunsay

(3)

jobiensis Rothcshild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Dibawah bimbingan AKHMAD ARIF AMIN dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Cenderawasih kuning kecil (Paradisea minor jobiensis Rothcshild, 1897) merupakan salah satu cenderawasih terindah yang ada di Papua khususnya di Kepulauan Yapen dan merupakan spesies yang saat ini terancam kepunahannya. Peran masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis di Barawai sangat penting. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengukur seberapa besar peran masyarakat dalam pelestarian

P.m.jobiensis, mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi peran masyarakat dan menghitung jumlah populasi P.m.jobiensisdan menganalisis struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagiP.m.jobiensis di kawasan hutan Imbowiari Barawai. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif non parametrik berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden dan observasi lapangan, dan akan dianalisis dengan rank Spearman. Pengamatan P.m.jobiensisdilakukan dengan menggunakan metode garis transek, sedangkan struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagi

P.m.jobiensismenggunakan metode garis berpetak. Pengamatan dilakukan pada kawasan hutan Imbowiari Barawai.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat peran masyarakat Desa Barawai dan Waindu tentang pelestarian P.m.jobiensis secara keseluruhan dikategorikan sedang (77%) sedangkan berdasarkan lokasi penelitian sebagian besar masih tergolong rendah, namun terdapat tingkat peran yang tinggi pada Desa Waindu (100%). Usia responden dan lama tinggal memiliki korelasi positif dengan peran masyarakat, sedangkan tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga memiliki korelasi negatif dengan peran masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis.Secara keseluruhan usia dan tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan nyata dengan peran masyarakat. Berdasarkan lokasi penelitian tingkat pendapatan di Desa Waindu dan jumlah anggota keluarga dan lama tinggal di Desa Barawai memiliki hubungan nyata dengan peran masyarakat. Adanya hubungan antara usia responden dan tingkat pendidikan dengan peran masyarakat di kedua desa menunjukkan bahwa semakin tinggi usia dan tingkat pendidikan maka semakin rendah tingkat peran dalam pelestarian P. m. Jobiensisdan sebaliknya.

Jumlah populasi burung cenderawasih yang ada di kawasan hutan Imbowiari adalah 55 individu, dimana jantan 32individu dan betina 23 individu, dengan rata-rata jumlah populasi P.m.jobiensis adalah 2,2 ekor/ha. Hasil analisis struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya menunjukkan bahwaada 20 spesies dalam 14 famili untuk tingkat semai dengan keragaman 2,71%; 25 spesies dalam 15 famili tingkat pancang dengan keragaman 2,47%; 26 spesies dalam 17 famili tingkat tiang dengan keragaman 3,07%; 37 spesies dalam 24 famili dengan tingkat keragaman 2,80%.

(4)

Rothcshild, 1897) in Barawai, Yapen islands regency, Papua province. Supervised by AKHMAD ARIF AMIN and AGUS PRIYONO KARTONO.

A small yellow paradise bird, (Paradisea minor jobiensis Rothcshild, 1897), is a beautiful paradise bird existing in Papua especially in Yapen islands, and also a threatened species to be extinct currently. Community role in conserving P. m. jobiensis

in Barawai is very important. The research aims to measure how much community role in protecting P. m. jobiensis, to know which factors influencing people role, to estimte population number of P. m. jobiensis, and to analyze structure and composition of vegetation as well as its use for P. m. jobiensis in Imbowiari forest area, Barawai. This research used non-parametric quantitative analysis based on questionnaires given to respondences and field observation, and was analyzed by Spearman rank. Observing P. m. Jobiensis was carried out using line transect method, meanwhile structure and composition of vegetation and its use for P. m. jobiensis was done using line plot method. Observation was held in Imbowiari forest area, Barawai.

The results show the level of community role in conserving P. m. jobiensis in Barawai and Waindu is overall categorized to be moderate (77%), otherwise it entirely is lower level based on each sites but people in Waindu has higher participation (100%) than in Barawai in protecting P. m. jobiensis. Age of respondences and length of stay correlate positively to community role, on the contrary, income level and family members has negative correlation to community participation in conserving P. m. jobiensis. Overall age and education level have no significant relation to people role. Based on site research, income level in Waindu, and family members as well as length of stay in Barawai influence significantly to participation of people. Age of respondence and education level have correlation to people role in both villages. The higher age of respondence and education level, the lower people participation in conserving P. m. jobiensisand conversely.

The population number of P. m. jobiensis existing in Imbowiari forest area is 55 individuals comprising 32 males and 23 females, and the average of population number of P. m. jobiensis is 2.2 ind./ha. The anlysis result of structure and composition vegetation as well as it uses show seedlings stage consists of 20 species and 14 families with diversity 2.71%; sapling sstage comprises 25 species and 15 families with diversity 2.47%; poles stage contains 26 species and 17 families with diversity 3.07%; and trees stage comprises 37 spcies and 24 families with diversity 2.80%.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tidak tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

PERAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN

(

Paradisea minor jobiensis

Rothschild, 1897) DI BARAWAI

KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA

EDOWARD KRISSON RAUNSAY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Nama : Edoward Krisson Raunsay

NRP : P052110131

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr drh Akhmad Arif Amin Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof DrIrCecep Kusmana, MS Dr IrDahrul Syah, MScAgr

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, berkat dan tuntunan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis dengan judul “Peran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor jobiensis Rothcshild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua” disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis yakin bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak penulisan tesis ini tidak berhasil. Oleh karena itu pada kesempatan ini ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Bapak Dr drh Akhamad Arif Amin dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku ketua dan anggota pembimbing atas segala waktu, pemikiran, arahan dan bimbingannya mulai dari penulisan proposal penelitian sampai diselesaikannya penulisan tesis ini. Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain dengan penuh kerendahan hati penulis menaruh rasa hormat yang sedalam-dalamnya kepada kedua pembimbing yang selama ini dengan sabar dan kasih telah membantu penulis.

2. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor atas semua fasilitas yang disediakan bagi penulis.

3. Rektor, Dekan FKIP dan Ketua Program Studi Pendidikan Biologi UNCEN yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Republik Indonesia yang telah memberikan biaya studi selama pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. PEMDA Provinsi Papua yang telah memberikan bantuan biaya studi selama pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

6. LPMAK Freeport Indonesia yang telah memberikan bantuan biaya penelitian dan penulisan tesis.

7. PEMDA Kabupaten Kepulauan Yapen dan Pemerintah Kampung Barawai yang telah memberikan ijin dan kemudahan untuk melaksanakan penelitian.

8. Istri tercinta Yanti Gamai, S.Pd dan anak tersayang Juanio Hofnirilius Raunsay atas doa, motivasi, kesabaran, ketabahan, kasih sayang dan pengorbanannya selama penulis menempuh studi.

9. Keluarga besar Raunsay/Ayomi/Kogoya/Kbarek atas doa dan perhatian serta bantuan selama ini kepada penulis. Secara khusus kepada Ayah dan Ibu serta kakak dan adik Lani, Viki dan Lia yang senantiasa memberikan bantuan serta suport selama penulis menjalani studi.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 (PSL) atas segala dukungan, motivasi dan kebersamaan selama penulis menempuh studi dan menyelesaikan penulisan ini. 11. Rekan-rekan forum Pascasarjana Papua yang telah memberikan dukungan, motivasi

(10)

ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat 5

2.3 Peran Masyarakat dalam Konservasi 6

2.4 Habitat 7

2.5 Kerusakan Habitat 7

2.6 Pohon Pakan dan Pohon Sarang 8

2.7 Tingkah Laku 9

2.8 Populasi dan PenyebaranP. m. jobiensis 10

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11

3.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah 11

3.2 Iklim 12

4.4.1 Peran Masyarakat dalam Pelestarian P. m. jobiensis 19 4.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat 21

4.4.3 PopulasiP. m. jobiensis 21

4.4.4 Habitat P. m. jobiensis 21

4.5 Teknik Analisis Data 22

4.5.1 Peran Masyarakat dalam PelestarianP. m. jobiensis 22 4.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat 23

4.5.3 Jumlah PopulasiP. m. jobiensis 24

4.5.4 HabitatP. m. jobiensis 24

V HASIL DAN PEMBAHASAN 25

(12)

5.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat 26

5.2.1 Kelas Usia Responden 26

5.2.2 Tingkat Pendidikan 27

5.2.3 Tingkat Pendapatan 29

5.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga 29

5.2.5 Lama Tinggal 30

5.3 Populasi P. m. jobiensis 31

5.4 HabitatP. m. jobiensis 34

5.4.1 Vegetasi Sumber Pakan 37

5.4.2 Vegetasi tempat Bermain 39

5.4.3 Vegetasi Sarang 39

5.4.4 Vegetasi tempat Kawin 41

5.5

5.4.5 Vegetasi tempat Beristirahat Pembahasan Umum

41 41

VI PENUTUP 43

6.1 Kesimpulan 43

6.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

(13)

DAFTAR TABEL

1 Letak geografis, klasifikasi dan letak desa/kelurahan menurut kode dan nama desa

12 2 Kondisi penutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Yapen 14 3 Jenis dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian 18 4 Kategori nilai tingkat peran responden di lokasi penelitian 26

5 Kategori usia responden di lokasi penelitian 27

6 Hubungan usia dengan tingkat peran 27

7 Kategori tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian 27 8 Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat peran 28 9 Kategori tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian 29 10 Hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat peran 29 11 Kategori jumlah anggota keluarga responden di lokasi penelitian 30 12 Hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat peran 30 13 Kategori lama tinggal responden di lokasi penelitian 30 14

15 16

Hubungan lama tinggal di lokasi penelitian

Beberapa jenis vegetasi yang dimanfaatkan P. m. jobiensis berdasarkan titik perjumpaan

Jumlah frekuensi vegetasi sumber pakan, tempat bermain, beristirahat, sumber sarang dan tempat kawin

31 33 33

17 Perjumpaan P. m. jobiensis 34

18 INP jenis vegetasi dominan 35

19 Famili yang dominan pada setiap tingkatan 35

20 Vegetasi sumber pakan P. m. jobiensis 38

21 Vegetasitempat bermain P. m. jobiensis 39

22 Vegetasi bahan pembuatan sarang 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 3

2 Persentase luas wilayah setiapa Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Yapen 11 3 Persentase luas wilayah setiap Desa di Kecamatan Raimbawi 11 4 Jumlah hari hujan di Kabupaten Kepulauan Yapen tahun, 2011 12

5 Peta Provinsi Papua 16

6 Peta Kabupaten Kepulauan Yapen 16

7 Lokasi penelitian 16

8 Desain unit contoh pengamatanpopulasi metode garis transek 21 9 Desain petak-petak contohdi lapangan dengan metode garis berpetak 22

10 Keragaman masing-masing tingkatan pertumbuhan 36

11 Sarang burung cenderawasih pada tumbuhan Asplenium nidus dan

Elaeocarpus sphaericus

(14)

1 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat pertumbuhan semai

48 2 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat

pertumbuhan pancang

49 3 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat

pertumbuhan tiang

51 4 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat

pertumbuhan pohon

53

5 Petak plot pengamatan vegetasi 55

6 Pengukuran diameter pohon 55

7 Tegakan pohondi lokasi penelitian 56

8 Pohon bermain cenderawasih 56

9 Pengukuran dan pencatatan diameter dan ketinggian pohon 56

10 Tim pengamatan vegetasi 57

11 Tim pengamatan burung 57

12 Pohon sarang P. m. jobiensis 58

13 Tangga manual pengamatan dan pengukuran tinggi letak sarangP. m. jobiensis

58 14 Proses pengamatan sarang burung dan vegetasi penyusun sarang 59

15 Burung cenderawasih P. m. jobiensis 59

16 Kondisi desa Barawai 60

17 Kondisi perumahan dan jalan di Barawai 60

(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minat masyarakat umum untuk melindungi keanekaragaman hayati semakin meningkat belakangan ini. Baik ilmuwan maupun masyarakat menyadari bahwa saat ini kita berada dalam periode kepunahan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Keanekaragaman spesies di dunia mengalami penurunan drastis selama 30.000 tahun terakhir ketika manusia menunjukkan dominansinya. Pada saat ini sebanyak 40% dari total produktivitas primer yang berasal dari lingkungan dapat digunakan oleh manusia. Jumlah ini mewakili 25% jumlah total produktivitas bumi (Indrawan et al. 2007). Namun sampai saat ini kepunahan hampir sepenuhnya dipengaruhi oleh aktivitas manusia.Oleh karena itu saat ini dunia sedang berada di tengah-tengah kepunahan keenam yang disebabkan oleh manusia (Wilson 1989; Leakey & Lewin 1996; Lovei 2001).

Aktivitas manusia telah menghilangkan keanekaragaman hayati dalam jumlah yang sulit diukur dan tidak dapat diprediksi nilai kerugian sosial, ekonomi dan ekologisnya. Diperkirakan 15 - 20% dari 10 juta sampai 30 juta spesies tumbuhan dan satwa di dunia punah antara tahun 1980 sampai 2000. Ditaksir ratusan jenis akan punah setiap hari dalam 20-30 tahun yang akan datang. Hilangnya habitat alamiah masih merupakan penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati. Ironisnya kepunahan tertinggi justru menimpa daerah tropis, yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia di mana dua pertiga kekayaan keanekaragaman hayati dunia berada (Perbatakusuma et al. 2010).

Berdasarkan data pada International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), burung cenderawasih dikategorikan kedalam status beresiko rendah (IUCN 2000), sedangkan menurut CITES termasuk ke dalam Apendiks II. Populasi burung cenderawasih kuning kecil diduga sedang mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya berbagai ancaman yang secara langsung mempengaruhi keberadaan burung cenderawasih seperti perburuan liar.Kegiatan perburuan liar masih terus terjadi hingga saat ini meskipun satwa ini telah berstatus dilindungi.

Untuk menjaga eksistensi sekaligus memulihkan populasi burung cenderawasih, maka perlu peran dan partisipasi masyarakat dalam melestarikan burung cenderawasih. Salah satu bentuk peran masyarakat yang dapat dilakukan adalah pembinaan habitatP. m. jobiensis di hutan alam dengan cara menjaga dan memelihara habitatnya. Hal ini karena keberadaan burung cenderawasih sangat bergantung pada kondisi habitat yang dapat menyediakan sumber pakan, tempat kawin, bersarang, bermain dan tempat untuk aktivitas sosial. Peran serta masyarakat terhadap pelestarian burung cenderawasih kuning kecil merupakan suatu bentuk interaksi sosial dimana ada upaya yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu untuk menjaga dan melestarikan cenderawasih.

(16)

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, manusia dengan cepat mengubah lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya (Indrawan et al. 2007), baik melalui eksploitasi sumber daya alam maupun pembukaan hutan untuk perkebunan, perladangan, pertanian dan lainnya. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan hidup manusia melalui aktivitas tersebut maka akan terjadi perubahan habitat yang selanjutnya menimbulkan ancaman bagi kelestarian populasi cenderawasih kuning kecil. Ancaman kelestarian juga dapat terjadi akibat adanya kompetitor dan predator, dimana ancaman tersebut dapat mengakibatkan berpindahnya burung dari habitat tertentu atau bahkan terjadi kepunahan. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang Peran Masyarakat dalam Pelestarian Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua.

1.2 Kerangka Pemikiran

Di bagian tenggara pulau Yapen, terdapat sebuah pemukiman bernama desa Barawai. Warga DesaBarawai ini mayoritas menaruh kepedulian yang besar terhadap pelestarian burung cenderawasih kuning kecil. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan maka Desa ini terletak di Kecamatan Raimbawi Kabupaten Kepulauan Yapen.

Burung cenderawasih kuning kecil merupakan satwa yang salah satu tempat penyebarannya di Kabupaten KepulauanYapen. Populasi burung tersebut kini termasuk hampir punah. Ancaman kepunahan secara langsung dipengaruhi oleh adanya peningkatan perburuan liar seiring dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap burung cenderawasih. Secara tidak langsung, ancaman kepunahan berasal dari aktivitas masyarakat seperti perkebunan, perladangan dan perburuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup merupakan ancaman bagi kelestarian burung cenderawasih. Terganggunya habitat,aktivitas sosial, habitat kawin, habitat bersarang dan sumber pakan merupakan ancaman bagi kelestarian burung cenderawasih kuning kecil.

Meskipun keberadaan burung cenderawasih yang dikategorikan berstatus dilindungi (termasuk oleh pemerintah daerah dimana habitat dan jenis burung berada), namum perburuan liar masih tetap berjalan hingga saat ini. Potensi keindahan morfologis, keunikan tingkah laku, kemerduan suara, sertadimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan adat, maka burung cenderawasih memiliki daya tarik tersendiri yang menyebabkan perburuannya sering dilakukan untuk diperdagangkan. Dengan demikian keberadaan burung cenderawasih semakin hari semakin berkurang populasinya, bahkan dikhawatirkan berkurang pula keragaman jenisnya.

(17)

Gambar 1 Kerangka pemikiran

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

a) Seberapa besar peran masyarakat dalam melestarikan P. m.jobiensis di Barawai ? b) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peran masyarakat ?

c) Bagaimana jumlah populasi P. m. jobiensisdi Barawai ?

d) Bagaimana struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagiP. m. jobiensisdi kawasan hutan Imbowiari Barawai ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tentang peran masyarakat dalam pelestarian P. m. jobiensis ini adalah: a) Mengukur seberapa besar peran masyarakat dalam melestarikan P. m. jobiensis. b) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat.

c) Menghitung jumlah populasi P. m. jobiensisdi Barawai.

d) Menganalisis struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagi P. m. jobiensis

(18)

1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:

a) Masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Yapen dalam membuat kebijakan dan memaksimalkan pengelolaan kawasan hutan Imbowiari sebagai habitat P. m. jobiensis.

b) Data dasar bagi penelitian lanjutan.

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Masyarakat

Peran atau partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang menjadi perhatian dalam kajian sosiologi dan beberapa disiplin ilmu lainnya. Sebagai suatu istilah, maka peran atau partisipasi mempunyai berbagai pengertian dan batasan yang perlu dipahami (Simatupang 2000).

Beberapa pengertian tentang peran atau partisipasi oleh beberapa ahli diartikan sebagai suatu upaya masyarakat dalam suatu kegiatan, dan bila dikaitkan dengan suatu pembangunan maka akan merupakan upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan atau pembangunan. Pengertian peran atau partisipasi menurut Wardojo (1992) merupakan keikut-sertaan masyarakat baik dalam bentuk peryataan maupun kegiatan, dimana keikut-sertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat lain dalam suatu pembanguan.

Peran atau partisipasi oleh banyak ahli dikaitkan dengan bagaimana suatu upaya mendukung program pemerintah dan upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaannya berasal dari pemerintah dan partisipasi tersebut dapat diartikan sebagai suatu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam program pemerintah (Rahardjo 1985). Menurut Hanafiah (1982), peran serta masyarakat tidak hanya sebatas tingkat lokal seperti turut serta, bersama atau individu dalam proyek pemerintah, tetapi peran tersebut harus lebih luas. Peran serta harus meliputi segenap kehidupan masyarakat dalam segala bentuk komunikasi sosial. Di sisi lain peran masyarakat juga merupakan suatu bentuk inisiatif dari perorangan atau kelompok masyarakat tertentu dalam upaya untuk menjaga atau melestarikan sumber daya tertentu.

Peran atau partisipasi menuntut adanya keikut-sertaan seseorang atau kelompok dalam suatu kegiatan. Keikut-sertaan atau keterlibatan seseorang dapat secara langsung dan tidak langsung. Keterlibatan secara langsung, misalnya ikut serta langsung melaksanakan suatu kegiatan (terlibat secara fisik); sedangkan keterlibatan secara tidak langsung, misalnya seseorang secara fisik tidak ikut terlibat dalam suatu kegiatan tetapi memberikan bantuan material atau sumbangan pikiran dalam kegiatan tersebut(Akhyar 1994).

Berdasarkan pengertian peran ataupun partisipasi masyarakat seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran atau partisipasi merupakan suatu bentuk tindakan atau keikut-sertaan/keterlibatan masyarakat secara aktif baik moril maupun materil, bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu yang didalamnya menyangkut kepentingan individu. Dengan demikian terlihat jelas bahwa peran serta masyarakat menjadi demikian pentingnya di dalam setiap bentuk kegiatan pembangunan. Hal ini karena dengan adanya dukungan masyarakat yang saling berinteraksi senantiasa memberikan harapan ke arah berhasilanya suatu kegiatan.

(20)

pemerintah, sedangkan alam sekitar mencakup faktor fisik atau keadaan geografi daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat tersebut.

Pandangan lain menurut Pangesti (1995), faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang meliputi: (1) faktor internal yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu dan (2) faktor eksternal yang merupakan faktor luar karakter individu. Faktor internal antara lain: umur, pendidikan formal maupun nonformal, luas lahan garapan, pendapatan dan pengalaman berusaha; sedangkan faktor eksternal meliputi: hubungan antara pengelola dengan petani penggarap, pelayanan pengelola dan kegiatan penyuluhan. Ada dua faktor penghambat untuk meningkatkan peran serta masyarakat di Indonesia, yaitu faktor sosial dan budaya. Jika dikaji secara sosiologis, rendahnya tingkat pendidikan serta terbatasnya akses untuk mendapat informasi akan mempengaruhi tingkat atau kadar partisipasi, akibatnya akan mempersulit masyarakat dalam membayangkan dampak apa yang akan terjadi sebagai imbas dari suatu proyek. Dari segi budaya, masih mendorong orang untuk menghindari perbedaan pendapat dengan pemerintah maupun pimpinan panutan lainnya (Hadi 1995).

Kemampuan dan tingkat peran seseorang atau suatu kelompok dalam suatu kegiatan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Beberapa fakta menunjukkan bahwa partisipasi sangat erat kaitannya dengan latar belakang karakteristik individu yang bersangkutan. Menurut Madrie (1986), tingkat pendidikan, umurdan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan merupakan faktor pribadi yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.

Masyarakat akan dapat berpartisipasi jika memiliki pengetahuan dan kemampuan tentang kegiatan tersebut. Rendahnya tingkat pendidikan penghalang terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tersebut diletakan dalam jangkauan ruang lingkup mereka dan melibatkan persoalan-persoalan serta masalah-masalah yang menyangkut diri mereka sendiri. Kurang terdidiknya masyarakat secara formal bukan berarti bahwa masyarakat tidak mempunyai pengetahuan dan kearifan yang memberikan kemampuan untuk mengenal program-program atau kegiatan yang akan membantu mencapai taraf hidup yang lebih baik. Proses peran serta, keterlibatan dan pengawasan oleh masyarakat akan mengarah pada penentuan taraf hidup yang lebih baik bagi masyarakat itu sendiri (Schoorl 1984).

2.3 Peran Masyarakat dalam Konservasi

(21)

2.4 Habitat

Habitat adalah tempat hidup dimana suatu organisme atau individu biasanya ditemukan dan berkembangbiak secara alami. Oleh karena itu untuk menjamin kelestariannya maka kelangsungan dari setiap hubungan didalam sistem tersebut harus dipertahankan sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta dapat menyediakan berbagai kebutuhan hidup satwa secara berkesinambungan (Paga 2012). Ancaman utama terhadap keanekaragaman hayati adalah rusak atau punahnya suatu habitat. Oleh karena itu untuk melindungi keanekaragaman hayati adalah dengan menjaga dan memelihara habitat suatu satwa (Warsito &Yuliana 2007).Habitat merupakan tempat suatu makhluk hidup dan berinteraksi dengan berbagai komponen, yaitu komponen fisik yang terdiri atas air, tanah, topografi dan iklim (makro dan mikro) serta komponen biologi yang terdiri atas manusia, tumbuhan dan satwa (Irwan 2003, Smieth 1986).

Komponen habitat yang paling utama adalahpakan, air dan tempat berlindung. Pakan dan air merupakan faktor pembatas bagi kehidupan mahluk hidup. Habitat juga berfungsi sebagai tempat hidup, berkembangbiak dan tempat berlindung dari bahaya serangan pemangsa (Alikodra 2002, Strorer & Usinger 1961). Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukankomposisi penyebaran dan produktivitas satwa. Habitat dengan kualitas yangtinggi akan menghasilkan kehidupan satwa yang lebih baik, sebaliknya habitatyang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi satwa dengan dayareproduksi yang rendah (Alikodra 2002).

2.5 Kerusakan Habitat

Habitat sebagai suatu ekosistem harus tetap dipertahankan untuk memberi rasa aman, nyaman serta ketersediaan kebutuhan hidup yang berkesinambungan. Apabila keadaan habitat tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidup satwa, maka satwa tersebut akan berpindah mencari tempat lain yang lebih memungkinkan untuk hidup dan melangsungkan kehidupannya, atau bahkan keadaan tersebut dapat menyebabkan kematian atau punahnya satwa (Odum 1993).

Habitat satwa seringkali mengalami kerusakan sehingga kuantitas dan kualitasnya menurun. Kerusakan atau perubahan habitat satwa dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yang antara lain meliputi eksploitasi hutan, pembukaan hutan untuk pertanian, perkebunan, perladangan. Kerusakan hutan juga dapat disebabkan oleh bencana alam, kebakaran hutan, dan penggembalaan ternak (Alikodra 1976).

(22)

2.6 Pohon Pakan dan Pohon Sarang

Burung mempunyai daya adaptasi yang bervariasi terhadap berbagai jenis makanan, baik makanan dari jenis tumbuhan maupun hewan. Sesuai dengan jenis makanannya maka burung cenderawasih dapat dikelompokan ke dalam pemakan serangga, pemakan tumbuhan, pemakan ikan, pemakan bangkai, dan burung predator. Meskipun demikian suatu spesies burung biasanya hanya memakan satu atau dua jenis, misalnya pemakan serangga pada saat tidak memungkinkan mendapatkan serangga, maka dia dapat memakan buah (Pasquier 1977).

Burung cenderawasih memiliki pakan alami yang sangat bervariasi baik bentuk maupun ukurannya. Pakan buah-buahan burung cenderwasih sangat bervariasi dan berukuran kecil sampai sedang (rata-rata berdiameter 1 cm) (Beehler &Finch 1985). Beehler (1983) mengklasifikasikan buah dari 31 jenis pohon pakan cenderawasih kedalam 3 kelompok morfologi, yakni (1) bentuk fig (F) seperti buah kurma, (2) bentuk drup (D) seperti buah beri atau pala, dan (3) bentuk apsule (C). Beberapa jenis pohon yang buahnya dimakan oleh burung cenderawasih adalah Disoxylum sp. (C),

Endospermum sp. (D), Pandanus sp. (D), Myristica sp. (C), Aglaia sp. (C) dan Sterculia

sp. (C). Menurut Setio et al. (1998) ukuran buah yang disukai burung cenderawasih seperti Disoxylum sp., Myristica sp., dan Ficus spp., adalah 5 mm x 6 mm–25 mm x 26 mm. Berdasarkan kandungan gizi lemak, protein dan karbohidrat maka pada ketiga jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut:Disoxylum sp. (35%, 13%, 6,6%),

Myristica sp. (75%, 6%, 1,9%) dan Ficus spp (5%, 5%, 1,6%).

Menurut Beehler & Dumbacher (1996), tipe buah dari Ficus spp, Podocarpus mereifolius, Myristica spp, Chissocheton lasiocarpus, dan Disoxylum pettigrewianum, adalah sebagai berikut:

Ficus spp; merupakan golongan buah basah, tipe buah sederhana dan memiliki biji satu atau lebih, sifat ovarinya superior, sebagian atau seluruh kulit buahnya tetap basah sampai masak dengan ukuran 5 mm x 6 mm–6 mm x 7 mm.

P. mereifolius; buahnya berdaging, banyak mengandung cairan, dengan kulit dalam keras, ukuran buah 12 mm x 27 mm–13 mm x 32 mm.

Myristica spp; tipe buah sederhana, buahnya berasal dari satu ovari, seluruh kulit buahnya kering dan keras merekah sepanjang garis tertutup pada waktu buah masak, ukuran buah 18 mm x 24 mm–20 mm x 26 mm.

C. lasiocarpus; merupakan buah sederhana, buah berasal dari sat ovari, dalam satu pishl, seluruh kulit, buahnya kering dan keras serta merekah sepanjang garis tertentu pada waktu buah masak, ukuran buah 21 mm x 21 mm–31 mm x 31 mm.

D. pettigrewianum; tipe buah sederhana, buah berasal dari satu ovari, dalam satu pishl, seluruh kulit, buahnya kering dan keras serta merekah sepanjang garis tertentu pada waktu buah masak dengan ukuran buah 15 mm x 16 mm–25 mm x 26 mm.

Coveradalah bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat perlindungan, beristirahat, atau tempat berkembangbiak. Menurut Alikodra (1976) membagi fungsi

cover bagi satwa yaitu sebagai pelindung sarang, pelindung perkawinan, pelindung wilayah peristirahatan, pelindung dari serangan pemangsa dan pelindung dari cuaca yang buruk.

(23)

dimanfaatkan untuk melindungi diri, telur dan anak-anaknya dari pemangsa dan dari keadaan cuaca yang jelek selama musim berbiak (Welty 1982).

Pada umumnya burung cenderawasih membuat sarang di atas pohon yang besar dan tinggi di perkebunan dataran rendah, pinggiran hutan, hutan dan pegunungan. Pola sarang yang dibuat terlihat seperti mangkuk dan terbuat dari ranting-ranting pohon yang ditutupi akar dan daun yang kering. Pembuatan sarang biasanya dilakukan oleh cenderawasih betina. Jumlah telur yang dihasilkan umumnya 1-2 butir pada setiap musim beriak. Namun demikian ada juga cenderawasih yang membuat sarang di atas pohon pada tingkat pertumbuhan tiang dengan letak ketinggian sarang ± 3,80 m di atas permukaan tanah.

2.7 Tingkah Laku

Tingkah laku merupakan sifat bawaan yang sempurna dimiliki oleh makhluk hidup sejak lahir sebagai refleksi karakateristik spesies yang tidak berubah, tetapi sebagian pola perilakunya berkembang dibawah pengaruh rangsangan lingkungan atau karena proses belajar (Takandjandji et al. 2010). Tingkah laku merupakan faktor yang berasal dari spesies itu sendiri dan nampak ketika spesies tersebut terlihat melakukan aktivitasnya sehari-hari (Jumilawaty 2006). Menurut Maturbongs et al. (1994)burung cenderawasih kuning kecil adalah satwa ovipar yang membuat sarang di batang tumbuhan yang merambat membentuk mangkok. Letak sarang tersebut biasanya pada pohon yang tinggi. Cenderawasih bertelur hanya sebutir, warnanya krem dengan garis-garis membujur serta bintik-bintik coklat kemerah-merahan dan kelabu keunguan, dengan ukuran 36 cm x 36 cm.

Menurut Setio et al. (1998)tingkah laku perkawinan burung cenderawasih berawal ketika dua ekor burung yang telah dewasa (jantan dan betina) melakukan percumbuan. Aktivitas percumbuan umumnya terjadi pada bulan Agustus sampai September. Percumbuan ini dilakukan dengan pembuatan sarang oleh burung betina pada percabangan pohon. Bahan sarang berupa ranting kecil kering yang diatur sendiri oleh burung betina membentuk sarang seperti mangkok. Pada bulan Oktober dan Desember burung betina tersebut bertelur dan menghasilkan satu butir telur.

Aktivitas bermain cenderawasih biasanya membentuk kelompok hingga selusin dengan beberapa anak di pucuk pohon (Rand &Gilliard 1967). Aktivitas bermain dilakukan pada percabangan yang rendah. Aktivitas bermain pada jantan biasanya diiringi dengan tarian yaitu merentangkan sayap, bulu dan kepala yang ditengkukkan ke bawah memamerkan keindahan bulunya. Aktivitas biasanya dilakukan untuk menarik perhatian betina.Betina akan mematuk bagian kepala individu jantan, tetapi tidak dilanjutkan dengan perkawinan. Permainan berakhir dengan suatu teriakan seekor pejantan dan diikuti oleh yang lainnya secara bergilir lalu terbang.

Suara burung cenderawasih biasanya dimulai dengan tiga sampai empat suara yaitu waik, wik atau ka kemudian diikuti dengan suara wok. Ketika pejantan dalam kondisi senang maka penjantan akan menyembunyikan suara seperti weerd weerd weerd weerd. Jika suara dipadukan akan berbunyi wik wong wau wau dan qwer qwer qwer qwer (Beehler et al. 1986).

(24)

al.1994). Menurut Beehler et al.(1986) permainan tersebut pada akhirnya akan dilanjutkan dengan perkawinan.

2.8 Populasi dan Penyebaran P.m. jobiensis

Menurut Alikodra (2002), populasi merupakan kumpulan organisme atau individu-individu sejenis yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya dan berada pada wilayah serta waktu tertentu. Ciri khusus yang dimiliki populasi adalah kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), kerapatan (densitas), sebaran (distribusi) (Alikodra 2002). Menurut Ditjen PHPA (1993), di Papua terdapat lebih dari 602 jenis burung dengan tingkat endemisitas 52% dan merupakan tingkat endemik yang terbesar di Indonesia. Dari 43 jenis spesies burung cenderawasih yang diketahui, 33 jenis diantaranya terdapat di PNG, 27 jenis terdapat di Papua, 4 jenis di Australia, 2 jenis di Kepulauan Maluku dan Halmahera (Beehler et al.2001).

Menurut Setio et al. (1998), penyebaran burung cenderawasih di Papua hampir tersebar merata dari bagian barat Papua dekat daerah kepala burung (Waigeo, Batanta, Salawati, Misool, Gebe, dan Gagi),kepulauan teluk Cenderawasih (Biak, Numfor, Meos, Num dan Yapen), dan Kepulauan Aru sampai barat daya Papua dengan kisaran penyebaran berdasarkan ketinggian tempat 0-1000 m dpl. Cenderawasih jarang ditemukan pada ketinggian 1600 m dpl.

(25)

3

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Kepulauan Yapen secara administrasi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua, dengan luas wilayah ±7.146,17 km² yang terdiri atas 12 kecamatan dan terbagi dalam 123 desa (BPS 2010). Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Yapen

terletak antara 134°46’ dan 137°21’ BT serta antara 1°27’ dan 1°58’ LS. Wilayah

Kabupaten Kepulauan Yapen berbatasan dengan Selat Sorenarwa dan Kabupaten Biak Numfor di sebelah utara, Selat Saireri-Kabupaten Waropen-Kabupaten Mamberamo Raya di sebelah selatan, Kabupaten Mamberamo Raya di sebelah timur, dan Kabupaten Manokwari di sebelah baratnya (BPS 2010). Persentase luas wilayah berdasarkan kecamatan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Kepulauan Yapen (Sumber: Kepulauan Yapen Dalam Angka BPS 2012b)

Kepulauan Yapen memiliki jumlah penduduk ± 3.418 jiwa. Kecamatan Raimbawi dengan luas 70,00 km² atau dengan persentase sekitar 9%dan terdiri dari 6 desa yang mayoritas terletak di pesisir kepulauan Yapen. Barawai merupakan suatu desa yang berada di tenggara kepulauan Yapen dengan persentase luas desa sekitar 6,86% dengan jumlah penduduk ± 213 jiwa atau 54 KK (BPS 2012a). Persentase luas setiap desa dalam Kecamatan Raimbawi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase luas wilayah setiap desa di KecamatanRaimbawi (Sumber: BPS 2012c)

Barawai, 6.86 %

Waindu, 5.88 %

Sawenui, 5.3 9% Kororompui,

5.88% Woda, 2.94%

(26)

Sebagian besar desa-desa yang terdapat di Kecamatan Raimbawi di luar kawasan hutan dan termasuk pada desa pesisir. Letak dan klasifikasi desa yang ada di Kecamatan Raimbawi di sajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Letak geografis, klasifikasi dan letak desa/kelurahan menurut kode dan nama desa

Desa Letak geografis Letak desa

Barawai Pesisir Di luar kawasan hutan

Waindu Pesisir Di tepi kawasan hutan

Sawenui Pesisir Di luar kawasan hutan

Kororompui Pesisir Di luar kawasan hutan

Woda Pesisir Di luar kawasan hutan

Aisau Pesisir Di luar kawasan hutan

Sumber data: Kecamatan Raimbawi dalam angka, 2012 (BPS 2012a)

3.2 Iklim

Keadaan iklim di Kabupaten Kepulauan Yapen dipengaruhi oleh faktor ketinggian dari permukaan laut rata-rata di atas 100 m, variasi topografi yang beragam dan kelerengan di atas 30%, posisi astronomis dan letak geografis. Kondisi ini menyebabkan kecamatan dan desa memiliki variasi cuaca yang berbeda setiap tahunnya.

Menurut klasifikasi Smitch-Ferguson wilayah kabupaten ini tergolong beriklim tropis basal. Hal ini ditandai dengan kelembaban yang tinggi, suhu udara yang setiap hari berubah-ubah sepanjang tahun, serta musim hujan yang dipengaruhi oleh musim barat, timur dan selatan. Suhu udara maksimum 34,3 0C dan minimum 21,7 0C. Curah hujan per tahun 2000 mm -3000 mm, rata-rata hari hujan per tahun 20,58 hari. Kelembaban udara bulanan bervariasi tahun antara 80%–86%, curah hujanmaksimum rata mencapai 602 mm, curah hujan minimum rata 109 mm, sedangkan rata-rata intensitas curah hujan adalah 331,5 mm. Suhu udara rata-rata-rata-rata per bulan berkisar pada 27 0C, dengan suhu minimum 23 0C dan suhu maksimum 34 0C (BPS 2012b).

(27)

3.3 Topografi dan Tanah

Topografimerupakansuatugambarantentangtingkatkemiringandanketinggianlahan daripermukaanlaut.Kondisikemiringanlahanmerupakansalahsatufactoryang

sangatmempengaruhikesesuaianlahanuntuksyarattumbuhsuatutanaman.Tingkat

kemiringanlahan di KepulauanYapensangatbervariasimulaidari datar hingga curam dengan konfigurasi lahan bergelombanghinggaberbukit. Daerah pantai umumnya memiliki kemiringan lahan berkisar antara 0–40%,sedangkandi daerah lainnya memiliki kemiringanlahanantara 40%–60% dengan bentuk lahanbergelombanghinggaberbukit. Kondisi kemiringan lahaninilebihdominan di KepulauanYapen.Kondisi topografi di desa Barawai sebagian besar berupa dataran dengan kelas kemiringan lahan tergolong landai (2%-8%) hingga sampai agak curam (16%-25%) (BPS 2012a).

Jenis tanah yang terdapat di pulau Yepen, termasuk di desa Barawai terutama pada daerah datar antara lain adalah alluvial, orgnosol, clay humus, hidromorlfkelabu, podsolik, dan lain-lain. Berdasarkan jenis tanah yang dimiliki menunjukkan bahwa daerah ini cukup subur dan memungkinkan untuk pengembangan usaha pertanian.

Secara keseluruhan wilayah Pulau Yapen memiliki kedalaman efektif tanah dikelompokkan dari kedalaman dangkal hingga agak dangkal. Wilayah terkecil yang memiliki tingkat kedalaman 0–25 cm berada di wilayah Yapen Selatan yaitu seluas 32,25 km2, sedangkan wilayah terluas yang memiliki kedalaman efektif tanah berkisar antara 26 cm–50 cm berada di Kecamatan Yapen Barat dengan luas sekitar 822,25 km2. Untuk wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen, hampir secara keseluruhan sifat keasaman tanahnya rata-rata berada antara 5,1–6,3 sampai dengan 7,3–8,5. Secara keseluruhan wilayah, mayoritas tanah di Kabupaten Kepulauan Yapen bersifat netral dari timur sampai ke barat Pulau Yapen. Wilayah yang mempunyai tanah basa terdapat di sebagian Kecamatan Angkaisera, sebagian KecamatanYapen Barat dan sebagian Kecamatan Yapen Utara (Kemenhut 2009).

3.4 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang berada di Kabupaten Kepulauan Yapen dapat digolongkan kedalam beberapa tipe seperti hutan, persawahan, padang rumput/rawa, tambak/kolam/empang dan perkampungan.Kabupaten Kepulauan Yapen juga memiliki kawasan hutan yang tergolong kedalam tipe hutan hujan tropis dengan berbagai potensi sumber daya keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Kekayaan potensi sumber daya hutannya masih tinggi dan sangat bervariasi dengan berbagai ciri khasnya. Sumber daya di pulau Yapen merupakan perpaduan dari beberapa ekosistem utama pembentuknya, yaitu ekosistem pesisir pantai, ekosistem rawa, ekosistem dataran rendah dan ekosistem dataran tinggi atau pegunungan.

(28)

Tabel 2 Kondisi penutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Yapen

No Penggunaan lahan Fungsi kawasan Luas (ha)

HL HP HPT

Sumber : Citra landsat tahun 2009 (BPS 2010)

3.5 Flora dan Fauna

Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki ekosistem yang sangat beragam, dimana keragaman itu terlihat dari adanya jenis flora dan fauna. Jenis flora yang ada sebagian besar merupakan jenis yang hidup pada habitat hutan tropis dan hutan mangrove serta terdapat juga jenis-jenis anggrek yang kurang lebih terdiri 819 spesies, sagu, dan palem. Kepulauan Yapen merupakan salah satu wilayah penyumbang kekayaan keanekaragaman hayati bagi Papua. Di Kepulauan Yapen dapat ditemukan sebanyak 113 jenis burung, diantaranya merupakan jenis burung endemik yang terkenal seperti: kasuari gelambir tunggal (Casuarius unappenddiculatus Blyth, 1860); kasuari kerdil(CasuariusbennettiGould, 1857); uncal besar (Reinwardtoena reinwardtiiTemminck, 1824), mambruk viktoria (Goura victoriaFraser, 1844), burung pintar (Ailuroedes buccoides) serta 4 jenis burung cenderawasih yakni (Manucodia jobiensis jobiensis, Salvadori, 1876),Cicinnurus regius cocineifrons, (Diphyllodes magnificus chrysopterus Elliot, 1873)dan (P. m. jobiensisRothschild, 1897), kaka tua hitam, ayam hutan, nuri, biawak, penyu belimbing, kupu-kupu dan serangga.

Menurut (BBKSDA Provinsi Papua 2011) secara umum vegetasi penyusun di kawasan hutan Barawai terdiri dari vegetasi hutan alam, belukar dan hutan tanaman. Beberapa jenis tumbuhan yang berada di desa Barawai seperti hasil survei dari (BBKSDA Provinsi Papua2011) yaitu beringin Ficus sp, kayu besi Instia bijuga, pala

Palaquim amboinensis, dan jambu hutan Eugenia sp.

3.6 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Lokal

(29)

yang ditentukan, sehingga perlu adanya suatu keputusan atau ketetapan dari pemerintah setempat terkait kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan habitat cenderawasih. Disadari pula bahwa kegiatan penjagaan dan pengawasan cenderawasih dan habitatnya masih berada dalam wilayah tempat satwa burung cenderawasih berada, untuk itu perlu dilakukan peningkatannya fungsi pengawasan yang lebih memadai sehingga kawasan tersebut memiliki manfaat yang baik bagi cenderawasih.

(30)

4

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kawasan hutan Imbowiari Barawai KabupatenKepulauan Yapen Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret–April 2013.

Gambar 5 Peta Provinsi Papua

Gambar 7 Peta lokasi penelitian

Gambar 6 Lokasi Kabupaten Kepulauan Yapen

4.2 Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesimen tumbuhan, Alat dan bahan herbarium, binoculer, GPS, altimeter, kamera, meteran (50 m), buku lapangan dan alat tulis.

(31)

4.3 Jenis dan Sumber Data

(32)

Tebel 3 Jenis dan sumber data berdasarkan tujuanpenelitian

Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisa Data Output yang Diharapkan Mengetahui seberapa besar

peran masyarakat dalam melestarikan P. m. jobiensis

(33)

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, studi literatur, observasi lapangan, survei, metode garis transek dan metode garis berpetak. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari informan kunci, kunci pelengkap dan pelengkap (Prastowo 2011 &Rumayom 2010). 4.4.1 Peran Masyarakat dalam Pelestarian P. m. jobiensis

Untuk mengetahui sejauh mana peran masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis, maka penelitian ini bersifat survei dengan melakukan wawancara, kuesioner dan pengambilan data sekunder. Metode ini bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok melalui wawancara langsung dan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya (Singarimbun 1982).

Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) (Singarimbun 1982). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di 2 (dua) desa yang berada di sekitar lokasi penelitian yang terkait dengan

P. m. jobiensis. Pemilihan penduduk dewasa sebagai responden dimaksudkan agar yang bersangkutan telah matang dalam mengambil keputusan dan berpikir positif dalam mengambil tindakan, dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Jumlah responden untuk desa Barawai 38 orang dan desa Waindu 40 orang, sehingga total responden yang diperoleh adalah 78 orang.

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: (1) tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian P. m. jobiensis(2) usia (3) jumlah anggota keluarga, (4) tingkat pendidikan, (5) tingkat pendapatan, dan (6) lama tinggal. Keenam variabel tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu variabel yang diharapkan dan variabel observasi. Variabel yang diharapkan dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian P. m. jobiensis, sedangkan yang diobservasi meliputi: usia, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan lama tinggal.

Nilai dari variabel–variabel tersebut diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) yang diajukan kepada resonden. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden dikelompokan dalam 4 bagian, yaitu: (1) identitas responden, (2) komponen sosial ekonomi, (3) tingkat peran masyarakat dengan masing-masing jumlah pertanyaan yang berbeda untuk setiap indikator. Pengukuran peubah-peubah tersebut adalah:

1. Tingkat peran adalah tingkat/intensitas keikutsertaan responden dalam kegiatan pelestarian P. m. jobiensis yang diukur berdasarkan usaha konservasi dari berbagai pihak dan juga seberapa besar pihak yang terlibat dalam konservasi. Interpretasi dengan skor tingkat partisipasi masyarakat sesuai interval kelas, yaitu sebagai berikut:

(34)

2. Usia responden dihitung dari lahir sampai saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun, dimana pembulatan keatas dilakukan apabila usia responden melebihi 6 bulan keatas dan sebaliknya pembulatan kebawah apabila kurang dari 6 bulan. Interpretasi jenjang skor umur dalam penelitian ini dipakai menurut Pangesti (1995) yaitu:

a) Skor kurang dari 30 tahun (muda) b) Skor antara 31-60 tahun (dewasa) c) Skor diatas 60 tahun (tua)

3. Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan resmi yang pernah diikuti responden sampai saat penelitian dilakukan. Jenjang pendidikan resmi meliputi tidak pernah sekolah diberi skor 1, tidak tamat SD diberi skor 2, tamat SD diberi skor 3, tamat SMP diberi skor 4, tamat SMA diberi skor 5 dan pernah mengikuti atau tamat akademi/universitas diberi skor 6. Interpretasi jenjang pendidikan formal dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Skor 1-2 (rendah) b) Skor 3-4 (sedang) c) Skor 5-6 (tinggi

4. Pendapatan adalah tingkat pendapatan total yang diperoleh responden baik dari mata pencaharian utama diluar pencaharian pokok perbulan, dimana tingkat pendapatan (i) lebih kecil dari Rp.500.000,- diberi skor 1; (ii) Rp.500.000-Rp.1.000.000,- diberi skor 2; (iii) Rp.500.000-Rp.1.000.000,- – Rp.1.500.000,- diberi skor 3;(iv) Rp.1.500.000,- - Rp.2.000.000,- diberi skor 4; (v) Rp.2.000.000,- - Rp.2.500.000,- diberi skor 5; (vi) Rp.2.500.000,- keatas diberi skor 6. Interpretasi jenjang skor pendapatan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Skor 1-2 (rendah) b) Skor 3-4 (sedang) c) Skor 5-6 (tinggi)

5. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang meliputi bapak, ibu, anak dinyatakan dalam orang atau jiwa. Interpretasi jenjang skor jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini didasarkan adanya kriteria keluarga berencana sebagai berikut:

a) Skor kurang atau sama dengan 3 orang (rendah) b) Skor 4-5 orang (sedang)

c) Skor dari 6 orang keatas (tinggi)

6. Lama tinggal adalah lamanya responden tinggal di kwasan penelitian yang dihitung dari sejak menetap sampai saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun, dimana pembulatan keatas dilakukan apabila responden menetap melebihi 6 bulan dan sebaliknya pembulatan dilakukan kebawah apabila kurang dari 6 bulan. Interpretasi jenjang skor lama tinggal dalam penelitian ini didasarkan dari lama rencana dan kebijaksanaan program pembangunan di Indonesia (umumnya berlaku selama 5 tahun) dan menurut Bakri (1992) sebagai berikut:

a) Skor kurang atau sama dengan 5 tahun (baru) b) Skor dari 6–15 tahun (sedang)

(35)

4.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat

Data faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat dalam pelestarian burung cenderawasih diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan angket (kuesioner) yang diberikan kepada kelompok konservasi, masyarakat sekitar (Umar 2001), pengamatan di lapangan, dan studi literatur dari penelitian sebelumnya. Pengambilan data di lapangan dilakukan bersamaan dengan pengamatan habitat dan populasi P. m. jobiensis. Data yang diambil merupakan bentuk permasalahan atau ancaman dan lokasi terjadinya permasalah tersebut.

4.4.3 Populasi P. m. jobiensis

Pengamatan karakteristik populasi P. m. jobiensisdilakukan melalui survei dengan menggunakan metode garis transek pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan sebelumnya (Alikodra 2002). Penentuan lokasi pengamatan dilakukan berdasarkan informasi dari penelitian-penelitian sebelumnya serta informasi kelompok pelestarian burung dan penduduk lokal, sehingga lokasi penelitian diharapkan mewakili seluruh kawasan hutan Imbowiari Barawai.Metode garis transek digunakan untuk menganalisis atau menghitung jumlah populasi P. m. jobiensis di lokasi penelitian.

x

Gambar 8 Desain unit contoh pengamatan populasi metode garis transek

Notasi ri = jarak antara posisi pengamat (P) dengan satwa (x), Ɵi = sudut kontak, y1 =

jarak tegak lurus antara posisi satwa dengan garis transek, y = r.sinƟ, dan L = panjang transek. Data yang dicatat adalah jumlah individu, jarak antara pengamat- satwa, sudut antara pengamat–satwa–garis lintang, jenis kelamin, sarang dan perilaku lainnya. Panjang transek yang digunakan sekitar 790 m hingga 1.100 m searah kontur.

4.4.4 Habitat P. m. jobiensis

(36)

Di setiap lokasi pengamatan burung, jarak petak contoh untuk pengamatan vegetasi dibuat sebanyak 12 buah jalur petak dengan jarak antara petak contoh 50 m. Jumlah dan jarak antara petak jalur disesuaikan dengan jalur pengamatan burung yaitu 12 jalur dengan jarak antara petak jalur 50 m.

Ukuran petak contoh untuk keperluan analisis vegetasi tersebut dibedakan menurut tingkat kelompok tumbuhan, yaitu:

Petak A = petak-petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon Petak B = petak-petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan tiang Petak C = berukuran 5 m x 5 m untuk pengamatan pancang

Petak D = petak-petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan semai dantumbuhan bawah

Gambar 9 Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode garis berpetak 4.5 Teknik Analisis Data

4.5.1 Peran Masyarakat dalam Pelestarian P. m. jobiensis

Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan uji statistik non-parametrik. Menurut Siegel (1986), beberapa keuntungan non-parametrik adalah: (i) kemungkinan-kemungkinan yang eksak, tak peduli bagaimana bentuk distribusi populasi yang merupakan induk sampel-sampel yang kita tarik; (ii) dapat menggarap sampel-sampel yang terdiri dari observasi-observasi dari beberapa populasi yang berlainan; (iii) digunakan pula untuk menggarap data yang pada dasarnya merupakan rangking dan juga untuk data skor-skor keangkaannya secara sepintas kelihatan memiliki keuntungan rangking. Artinya penelitian dapat berkata satu obyeknya memiliki ciri yang lebih atau kurang dibanding yang lain, tanpa dapat mengatakan seberapakah atau lebihnya itu; (iv) dapat digunakan untuk menggarap data yang hanya merupakan klasifikasi semata, yakni diukur dalam skala nominal dan (v) lebih mudah dipelajari dan diterapkan.

(37)

Kecamatan Raimbawi serta hubungan peran atau partisipasi dengan usia, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan lama tinggal.

Selang nilai atau kategori tingkat peran diperoleh dari nilai penjumlahan tertinggi dikurangi nilai penjumlahan terendah dari nilai variabel tersebut. Hasil selisih nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah kelas (dalam hal ini ditentukan sebanyak tiga yaitu: tinggi, sedang dan rendah), sedangkan nilai (nilai interval kelas) untuk tiga kriteria tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Djarwanto 1993).

Dimana:

Range : selisih antara nilai tertinggi dengan nilai terendah (Xn-X1)

K : jumlah kelas (dalam analisis ini ditetapkan tiga) 4.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat

Hubungan antara variabel tidak bebas (tingkat peran) dengan variabel bebas: usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga dan lama tinggal dapat diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi rank Spearman (Siegel 1986). Pemilihan uji koefisien korelasi rank Spearman didasarkan pada kemampuan uji ini: (i) dapat melihat arah korelasi antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas; (ii) dalam menormalkan data yang dilakukan melalui urutan rangking (sesuai dengan banyaknya sampel) dan (iii) mudah dipelajari dan diterapkan baik untuk data nominal dan ordinal. Uji koefisien korelasi rank Spearman bertujuan untuk merngetahui keeratan hubungan antara faktor variabel bebas (X1) dengan variabel tidak bebas (Y), dengan rumus

sebagai berikut:

Dimana:

rs = koefisien korelasi rank Spearman

d1 = perbedaan antara kedua rangking (Rx-Ry)

N = banyaknya sampel / subjek

Untuk mencari signifikansi rs yang kita hasilkan dibawah hipotesis nol, diuji dengan

rumus:

Dimana:

t = t student’s

rs = koefisien korelasi rank Spearman

N = banyaknya sampel

Hasil analisis signifikansi harga observasi p-value dibandingkan dengan α =5%, sedangkan taraf nyata yang digunakan dalam analisis ini adalah α = 0,05 dengan kriteria pengujian hipotesis adalah (a) tolak hipotesis no (H0), jika signifikansi harga observasi

p-value sama dengan atau lebih kecil dari α = 0,05 dan (b) terima hipotesis nol (H0) jika

(38)

4.5.3 Jumlah Populasi P. m. jobiensis

Pengolahan data populasi P.m.jobiensis dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut (Kartono,1994):

Rata-rata jumlah populasi : 4.5.4 HabitatP. m. jobiensis

Analisis vegetasi dilakukan untuk mendapatkan struktur dan komposisi vegetasi pada lokasi penelitian. Dominansi suatu jenis pohon akan ditunjukkan oleh besaran Indeks Nilai Penting (INP). Indeks Nilai Penting (INP) untuk vegetasi tingkat tiang dan pohon merupakan penjumlahan dari nilai-nilai kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), dan frekuensi relatif (FR) atau INP = KR + FR + DR, sedangkan untuk vegetasi tingkat semai dan pancang, INP = KR + FR (Indriyanto 2006).

Dari hasil-hasil pengukuran dengan cara jelur transek dapat dianalisis dengan rumus sebagai berikut:

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan akan digunakan pendekatan indeks keragaman Shannon-Wiener (Cox1976) dengan persamaan sebagai berikut:

H’ = - Σ Pi.ln(Pi) Keterangan :

H’ = indeks keragaman Shannon-Wiener , dan

Pi =proporsi jumlah individu ke-i (n) terhadap jumlah individu total (N), yaitu ni/N Nilai tolak ukur yang digunakan untuk menentukan indeks keragaman suatu tingkatakan (Restu 2002)adalah sebagai berikut:

H’<1,0 : Keragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendahsebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil.

H’ < 3,32 : Keragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang.

(39)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peran Stakeholders dalam Pelestarian P. m. jobiensis

Dalam rangka mewujudkan pelestarian P. m. jobiensis di Kabupaten Kepulauan Yapen khususnya bagi masyarakat Barawai yang berada di sekitar kawasan hutan Imbowiari sebagai habitat satwa ini, maka peran dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi pelestarian P. m. jobiensis secara berkelanjutan.

Pemerintah, dalam hal ini BKSDA Provinsi Papua dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Yapen, bekerja sama dengan kelompok Dorei Jaya sebagai kelompok pencinta burung cenderawasih telah melakukan beberapa kegiatan demi menyelamatkan populasi cenderawasih dan habitatnya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dengan menanam beberapa jenis pohon sebagai tempat bermain dan pohon sebagai sumber pakan. Didalam menjalankan program pelestarian P. m. jobiensis

telah banyak pihak lain yang terlibat seperti LSM, masyarakat (kelompok Dorei Jaya) dan Pemerintah.

5.1.1 Peran Pemerintah dalam Pelestarian P. m. jobiensis

Peran yang dilakukan pemerintah dalam pelestarian P.m.jobiensisantara lain meliputi kegiatan pembimbingan dan penyuluhan, pembuatan home stay di sekitar lokasi habitat satwa serta memberikan bantuan dana kepada kelompok Dorei Jaya demi memaksimalkan kegiatan pelestarian satwa. Program lain yang dilakukan adalah dengan penanaman beberapa jenis pohon yang berguna sebagai tempat bermain dan sumber pakan.

Program pemerintah lain yang secara langsung memberikan semangat ataupun motivasi bagi masyarakat Barawai (kelompok Dorei Jaya) dalam hal menjaga dan memelihara habitat P.m.jobiensis adalah dengan adanya tanda penghargaan “Kalpataru” atas pelestarian dan perlindungan kawasan Imbowiari sebagai kawasan perlindungan satwa burung cenderawasih oleh Presiden Republik Indonesia (Abdul Rahman Wahid) pada tanggal 5 Juni 2000. Penghargaan lain yang diberikan adalah “Satyalencana

Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup” pada tanggal 5 November 2011 dalam

pelaksanaan hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional atas kerja keras masyarakat dalam melestarikan satwa burung cenderawasih serta kawasan hutan Imbowiari selama sebelas tahun oleh Wakil Presiden RI (Budiono).

5.1.2 Peran LSM dalam Pelestarian P. m. jobiensis

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terkait dengan pelestarian

P.m.jobiensis di Desa Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen adalah LSM “Saireri Paradise Foundation”. Peran LSM di kawasan ini antara lain: (i) mendampingi

(40)

5.1.3 Peran Masyarakat (Kelompok Dorei Jaya) dalam Pelestarian P.m. jobiensis Secara umum, peran masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis tergolong sedang, yakni sebesar 77%. Sebaliknya untuk kategori tinggi hanya pada masyarakat Waindu. Distribusi tingkat peran masyarakat di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori nilai tingkat peran responden di lokasi penelitian Lokasi Kategori tingkat peran

Rendah Sedang Tinggi

Desa Barawai 1 (25%) 37 (62%) 0 (0%) Desa Waindu 3 (75%) 23 (38%) 14 (100%)

Jumlah 4 (5%) 60 (77%) 14 (18%)

Adanya tingkat peran masyarakat yang dikategorikan sedang di Desa Barawai (62%) dalam pelestarian P. m. jobiensis kemungkinan besar disebabkan oleh karena

Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen dan LSM “Saireri Paradise Foundation” dalam melaksanakan kegiatan penanaman beberapa jenis pohon dan pemeliharaannya lebih melibatkan satu lokasi yakni Desa Barawai sebagai satu-satunya kawan habitat cenderawasih dan juga sebagian besar anggota kelompok pencinta dan penyelamat cenderawasih adalah anggota masyarakat di Desa Barawai. Dengan seringnya dilibatkan masyarakat yang tinggal di Desa Barawai menyebabkan masyarakat mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai P. m. jobiensis

dan cenderawasih lainnya serta bagaimana cara menjaga habitat satwa tersebut dengan baik. Meskipun Desa Waindu kurang mendapat perhatian atau kurang dilibatkan didalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan LSM namun secara keseluruhan masyarakat tersebut memiliki peran yang sangat tinggi terhadap pelestarian cenderawasih kuning kecil. Sebaliknya, besarnya tingkat peran masyarakat kategori rendah kemungkinan disebabkan karena jarak antara desa dengan habitat P. m. jobiensis

dan juga beberapa responden tidak termasuk sebagai anggota pencinta dan penyelamat burung cenderawasih kuning kecil.

Rendahnya tingkat peran masyarakat di lokasi penelitian juga dapat dilihat dari: adanya perburuan liar yang sering terjadi di lokasi penelitian dan juga beberapa acara-acara adat yang secara langsung memanfaatkan cenderawasih sebagai asesoris dalam acara tersebut. Perlu dilakukannya upaya untuk meningkatkan peran masyarakat setempat dalam pelestarian P. m. jobiensis, sebab bila tidak diantisipasi dengan segera maka besar kemungkinan kegiatan penanaman serta pemeliharaan habitat satwa ini tidak berjalan dengan baik.Berdasarkan data dan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian memiliki kategori tingkat peran sedang kecuali masyarakat di Desa Waindu.

5.2 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat 5.2.1 Kelas Usia Responden

(41)

bahwa persentase masyarakat dalam kategori usia mudah lebih banyak di Desa Barawai dibandingkan dengan Desa Waindu. Kategori umur responden di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori usia responden di lokasi penelitian Lokasi Kategori tingkat peran memberikan implikasi adanya suatu peran responden yang tinggi pada pelestarian

P.m.jobiensis. Hal ini sejalan dengan pendapat (Soekanto & Soleman 1983) yang menyatakan bahwa masyarakat kelompok usia muda selain dapat menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang objek yang diamati. Hasil

analisis hubungan usia dengan tingkat peran responden dalam pelestarian

P.m.jobiensis disajikan padaTabel 6.

Tabel 6 Hubungan usia dengan tingkat peran

Berdasarkan uji signifikan maka tidak ada hubungan antara usia responden dengan tingkat peran masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis.Hubungan tidak nyata antara usia dengan tingkat peran masyarakat Desa Barawai dan Waindu menunjukkan bahwa peran masyarakat Desa Barawai dan Waindu dalam pelestarian P.m.jobiensis

tidak bergantung pada usia. 5.2.2 Tingkat Pendidikan

Secara umum, masyarakat di Desa Barawai dan Waindu sebagian besar (89,7%) tergolong memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah, yakni termasuk pada kelompok tidak sekolah atau belum tamat SD. Distribusi pendidikan formal responden disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kategoritingkat pendidikan responden di lokasi penelitian Lokasi Kategori tingkat pendidikan

Rendah Sedang Tinggi

Desa Barawai 35(92,1%) 3 (7,9%) 0 (0%) Desa Waindu 35 (87,5%) 5 (12,5%) 0 (0%) Jumlah 70 (89,7%) 8 (10,3%) 0 (0%)

Tabel 7menunjukkan bahwa sebagian besar responden di lokasi penelitian baik secara keseluruhan maupun menurut lokasi tergolong memiliki kategori tingkat pendidikan rendah. Dominannya tingkat pendidikan rendah ini memberikan implikasi adanya tingkat peran masyarakat yang rendah dalam pelestarian P.m.jobiensis. Hal ini

Lokasi rs p-value

Desa Barawai 0,13 0,42

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Gambar 3  Persentase luas wilayah setiap desa di KecamatanRaimbawi  (Sumber: BPS 2012c)
Tabel 2 Kondisi penutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Yapen
Gambar 5 Peta Provinsi Papua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang Efek Mediasi Organizational Citizenship Behavior dan Stres Kerja Pada Hubungan Komunikasi Organisasi Yang

Namun alat ini menggunakan output berupa suara untuk peringatan dini apabila menonton dengan jarak yang tidak sesuai atau terlalu dekat, adapun tiga keadaan yang

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Limbong Kabupaten Luwu Utara menentukan struktur teks cerita fabel sudah mampu atau

Dalam pembelajaran Muhâdatsah 2, Ustaz SAS merancang materi pembelajaran selalu memperhatikan materi-materi kosakata bahasa Arab yang “up to date” sesuai keseharian

Hasil pr e-test dan post-test kemudian dibandingkan untuk mengetahui per bedaan hasil belajar dan seber apa besar keefektifan penggunaan per aga Combined Brake System

Hasil penelitian menunjukkan karakter tinggi tanaman, diameter batang, umur berbunga, jumlah bunga pertanaman, jumlah buah total pertanaman, panjang buah, lebar buah, bobot

Narapidana yang mendapat hukuman seumur hidup akan mengalami perubahan besar dalam kehidupannya, seperti keterbatasan dalam melakukan aktivitas, pekerjaan, kehidupan

Setelah dilakukan analisis statistik terhadap peubah indeks eritrosit (selisih nilai MCH, MCHC, dan MCV), tidak ditemukan interaksi antara lama waktu tempuh transportasi