• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Penjelasan Judul

3. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan suatu daerah merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut. Teknik penghitungan tingkat kemiskinan dengan menggunakan rumus Headcount Indeks (HCI-P0) yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk yang dikategorikan miskin.

12 a. Pengertian Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan dalam konteks arti, definisi maupun indikator dirumuskan secara variatif. Para ahli dalam berbagai perspektif bidang keilmuan telah banyak mengkaji dan meneliti problem kemiskinan. Melalui studi-studi tersebut, melihat telah banyak definisi, indikator dan pengkonstruksian realitas sebuah masyarakat yang disebut masyarakat miskin. Hal ini memperkaya pengetahuan bahwa realitas masyarakat miskin itu sendiri merupakan suatu fenomena multiface dan multidimensional.15

Menurut Kurniawan kemiskinan adalah apabila pendapatan suatu komunitas berada di bawah suatu garis kemiskinan tertentu. Kemiskinan juga berarti kekurangan kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak. Definisi lainya yang biasa digunakan adalah menurut European Union bahwa kemiskinan bahwa kemiskinan sebagai kondisi seseorang dengan sumber daya (material, sosial dan budaya) yang sangat terbatas. Menurut Suparlan, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Standar hidup yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.16

Dalam pandangan tokoh Islam, Al-Ghazali mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Islam memandang kemiskinan merupakan suatu hal yang mampu membahayakan akhlak, kelogisan berpikir, keluarga, dan juga masyarakat.

15 Muhammad Ramadhan, Politik Ekonomi Islam dalam Narasi Pembangunan Nasional, ..., Hlm.73.

16 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), Hlm.2.

Islam pun menganggapnya sebagai musibah dan bencana yang seharusnya memohon perlindungan kepada Allah atas kejahatan yang tersembunyi di dalamnya. Jika kemiskinan ini makin merajalela, maka ini akan menjadi kemiskinan yang mampu membuatnya lupa akan Allah dan juga rasa sosialnya kepada sesama.17

Kemudian, Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai β€œPoverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see a doctor.

Poverty is not being able to go to school and not knowing how to read.

Poverty is not having a job, is fear of the future, living one day at a time.

Poverty is losing a child to illness brought about by unclean water. Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom.” Kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis.

Kemiskinan adalah bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, kurangnya representasi dan kebebasan. Lebih sederhana, Bank Dunia mengartikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan, yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan.18

BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) merangkum definisi kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antar lain, tidak terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan dan ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.19

17 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Pembangunan Islam, ..., Hlm.23-24.

18 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, (Yogyakarta: Absolute Media, 2013), Hlm.8.

19 Muhammad Ramadhan, Politik Ekonomi Islam dalam Narasi Pembangunan Nasional, ..., Hlm.74.

Berdasarkan beberapa pengertian kemiskinan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sebuah komunitas berada di bawah standar kehidupan tertentu. Orang atau komunitas tersebut mengalami kekurangan dan ketidakberdayaan memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kondisi ini dapat menjadi suatu hal yang mampu membahayakan akhlak, kelogisan berpikir, keluarga, dan juga masyarakat.

Sementara itu, pengertian tingkat kemiskinan merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut.

Teknik yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dalam penghitungan persentase kemiskinan adalah dengan rumus Headcount Index (HCI-P0).

b. Indikator Tingkat Kemiskinan

Menurut Hendarto Esmara, garis kemiskinan diukur berdasarkan pada jumlah pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokok per kapita selama setahun. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan barang-barang seperti beras, daging, sayur, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

Kebutuhan pokok di sini dapat berubah-ubah. Perubahan pengeluaran per kapita atas barang kebutuhan pokok mencerminkan perubahan tingkat harga dan pola konsumsi keluarga. Indikator ini mampu menjelaskan perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap kebutuhan pokok.20

Pada Bank Dunia, Standar yang digunakan adalah garis kemiskinan internasional: penduduk miskin adalah yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang, menggunakan metode Purchasing Power Parity (PPP). Selain itu, Bank Dunia juga menetapkan klasifikasi penduduk sangat miskin (extreme poor) untuk yang pengeluaran per harinya di bawah US$1.21

Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan adalah indikator yang digunakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan

20 A Iskandar, Paradigma Baru Benchmarking Kemiskinan (Suatu Studi ke Arah Penggunaan Indikator Tunggal), (Bogor: IPB Press, 2012), Hlm.1.

21 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ..., Hlm.18.

Nasional (BAPPENAS). Indikator yang dimaksud adalah: (1) keterbatasan pangan, (2) keterbatasan akses kesehatan, (3) keterbatasan akses pendidikan, (4) keterbatasan akses pada pekerjaan, (5) keterbatasan akses pada layanan perumahan dan sanitasi, (6) keterbatasan akses terhadap air bersih, (7) keterbatasan akses terhadap tanah, (8) keterbatasan akses terhadap sumber daya alam, (9) tidak adanya jaminan rasa aman, (10) keterbatasan akses terhadap partisipasi, (11) besarnya beban kependudukan.22

Sementara itu, untuk mengukur tingkat kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.23

Garis kemiskinan diperoleh dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum pangan dan non pangan. Kebutuhan minimum pangan ditetapkan patokan 2.100 kkal/kapita/hari seperti yang dianjurkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 1988. Sedangkan pengeluaran minimum untuk perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan, dan transpor merupakan kebutuhan minimum non pangan yang harus dipenuhi.24

Dalam cakupan suatu daerah, indikator tingkat kemiskinan dapat dilihat melalui persentase kemiskinan daerah tersebut. Tingkat kemiskinan suatu daerah merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut. Teknik yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dalam penghitungan persentase kemiskinan adalah dengan rumus Headcount Indeks (HCI-P0). Headcount Index secara

22 Arditi Bhinadi, Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), Hlm.17-19.

23 https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html#subjekViewTab1 (dikutip pada 26-01-2021, 09:44)

24 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ..., Hlm.13.

sederhana mengukur proporsi yang dikategorikan miskin. Persentase penduduk miskin yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di suatu wilayah juga tinggi.25 Rumus dari headcount indeks (HCI-P0) yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah:

𝑃0 =1

π‘›βˆ‘ [𝑧 βˆ’ 𝑦𝑖 𝑧 ]

π‘ž 0

𝑖=1

Keterangan

P0 : Persentase penduduk miskin z : Garis Kemiskinan

yi : Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan : yi<z

q : Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n : Jumlah penduduk26

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan

Penyebab kemiskinan dapat dibedakan atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal menyangkut aspek penyebab yang terdapat di dalam diri orang miskin termasuk, sikap, sifat, karakter dan budaya. Faktor eksternal menyangkut penyebab yang ada di luar diri orang miskin seperti perubahan iklim, kerusakan alam (natural disaster), kehidupan sosial serta kebijakan dan program pemerintah. Tingkat pendapatan dan pendidikan, kondisi kesehatan, sanitasi, akses ke air bersih, bahan pangan, perumahan dan pakaian, merupakan indikator akibat kemiskinan.27

Isdjoyo, membedakan penyebab kemiskinan di desa dan di kota.

Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: (1) Ketidakberdayaan, kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya

25 https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/18

26 https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/18

27 Keppi Sukesi, Gender & Kemiskinan di Indonesia, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2015), Hlm.97.

pendidikan. (2) Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin. (3) Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah. (4) Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat mereka menjadi rentan dan miskin. Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda adalah penyebab dari faktor- faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan di kota cenderung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.28

Menurut Bank Dunia, penyebab dasar kemiskinan adalah: (l) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional vs ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.29

Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh: (a) rendahnya kualitas angkatan kerja, (b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal, (c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi, (d) penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan (e) pertumbuhan penduduk yang tinggi.30

28 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, ..., Hlm.67-68.

29 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ..., Hlm.17-18.

30 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, ..., Hlm.68.

Menurut pendapat lain, faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran. Menurut Sandono, angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi pula yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per kapita, meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat kemiskinan.31

Sandono juga berpendapat bahwa pengaruh jelek dari tunakarya atau pengangguran yaitu dapat membuat pemasukan masyarakat menjadi kurang dan dapat mengurangi level kesejahteraan yang telah diperoleh pada akhirnya. Menurunnya kemakmuran masyarakat karena pengangguran dapat dipastikan bisa menaikkan peluang terjebak pada masalah kemiskinan karena tidak adanya pemasukan. Bila tingkat pengangguran dalam sebuah daerah sangat buruk, ketidaknyamanan politik dan sosial selalu muncul dan mengakibatkan pengaruh buruk bagi kemakmuran masyarakat dan peningkatan ekonomi dalam jangka Panjang. Ref juga berpendapat bahwa ada hubungan intim sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Untuk masyarakat dalam kelompok besar, yang tidak memiliki akses pekerjaan tetap atau hanya paruh-waktu, mereka akan selalu berada dalam bagian masyarakat yang sangat miskin.32

Tingkat pengangguran terbuka memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Standar hidup yang rendah di implementasikan ke dalam bentuk tingkat pendapatan yang rendah,

31 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, ..., Hlm.89.

32 Febriangga Sembiring, Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, IPM, Pengangguran Terbuka dan Angkatan Kerja Terhadap Kemiskinan di Sumatera Utara, ..., Hlm.975.

perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat dan peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah. Dalam hal peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah berarti pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan pendapatan berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan mengalami kemiskinan.

Dengan demikian tingkat pengangguran memiliki hubungan positif terhadap tingkat kemiskinan.33

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

a. Pengertian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Simanjuntak mengatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan sedang melakukan kegiatan Iain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Soeroto berpendapat tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Dumairy yang disebut angkatan kerja adalah tenaga kerja/penduduk yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.34

Definisi angkatan kerja adalah penduduk sudah memasuki usia kerja, baik yang sudah bekerja, belum bekerja, atau sedang mencari pekerjaan.

Menurut ketentuan Indonesia, penduduk yang sudah memasuki usia kerja adalah mereka yang berusia minimal 15 tahun sampai 65 tahun. Namun, tidak semua penduduk yang memasuki usia kerja disebut angkatan kerja sebab penduduk yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi tidak termasuk dalam

33 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, Jurnal Forum Ekonomi, ..., Hlm.89.

34 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, (Yogyakarta:

Deepublish, 2019), Hlm.51.

kelompok angkatan kerja, seperti rumah tangga, pelajar, dan mahasiswa, serta penerima pendapatan (pensiunan).35

Kemudian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah penduduk pada kelompok umur tertentu. Pengukuran TPAK diperlukan untuk mengetahui tingkat kegiatan masyarakat yang akan mempengaruhi besarnya angka persediaan tenaga kerja.36

b. Indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sendiri merupakan suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. Semakin besar jumlah penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin kecil jumlah angkatan kerja yang mengakibatkan semakin kecil TPAK.37

Untuk mengetahui tingkat partisipasi angkatan kerja dalam suatu daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

π“ππ€πŠ =𝑨𝑲

𝑻𝑲× 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan

TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

AK : Angkatan Kerja

TK : Tenaga Kerja38

35 Kadirman. dkk, Ekonomi Dunia Keseharian Kita, (Jakarta Timur: Yudhistira, 2006) Hlm.62.

36 Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), Hlm.442.

37 Vina Shofia Nur Mala, Analisis Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Tegalsari Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015, ..., Hlm.130.

38 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, ..., Hlm.51

3. Tingkat Pengangguran Terbuka

a. Pengertian Tingkat Pengangguran Terbuka

Penduduk yang sedang mencari pekerjaan dan belum memiliki pekerjaan disebut pengangguran. Angka pengangguran adalah persentase (%) jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Sukirno mendefinisikan pengangguran (unemployment) adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.39

Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah situasi di mana orang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan.

Pengangguran terbuka bisa disebabkan karena lapangan kerja yang tidak tersedia, ketidakcocokan antara kesempatan kerja dan latar belakang pendidikan, dan tidak mau bekerja.40

Dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah angka yang menunjukkan banyaknya pengangguran terhadap 100 penduduk yang masuk kategori angkatan kerja. Pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang sedang bekerja sebelumnya.

b. Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.41 Tingkat pengangguran terbuka merupakan rasio yang menunjukan banyaknya jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan aktif mencari pekerjaan. Pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang sedang

39 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, ..., Hlm.51

40 Alam S, Ekonomi, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2017), jld.2, Hlm.9.

41 Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2019, ...Hlm.3.

bekerja sebelumnya. Menurut BPS (2016). Pengangguran terbuka terdiri atas:

(1) Penduduk yang sedang mencari pekerjaan, (2) Penduduk yang sedang mempersiapkan usaha, (3) Penduduk yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, (4) Penduduk yang sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja.42

Untuk menghitung berapa besar tingkat pengangguran terbuka, dapat dilakukan dengan rumus berikut:

𝐓𝐏𝐓 = 𝐏𝐓

π“πŠΓ— 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan

TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka PT : Pengangguran Terbuka

TK : Tenaga Kerja43

4. Pengaruh Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK) Terhadap Tingkat Kemiskinan

Menurut Sandono, angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi pula yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per kapita, meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat kemiskinan.44

42 Syamsul Arifin dan Yoyok Soesatyo, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran, dan Konsumsi, dalam Bingkai Kesejahteraan Masyarakat, (Banyumas: Pena Persada, 2020), Hlm.26.

43 Alam S, Ekonomi, ..., jld.2, Hlm.9.

44 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, ..., Hlm.89.

5. Pengaruh Tingkat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Terhadap Tingkat Kemiskinan

Tingkat pengangguran terbuka memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Standar hidup yang rendah di implementasikan ke dalam bentuk tingkat pendapatan yang rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat dan peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah. Dalam hal peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah berarti pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan pendapatan berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan mengalami kemiskinan. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka memiliki hubungan positif terhadap tingkat kemiskinan.45

B. Riset Terdahulu

Mirah, Kindangen dan Rorong melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara. Variabel yang diteliti adalah tingkat partisipasi angkatan kerja sebagai variabel independen dengan pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan sebagai variabel dependen. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Temuan dari penelitian ini, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja laki-laki dan Perempuan mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perkembangan Pertumbuhan Ekonomi. Dan TPAK laki-laki dan Perempuan mampu memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara.

Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian saat terletak pada variabel yang digunakan, dimana variabel independen dalam penelitian

45 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, Jurnal Forum Ekonomi, ..., Hlm.89.

terdahulu ini hanya tingkat partisipasi angkatan kerja sedangkan pada penelitian saat ini terdapat dua variabel yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka.

Yustie melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di sembilan kota di Provinsi Jawa Timur. Variabel yang diteliti adalah indeks pembangunan manusia (IPM), rasio ketergantungan dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagai variabel independen dengan kemiskinan sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan yaitu metode panel dengan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel indeks pembangunan manusia (IPM), rasio ketergantungan dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan secara parsial dan simultan.

Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian saat terletak pada variabel yang digunakan, dimana terdapat 3 variabel independen dalam penelitian terdahulu ini, yaitu indeks pembangunan manusia, rasio ketergantungan dan tingkat pengangguran terbuka, sedangkan penelitian saat ini memiliki 2 variabel independen yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka. Selain itu, penelitian terdahulu ini meneliti lebih banyak cakupan daerah, yaitu sembilan kota sekaligus.

Hasmah dan Asrani melakukan penelitian tentang aplikasi regresi panel pada model indeks kedalaman kemiskinan Provinsi Sulawesi Selatan. Variabel yang diteliti adalah produk domestik regional bruto (PDRB), tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebagai variabel independen dengan indeks kedalaman kemiskinan sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan adalah model regresi panel Fixed Effect Model (FEM) dengan efek individu.

Hasil dari penelitian adalah variabel independen yang signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan dari model FEM adalah produk domestik regional bruto

Hasil dari penelitian adalah variabel independen yang signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan dari model FEM adalah produk domestik regional bruto

Dokumen terkait