• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Disusun Oleh:

TAUFIK RAHMAT HIDAYAT NIM : 3217.047

Dosen Pembimbing : RINI ELVIRA, SE., M.Si NIP : 197708152011012007

JURUSAN EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 2020/2021

(2)

Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Sumatera Barat.”

Penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan data panel.

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengangguran terbuka yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu tingkat kemiskinan. Sumber data yang penulis ambil adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data melalui pengambilan data melalui situs website resmi milik BPS Sumatera Barat. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini adalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka secara simultan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Dan untuk pengaruh secara parsial baik variabel tingkat partisipasi angkatan kerja maupun variabel tingkat pengangguran terbuka tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Kemudian, kontribusi pengaruh yang diberikan oleh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah sebesar 0,4% dan 99,6% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.

Kata kunci: partisipasi angkatan kerja, pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan

(3)

dapat menyelesaikan penyusunan laporan SKRIPSI ini. Shalawat berangkaikan salam tidak bosan dan tidak lupa penulis menghadiahkan ke ruh baginda Nabi Besar Muhammad Sallahu Alaihi Wasallam yang telah membawa kita dari alam kebodohan sampai ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang dirasakan sekarang ini.

Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan pendidikan program setara satu ( S1) fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi guna memperoleh gelar sarjana ekonomi (SE) dengan tugas akhir yaitu penyusunan laporan SKRIPSI dengan judul ANALISIS PENGARUH TINGKAT PARTISIPASI AMGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang tidak terhingga kepada Kedua orang tua yang senantiasa memberikan dukungan penuh dan tidak pernah lelah dalam membesarkan anak-anaknya. Dan penulis berterimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum selaku Rektor IAIN Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi

2. Bapak Dr. Iiz Izmuddin, MA selaku Dekan Fakultas Ekonom dan Bisnis Islam IAIN Bukittinggi.

3. Ibu Rini Elvira SE,M.Si selaku ketua Jurusan Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi dan sekaligus sebagai pembimbing ananda dalam menyelesaikan tugas akhir ini yang telah berkenan meluangkan waktu serta mengarahkan penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi.

(4)

menyelesaikan skripsi ini.

6. Terima kasih juga kepada teman-teman jurusan ekonomi islam angkatan 2017 terutama kelas B yang menjadi pijakan pertama penulis dalam menyelesaikan studi ini.

7. Dan tak lupa juga terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak terkait dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(5)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

F. Penjelasan Judul ... 11

1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 11

2. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 11

3. Tingkat Kemiskinan ... 11

BAB II : TIJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12

1. Tingkat Kemiskinan ... 12

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 21

3. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 19

4. Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 22

5. Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Terhadap Tingkat Kemiskinan ... 23

B. Riset Terdahulu ... 23

C. Kerangka Berpikir ... 26

D. Hipotesis ... 27

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Waktu Penelitian ... 29

(6)

G. Teknik Analisis Data... 32

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 37

1. Hasil Uji Prasyarat Data ... 37

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 40

3. Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 43

4. Hasil Uji Hipotesis ... 44

5. Hasil Uji Adjusted R Square... 46

B. Pembahasan ... 46

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(7)

1

memenuhi kebutuhanya yang terbatas dengan alat pemenuhan kebutuhan atau sumber-sumber daya yang terbatas. Masalah ekonomi tersebut dihadapi oleh semua manusia, semua masyarakat, dan negara. Pada lingkup negara, masalah ekonomi ini dihadapi baik negara maju maupun negara berkembang.1 Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh hampir setiap negara adalah masalah kemiskinan.

Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki tempat tinggal, tidak mampu ke dokter saat sakit, tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki akses air bersih.2 Di Indonesia, berdasarkan metode yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat kemiskinan diukur dengan pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan. Untuk kebutuhan pangan kebutuhan minimum ditetapkan pada patokan 2.100kkal/kapita/hari, dan untuk kebutuhan non pangan minimum ditetapkan pada pengeluaran untuk perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan dan transpor.3

Dalam cakupan suatu daerah, indikator kemiskinan dapat dilihat melalui tingkat kemiskinan daerah tersebut. Tingkat kemiskinan suatu daerah merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut.

Teknik yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dalam penghitungan persentase kemiskinan adalah dengan rumus Headcount Indeks (HCI-P0). Headcount Index secara sederhana mengukur proporsi yang dikategorikan miskin. Persentase penduduk miskin yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di suatu wilayah juga tinggi.4

1 Alam S, Ekonomi, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2017), jld.1, Hlm.22.

2 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, (Yogyakarta: Absolute Media, 2013), Hlm.8.

3 Muhammad Ramadhan, Politik Ekonomi Islam dalam Narasi Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: LKiS, 2018), Hlm.74.

4 https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/18

(8)

Dalam pandangan Agama Islam, kemiskinan dapat membahayakan akhlak dan kelogisan berpikir seseorang, keluarga, dan juga masyarakat.5 Kemiskinan dapat menimbulkan permasalahan ekonomi dan sosial yang lain. Dalam kondisi miskin seseorang dapat bertindak tidak dengan sewajarnya demi menutupi kebutuhan hidupnya yang tidak terpenuhi. Hal tersebut dapat memicu tindakan kriminal seperti penipuan, pencurian bahkan perampokan. Keadaan tersebut membuat masalah kemiskinan harus dituntaskan baik dari penuntasan dari individu maupun pemerintah.

Untuk menurunkan tingkat kemiskinan suatu daerah, perlu diketahui faktor- faktur yang dapat mempengaruhinya. Menurut Isdjoyo, tingkat kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) ketidakberdayaan karena kurangnya kesempatan atau lapangan kerja, (2) keterkucilan karena rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya keahlian, (3) kemiskinan materi karena kurangnya modal dan (4) kerentanan seperti karena bencana alam.6

Menurut Arsyad, masalah sempitnya kesempatan kerja merupakan salah satu akar permasalahan kemiskinan. Menurut Feriyanto, kesempatan kerja adalah jumlah lowongan tenaga kerja yang dapat ditampung oleh suatu lapangan kerja untuk menghasilkan output tertentu sedangkan kemampuan lapangan kerja menyerap jumlah tenaga kerja yang memenuhi kriteria pada lapangan kerja itu di sebut penyerapan tenaga kerja. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur situasi ketenagakerjaan daerah adalah angka penyerapan angkatan kerja (employment rate) yang ditunjukkan dengan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja yang menyatakan sedang bekerja pada saat pencacahan.7

Menurut Khan, penduduk miskin dapat lepas dari kemiskinan ketika salah satunya yaitu ada peningkatan kesempatan kerja. Sedangkan dalam agama Islam, kesempatan kerja memungkinkan orang miskin untuk mencapai produktivitas lebih tinggi sehingga meningkatkan penghasilannya di pekerjaan mereka. Dengan

5 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Pembangunan Islam, (Jakarta: Kencana, 2017), Hlm.23-24.

6 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, ..., Hlm.67-68

7 Robiansyah, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Angkatan Kerja Terhadap Kemiskinan dengan Pendapatan Perkapita Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Pada Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara), Jurnal Kinerja, Vol.12, No.2, 2015, Hlm.132-133.

(9)

demikian, semakin banyak angkatan kerja yang terserap di lapangan maka peluang mereka mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka semakin besar sehingga semakin besar peluang mereka keluar dari kemiskinan.8

Menurut pendapat lain, faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka. Menurut Sandono, angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi pula yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per kapita, meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat kemiskinan.9

Sandono juga berpendapat bahwa pengaruh jelek dari tunakarya atau pengangguran yaitu dapat membuat pemasukan masyarakat menjadi kurang dan dapat mengurangi level kesejahteraan yang telah diperoleh pada akhirnya.

Menurunnya kemakmuran masyarakat karena pengangguran dapat dipastikan bisa menaikkan peluang terjebak pada masalah kemiskinan karena tidak adanya pemasukan. Bila tingkat pengangguran dalam sebuah sangat buruk, ketidaknyamanan politik dan sosial selalu muncul dan mengakibatkan pengaruh buruk bagi kemakmuran masyarakat dan peningkatan ekonomi dalam jangka Panjang.10

8 Robiansyah, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Angkatan Kerja Terhadap Kemiskinan dengan Pendapatan Perkapita Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Pada Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara), ..., Hlm.133.

9 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, Jurnal Forum Ekonomi, Vol.21, No.1, 2019, Hlm.89.

10 Febriangga Sembiring, Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, IPM, Pengangguran Terbuka dan Angkatan Kerja Terhadap Kemiskinan di Sumatera Utara, Jurnal Serambi Egineering, Vol.5, No.2, 2020, Hlm.975.

(10)

Tingkat pengangguran memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Standar hidup yang rendah di implementasikan ke dalam bentuk tingkat pendapatan yang rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat dan peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah. Dalam hal peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah berarti pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan pendapatan berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan mengalami kemiskinan.

Dengan demikian tingkat pengangguran memiliki hubungan positif terhadap tingkat kemiskinan.11

Dalam cakupan suatu daerah, indikator partisipasi angkatan kerja dapat dilihat pada Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK sendiri merupakan suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. Semakin besar jumlah penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin kecil jumlah angkatan kerja yang mengakibatkan semakin kecil TPAK.12 Untuk mengetahui angka dari TPAK dapat dilakukan dengan cara jumlah angkatan kerja yang bekerja dibagi dengan jumlah penduduk dalam kategori umur tertentu, yakni kategori umur yang termasuk usia angkatan kerja.

Sedangkan untuk pengukuran pengangguran, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.13 Untuk mengetahui angka dari TPT dapat dilakukan dengan cara jumlah pengangguran

11 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, Jurnal Forum Ekonomi, ..., Hlm.89.

12 Vina Shofia Nur Mala, Analisis Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Tegalsari Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015, Jurnal Pendidikan Ekonomi, Vol.11, No.1, 2017, Hlm.130.

13 Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2019, Berita Resmi Statistik, No.41/05/Th.XXII, 2019, Hlm.3.

(11)

dibagi dengan jumlah tenaga kerja. TPT yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja.14

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, dengan menggunakan indikator tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang telah dijelaskan sebelumnya, data tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2011-2015 di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1

TPAK Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2015

Kabupaten / Kota

TPAK (%)

2011 2012 2013 2014 2015

Kab. Kepulauan

Mentawai 76,25 77,45 76,61 75,47 78,97

Kab. Pesisir Selatan 59,80 59,35 56,97 60,43 56,74

Kab. Solok 64,91 61,69 60,27 65,00 68,46

Kab. Sijunjung 63,57 65,02 63,08 66,48 70,40

Kab. Tanah Datar 67,64 68,89 72,10 68,49 66,66

Kab. Padang Pariaman 64,02 63,47 61,33 65,12 60,33

Kab. Agam 71,90 70,22 62,54 67,58 64,92

Kab. Lima Puluh Kota 72,34 72,19 71,14 69,79 72,19

Kab. Pasaman 68,59 74,31 72,93 77,79 62,29

Kab. Solok Selatan 63,83 62,62 61,16 65,30 67,18

Kab. Dharmasraya 69,45 71,84 69,51 69,59 65,88

Kab. Pasaman Barat 62,43 62,53 57,85 61,34 67,84

Kota Padang 60,10 55,09 57,12 59,29 58,92

Kota Solok 65,46 63,22 61,59 62,62 66,18

Kota Sawahlunto 70,28 72,65 67,48 65,50 69,91

Kota Padang Panjang 68,03 67,18 66,28 63,14 66,13

Kota Bukittinggi 67,83 67,33 62,72 65,45 67,59

Kota Payakumbuh 70,49 68,27 66,77 69,37 69,85

14 https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/44

(12)

Kota Pariaman 56,13 58,76 61,57 61,48 64,95 Provinsi Sumatera

Barat 65,33 64,42 62,92 65,19 64,5

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, dengan menggunakan indikator tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang telah dijelaskan sebelumnya, data tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2011-2015 di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.2

TPT Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2015

Kabupaten / Kota

TPT (%)

2011 2012 2013 2014 2015

Kab. Kepulauan

Mentawai 2,97 4,86 0,40 1,66 1,25

Kab. Pesisir Selatan 10,07 8,90 11,03 9,58 11,69

Kab. Solok 5,93 4,55 5,75 3,55 3,97

Kab. Sijunjung 3,56 4,26 3,81 3,58 4,26

Kab. Tanah Datar 3,31 3,42 4,96 3,30 4,46

Kab. Padang Pariaman 9,43 7,32 7,36 7,84 5,80

Kab. Agam 4,96 3,69 5,43 5,56 6,05

Kab. Lima Puluh Kota 4,66 3,03 3,94 2,41 3,78

Kab. Pasaman 2,50 3,35 1,55 3,27 5,06

Kab. Solok Selatan 8,39 7,18 3,67 4,93 6,30

Kab. Dharmasraya 4,06 6,20 5,23 2,94 3,51

Kab. Pasaman Barat 5,16 7,10 6,49 8,17 3,79

Kota Padang 16,90 12,35 14,10 12,28 14,00

Kota Solok 11,57 5,76 5,66 6,49 4,72

Kota Sawahlunto 5,65 6,23 6,16 6,38 7,18

Kota Padang Panjang 12,56 7,95 7,03 8,29 6,33

Kota Bukittinggi 8,73 7,42 4,72 3,93 6,04

(13)

Kota Payakumbuh 9,76 7,67 7,16 6,36 7,07

Kota Pariaman 14,43 13,28 6,07 10,85 6,61

Provinsi Sumatera

Barat 8,02 6,65 7,02 6,50 6,89

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, dengan menggunakan indikator tingkat kemiskinan yang telah dijelaskan sebelumnya, data tingkat kemiskinan pada tahun 2011-2015 di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.3

Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2015

Kabupaten / Kota

Kemiskinan (%)

2011 2012 2013 2014 2015

Kab. Kepulauan

Mentawai 18,85 16,70 16,12 14,96 15,52

Kab. Pesisir Selatan 9,75 8,68 8,64 7,82 8,46

Kab. Solok 11,19 10,03 10,26 9,53 10,00

Kab. Sijunjung 9,94 8,79 8,53 7,74 7,87

Kab. Tanah Datar 6,57 5,95 5,77 5,29 5,82

Kab. Padang Pariaman 11,26 10,12 9,17 8,39 8,86

Kab. Agam 9,39 8,43 7,68 7,02 7,58

Kab. Lima Puluh Kota 9,96 8,89 8,26 7,48 7,65

Kab. Pasaman 10,42 9,31 8,37 7,60 8,14

Kab. Solok Selatan 10,61 9,37 8,12 7,33 7,52

Kab. Dharmasraya 10,09 8,82 7,74 6,97 7,17

Kab. Pasaman Barat 9,14 8,04 7,86 7,08 7,93

Kota Padang 6,02 5,30 5,02 4,56 4,93

Kota Solok 6,72 5,87 4,60 4,16 4,12

Kota Sawahlunto 2,34 2,17 2,28 2,25 2,22

Kota Padang Panjang 7,25 6,50 6,66 6,40 6,74

(14)

Kota Bukittinggi 6,49 5,73 5,36 4,96 5,36

Kota Payakumbuh 10,09 9,00 7,81 7,01 6,67

Kota Pariaman 5,66 5,02 5,35 5,12 5,42

Provinsi Sumatera

Barat 8,99 8,00 7,56 6,89 7,31

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pada tabel yang telah disajikan di atas, terlihat bahwa turun naiknya tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka tidak sejalan dengan turun naiknya tingkat kemiskinan. Hal tersebut memperlihatkan ketidaksesuaian teori yang menyatakan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Berdasarkan keadaan tersebut, perlu dilakukan penelitian ilmiah yang menguji kebenaran teori dan fakta yang terjadi dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan data dari BPS Provinsi Sumatera Barat yang telah disajikan pada latar belakang, dapat dilihat bahwa kemiskinan belum sepenuhnya dapat diatasi di Provinsi Sumatera Barat, hal ini disimpulkan karena masih terdapatnya peningkatan tingkat kemiskinan pada tahun 2015. Dan perkembangan tingkat kemiskinan tidak sejalan dengan perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan.

Secara keseluruhan, perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami penurunan pada tahun 2012 dan 2013, dan tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan mengalami penurunan pada tahun tersebut. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa peningkatan TPAK dapat menurunkan tingkat kemiskinan, dan sebaliknya penurunan TPAK dapat menaikkan tingkat kemiskinan. Sementara itu, untuk perkembangan tingkat pengangguran terbuka mengalami kenaikan pada tahun 2013, dan tingkat

(15)

kemiskinan mengalami penurunan pada tahun tersebut. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa peningkatan TPT dapat menaikkan tingkat kemiskinan, dan sebaliknya penurunan TPT dapat menurunkan tingkat kemiskinan.

Dari penjelasan data di atas, dapat dilihat permasalahan bahwa keadaan atau fakta di Provinsi Sumatera Barat tidak sesuai dengan teori yang telah ada. Keadaan di Provinsi Sumatera Barat membuktikan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini dapat disimpulkan dari tidak sejalanya perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dengan perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat lebih berfokus dan terarah, maka diperlukan batasan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini dibatasi pada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat?

2. Apakah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat?

(16)

3. Seberapa besar kemampuan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dalam menjelaskan naik turunya tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat dilihat tujuan dilakukanya penelitian ini, yaitu:

a. Mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara simultan (bersama) terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat.

b. Mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara parsial (terpisah) terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat.

c. Mengetahui dan menganalisis kemampuan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dalam menjelaskan naik turunya tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat.

2. Manfaat Penelitian

Kemudian, dengan dilakukanya penelitian ini diharapkan memberikan manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, dengan dilakukanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan pengetahuan tentang tenaga kerja dan kemiskinan. Dan juga dapat menjadi landasan dan pijakan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan tenaga kerja dan kemiskinan.

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam

(17)

mengambil kebijakan-kebijakan yang terkait dengan masalah tenaga kerja dan kemiskinan.

2) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang terkait dengan masalah tenaga kerja dan kemiskinan.

F. Penjelasan Judul

1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah rasio perbandingan antara jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah penduduk dalam usia kerja (angkatan kerja). TPAK dihitung dengan membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah penduduk usia kerja (angkatan kerja).

2. Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) adalah rasio perbandingan antara jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dengan jumlah penduduk dalam usia kerja (angkatan kerja). TPT dihitung dengan membagi jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dengan jumlah penduduk usia kerja (angkatan kerja).

3. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan suatu daerah merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut. Teknik penghitungan tingkat kemiskinan dengan menggunakan rumus Headcount Indeks (HCI-P0) yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk yang dikategorikan miskin.

(18)

12 a. Pengertian Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan dalam konteks arti, definisi maupun indikator dirumuskan secara variatif. Para ahli dalam berbagai perspektif bidang keilmuan telah banyak mengkaji dan meneliti problem kemiskinan. Melalui studi-studi tersebut, melihat telah banyak definisi, indikator dan pengkonstruksian realitas sebuah masyarakat yang disebut masyarakat miskin. Hal ini memperkaya pengetahuan bahwa realitas masyarakat miskin itu sendiri merupakan suatu fenomena multiface dan multidimensional.15

Menurut Kurniawan kemiskinan adalah apabila pendapatan suatu komunitas berada di bawah suatu garis kemiskinan tertentu. Kemiskinan juga berarti kekurangan kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak. Definisi lainya yang biasa digunakan adalah menurut European Union bahwa kemiskinan bahwa kemiskinan sebagai kondisi seseorang dengan sumber daya (material, sosial dan budaya) yang sangat terbatas. Menurut Suparlan, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Standar hidup yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.16

Dalam pandangan tokoh Islam, Al-Ghazali mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Islam memandang kemiskinan merupakan suatu hal yang mampu membahayakan akhlak, kelogisan berpikir, keluarga, dan juga masyarakat.

15 Muhammad Ramadhan, Politik Ekonomi Islam dalam Narasi Pembangunan Nasional, ..., Hlm.73.

16 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), Hlm.2.

(19)

Islam pun menganggapnya sebagai musibah dan bencana yang seharusnya memohon perlindungan kepada Allah atas kejahatan yang tersembunyi di dalamnya. Jika kemiskinan ini makin merajalela, maka ini akan menjadi kemiskinan yang mampu membuatnya lupa akan Allah dan juga rasa sosialnya kepada sesama.17

Kemudian, Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai “Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see a doctor.

Poverty is not being able to go to school and not knowing how to read.

Poverty is not having a job, is fear of the future, living one day at a time.

Poverty is losing a child to illness brought about by unclean water. Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom.” Kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis.

Kemiskinan adalah bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, kurangnya representasi dan kebebasan. Lebih sederhana, Bank Dunia mengartikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan, yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan.18

BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) merangkum definisi kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak- hak dasar tersebut antar lain, tidak terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan dan ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.19

17 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Pembangunan Islam, ..., Hlm.23-24.

18 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, (Yogyakarta: Absolute Media, 2013), Hlm.8.

19 Muhammad Ramadhan, Politik Ekonomi Islam dalam Narasi Pembangunan Nasional, ..., Hlm.74.

(20)

Berdasarkan beberapa pengertian kemiskinan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sebuah komunitas berada di bawah standar kehidupan tertentu. Orang atau komunitas tersebut mengalami kekurangan dan ketidakberdayaan memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kondisi ini dapat menjadi suatu hal yang mampu membahayakan akhlak, kelogisan berpikir, keluarga, dan juga masyarakat.

Sementara itu, pengertian tingkat kemiskinan merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut.

Teknik yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dalam penghitungan persentase kemiskinan adalah dengan rumus Headcount Index (HCI-P0).

b. Indikator Tingkat Kemiskinan

Menurut Hendarto Esmara, garis kemiskinan diukur berdasarkan pada jumlah pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokok per kapita selama setahun. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan barang-barang seperti beras, daging, sayur, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

Kebutuhan pokok di sini dapat berubah-ubah. Perubahan pengeluaran per kapita atas barang kebutuhan pokok mencerminkan perubahan tingkat harga dan pola konsumsi keluarga. Indikator ini mampu menjelaskan perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap kebutuhan pokok.20

Pada Bank Dunia, Standar yang digunakan adalah garis kemiskinan internasional: penduduk miskin adalah yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang, menggunakan metode Purchasing Power Parity (PPP). Selain itu, Bank Dunia juga menetapkan klasifikasi penduduk sangat miskin (extreme poor) untuk yang pengeluaran per harinya di bawah US$1.21

Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan adalah indikator yang digunakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan

20 A Iskandar, Paradigma Baru Benchmarking Kemiskinan (Suatu Studi ke Arah Penggunaan Indikator Tunggal), (Bogor: IPB Press, 2012), Hlm.1.

21 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ..., Hlm.18.

(21)

Nasional (BAPPENAS). Indikator yang dimaksud adalah: (1) keterbatasan pangan, (2) keterbatasan akses kesehatan, (3) keterbatasan akses pendidikan, (4) keterbatasan akses pada pekerjaan, (5) keterbatasan akses pada layanan perumahan dan sanitasi, (6) keterbatasan akses terhadap air bersih, (7) keterbatasan akses terhadap tanah, (8) keterbatasan akses terhadap sumber daya alam, (9) tidak adanya jaminan rasa aman, (10) keterbatasan akses terhadap partisipasi, (11) besarnya beban kependudukan.22

Sementara itu, untuk mengukur tingkat kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.23

Garis kemiskinan diperoleh dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum pangan dan non pangan. Kebutuhan minimum pangan ditetapkan patokan 2.100 kkal/kapita/hari seperti yang dianjurkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 1988. Sedangkan pengeluaran minimum untuk perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan, dan transpor merupakan kebutuhan minimum non pangan yang harus dipenuhi.24

Dalam cakupan suatu daerah, indikator tingkat kemiskinan dapat dilihat melalui persentase kemiskinan daerah tersebut. Tingkat kemiskinan suatu daerah merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut. Teknik yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dalam penghitungan persentase kemiskinan adalah dengan rumus Headcount Indeks (HCI-P0). Headcount Index secara

22 Arditi Bhinadi, Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), Hlm.17-19.

23 https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html#subjekViewTab1 (dikutip pada 26-01-2021, 09:44)

24 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ..., Hlm.13.

(22)

sederhana mengukur proporsi yang dikategorikan miskin. Persentase penduduk miskin yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di suatu wilayah juga tinggi.25 Rumus dari headcount indeks (HCI-P0) yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah:

𝑃0 =1

𝑛∑ [𝑧 − 𝑦𝑖 𝑧 ]

𝑞 0

𝑖=1

Keterangan

P0 : Persentase penduduk miskin z : Garis Kemiskinan

yi : Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan : yi<z

q : Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n : Jumlah penduduk26

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan

Penyebab kemiskinan dapat dibedakan atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal menyangkut aspek penyebab yang terdapat di dalam diri orang miskin termasuk, sikap, sifat, karakter dan budaya. Faktor eksternal menyangkut penyebab yang ada di luar diri orang miskin seperti perubahan iklim, kerusakan alam (natural disaster), kehidupan sosial serta kebijakan dan program pemerintah. Tingkat pendapatan dan pendidikan, kondisi kesehatan, sanitasi, akses ke air bersih, bahan pangan, perumahan dan pakaian, merupakan indikator akibat kemiskinan.27

Isdjoyo, membedakan penyebab kemiskinan di desa dan di kota.

Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: (1) Ketidakberdayaan, kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya

25 https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/18

26 https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/18

27 Keppi Sukesi, Gender & Kemiskinan di Indonesia, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2015), Hlm.97.

(23)

pendidikan. (2) Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin. (3) Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah. (4) Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat mereka menjadi rentan dan miskin. Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda adalah penyebab dari faktor- faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan di kota cenderung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.28

Menurut Bank Dunia, penyebab dasar kemiskinan adalah: (l) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional vs ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.29

Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh: (a) rendahnya kualitas angkatan kerja, (b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal, (c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi, (d) penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan (e) pertumbuhan penduduk yang tinggi.30

28 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, ..., Hlm.67-68.

29 Ali Khomsan, dkk, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin, ..., Hlm.17- 18.

30 Indra Maipita, Memahami dan Mengukur Kemiskinan, ..., Hlm.68.

(24)

Menurut pendapat lain, faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran. Menurut Sandono, angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi pula yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per kapita, meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat kemiskinan.31

Sandono juga berpendapat bahwa pengaruh jelek dari tunakarya atau pengangguran yaitu dapat membuat pemasukan masyarakat menjadi kurang dan dapat mengurangi level kesejahteraan yang telah diperoleh pada akhirnya. Menurunnya kemakmuran masyarakat karena pengangguran dapat dipastikan bisa menaikkan peluang terjebak pada masalah kemiskinan karena tidak adanya pemasukan. Bila tingkat pengangguran dalam sebuah daerah sangat buruk, ketidaknyamanan politik dan sosial selalu muncul dan mengakibatkan pengaruh buruk bagi kemakmuran masyarakat dan peningkatan ekonomi dalam jangka Panjang. Ref juga berpendapat bahwa ada hubungan intim sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Untuk masyarakat dalam kelompok besar, yang tidak memiliki akses pekerjaan tetap atau hanya paruh-waktu, mereka akan selalu berada dalam bagian masyarakat yang sangat miskin.32

Tingkat pengangguran terbuka memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Standar hidup yang rendah di implementasikan ke dalam bentuk tingkat pendapatan yang rendah,

31 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, ..., Hlm.89.

32 Febriangga Sembiring, Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, IPM, Pengangguran Terbuka dan Angkatan Kerja Terhadap Kemiskinan di Sumatera Utara, ..., Hlm.975.

(25)

perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat dan peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah. Dalam hal peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah berarti pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan pendapatan berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan mengalami kemiskinan.

Dengan demikian tingkat pengangguran memiliki hubungan positif terhadap tingkat kemiskinan.33

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

a. Pengertian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Simanjuntak mengatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan sedang melakukan kegiatan Iain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Soeroto berpendapat tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Dumairy yang disebut angkatan kerja adalah tenaga kerja/penduduk yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.34

Definisi angkatan kerja adalah penduduk sudah memasuki usia kerja, baik yang sudah bekerja, belum bekerja, atau sedang mencari pekerjaan.

Menurut ketentuan Indonesia, penduduk yang sudah memasuki usia kerja adalah mereka yang berusia minimal 15 tahun sampai 65 tahun. Namun, tidak semua penduduk yang memasuki usia kerja disebut angkatan kerja sebab penduduk yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi tidak termasuk dalam

33 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, Jurnal Forum Ekonomi, ..., Hlm.89.

34 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, (Yogyakarta:

Deepublish, 2019), Hlm.51.

(26)

kelompok angkatan kerja, seperti rumah tangga, pelajar, dan mahasiswa, serta penerima pendapatan (pensiunan).35

Kemudian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah penduduk pada kelompok umur tertentu. Pengukuran TPAK diperlukan untuk mengetahui tingkat kegiatan masyarakat yang akan mempengaruhi besarnya angka persediaan tenaga kerja.36

b. Indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sendiri merupakan suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. Semakin besar jumlah penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin kecil jumlah angkatan kerja yang mengakibatkan semakin kecil TPAK.37

Untuk mengetahui tingkat partisipasi angkatan kerja dalam suatu daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐓𝐏𝐀𝐊 =𝑨𝑲

𝑻𝑲× 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan

TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

AK : Angkatan Kerja

TK : Tenaga Kerja38

35 Kadirman. dkk, Ekonomi Dunia Keseharian Kita, (Jakarta Timur: Yudhistira, 2006) Hlm.62.

36 Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), Hlm.442.

37 Vina Shofia Nur Mala, Analisis Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Berdasarkan Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Tegalsari Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015, ..., Hlm.130.

38 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, ..., Hlm.51

(27)

3. Tingkat Pengangguran Terbuka

a. Pengertian Tingkat Pengangguran Terbuka

Penduduk yang sedang mencari pekerjaan dan belum memiliki pekerjaan disebut pengangguran. Angka pengangguran adalah persentase (%) jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Sukirno mendefinisikan pengangguran (unemployment) adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.39

Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah situasi di mana orang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan.

Pengangguran terbuka bisa disebabkan karena lapangan kerja yang tidak tersedia, ketidakcocokan antara kesempatan kerja dan latar belakang pendidikan, dan tidak mau bekerja.40

Dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah angka yang menunjukkan banyaknya pengangguran terhadap 100 penduduk yang masuk kategori angkatan kerja. Pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang sedang bekerja sebelumnya.

b. Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.41 Tingkat pengangguran terbuka merupakan rasio yang menunjukan banyaknya jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan aktif mencari pekerjaan. Pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang sedang

39 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, ..., Hlm.51

40 Alam S, Ekonomi, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2017), jld.2, Hlm.9.

41 Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2019, ...Hlm.3.

(28)

bekerja sebelumnya. Menurut BPS (2016). Pengangguran terbuka terdiri atas:

(1) Penduduk yang sedang mencari pekerjaan, (2) Penduduk yang sedang mempersiapkan usaha, (3) Penduduk yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, (4) Penduduk yang sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja.42

Untuk menghitung berapa besar tingkat pengangguran terbuka, dapat dilakukan dengan rumus berikut:

𝐓𝐏𝐓 = 𝐏𝐓

𝐓𝐊× 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan

TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka PT : Pengangguran Terbuka

TK : Tenaga Kerja43

4. Pengaruh Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK) Terhadap Tingkat Kemiskinan

Menurut Sandono, angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi pula yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per kapita, meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat kemiskinan.44

42 Syamsul Arifin dan Yoyok Soesatyo, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran, dan Konsumsi, dalam Bingkai Kesejahteraan Masyarakat, (Banyumas: Pena Persada, 2020), Hlm.26.

43 Alam S, Ekonomi, ..., jld.2, Hlm.9.

44 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, ..., Hlm.89.

(29)

5. Pengaruh Tingkat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Terhadap Tingkat Kemiskinan

Tingkat pengangguran terbuka memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Standar hidup yang rendah di implementasikan ke dalam bentuk tingkat pendapatan yang rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka kematian bayi yang tinggi, usia harapan hidup yang relatif sangat singkat dan peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah. Dalam hal peluang untuk mendapatkan kerja yang rendah berarti pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan pendapatan berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan mengalami kemiskinan. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka memiliki hubungan positif terhadap tingkat kemiskinan.45

B. Riset Terdahulu

Mirah, Kindangen dan Rorong melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara. Variabel yang diteliti adalah tingkat partisipasi angkatan kerja sebagai variabel independen dengan pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan sebagai variabel dependen. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Temuan dari penelitian ini, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja laki-laki dan Perempuan mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perkembangan Pertumbuhan Ekonomi. Dan TPAK laki-laki dan Perempuan mampu memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara.

Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian saat terletak pada variabel yang digunakan, dimana variabel independen dalam penelitian

45 Iskandar Ahmaddien, Faktor Determinan Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Jawa Barat dengan Regresi Data Panel, Jurnal Forum Ekonomi, ..., Hlm.89.

(30)

terdahulu ini hanya tingkat partisipasi angkatan kerja sedangkan pada penelitian saat ini terdapat dua variabel yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka.

Yustie melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di sembilan kota di Provinsi Jawa Timur. Variabel yang diteliti adalah indeks pembangunan manusia (IPM), rasio ketergantungan dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagai variabel independen dengan kemiskinan sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan yaitu metode panel dengan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel indeks pembangunan manusia (IPM), rasio ketergantungan dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan secara parsial dan simultan.

Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian saat terletak pada variabel yang digunakan, dimana terdapat 3 variabel independen dalam penelitian terdahulu ini, yaitu indeks pembangunan manusia, rasio ketergantungan dan tingkat pengangguran terbuka, sedangkan penelitian saat ini memiliki 2 variabel independen yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat pengangguran terbuka. Selain itu, penelitian terdahulu ini meneliti lebih banyak cakupan daerah, yaitu sembilan kota sekaligus.

Hasmah dan Asrani melakukan penelitian tentang aplikasi regresi panel pada model indeks kedalaman kemiskinan Provinsi Sulawesi Selatan. Variabel yang diteliti adalah produk domestik regional bruto (PDRB), tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebagai variabel independen dengan indeks kedalaman kemiskinan sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan adalah model regresi panel Fixed Effect Model (FEM) dengan efek individu.

Hasil dari penelitian adalah variabel independen yang signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan dari model FEM adalah produk domestik regional bruto (PDRB) dan tingkat partisipasi angkatan (TPAK).

Perbedaan penelitian terdapat pada variabel yang diteliti. Penelitian terdahulu ini memiliki lebih banyak variabel independen, yaitu produk domestik

(31)

regional bruto, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Selain itu perbedaan juga terletak pada metode analisis data yang digunakan, dimana penelitian terdahulu ini menggunakan metode model regresi panel Fixed Effect Model, sedangkan penelitian saat ini menggunakan metode regresi linier berganda.

Ahmaddien melakukan penelitian tentang faktor determinan keparahan dan kedalaman kemiskinan Jawa Barat dengan regresi data panel. Variabel yang diteliti adalah indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel independen dengan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel. Studi ini menemukan bahwa: dalam model pertama, indeks kedalaman kemiskinan secara signifikan terkait dengan IPM, TPAK, dan TPT, sedangkan dalam model kedua, tingkat keparahan kemiskinan indeks hanya secara signifikan terkait dengan TPAK.

Perbedaan penelitian terdahulu ini terletak pada variabelnya, dimana variabel independennya adalah indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan penelitian saat ini hanya memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagai variabel independennya.

Rasyadi melakukan penelitian tentang pengaruh produk domestik bruto dan tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap kemiskinan di Indonesia.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah produk domestik bruto dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Sedang variabel dependenya adalah kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda dengan analisis runtut waktu.

Perbedaan penelitian terdahulu ini terletak pada variabelnya, dimana variabel independenya adalah produk domestik bruto dan tingkat partisipasi angkatan kerja, sedangkan penelitian saat ini memiliki tingkat partisipasi

(32)

angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagai variabel independennya.

Sembiring, Tarmizi dan Rujiman melakukan penelitian tentang analisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, IPM, pengangguran terbuka dan angkatan kerja terhadap kemiskinan di Sumatera Utara. Variabel yang diteliti adalah pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja sebagai variabel independen dengan kemiskinan sebagai variabel dependen. Data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara di tes dengan tes asumsi klasik dan tes statistik.

Perbedaan penelitian terdahulu ini terletak pada variabelnya, dimana variabel independenya adalah pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja sedangkan penelitian saat ini hanya memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagai variabel independennya

C. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, kerangka pemikiran yang tersusun adalah bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun, dalam penelitian ini hanya berfokus pada tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Variabel tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dijadikan sebagai variabel independen (bebas) dan tingkat kemiskinan dijadikan sebagai variabel dependen (terikat) yang akan diukur dengan alat analisis regresi untuk mengetahui tingkat signifikansinya.

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dapat menggambarkan banyaknya masyarakat yang produktif. Semakin banyaknya masyarakat yang produktif akan mendorong meningkatnya pendapatan per kapita dan tingkat konsumsi pada masyarakat. Dengan peningkatan pendapatan dan konsumsi pada suatu daerah akan menurunkan tingkat kemiskinan pada daerah tersebut.

(33)

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) dapat menggambarkan banyaknya masyarakat yang tidak produktif. Semakin banyaknya masyarakat yang tidak produktif akan mendorong menurunya pendapatan per kapita dan tingkat konsumsi pada masyarakat. Dengan penurunan pendapatan dan konsumsi pada suatu daerah akan menaikan tingkat kemiskinan pada daerah tersebut.

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

D. Hipotesis

Dengan mengacu kepada kerangka berpikir yang berdasarkan dengan teori- teori yang telah ada, dan juga mengacu kepada studi-studi empiris dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditetapkan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 1:

H0 : Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) tidak berpengaruh secara bersama-sama terhadap tingkat kemiskinan.

Ha : Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpengaruh secara bersama-sama terhadap tingkat kemiskinan.

(34)

Hipotesis 2:

H0 : Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Ha : Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.

Hipotesis 3:

H0 : Tingkat pengangguran terbuka (TPT) tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Ha : Tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan.

(35)

29

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif asosiatif. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagai variabel bebas terhadap tingkat kemiskinan sebagai variabel terikat.

B. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal Januari 2021 dan diperkirakan selesai pada bulan Juni 2021. (Jadwal terlampir)

C. Jenis Data dan Sumber Data

Berdasarkan sumber datanya, data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan oleh badan pusat statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk angka persentase dari tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat..

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Independen

a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah rasio perbandingan antara jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah penduduk dalam usia kerja (angkatan kerja). TPAK dihitung dengan membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah penduduk usia kerja (angkatan kerja). Penghitungan TPAK dapat dilakukan dengan rumus berikut:46

46 Didin Fatihudin, Membedah Investasi Menuai Geliat Ekonomi, ..., Hlm.51

(36)

𝐓𝐏𝐀𝐊 =𝑨𝑲

𝑻𝑲× 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan

TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja AK : Angkatan Kerja

TK : Tenaga Kerja

b. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) adalah rasio perbandingan antara jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dengan jumlah penduduk dalam usia kerja (angkatan kerja). TPT dihitung dengan membagi jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dengan jumlah penduduk usia kerja (angkatan kerja).

Penghitungan TPAK dapat dilakukan dengan rumus berikut:

𝐓𝐏𝐓 = 𝐏𝐓

𝐓𝐊× 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan

TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka PT : Pengangguran Terbuka

TK : Tenaga Kerja47 2. Variabel Dependen

Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan suatu daerah merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada daerah tersebut. Teknik penghitungan tingkat kemiskinan dengan menggunakan rumus Headcount Indeks (HCI-P0) yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk yang dikategorikan miskin. Bentuk dari rumus Headcount Indeks (HCI-P0) adalah:

𝑃0 =1

𝑛∑ [𝑧 − 𝑦𝑖 𝑧 ]

𝑞 0

𝑖=1

47 Alam S, Ekonomi, ..., jld.2, Hlm.9.

Gambar

Tabel 4.1  Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.2  Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.3  Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.8  Hasil Uji Autokorelasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memberi informasi tentang tema gambar kaca, teknik dasar yang biasanya dilakukan secara tradisi dan yang terpenting adalah penemuan teknik baru yang dapat

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penerapan good corporate governance yang diproksikan dengan komite audit, komisaris independen, kepemilikan institusional dan

Penambahan CaCl 2 pada proses koagulasi susu menggunakan ekstrak jahe merah pada tingkat konsentrasi 0,02% (P2) dengan 0,03% (P3) tidak memiliki perbedaan yang nyata

Cara lain untuk meningkatkan palatabilitas ternak terhadap daun gamal adalah pemberian dalam bentuk kering, karena pengeringan dapat mengurangi kandungan kumarin dan asam

Doakan para wanita di Indonesia, Kenya dan negara lain yang mengalami kemiskinan yang menghancurkan yang menyebabkan mereka menjadi pekerja migran di Timur Tengah untuk

Mulai dari penyajian materi kepada siswa, strategi-strategi komunikasi yang akan dilakukan untuk memotivasi kemampuan komunikasi siswa, sampai dengan strategi komunikasi

Lampiran Surat Keputusan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Nomor: 021/SK/SM-FKUAJ/V/2017 tertanggal 08 Mei 2017.

Anderson, Benedict R.O’G.1984, ”Gagasan tentang Kekuasaan dan Kebudayaan Jawa” dalam Miriam Budiardjo (ed.), Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan.. Wibawa, Jakarta: