• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KESEJAHTERAAN ORANGUTAN

Kesejahteraan orangutan dapat dilihat dari aspek-aspek seperti, penyediaan makanan dan air; penyediaan lingkungan yang sesuai; penyediaan fasilitas untuk kesehatan satwa; penyediaan peluang mengekspresikan perilaku paling normal; penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress. Aspek-aspek yang ditinjau dalam menilai kesejahteraan orangutan, yaitu:

a. Penyediaan Makanan dan Air

Makanan dan air merupakan kebutuhan semua mahluk hidup, termasuk orangutan. Orangutan memanfaatkan buah, bunga daun, kuncup dan kulit kayu serta cairan dari berbagai species pohon, tanaman menjalar dan tanaman lain dan juga berbagai tanaman merambat yang kecil, anggrek, akar alang-alang air, rayap ulat, semut, jamur, madu, pangkal dan batang tunas rotan muda, tanaman menjalar,

epifit, pakis dan palma kecil. Kebanyakan jenis makanan orangutan (74%) berasal dari species pepohonan. (Galdikas, 1978).

Penyediaan makanan dan air harus mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Hal ini menyangkut kepada keberlangsungan hidup orangutan. Penyediaan makanan di KBM dan THPS tidak mengacu pada standar pengelolaan orangutan di kandang. Hal ini dituturkan oleh keeper orangutan di kedua tempat tersebut. Pemberian makan sangat kondisional, tergantung cuaca dan kondisi badan orangutan.

Merujuk pada Pedoman Evaluasi Taman Satwa dan Akuaria Indonesia yang dikeluarkan PKBSI tahun 2004, hasil observasi dan wawancara perawatan makan, ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Evaluasi satwa bebas dari Kelaparan dan Kehausan

No. Kriteria KBM THPS

1. Apakah kuantitas dan kualitas pakan yang disediakan untuk satwa sudah memuaskan ?

2 3

2. Apakan variasi jenis pakan untuk satwa mendapatkan perhatian ?

5 4

3. Apakan kebutuhan pakan untuk satwa betina bunting dan yang sedang menyusui sudah sesuai ?

4 4

4. Apakah penetapan menu pakan melibatkan ahli nutrisi satwa (termasuk dokter hewan dan biologi) ?

3 5

5. Apakah suplai pakan dan minuman yang disimpan, dipersiapkan, dan diberikan kepada satwa dalam kondisi sehat ?

4 5

6. Apakah pakan didistribusi ke seluruh areal kandang sehingga satwa terdorong untuk bergerak mencarinya sendiri

1 1

terkontaminasi tanah dapat dikurangi ?

8. Apakah Kebersihan Tempat Pakan Satwa Dijaga ? 4 1

9. Apakah pakan yang diberikan diyakini dimakan oleh satwa ? 5 3 10. Bila pengunjung diperbolehklan untuk memberikan pakan

satwa, apakah dibatasi hanya dengan pakan yang telah disediakan oleh menejemen ?

1 3

11. Apakah area penyimpanan pakan satwa terpisah dari area penyiapan makanan manusia ?

5 4

12. Apakah kulkas digunakan ? bila ya, apakah peralatan tersebut diservis dan diperiksa temperaturnya secara teratur ?

4 5

13. Apakah freeser digunakan ? biola ya, apakah peralatan tersebut diservis dan diperiksa temperaturnya secara teratur ?

1 1

14. Apakah suplai air minum yang disimpan, dipersipakan, dan diberikan kepada satwa dalam kondisi sehat ?

2 3

15. Apakah kuantitas air minum yang diberikan diyakini mencukupi ?

2 2

16. Apakah air minum diletakkan pada tempat sedemikian rupa sehingga resiko terkontaminasi tanah dapat dihindari ?

1 4

Sumber: THPS (2010), KBM (2010) dan PKBSI (2004)

Keterangan : 1 = buruk; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = memuaskan.

Tabel 6 memperlihatkan perbedaan dalam pola makan orangutan di KBM dan THPS. Standar yang dibuat oleh PKBSI merujuk juga pada SMZP yang ada pada tabel 12. Terlihat perbedaan nyata pada setiap perlakuan yang menjadi ukuran evaluasi kesejahteraan satwa.

Kandungan gizi dan kuantitas makanan kurang diperhatikan dalam penyediaan makanan. Namun, jika dibandingkan dengan THPS asupan makanan penambah tenaga dan vitamin lebih banyak di KBM, yaitu tambahan susu dan beberapa vaksin serta puding penambah tenaga. Hal yang serupa juga terlihat pada

penyediaan air. Di KBM, penyediaan air sangat tidak sehat. Bak air tidak pernah dibersihkan dan air jarang diisi. Berbeda dengan di THPS, setiap hari bak air dikuras dan diisi dengan air.

b. Penyediaan lingkungan yang sesuai

Lingkungan yang sesuai dengan habitat asli orangutan memang masih sangat sulit diterapkan. Karena habitat orangutan asli adalah hutan hujan tropis, sangat kompleks dari semua aspek lingkungan. Sesuai dengan sifat arboreal orangutan, maka orangutan membutuhkan pohon pada lingkungan tempat tinggalnya. Namun, pada kondisi kebun binatang tempat penelitian, belum ditemui adanya pohon di dalam kandang.

Merujuk pada Pedoman Evaluasi Taman Satwa dan Akuaria Indonesia yang dikeluarkan PKBSI tahun 2004, hasil observasi dan wawancara perawatan kandang bebas dari ketidaknyamanan suhu dan fisik, ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Tabel Bebas dari Ketidaknyamanan Suhu dan Fisik

No Kriteria KBM THPS

1. Apakah akomodasi termasuk suhu, ventilasi, dan penerangan sesuai bagi satwa ?

4 4

2. Apakah syarat yang diperlukan berkaitan dengan suhu, ventilasi, dan penerangan guna memenuhi kebutuhan satwa tersedia setiap saat ?

3 3

3. Apakah diberikan pertimbangan kebutuhan khusus kepada satwa yang bunting dan satwa yang baru lahir ?

4 3

4. Untuk kenyamanan satwa, apakah peneduh untuk perlindungan terhadap cuaca buruk dan terik matahari diluar kandang diberikan ?

4 4

ada kemungkinan dapat mencelakai satwa ?

6. Apakah semua bangunan dan perlengkapan termasuk peralatan listrik yang terpasang tidak menimbulkan resiko atau tidak mengganggu jalannya pekerjaan operasional ?

1 5

7. Apakah kandang yang dihuni beserta area yang berdampingan bebas dari sampah dan peralatan ?

2 1

8. Apakah pohon-pohon didalam maupun diluar kandang dalam kondisi aman ?

1 1

9. Apakah standar kebersihan kandang dan ruang pengobatan memuaskan ?

3 1

umber: THPS (2010), KBM (2010) dan PKBSI (2004)

Keterangan : 1 = buruk; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = memuaskan.

Tabel 10 diatas memperlihatkan perbedaan kondisi kandang satwa antara KBM dan THPS. Pohon tempat bergantung diganti dengan enrichment, seperti ayunan dari ban dan papan tempat orangutan memanjat. Terlebih pada kopral, yang menghabiskan waktu sepanjang hari dalam ruang privasi.

c. Penyediaan fasilitas untuk kesehatan satwa

Penyediaan fasilitas untuk kesehatan satwa di KBM dan THPS masih minim. Terlebih di THPS, tidak adanya tenaga medis (dokter hewan) pada saat pengamatan. Klinik di kebun binatang hanya terbatas sebagai fungsi tempat penyimpanan makanan dan tempat rehabilitasi satwa yang sedang sakit.

Penyediaan fasilitas kesehatan bagi satwa merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam perawatan dan keberlangsungan hidup satwa di kebun binatang. Hal ini tercantum dalam pedoman “Standards of Modern Zoo Practice”, dimana fasilitas kesehatan hewan yang harus dilakukan:

Tabel 8. Penyediaan Fasilitas Bagi Kesehatan Satwa

No. Standard of Modern Zoo Practice KBM THPS

1. Melakukan observasi rutin terhadap satwa yang dilakukan oleh pihak kebun binatang, yaitu keeper satwa.

2. Dokter Hewan (veterinary sugeon), harus melakukan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan satwa; merawat satwa yang sakit; memberikan vaksin terhadap pencegahan penyakit satwa; memberikan pelatihan terhadap perawat satwa tentang kebersihan dan kesehatan; memperhatikan nutrisi makanan satwa.

-

3. Kebun binatang harus mempunyai klinik hewan yang menyediakan fasilitas kesehatan, berupa obat luka, obat-obatan, vitamin, vaksin.

4. Kebun Binatang harus Mempunyai ruang isolasi satwa yang sakit -

5. 6.

Sanitasi dan control penyakit.

Jarak antara pengunjung dan kandang satwa harus diperhatikan demi meminimalkan penularan penyakit antara manusia dan hewan

-

- -

Sumber: Standards of Modern Zoo Practice (2000) Keterangan: (√) = dilakukan oleh lembaga konservasi

(-) = tidak dilakukan oleh lembaga konservasi

Hasil wawancara pada pihak pengelola dan observasi pada KBM dan THPS berdasarkan standar evaluasi PKBSI (2004), dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tabel bebas dari penyakit dan luka menurut PKBSI (2004)

No. Kriteria KBM THPS

1. Apakah semua satwa yang diperagakan dalam kondisi sehat ? 3 4

2. Apakah kondisi fisik dan kesehatan satwa diperiksa setiap hari ? 4 5

3. Apakah memiliki persiapan penanganan segera terhadap satwa

yang menderita sakit ataupun terluka ?

3 2

4. Apakah agar tidak berakibat buruk bagi satwa, petugas dilarang

merokok ?

2 2

5. Apakah ada program efektif untuk pengontrolan hama termasuk

predator ?

Hama : hewan pengganggu seperti burung gereja, tikus, dan

lain-lain

Predator: hewan pemangsa

2 1

6. Apakah catatan pengobatan dan otopsi dilaksanakan dengan baik ?

Otopsi : laporan pembedahan hewan yang mati

3 4

7. Apakah pemeriksaan rutin termasuk pemeriksaan parasit dan

program preventif juga vaksinasi dilaksanakan ?

Parasit: organism yang berada diluar/ didalam hewan yang

bersifat merugikan

Vaksin: suspense virus/bakteri yang lemah mati untuk

menimbulkan imunitas preventif = pencegahan

8. Apakah ada fasilitas peralatan medis dalam kebun binatang ? Bila

ya apakah lengkap dan terawatt ? Bila tidak apakah tersedia ruang

pengobatan yang bersih serta berventilasi untuk pemeriksaan rutin

bagi satwa yang sedang diberi penenang ?

4 3

9. Apakah alat transportasi untuk pengobatan atau operasi yang

dilakukan diluar kebun binatang tersedia setiap saat ?

4 4

10. Adakah fasilitas perawatan bagi satwa yang menderita sakit, luka

atau anak yang dibuang oleh induknya ?

3 4

11. Apakah fasilitas untuk mengumpulkan, mengendalikan, pemberian

anastesi, untuk enatasi dan perawatan pasca pembiusan dalam

kondisi memuaskan ?

Anastesi: obat bius

Etanasi: mengakhiri dengan sengaja kehidupan hewan

3 4

12. Apakah ada akomodasi yang terpisah dari satwa lain sehingga

satwa yang baru dating dapat diisolasi dan diperiksa sebelum

dicampur dengan yang lain ?

4 4

13. Atas saran dokter hewan apakah petugas memakai pakaian

pelindung atau perawatan berbeda untuk areal isolasi dan pakaian

pelindung dan peralatan itu dibersihkan dan disimpan area tersebut

?

3 2

14. Apakah obat-obatan, vaksin dan produk obat lainnya disimpan

secara benar dan aman, kemudian kuncinya hanya dipegang oleh

petugas yang berwenang ? Apakah penggunaan obat terkontrol

dengan baik ?

4 4

15. Apakah obat-obatan yang kadaluwarsa, limbah kimia dari spuit dan

jarum dibuang secara aman dan benar ?

4 4

16. Apakah bahan penangkal yang berpotensi racun disimpan di KB,

RS local, dokter hewan atau dokter praktek ?

17. Apakah tersedia fasilitas untuk melaksanakan post-mortem dan

Apakah fasilitas peralatannya cukup memadai ?

Post-mortem : pasca kematian

3 4

18. Apakah pembuangan bangkai dilakukan dengan aman dan benar ?

Apakah penanganan satwa mati dilaksanakan secara aman dan

benar ?

4 4

Sumber: THPS (2010), KBM (2010) dan PKBSI (2004)

Keterangan : 1 = buruk; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = memuaskan.

Dari beberapa poin di Tabel 8 KBM dan THPS masih jauh dari standar kesehatan. Selama melakukan observasi di dua tempat tersebut, terlebih di THPS kesehatan orangutan tidak dicek secara rutin, pemberian vaksin juga tidak diberikan. Obat-obatan yang dipakai adalah obat yang dikonsumsi sama oleh manusia. Dokter hewan yang mempunyai peranan yang sangat vital justru di THPS ini tidak ada. Tabel 9 menunjukkan standar pengelolaan satwa terhadap penyakit dan luka, hasilnya masih jauh dari memuaskan. Hal ini terlihat dari ketidakadaan dokter hewan di THPS, mengakibatkan prosedur kesehatan satwa di THPS sangat jauh dari baik. KBM masih jauh dari standar kebersihan dan sanitasi yang bagus. Bak air orangutan tidak pernah dibersihkan. Air tidak mengalir sepanjang hari. Nutrisi makanan juga kurang diperhatikan kandungan gizi dan kebersihannya. Pemberian makanan kepada satwa di KBM terkesan asal-asalan saja. Hal ini cukup berbeda dengan kondisi THPS, yang masih memperhatikan kebersihan makanan. Setiap hari diperhatikan oleh penjaga klinik (control makanan).

Dalam observasi rutin, hal ini tidak ditemukan di lapangan. Keeper satwa kurang memperhatikan segala perubahan yang terjadi pada satwa. Hanya sebatas memperhatikan kondisi sakit atau tidaknya satwa tersebut. Hal ini terlihat saat keeper orangutan memberi makan orangutan, orangutan tidak mau makan. Hal ini

menjadi hal yang biasa saja bagi keeper tersebut. Padahal, ada beberapa asumsi apabila orangutan (satwa) tidak mau makan, seperti: jenuh makanan yang sama, stress, masa birahi, merasa sendiri (tidak ada kawan) atau mungkin sakit. Hal-hal seperti ini yang sangat kurang dan sering ditemui di lapangan pada saat peneliti melakukan observasi.

d. Penyediaan peluang mengekspresikan perilaku paling normal

Satwa di dalam kandang sangat perlu diperhatikan kebutuhannya untuk mengekspresikan perilaku paling normal satwa tersebut. Sebut saja orangutan yang bersifat arboreal, perilaku paling normal adalah bergantung, memanjat pohon. Bagaimana orangutan dapat berperilaku normal apabila pohon tidak ada dalam kandang. Berikut disajikan pada Tabel 10 hasil evaluasi pada satwa berperilaku paling normal standar PKBSI 2004.

Tabel 10. Tabel Evaluasi Satwa Bebas untuk Bertingkah Laku Normal Standar PKBSI

No. Kriteria KBM THP

S

1. Apakah satwa disediakan ruang dan perlengkapan yang cukup

sehingga memungkinkan untuk dilakukan kegiatan yang diperlukan bagi kesejahteraan mereka ?

4 2

2. Apakah ukuran kandang cukup dan Apakah satwa dapat: (i) Menghindari dominasi individu ?

(ii) Menghindari konflik brlanjut ?

(iii) Terhindar dari kapasitas daya tamping yang berlebihan?

4 4

3. Apakah satwa tidak terpengaruh oleh kehadiran penonton? 3 4

4. Apakah peralatan yang sesuai disediakan untuk membantu mendorong pola tingkah laku normal ?

Apakah alat aktivitas dan investigasi diubah secara berkala dan apakah posisinya diubah ?

Investigasi: mengetahui sekelilingnya

Apakah terbukti peralatan ini digunakan ?

5. Apakah satwa yang diperagakan ditempatkan dalam kandang atau

pada jenis satwa yang tidak berbahaya secara bebas dalam kebun binatang ?

4 4

6. Apakah batas kandang dirancang, dikontruksi, dirawat secara baik dan dalam kondisi yang sesuai dengan kondisi satwa yang ada didalamnya ?

4 4

7. Apakah kandang bebas dari tumbuhan dan benda lain yang

memungkinkan satwa terlepas ?

4 4

8. Apakah pintu kandang satwa yang berbahaya terkunci dengan baik ? 4 4

9. Apakah pintu kandang yang berisi satwa tidak berbahaya tertutup rapat ?

4 4

10. Apakah selain batas kandang yang telah ada pintu kandang juga cukup kuat dan efektif ?

3 5

11. Apakah batas cukup lebar dan cukup tinggi sehingga dapat mencegah terjadinya kontak antara pengunjung dan satwa berbahaya ?

4 4

12. Apakah batas keliling, termasuk batas masuk dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga menghalangi masuknya yang tidak berkepentingan ?

4 4

Sumber: PKBSI (2004), THPS (2010) dan KBM (2010)

Keterangan : 1 = buruk; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = memuaskan.

Hasil evaluasi pada Tabel 10 cukup baik, hal ini ditunjukkan pada hasil evaluasi didominasi nilai baik. Dari semua opsi penilaian perilaku berperilaku paling normal, KBM lebih baik daripada THPS. Bentuk dari kandang dan fasilitas dalam kandang sangat menentukan perilaku satwa dalam hal ini orangutan. Satwa juga merupakan mahluk sosial yang membutuhkan satwa lain di lingkungannya, hal ini untuk memenuhi kebutuhan sosial, kebutuhan seks dan keberlangsungan spesiesnya. Apabila hanya ada satu satwa dalam kandang, bagaimana kebutuhan

sosial, seks dan keberlangsungan spesies dapat berlangsung. Hal ini akan memicu munculnya perilaku abnormal pada satwa.

Seperti hasil observasi peneliti dilapangan, ditemui beberapa perilaku abnormal, seperti:

1. Tamba yang sering duduk berlama-lama tanpa aktivitas apapun dan tidak mau makan.

2. Tamba sering berekspresi marah pada harimau di sebelah kandangnya, melempar batu dan ban kearah harimau.

3. Tamba merusak enrichment di dalam kandang. 4. Tungir dan Kopral melakukan sosio-seksual. 5. Kopral sering melakukan masturbasi.

6. Tungir menjilat kotorannya sendiri.

Hal-hal tersebut di atas merupakan contoh perilaku yang berubah dari perilaku satwa (orangutan) alami. Hal-hal ini, dikarenakan kebutukan akan sosial, seks dan keberlangsungannya sangat kurang. Terlebih Tamba yang tinggal sendiri dalam kandang. Kekurangan akan kebutuhan tersebut berpengaruh terhadap psikologi satwa.

e. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress

Pengelola kebun binatang harus memperhatikan hal-hal yang dapat menimbulkan ketakutan pada satwa. Dalam standar pengelolaan kebun binatang yang disajikan pada tabel dibawah ini, disebutkan beberapa poin standar, yaitu:

Tabel 11. Standard Pengelolaan Satwa Dari Ketakutan dan Stress

No. Standards Of Modern Zoo Practice KBM THPS

1. Satwa harus ditangani oleh perawat khusus untuk masing-masing satwa. Perawatan harus perhatian dalam menangani satwa, dalam hal ini, untuk memberikan rasa aman terhadap satwa, kesejahteraan

satwa, menghindari kegelisahan, stress dan tekanan fisik.

2. Pengunjung tidak diperbolehkan kontak langsung dengan satwa stress.

3. Kandang satwa sebaiknya jaraknya berjauhan antara satu spesies dengan spesies lain.

- -

4.

5.

6.

7.

Perawat satwa dan pengunjung tidak diperbolehkan merokok pada saat menangani satwa ataupun pada saat berkunjung.

Satwa yang stress tidak boleh disatukan dengan dengan satwa yang sehat (kandang karantina).

Satwa yang sedang hamil dan hewan muda dipisahkan untuk meminimalkan stress.

Satwa yang direhabilitasi tidak dipertontonkan kepada pengunjung

- - - -

Sumber: Standards Of Modern Zoo Practice (2000)

Keterangan: (√) = dilakukan oleh lembaga konservasi

(-) = tidak dilakukan oleh lembaga konservasi

Kandang orangutan yang berdekatan antara satu dengan yang lain menyebabkan stress dari bagi orangutan, seperti di KBM dan THPS kandang orangutan

berdekatan antara satu satwa dengan satwa lain. Perilaku stress juga ditunjukkan Tungir yang sering menjilati kotorannya, duduk dengan kepala dibawah, mengencingi pengunjung dan membanting-bantingkan badan ke tembok. Tungir suka memperhatikan kopral yang berada di dalam kandang sepanjang hari. Perilaku stress yang ditunjukkan kopral adalah lebih kepada perilaku seksnya. Dalam satu hari pengamatan, Kopral sangat sering masturbasi (main sendiri). Kopral sering memainkan kelamin apabila keeper mendekat. Memasukkan kelamin ke dalam botol, seperti berkelamin dengan lawan jenisnya. Hal ini dipicu dengan tidak adanya orangutan betina dalam kandang tersebut. Di samping itu, Kopral sepanjang hari kebanyakan duduk diam, hanya memperhatikan Tungir yang bermain-main di luar.

Rasa takut dan stress dapat terlihat dalam perilaku orangutan setiap hari, seperti lari pada saat keeper orangutan akan membersihkan kandang, menjauhi keeper seperti takut akan dipukul. Karena dari hasil wawancara dengan keeper di THPS,

orangutan sering mendekat pada keeper dan dengan langsung keeper akan memukul orangutan karena Kopral pernah menyerang keeper. Sejak itu, orangutan tidak berani mendekati keeper. Hal ini sangat dipengaruhi oleh perilaku perawat. Oleh karena itu, disarankan agar perawat satwa menjiwai satwa dan dengan perhatian merawat satwa.

Perilaku stress pada Tamba ditunjukkan dengan tidak selera makan (tidak mau makan), hampir setengah hari Tamba menghabiskan waktu dengan duduk saja. Tamba sering menyerang harimau yang berada di samping kandangnya dengan melempari harimau dengan batu dan ban.

II. PENGELOLAAN ORANGUTAN

Pengelolaan orangutan di kebun binatang dilihat dari aktifitas harian orangutan di Kebun Binatang Medan (KBM) dan Taman Hewan Pematang Siantar (THPS) serta parameter pengelolaan kebun binatang (Standards Of Modern Zoo Practice) dan Pedoman Umum Pengelolaan Taman Satwa dan Akuaria Indonesia. Pengelolaan orangutan juga dilihat dari kondisi umum kebun binatang, penjaga (keeper) orangutan dan lisensi kebun binatang.

Pengelolaan orangutan sumatera (Pongo abelii) yang dilakukan di dua lembaga konservasi ini, berbeda satu sama lain. Hal-hal yang diperhatikan dalam pengelolaan orangutan meliputi:

A. Pola Makan Orangutan

Pengamatan yang dilakukan selama dua bulan di KBM dan THPS, meliputi beberapa aspek penyediaan makanan dan minuman orangutan di kandang. Sebagai tolak ukur penilaian, maka Standard Penyediaan Makanan di Kebun

Binatang dipakai untuk membandingkan pola makan orangutan. Penyediaan makanan orangutan di kandang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 12. Perbedaan Pola Makan Orangutan di KBM dan THPS menurut SMZP

No. Standards Of Modern Zoo Practice KBM THPS

1. Makanan yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan satwa, disesuaikan jenis, kuantitas dan nilai gizi serta kesehatan makanan tersebut

-

2. Air bersih dan segar harus tersedia di kandang sepanjang hari - - 3. Persediaan makanan dan minuman harus tetap dijaga agar tetap

higienis.

-

4. Makanan harus dijaga dari pembusukan, pencemaran oleh serangga dan hama di tempat penyimpanan makanan.

-

5. Makanan dan minuman yang disimpan harus dijaga dalam suhu yang sesuai

-

6. Staff ataupun penjaga hewan (keeper) harus diajari tentang standar kesehatan makanan dan minuman satwa.

- -

7. Bak penampung air dan makanan tidak digunakan untuk keperluan lain

8. Metode pemberian makan harus aman bagi keeper maupun bagi satwa.

9. Bak penampung makan dan minuman harus ditempatkan didalam kandang.

10. Pemberian makan yang tak terkendali dari pengunjung tidak diijinkan, dan sebaiknya makanan yang berbahaya bagi satwa tidak diizinkan diperjualbelikan di kebun binatang atau sebaiknya makanan tidak diperjual belikan di kebun binatang untuk menghindari pemberian makan

- -

11. Dokter hewan ataupun spesialis gizi harus selalu memperhatikan kandungan gizi makanan satwa

-

12. Arsip makanan satwa harus lengkap - -

Sumber: Standards Of Modern Zoo Practice (2000)

Keterangan: (√) = dilakukan oleh lembaga konservasi

Dari Tabel 6, Pola makan orangutan di KBM sangat terbatas pada pemberian makanan pihak kebun binatang kepada orangutan. Pemberian makan orangutan di kebun binatang medan dilakukan pada pagi hari antara pukul 09:00-09:30 WIB. Pola makan orangutan di THPS sangat terbatas pada pemberian makanan pihak taman hewan kepada orangutan. Pemberian makan orangutan di taman hewan pematang siantar dilakukan pada pagi hari antara pukul 10:00-11:00 WIB. Dengan komposisi makanan dengan 3 jenis makanan setiap harinya.

Tabel diatas menunjukkan bahwa, standard penyediaan makanan dan minuman di KBM dan THPS masih jauh dari standard. Terlebih di THPS, ketidakadaan dokter hewan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan satwa.

Total frekuensi aktivitas makan orangutan Tungir dan Kopral tidak jauh berbeda, yaitu 12,1% dan kopral 11,7 %. Orangutan memakan makanan dengan memilih-milih terlebih dahulu. Dalam Galdikas (1978), menyatakan bahwa, orangutan pilih-memilih makanan, ada jenis tertentu yang lebih disenangi daripada jenis yang lain. Demikan juga halnya dengan orangutan di kandang. Namun, ketersediaan dan keterbatasan makanan yang diberikan petugas membuat orangutan terpaksa memakan makanan yang ada.

Setiap hari makanan dicampur (bergantian) dengan kuantitas yang berbeda-beda pula. Hal ini menurut petugas stok makanan mengurangi kejenuhan orangutan pada jenis makanan. Makanan dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan kepada hewan. Aktivitas pagi hari adalah menyiapkan makanan hewan di klinik yang bersih. Hal ini berbeda dengan kondisi di Kebun Binatang Medan yang tidak bersih dan makanan tidak dicuci terlebih dahulu. Walaupun keduanya tidak mempunyai standar pemberian makanan pada hewan.

Berikut merupakan jenis pakan orangutan yang diberikan pihak kebun binatang, disajikan pada Tabel 13.

Dokumen terkait