• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila Oreochromis niloticus dan Rumput Laut Gracilaria verrucosa

Dalam dokumen PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT (Halaman 51-107)

3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data .1 Parameter yang Diukur .1 Parameter yang Diukur

4.1.11 Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila Oreochromis niloticus dan Rumput Laut Gracilaria verrucosa

Tingkat konsumsi oksigen ikan nila berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan nila dalam suatu wadah pemeliharaan. Ikan nila mengambil oksigen terlarut sebagai salah satu sumber energi untuk melakukan metabolisme. Gambar 22 menunjukkan hubungan antara waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen ikan nila

38 pada bobot yang berbeda. Berdasarkan grafik terlihat bahwa pada umumnya bobot 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram memiliki tingkat konsumsi oksigen yang tidak jauh berbeda dan memiliki slope yang sama yaitu negatif (turun), semakin besar lama waktu maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen (mg O2/gram/jam) ikan nila, dan penurunan tingkat konsumsi oksigen tertinggi pada satu jam pertama. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada kepadatan 100 ekor/m3, dengan bobot awal 1,8 gram, 1,9 gram, 2,0 gram secara berturut-turut 0,0059 mg O2/gram/jam, 0,0054 mg O2/gram/jam, dan 0,0051 mg O2/gram/jam (Lampiran 24).

Gambar 22. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m3 selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Berdasarkan persamaan linier yang terbentuk pada Gambar 23, yaitu y = -0,0008x + 0,006, maka setiap 1 gram ikan nila akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,0052 mg O2/gram/jam, dengan kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai. Persamaan linier grafik pada Gambar 24 terlihat memiliki slope negatif (turun), hubungan antara bobot ikan (gram) dengan tingkat konsumsi oksigen mg O2/gram/jam yaitu berbanding terbalik semakin besar bobot ikan maka tingkat konsumsi oksigen akan semakin kecil.

0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030

30 60 90 120 150 180

TKO (mg O2/gram/jam)

Waktu (menit)

1.8 gram 1.9 gram 2.0 gram

39 Gambar 23. Persamaan kurva linier tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m3 selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Rumput laut yang dipelihara bersama dengan ikan nila juga mengalami proses respirasi pada siang hari (terpapar cahaya) maupun malam hari (tidak ada cahaya). Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tidak sebesar tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Gambar 24 menunjukkan tingkat konsumsi oksigen saat terpapar cahaya matahari (6000-14000 lux). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari lebih rendah daripada saat tanpa cahaya. Grafik pada Gambar 24 menggambarkan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada masing-masing bobot rumput laut.

Rumput laut dengan kepadatan rendah 200 gram/m3 menghasilkan tingkat konsumsi oksigen lebih tinggi, sedangkan pada kepadatan 400 gram/m3 dan 600 gram/m3 menghasilkan konsumsi yang tidak jauh berbeda akan tetapi masih lebih tinggi tingkat konsumsi oksigen 400 gram/m3 rumput laut. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut terpapar cahaya matahari pada kepadatan 200 gram/m3, 400 gram/m3, dan 600 gram/m3 secara berturut-turut 0,0030 mg O2/gram/jam, 0,0015 mg O2/gram/jam, dan 0,0011 mg O2/gram/jam (Lampiran 25).

0,005915

0,005447

0,005075

0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008

1,8 1,9 2

TKO (mg O2/gram/jam)

Bobot ikan nila (gram)

40 Gambar 24. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam, saat terpapar cahaya matahari (6000-14000 lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Gambar 25 menunjukkan persamaan kurva linier yang terbentuk dari perlakuan tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari, yaitu y = - 0,003x + 0,005, maka pada bobot rumput laut 1 gram akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,002 mg O2/gram/jam, yaitu padat tanam rumput laut sebagai sumbu axis (x) dan tingkat konsumsi oksigen rumput laut sebagai sumbu ordinat (y), dan pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dan terpapar cahaya matahari yang cukup untuk rumput laut.

Berdasarkan grafik pada Gambar 25 menunjukkan slope negatif (turun) pada grafik garis persamaan linier yang terbentuk. Hal ini memiliki arti bobot rumput laut memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut maka semakin kecil tingkat konsumsi oksigen yang dihasilkan per bobot rumput laut (gram) per satuan waktu (jam) berdasarkan perhitungan pada wadah tertutup. Intensitas cahaya matahari yang terserap oleh rumput laut mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen karena hal ini berkaitan dengan produk oksigen dan karbohidrat yang dihasilkan.

Grafik tingkat konsumsi oksigen rumput laut hubungan antara waktu dan tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan pengukuran pada suatu wadah tertutup, terdapat pada Gambar 25.

0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007

30 60 90 120 150 180

TKO (mg O2/gram/jam)

Waktu (menit)

200 gram/m3 400 gram/m3 600 gram/m3

41 Gambar 25. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai kepadatan, saat terpapar cahaya matahari (6000-14000 lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Rumput laut yang dipelihara bersama dengan ikan nila juga mengalami proses respirasi pada siang hari (terpapar cahaya) maupun malam hari (tidak ada cahaya). Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tidak sebesar tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Gambar 26 menunjukkan tingkat konsumsi oksigen saat tanpa terpapar cahaya matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa terpapar cahaya matahari lebih tinggi dibandingkan saat terpapar cahaya. Grafik pada Gambar 26 menggambarkan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada masing-masing bobot rumput laut.

Rumput laut dengan kepadatan tinggi 600 gram/m3 menghasilkan tingkat konsumsi oksigen lebih tinggi, sedangkan pada kepadatan 400 gram/m3 dan 200 gram/m3 menghasilkan konsumsi yang tidak jauh berbeda. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tanpa dipapar cahaya matahari pada kepadatan 600 gram/m3, 400 gram/m3, dan 200 gram/m3 secara berturut-turut 0,0046 mg O2/gram/jam, 0,0025 mg O2/gram/jam, dan 0,0018 mg O2/gram/jam (Lampiran 26).

Grafik tingkat konsumsi oksigen rumput laut (G. verucosa) pada berbagai kepadatan, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup, terdapat pada Gambar 26.

0,0030

0,0015

0,0011

0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 0,0025 0,0030 0,0035

200 400 600

TKO (mg O2/gram/jam)

Padat tanam rumput laut (gram/m3)

42 Gambar 26. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai kepadatan, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Gambar 27 menunjukkan persamaan kurva linier yang terbentuk dari perlakuan tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa terpapar cahaya matahari. Persamaan linier yang terbentuk yaitu y = 0,002x + 0,006, sehingga setiap 1 gram rumput laut akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,008 mg O2/gram/jam dengan kondisi yang sesuai untuk wadah pemeliharaan dan tanpa cahaya yang mempengaruhi. Berdasarkan grafik Gambar 27 menunjukkan slope positif (naik), pada persamaan linier memiliki arti bobot rumput laut memiliki hubungan berbanding positif terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut yang ditanam maka semakin besar tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan per gram per satuan waktu perhitungan dalam kondisi tanpa terpapar cahaya matahari.

Berikut akan disajikan Gambar 27 persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (G. verucosa) pada kepadatan 200 gram/m3, 400 gram/m3, dan 600 gram/m3, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup, grafik garis menunjukkan trend atau model yang terbentuk berdasarkan hubungan biomasa rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan.

0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008

30 60 90 120 150 180

TKO (mg O2/gram/jam)

Waktu (menit)

600 gram/m3 400 gram/m3 200 gram/m3

43 Gambar 27. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup.

4.2 Pembahasan

Polikultur adalah suatu sistem budidaya bersama dua organisme atau lebih dengan tujuan peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang terbatas. Sistem budidaya polikultur diindikasikan lebih menguntungkan daripada sistem monokultur. Pemanfaatan kembali limbah buangan dari organisme satu (yaitu ikan atau udang) terhadap organisme lain (yaitu rumput laut) untuk pertumbuhannya menimbulkan interaksi saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme (integrated multi-trophic aquaculture) antara keduanya untuk menciptakan lingkungan budidaya yang sesuai. Penelitian ini menggunakan

sistem budidaya polikultur pada ikan nila (O. niloticus) dan rumput laut (G. verrucosa) untuk menghasilkan produk secara optimal. Interaksi positif yang

terjadi antara kedua organisme tersebut sangat menguntungkan bagi peningkatan pertumbuhan ikan nila dan rumput laut. Hal ini didukung dengan hasil penelitian konsentrasi nitrogen dan fosfat serta perubahan kualitas air pada sistem monokultur dan polikultur oleh rumput laut di wadah selama 35 hari.

Perubahan nitrogen dan fosfat yang disebabkan rumput laut di wadah pemeliharaan akan menurunkan konsentrasi kualitas air seperti pada Tabel 3, rumput laut dengan padat tanam lebih tinggi mampu menghilangkan atau merubah konsentrasi nitrogen dan fosfat lebih banyak. Zhou et al. (2006) G. lemaneiformis

0,0018

44 dapat mengurangi jumlah hara nitrogen yang terakumulasi dalam dissoloved inorganic nitrogen (DIN) pada wadah pemeliharaan dapat dihilangkan kurang lebih 90%, dan rumput laut dapat menerima hampir 90% dari amonium yang dipelihara bersama ikan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat perubahan kualitas air berupa TAN, nitrit (NO2

-), nitrat (NO3

-), dan fosfat (PO4

3-) pada wadah pemeliharaan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut lebih baik dari perlakuan monokultur. Peningkatan biomasa awal rumput laut akan meningkatkan laju perubahan pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi mampu menurunkan kualitas air lebih tinggi dari perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih rendah, yaitu mencapai lebih dari 85% penghilangan nitrogen, dan 72% penghilangan fosfat (Tabel 3).

Penelitian sejenis oleh Yang et al. (2006) tentang bioremediasi rumput laut G. lemaneiformis menyatakan bahwa penyerapan nitrogen terbesar dalam bentuk amonium oleh rumput laut. Namun, pada jenis rumput laut G. birdiae nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak dari TAN berdasarkan penelitian di Brazil oleh Soriano et al. (2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Tabel 3) yaitu nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak pada semua perlakuan pada setiap minggu, salah satu alasan adalah penyerapan oleh rumput laut.

Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis rumput laut, cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi (umur tanaman dan kemampuan penyimpanan nutrien pada jaringan).

Perubahan kualitas air berkaitan erat dengan buangan nitrogen di wadah pemeliharaan oleh ikan nila dengan pemberian pakan secara terkontrol, semakin banyak buangan ikan nila maka semakin banyak yang harus dihilangkan. Buangan nitrogen berasal dari pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme. Ikan dengan bobot yang lebih tinggi akan diberi pakan lebih banyak, dan ikan dengan bobot lebih rendah akan diberikan pakan lebih sedikit (Tabel 2), pada nilai feeding ratio yang sama. Sakdiah (2009) menyatakan nilai ekskresi TAN dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, bobot, kadar nutrisi, salinitas, dan kadar TAN.

Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan LPH dan biomasa ikan nila lebih tinggi menghasilkan buangan ikan nila yang lebih tinggi dan pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3

45 tanpa rumput laut menghasilkan bobot yang lebih rendah dan buangan ikan nila lebih sedikit, akan tetapi pada perlakuan monokultur tidak terjadi pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan oleh rumput laut sehingga jumlah nitrogen di wadah pemeliharaan terakumulasi menjadi tinggi.

Jumlah nitrogen dipengaruhi oleh sistem metabolisme ikan terhadap pakan dan kualitas air. Lingkungan wadah pemeliharaan ikan nila memiliki siklus yang diawali dengan pemberian pakan pada ikan, kemudian pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil metabolisme ikan akan masuk ke wadah pemeliharaan, mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik di dalam sistem sehingga mengakibatkan peningkatan total amonia nitrogen (TAN) dan nitrit dimana keduanya berbahaya bagi ikan pada konsentrasi tinggi, selanjutnya TAN didalam sistem akan diubah menjadi nitrit, nitrat, dan gas nitrogen. Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat dalam wadah budidaya bersama rumput laut dan ikan nila jauh berbeda terhadap perlakuan monokultur ikan nila saja.

Konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat yang berbeda antara perlakuan polikultur dan monokultur dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian. Konsentrasi TAN pada Gambar 12 setiap minggu menunjukkan perbedaan pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut dan perlakuan dengan penambahan rumput laut dengan bobot tertentu. Perlakuan polikultur memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari monokultur, karena peranan dari rumput laut dalam menyerap dan menyimpan nitrogen dalam bentuk TAN di wadah pemeliharaan.

Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari perlakuan polikultur yang lain dengan kepadatan rumput laut yang lebih rendah.

Penyerapan dan penyimpanan nitrogen dalam bentuk TAN dalam bentuk amonium (NH4+

) oleh rumput laut dilakukan diseluruh bagian thallus atau permukaan tubuh dan disimpan pada dinding sel yang terdiri dari karagenan dan agar. Hal tersebut yang mengakibatkan perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah, semakin besar bobot rumput laut, semakin luas permukaan thallus maka bidang penyerapan akan semakin optimal dalam mengurangi konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan

46 dibandingkan dengan rumput laut yang memiliki bobot dan luas permukaan thallus lebih kecil. Hal ini terlihat pada Gambar 13 yang menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara biomasa rumput laut terhadap konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan.

Penyerapan nitrogen oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat (NO3

-), oleh karena itu hasil yang ditunjukkan pada Gambar 16, sama dengan Gambar 12, yaitu pada perlakuan polikultur selalu memiliki konsentrasi nitrat lebih baik. Thallus rumput laut Ulva rigida mampu menyerap secara optimal nitrat pada kisaran 400-500 µmol nitrat (g DM)-1 pada sel (Naldi 2002).

Kemampuan menyerap ion dan mineral di wadah pemeliharaan berbeda-beda pada masing-masing jenis rumput laut. Hal ini dipengaruhi oleh jenis rumput laut, cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi (umur tanaman dan kemampuan penyimpanan nutrien pada jaringan).

Nitrogen di wadah pemeliharaan tidak hanya berupa TAN tetapi juga dalam bentuk nitrit, melalui bakteri Nitrosomonas TAN diubah menjadi nitrit yang bersifat lebih berbahaya bagi organisme (ikan dan udang). Hasil penelitian (Gambar 14) menunjukkan perbedaan yang signifikan perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut dengan monokultur ikan nila. Pada perlakuan monokultur terjadi peningkatan nitrit setiap minggu, sedangkan pada perlakuan polikultur memperlihatkan konsentrasi nitrit yang lebih rendah. Hal ini membuktikan bahwa rumput laut tetap memberikan pengaruh positif di wadah pemeliharaan, walaupun penyerapan rumput laut terhadap nitrit sangat kecil dibandingkan dengan TAN dan nitrat.

Pengaruh rumput laut juga terlihat pada kurva kubik Gambar 15, menjelaskan hubungan berbanding terbalik antara padat tanam rumput laut terhadap konsentrasi nitrit yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput laut maka semakin memberikan dampak positif terhadap pemeliharaan ikan nila dan rumput laut dengan konsentrasi nitrit lebih rendah.

Sebagian besar spesies tanaman air cenderung lebih mudah dalam menyerap nitrogen dalam bentuk NH4+ daripada dalam bentuk NO3- sebagai sumber hara nitrogen, hal ini dikarenakan penyerapan dalam bentuk NH4+ membutuhkan sedikit energi dan karena NH4+ -N tersebar merata di perairan jenuh

47 substrat. Selain itu, tekanan tinggi pada ion H+ menyebabkan, saat konsentrasi nitrogen (NH4+

-N) tinggi, nitrogen mudah terserap kedalam thallus rumput laut.

Berbeda dengan penyerapan nitrat oleh tanaman air, nitrat diangkut dalam membran plasma dan nitrate reductase activity (nRA) secara keseluruhan dipengaruhi oleh ketersediaan NO3

di wadah pemeliharaan (Jampeetong 2012).

G. verrucosa juga melakukan penyerapan mineral seperti fosfat walaupun dalam jumlah kecil. Naldi et al. (2002) menyatakan penyerapan nutrien pada rumput laut memiliki perbandingan N:P sebesar 20:1 pada keadaan N yang tidak berlebih. Penghilangan fosfat dari perairan tercemar terjadi melalui tiga tahapan yaitu penyerapan substrat (lumpur, tanah), penyerapan oleh tanaman alga, dan pengaruh aktifitas bakteri. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada Gambar 21 penyerapan fosfat oleh rumput laut tidak sebesar penyerapan terhadap nitrogen.

Penyerapan fosfat dalam jumlah kecil diduga karena penyerapan nitrogen lebih mendominasi seluruh bagian thallus rumput laut dibandingkan penyerapan fosfat maupun mineral yang lain, pernyataan ini didukung dengan rendahnya konsentrasi nitrogen pada wadah pemeliharaan perlakuan polikultur dibandingkan pada perlakuan monokultur.

Konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan (Gambar 18) menunjukkan perbedaan antara perlakuan polikultur dan monokultur. Perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mengurangi fosfat di wadah pemeliharaan dari perlakuan monokultur. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih tinggi memiliki konsentrasi fosfat lebih rendah dibandingkan perlakuan polikultur yang lain. Peranan rumput laut dalam meningkatkan kualitas lingkungan wadah pemeliharaan, terutama mencegah peningkatan konsentrasi fosfat terlihat pada Gambar 18, perlakuan monokultur memiliki konsentrasi fosfat yang terus meningkat selama 35 hari pemeliharaan. Rumput laut mampu mengurangi fosfat dengan meyerap dan menyimpan di dalam dinding sel sebagai kualitas air yang mampu mendukung pertumbuhan.

Secara umum, tanaman darat, tanaman air, jenis alga, dan mikroorganisme membutuhkan mineral fosfat sebagai nutrien yang penting bagi pertumbuhan dan pada jaringannya, meskipun dalam jaringan tersedia dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding dengan C dan N, mineral fosfat berfungsi sebagai transformasi

48 energi metabolik dan merupakan penyusun fosfolipida yang penting dalam menyusun membran (Iamchaturapatr et al. 2007).

Lingkungan pemeliharaan yang sesuai akan mendukung pertumbuhan dari kedua organisme tersebut, sesuai dengan hasil penelitian (Gambar 3 dan 4), bobot ikan nila yang dibudidaya secara monokultur menghasilkan biomasa akhir lebih rendah dari polikultur. Persamaan kubik pada Gambar 4 menjelaskan bahwa setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila menjadi 107,2 gram selama 35 hari. Pemeliharaan tanpa rumput laut selalu memiliki pertumbuhan yang lebih rendah dari perlakuan polikultur. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan harian (LPH) ikan nila pada perlakuan tanpa rumput laut menghasilkan LPH rendah 2,03±0,40% per hari, jika dibandingkan dengan perlakuan polikultur 3,12±0,21% per hari pada perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3. Sakdiah (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur, dan kualitas air. Peningkatan bobot ikan nila merupakan tingkat pemberian pakan yang ditransformasikan menjadi biomassa ikan nila. Pakan yang diberikan dan daya serap energi dari pakan yang sama menjadi penunjang pertumbuhan ikan, sehingga dalam hasil penelitian diduga pada sistem polikultur ikan nila mampu memanfaatkan pakan lebih baik dari monokultur, dan hal ini didukung dengan nilai FCR dan EPP yang lebih baik pada Tabel 1.

Feeding convertion ratio (FCR) dan efisiensi pakan menjadi salah satu indikator peningkatan bobot ikan. Sistem polikultur rumput laut dan ikan nila menghasilkan FCR lebih rendah dan EPP lebih tinggi dari monokultur, semakin kecil nilai FCR maka semakin banyak pakan yang dimakan dan terserap oleh tubuh untuk pertumbuhan. Tingkat FCR dan efisiensi pakan akan mempengaruhi jumlah limbah hasil metabolisme ikan nila, semakin rendah efisiensi pakan maka akan semakin banyak limbah nitrogen yang terbuang, hal ini didukung dengan nilai pengeluaran nitrogen ikan nila pada Tabel 2, diduga pada biomassa ikan lebih besar akan menghasilkan limbah nitrogen lebih banyak. Tingkat nafsu makanan ikan nila juga dipengaruhi oleh kualitas air wadah pemeliharaan. Zhou et al. (2006) menyatakan G. lemaneiformis sangat efisien dalam menyerap nutrien dari sistem budidaya polikultur bersama ikan konsumsi. Oleh karena itu kualitas

49 air di wadah pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila lebih baik dari monokultur serta nafsu makan ikan nila lebih meningkat pada sistem polikultur.

Kemampuan rumput laut dalam menyerap nutrien, khususnya nitrogen dan fosfat berdampak positif bagi ikan nila dan rumput laut. Ikan nila mendapatkan kualitas media pemeliharaan yang lebih baik dan rumput laut mendapatkan nitrogen dan fosfat sebagai kualitas air untuk pertumbuhan. Abreu et al. (2011) menyatakan penyerapan nitrogen (amonium, nitrat) di wadah pemeliharaan oleh rumput laut G. vermiculuphylla dilakukan dengan difusi pada seluruh bagian thallus. Jadi, semakin banyak thallus yang mampu menyerap nitrogen akan semakin baik kualitas air dan pertumbuhan rumput laut pada kondisi tertentu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut pada kepadatan 400 gram/m3 dan 600 gram/m3 lebih baik dari kepadatan 200 gram/m3 yang terlihat dari nilai LPH masing-masing perlakuan. LPH rumput laut terbesar pada perlakuan dengan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 yaitu, 2,22±0,10% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki nilai LPH 1,84±0,09% per hari. Nilai LPH rumput laut yang dipelihara bersama ikan nila lebih tinggi dari monokultur rumput laut saja, seperti pada hasil penelitian Novia (2011) pada salinitas 15 ppt rumput laut (Gracilaria verrucosa) memiliki LPH tertinggi dengan nilai 1,92±0,501% per hari.

Salah satu alasan yang dapat menerangkan penurunan nilai laju pertumbuhan harian rumput laut pada kepadatan 600 gram/m3 adalah semakin tinggi kepadatan rumput laut dalam suatu wadah pemeliharaan maka kemampuan fotosintesis dan penyerapan nitrogen dan fosfat akan berkurang, sehingga ketersediaan energi untuk pertumbuhan akan berkurang. Selain itu Yang (2006) menyatakan kualitas perairan juga mempengaruhi dalam pertumbuhan rumput laut seperti suhu, pada suhu ekstrim Gracilaria verrucosa akan mengalami penurunan produksi bahkan tidak lagi tumbuh.

Sinaga (2010) menyatakan penyerapan nutrien berupa fosfat dan nitrat disebut dengan daya serap total fosfat dan daya serap nitrat. Penyerapan nutrien berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan thallus. Daya serap nutrien oleh rumput laut dapat diukur berdasarkan bobot dan luas permukaan. Masuknya

50 nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh permukaan thallus rumput laut. Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Barsanti et al. 2006).

Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan thallus rumput laut. Pertumbuhan thallus rumput laut diduga semakin memperbesar luas permukaan thallus dan luas bidang difusi nitrogen di wadah pemeliharaan. Semakin besar permukaan thallus maka semakin

Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan thallus rumput laut. Pertumbuhan thallus rumput laut diduga semakin memperbesar luas permukaan thallus dan luas bidang difusi nitrogen di wadah pemeliharaan. Semakin besar permukaan thallus maka semakin

Dalam dokumen PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT (Halaman 51-107)

Dokumen terkait