• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Existing Shipbuilding Strategy Project Team

Shipbuilding strategy merupakan strategi level 4 sebagai improvement

kelancaran pembangunan dengan memberi arah proses pembangunan dalam lingkup proyek. Proses perumusan merupakan intuitif individu Manager Proyek

berdasar pemikiran memperlancar proses produksi sesuai paradigma quality, cost

dan delivery serta HSE dengan kombinasi faktor produksi (resources) yaitu

fasilitas dan tenaga kerja serta akomodasi keinginan konsumen/owner (market). Strategi Proyek yang tersedia dalam SBLC, Man Power Planning dan Integrated

Schedule merupakan hasil strategi diatasnya. Belum merupakan detail strategi

yang dianalisa menyeluruh, terperinci dan sistematis sesuai kondisi yang ada. Belum ada peralatan (tools) yang mendukung dilakukan analisa serta belum merupakan hasil proses baku sesuai standard operasional (SO) merupakan faktor tidak berjalannya perumusan shipbuilding strategy. Kerangka pengembangan strategi operasi sebenarnya telah tertuang dalam paket manajemen dalam

Construction Policy yang merupakan integrasi metode pembangunan : strategi

tahap desain, procurement dan strategi tahap produksi.

Kelemahan shipbuilding strategy ini adalah construction policy terdahulu belum digunakan maksimal karena tidak update sesuai kondisi aktual produksi

meski SBLC sudah redesign. Construction policy menggunakan model lama dan sama tiap proyek sehingga tidak ada improvement. Construction policy ini juga belum diimplementasikan pada tahap produksi sehingga strategi proyek masih merupakan perencanaan khusus Manajer Proyek. Kondisi ini mengakibatkan strategi belum terkoordinasi ke departemen pendukung.

Permasalahan rumusan shipbuilding strategy level 4 ini disebut “improptu

strategy” (mendadak/tanpa persiapan) dan menghasilkan konsekuensi :

- Implementasi strategi kurang maksimal.

- Implementasi strategi berhenti ditengah jalan dengan biaya besar. - Berpotensi menghambat proses produksi.

- Tidak ada kelanjutan strategi jika proyek pembangunan selesai. - Tidak ada data strategi dan implementasi proyek terdahulu.

- Proses pembangunan terdampak, waktu dan biaya menjadi lebih besar.

Shipbuilding strategy level 4 atau strategi proyek sesuai observasi pada

departemen terkait, beberapa team proyek (Manager Proyek) yang sudah selesai atau masih berjalan dan pada divisi Produksi beserta departemen dibawahnya. Hasil observasi lapangan kemudian dilakukan perumusan strategi yang dijadikan dasar penyusunan modelshipbuilding strategy.

Gambar 4.20 Model Shipbuilding Strategy Project (data diolah)

Kerangka strategi teraplikasi dalam strategi organisasi diatas tetapi belum sistematis. Rumusan strategi menggunakan faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal berupa perencanaan pekerjaan sesuai resources dan faktor

eksternal berupa owner requirement terdiri dari quality, quantity dan standard.

Tinjauan teknis metode pembangunan terintegrasi dalam construction

policy yang diterjemahkan dalam kebijakan pelaksanaan pembangunan yang

berisi tempat pembangunan, fasilitas dan jadwal produksi.

Tinjauan strategi kontrol sebagian berupa pemikiran pimpinan proyek dan sebagian berupa standard divisi/korporasi. Pada struktur skema kontrol,

perusahaan sebagai “Job shop production” maka seharusnya faktor utama yang

berpengaruh yaitu material, produk, proses produksi dan organisasi harus konsisten. Karakteristik strategi control yang ada sebagai berikut:

a. Purchasing Control : kontrol pengadaan material, menggunakan tools

terintegrasi antara desain, pengadaan dan produksi.

b. Material control : pemakaian material belum maksimal karena sesuai produk

dengan proses produksi yang kompleks, detail pemakaian material kurang terkontrol. Organisasi matrik mempengaruhi konsistensi material control, terlihat dengan sering terjadi kekurangan material walau desain jumlah material memenuhi. Kekurangan material disebabkan permasalahan produksi berupa revisi gambar, pengawasan produksi dan kontrol material.

Tabel 4.9 Permasalahan material

No Material Jumlah Keterangan

1 Material pelat & profil 11,5 % 1. Re-design

2 Material pelat tipis 223% 2. Kesalahan produksi

3 Material cat 155% 3. Cacat material

4 Material bolt&nut 300% 4. Kelengkapan pengiriman material

5 Material pipa 150% 5. Material tidak sesuai peruntukan.

6 Material valve & fitting pipe 25% 6. material rusak.

7 Material Insulation 55%

8 Konsumabel

Sumber: data diolah

c. Production Process Control : Strategi sensitif kontrol jenis produk dan proses

berupa pemilihan metode kerja, aplikasi quality control, urutan pekerjaan dan pemakaian fasilitas kerja belum baku. Berakibat implementasi strategi belum konsistensi. Belum ada analisa keuntungan dan kerugian pemilihan proses

produksi mengakibatkan inkonsistensi urutan produksi sehingga timbul impact tidak terduga. Contoh permasalahan tersebut adalah :

- Aplikasi painting di area block blasting tidak konsisten, beberapa blok harus loading sebelum painting. Mengakibatkan waktu dan tenaga membesar karena faktor kesulitan yang tinggi serta dock days lebih lama.

- Aplikasi FOBS belum menyeluruh.

- Aplikasi quality control berdasar FOBS belum konsisten kecuali item-item

ITP (Inspection test & procedure).

Nilai yang dapat ditinjau dari harga (cost) pemakaian fasilitas utama karena bergesernya pekerjaan yang seharusnya dibengkel akan tetapi digeser di dok yaitu sebesar Rp. 0,9M per bulan :

o = Target pendapatan dok – sales proyek (per bulan) o = Rp. 2,1 M – 1,2 M (per bulan)

o = 0,9 M (kehilangan potensi pendapatan per bulan)

- Aplikasi strategi pemakaian tenaga (jasa) belum maksimal, akibat kontrol pemakaian material dan target pekerjaan. Deviasi kontrol tenaga kerja

(labor) adalah: HC (6,9%), HO (20,08%), MO(44,40%), Painting

(30,39%).

Jika dibandingkan dengan teori strategi David (2009), aplikasi strategi proyek diatas menggunakan bagian kecil dari formulasi David. Rumusan strategi memiliki kesamaan pada keberadaan tahapan faktor eksternal dan faktor internal. Tahapan lain belum dijadikan bahan dan pedoman perumusan strategi. Tahapan urutan proses formulasi strategi David harus ada :

a. Pengembangan visi dan misi.

b. Identifikasi peluang dan ancaman eksternal. c. Identifikasi kekuatan dan kelemahan internal. d. Penetapan tujuan jangka panjang.

e. Rumusan alternatif strategi.

f. Pemilihan strategi untuk mencapai tujuan.

Jika dibandingkan dengan strategi Hunger (1996), rumusan strategi harus dibangun dari pengamatan lingkungan berupa faktor eksternal yaitu lingkungan

sosial dan lingkungan tugas dan faktor internal yaitu struktur, budaya dan sumber daya. Dari pengamatan ini kemudian dilakukan perumusan strategi, dimana akan terdiri dalam beberapa tahap, yaitu:

a. Penentuan Misi. b. Penentuan Tujuan.

c. Penentuan Strategi.

d. Penentuan Kebijakan.

Tahapan c – d belum dilaksanakan dalam kerangka model strategi diatas.

Pada teori Storch (1995), digambarkan building strategy disusun berdasarkan aspek fasilitas, kondisi operasi, klasifikasi pekerjaan, estimasi,

proses produksi dan requirement, yang merupakan preferensi dan kapabilitas dari

galangan kapal sesuai kemampuan tiap galangan. Pada model strategi korporasi, beberapa tahapan teori “Storch” belum sepenuhnya dipertimbangkan. Belum ada standard operasi tentang shipbuilding strategy sehingga pembuatan strategi pembangunan sepenuhnya tergantung inisiatif Kepala Proyek. Beberapa tahapan yang sudah menjadi pertimbangan yaitu : pemakaian fasilitas utama, utilitas

peralatan, kebutuhan tenaga kerja dan beberapa regulasi yang ter-state di dalam

kontrak.

Penyebab belum teraplikasinya teori Storch secara keseluruhan, yaitu :

- Organisasi project team sebagai penyusun strategi berupa Matrix

organization, sehingga faktor resources yang merupakan sumber daya

terpenting tidak bisa dikontrol maksimal karena adanya interferensi organisasi diatas.

- Database strategi belum ter-record sehingga sulit diukur keuntungan dan kelebihan suatu strategi.

- Belum ada Standard Operation Procedure (SOP) yang dijadikan dasar pembuatan building strategi.

Dokumen terkait