• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN INDUSTRI Perekonomian Nasional

Management Discussion & Analysis

TINJAUAN INDUSTRI Perekonomian Nasional

Pada tahun 2016, perekonomian Indonesia masih mengalami banyak tantangan terkait dengan belum pulihnya negara-negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara- negara berkembang yang melambat. Dampaknya kepada perekonomian domestik adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi, inlasi dan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Kondisi tersebut memiliki potensi dalam membebani kinerja pelaksanaan APBN tahun 2016, terutama pencapaian pendapatan negara tahun 2016. Sementara itu, laju inlasi Indonesia di tahun 2016 relatif stabil dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 3,02% atau menurun dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,45%. Terkendalinya level inlasi sepanjang tahun 2016, memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran suku bunga dan menurunkan BI rates.

INDUSTRY REvIEW National Economy

In 2016, the Indonesian economy is still faced many challenges

associated with the unrecovered the developed countries

and economic growth in developing countries that are slower.

Its impact on the domestic economy is slowing economic

growth, inlation and the depreciation of the rupiah against the US Dollar. That condition has the potential to weigh on the performance of the State Budget 2016, particularly the achievement of state revenue in 2016.

Meanwhile, Indonesia's inlation rate in 2016 was relatively stable compared with the previous year, amounting to 3.02% or lower than last year at 3.45%. The controlled level of inlation during 2016, giving space for Bank Indonesia to easing interest rates and lower the BI rates.

53

2016 LAPORAN TAHUNAN | ANNUAL REPORT Bank Sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia

di tahun 2017 akan berada di kisaran 5-5,4%, didukung oleh permintaan domestik. Dengan adanya peningkatan manajemen iskal, prospek ekonomi Indonesia bisa tetap bertahan kuat. Namun demikian, risiko eksternal ekonomi Indonesia tetap ada, termasuk pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah serta adanya gejolak di pasar keuangan.

Perkembangan Industri

Kondisi pasar batubara di tahun 2016 masih belum menentu, kendati harga mulai merangkak naik mendekati akhir tahun, konsumsi batubara di banyak wilayah masih lemah, terutama di Cina. Penyebab utamanya adalah konsumen dan importir batubara terbesar di dunia sedang berupaya untuk mengurangi tingkat polusi di kota-kota besarnya, diantaranya adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa serta rencana India menghentikan impor batubara termalnya.

Walaupun kesadaran global telah dibangun untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, perkembangan sumber energi terbarukan tidak menunjukan indikasi bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil (terutama batubara) akan menurun secara signiikan dalam waktu dekat, sehingga batubara terus menjadi sumber energi vital khususnya di Asia Tenggara. Kendati begitu, teknologi batubara bersih dalam pertambangan batubara akan sangat diperlukan di masa mendatang (sebagian karena faktor komersil). Kapasitas PLTU di Asia Tenggara diharapkan mencapai lebih dari 80 GW dalam lima tahun mendatang dan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat dalam kurun waktu 15 tahun ke depan. Selain itu, langkah Pemerintah untuk tidak membangun PLTU non mulut tambang juga membuka peluang lebih besar untuk integrasi bisnis tambang batubara dengan pembangkit listrik di Indonesia.

Kebijakan Pemerintah Indonesia akan mempengaruhi industri pertambangan batubara nasional. Untuk memperoleh suplai dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Indonesia meminta para produsen batubara untuk mencadangkan jumlah produksi tertentu untuk konsumsi dalam negeri. Selain itu, Pemerintah dapat menggunakan pajak ekspor untuk mengurangi ekspor batubara. Pemerintah ingin meningkatkan konsumsi domestik batubara sehingga batubara mensuplai sekitar 30% dari pencampuran energi nasional pada tahun 2025.

Perkembangan terkini lainnya adalah bahwa pemerintah Indonesia bermaksud untuk membatasi pengiriman seluruh

Central Bank estimates that Indonesia's economic growth in 2017 will be in the range of 5-5.4%, supported by domestic demand. With the improvement of iscal management, the Indonesia economic outlook could remained strong. However, external risks remain the Indonesian economy,

including global economic growth lower and turbulence in the

inancial markets. Industrial development

Coal market condition in 2016 was still unsettled, despite coal price began to escalate approaching year end, coal consumption was still weak in many regions, especially China.

The main cause was the largest consumer and importer of coal in the world are trying to reduce the level of pollution in

big cities, such as Japan, the United States and Europe as well as India plans to stop imports of thermal coal.

Although global awareness has been built to reduce

dependence on fossil fuels, the development of renewable energy sources do not indicate signiicant decrease in fossil fuel (especially coal) dependence in the near future, so that

coal continues to be a source of vital energy especially in

South East Asia. Nevertheless, clean coal technology in

coal mining will be indispensable in the future (in part due

to commercial factors). The coal-ired power plant in South East Asia is expected to reach beyond 80 GW in ive years and will continue to doubled in the next 15 years. In addition,

the Government's move to not build the non-mine mouth

coal-ired power plant also ofers greater opportunity for the

integration of coal mining businesses and power plants in

Indonesia.

The Indonesian government policies will afect the nation's coal mining industry. To obtain domestic supply, the Ministry of Energy and Mineral Resources of Indonesia requested the

coal producers to reserve a certain amount of production

for domestic consumption. In addition, the government can use export taxes to reduce coal exports. The government

wants to increase domestic consumption of coal so that coal

supplied about 30% of national energy mixing in 2025:

More recent developments is that the Indonesian government

bahan mentah (kecuali batubara), dan mewajibkan sektor pertambangan untuk menambahkan nilai pada produk sebelum pelaksanaan ekspor. Pada awalnya, rencana ini dibuat untuk melarang ekspor bahan mentah dari tahun 2014 dan seterusnya. Baru-baru ini, Pemerintah menyatakan akan bersikap lebih leksibel untuk pelarangan ini dan mengungkapkan bahwa sebagian ekspor dapat dilanjutkan dengan syarat-syarat tertentu. Sektor batubara tidak akan terpengaruh oleh pelarangan ini sesuai dengan pernyataan pemerintah pada tahun 2012, sehingga batubara dapat terus diekspor tanpa diolah terlebih dahulu.