• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KELEMBAGAAN DALAM BLUD

Dalam dokumen TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHA (Halaman 51-63)

BLUD merupakan bentuk badan yang baru dalam ketatanegaraan di Indonesia. BLUD menerapkan sistem pengelolaan keuangan yang bisa dikatakan merupakan pengecualian dari sistem keuangan yang diterapkan. Asas fleksibilitas yang dianut dalam PPK-BLUD memberikan keleluasaan bagi BLUD untuk mengelola keuangannya untuk tujuan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik. BLUD sendiri merupakan perangkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu tujuan pemerintah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah.69 Selama ini pelayanan rumah sakit dinilai buruk karena terbatasnya alat-alat, obat yang persediaannya kurang dan masih banyak lagi. Hal tersebut harus dibenahi untuk

68http:/ / www.academia.edu/ 4929177/ BLUD_Badan_Layanan_Umum_diakses ter akhir tanggal 26 agustus 2014 pukul 13.45 wib

69

Lihat Pasal 2 ayat (2) Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

mensejahterakan masyarakat sesuai cita-cita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan dibentuknya BLUD. Karena sifatnya yang khusus yakni tidak mengutamakan keuntngan, walaupun pengelolaan BLUD mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pengelolaan keuangan daerah pada umunya, namun perencanaan, penganggaran, pertanggungjawaban dan pelaporan merupakan bagian dari APBD, artinya kekayaan yang dikelola BLUD bukan merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan dari APBD.70

Karena BLUD ini baru dirintis pada tahun 2012 sehingga banyak RSUD-RSUD yang belum siap karena perubahannya sangat drastis. Tidak semua SKPD maupun unit kerja cocok dengan pola BLUD ini. BLUD sendiri merupakan upaya untuk mewiraswastakan pemerintah agar dapat mandiri sehingga tidak bergantung sepenuhnya dengan APBD mengingat sumber daya pemerintah yang makin terbatas. Mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi keuangan sektor publik.71Salah satu perubahan yang vital dalam PPK-BLUD ini adalah yang awalnya menggunakan penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja. Yang terpenting dalam penganggaran berbasis kinerja adalah output yang dihasilkan oleh suatu BLUD, bukan berorientasi pada input.

Berubahnya basis anggaran tentu akan berdampak pada laporan keuangannya. Ada perbedaan antara laporan keuangan non BLUD dengan BLUD. Perbedaan tersebut didasari karena BLUD memiliki keleluasaan untuk menggunakan anggaran yang di dapat tanpa harus melalui mekanisme pencairan dana APBD. Hal tersebut tak lain untuk mencapai tujuan BLUD yakni meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah dan/atau

70

Basuki, op. cit, hlm. 285 71

Penjelasan Umum atas PP nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.72 BLUD ditetapkan dengan pola demikian agar meringankan pemerintah dalam hal alokasi dana. BLUD tidak bertujuan untuk mencari profit tetapi memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu diadakanlah PPK-BLUD agar pelayanan bisa dilakukan dengan cepat dan tidak mengecewakan masyarakat.

Salah satu bentuk unit kerja yang sedang gencar diusulkan untuk menjadi BLUD adalah puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). RSUD dan puskesmas adalah unit yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan publik yang berarti menduduki posisi vital dalam mencapai cita-cita bangsa yaitu mensejahterakan masyarakat. RSUD yang menjadi BLUD mendapatkan hak fleksibilitas antara lain pendapatan yang berasal dari jasa layanan tidak disetor ke rekening kas daerah tetapi ke rekening kas BLUD agar dapat digunakan kembali untuk membiayai operasional BLUD yang bersangkutan. Meskipun begitu ada beberapa batasan terkait penggunaan dana tersebut yakni pengeluaran biaya yang disesuaikan dan signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas Rencanda Belanja Anggaran (RBA) yang telah ditetapkan secara definitif dan hanya berlaku untuk biaya BLUD yang berasal dari pendapatan selain dari APBN/APBD dan hibah terikat.73 Seluruh pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud dalam pasal 6074 kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai RBA.75 Dapat dilihat berdasarkan penjelasan tersebut terdapat batasan-batasan dana yang dapat dikelola langsung oleh BLUD yang bersangkutan, tetapi pada faktanya masih

72

Pasal 3 Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

73

Lihat Pasal 67 ayat (2) dan (3) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

74

Pendapatan BLUD dapat bersumber dari a. jasa layanan; b. hibah; c. hasil kerjasama dengan pihak lain; d. APBD; e. APBN; dan f. lain-lain pendapatan BLUD yang sah.

75

Lihat Pasal 62 ayat (1) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan permendagri dikarenakan rendahnya pemahaman mengenai BLUD itu sendiri.

Pada faktanya, masih banyak puskesmas yang belum berubah status menjadi BLUD. Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 9000 puskesmas, 158 diantaranya berstatus BLUD, pada tahun 2013 ada tambahan 168 puskesmas menjadi BLUD, dan 101 dalam proses pengusulan menjadi BLUD.76Puskesmas sebagai salah satu jenis BLUD merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun tidak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan puskesmas yang dinilai masih rendah. Penyebabnya hanya satu hal dan memang menduduki posisi vital yakni masalah dana. Masalah keterbatasan dana yang dimiliki oleh puskesmas, sehingga tidak bisa meningkatkan mutu layanannya karena terbatasnya peralatan medis yang dimiliki dan sumber daya manusia yang rendah. Perubahan bentuk menjadi BLUD memang memberikan kelebihan bagi pelayanan publik tetapi untuk menjadi sebuah BLUD tidaklah mudah karena ada persyaratan substantif, teknis dan administratif. Status BLUD tersebut bisa diberikan baik secara bertahap maupun BLUD penuh. BLUD yang belum memenuhi syarat administratif tetapi sudah memenuhi syarat teknis dan substantif akan diberikan status sebagai BLUD bertahap, sedangkan BLUD yang sudah memenuhi keseluruhan persyaratan akan diberikan status sebagai BLUD penuh.

**

76http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/503, op. cit.

**

Dalam hal satuan kerja pemerintah daerah perlu mengubah status kelembagaannya untuk menerapkan PPK-BLUD, perubahan structural kelembahaan dari satuan kerja pemerintah daerah tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menetapkan status satuan kerja pemerintah daerah yang menetapkan PPK-BLUD yang mengakibatkan perubahan status kelembagaan satuan kerja struktural atau menjadi non struktural pada pemerintah daerah bersangkutan.77

SKPD atau unit kerja yang menerapkan PPK-BLUD dapat merubah status kelembagaannya dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan. Perubahan status kelembagaan dapat berupa perubahan satuan kerja struktural menjadi non struktural atau sebaliknya atau perubahan organisasi antara lain penyempurnaan tugas, fungsi, struktur organisasi dan tata kerja.78Berubahnya suatu SKPD ataupun unit kerja menjadi sebuah BLUD harus didukung dengan sumber daya

77

Basuki, op. cit., hlm. 291 78

Lihat Pasal 49 ayat (1) dan (2) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

manusia yang memadai. Pemahaman yang cukup terhadap BLUD sangat diperlukan karena banyak terjadi salah paham dalam sistem pengelolaan yang baru tersebut. Meskipun sudah memahami kewenangan-kewenangan BLUD, banyak diantara RSUD yang belum mampu untuk melaksanakannya secara optimal karena kendala-kendala tertentu. Sebagian besar kendala-kendala disebabkan karena kurangnya pemahaman dari sumber daya manusia yang ada dalam BLUD yang bersangkutan. Satu hal yang perlu diperhatikan terkait dengan implementasi BLUD adalah aspek SDM. Misalnya, bagaimana hubungan puskesmas dengan SKPD dinas kesehatan. Apakah sudah berjalan dengan baik.79Oleh karena itulah, masih banyak puskesmas atau rumah sakit yang belum bisa menjadi BLUD. Bisa kita ambil contoh di kabupaten Malang, ada 7 puskesmas yang hingga saat ini belum menjadi BLUD karena ada kendala. Kendala yang dihadapi menuju BLUD adalah ketujuh puskesmas belum memiliki sumber daya manusia yang mahir mengurusi sistem administrasi dan keuangan sehingga harus dilatih terlebih dahulu.80

Lembaga-lembaga pelayanan publik seperti RS, Bapelkes, Puskesmas, dan sebagainya membutuhkan status BLU untuk meningkatkan kinerjanya. Namun saat ini berbagai daerah masih memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan PP No 23/2005 maupun Permendagri No 61/2007 bagi lembaga-lembaga tersebut. Demikian juga dengan konsekuensi lain jika RSD berubah menjadi BLU yang saat ini belum diatur dalam PP No 23/2005 maupun Permendagri 61/2007 tersebut. Dibutuhkan upaya yang keras dan hati-hati untuk mempersiapkan lembaga-lembaga pelayanan publik di daerah untuk menjadi BLU/BLUD.81

79

http://www.ppkblu.depkeu.go.id/index.php/baca/berita/82/badan-layanan-umum-daerah, diakses pada tanggal 24 Agustus 2014 pukul 11.19

80

http://www.tempo.co/read/news/2010/11/11/180291207/Puskesmas-Berubah-Jadi-Badan-Layanan-Umum, diakses pada tanggal 24 Agustus 2014 pukul 13.10

81

http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/imrs_sansekerta/blu24262011.pdf, diakses pada tanggal 24 Agustus 2014 pukul 11.30.

Sesuai dengan Permendagri Nomor 61 tahun 2007, struktur organisasi dari BLUD menunjukkan bahwa pengendalian internal diperkuat. Secara struktural ada pimpinan BLUD, Pejabat pengelola keuangan dan pejabat pengelola teknis. Diatur pula dalam permendagri tersebut mengenai adanya dewan pengawas dan satuan pengendali internal. Pejabat pengelola dan pegawai BLUD dapat berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau non PNS yang professional sesuai dengan kebutuhan.82 Yang bersangkutan tersebut dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif.

Remunerasi bagi pegawai-pegawai BLUD diberikan sesuai dengan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. 83 Remunerasi merupakan alat yang diharapkan dapat mendorong motivasi pegawai untuk bekerja secara profesional dan bertanggungjawab serta menunjukkan kinerja yang diharapkan untuk mendukung kelancaran operasional pelayanan yang berkualitas. Dengan diberikannya remunerasi dengan memperhatikan kinerja dari pegawai diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai dan sebanding dengan output yang dihasilkan. Sistem remunerasi sebelum menjadi BLUD dianggap kurang sebanding dengan output yang dihasilkan karena pendapatan dari jasa layanan yang diberikan harus dimasukkan terlebih dahulu ke kas daerah baru kemudian dicairkan dan diberikan kepada pegawai sebagai remunerasi. Jika menggunakan sistem yang demikian, besar kemungkinan remunerasi yang diterima tidak sesuai dan dapat menimbulkan rasa ketidakadilan terhadap pegawai.

82

Pasal 40 ayat (1) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

83Lihat pasal 50 ayat (1) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. Pemberian remunerasi harus melalui penetapan dari kepala daerah. Terjadi kasus di daerah Bantul tepatnya di RSUD Panembahan Senopati yaitu pemberian bonus sebesar Rp 650.120.000,00 pada pegawainya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian bonus tersebut murni keputusan direksi dan tidak sesuai dengan peraturan bupati. Berdasarkan temuan BPK yang tertuang dalam laporan nomor 07C/LHP/XVIII.YOG/05/2012 tertanggal 31 Mei 2012, BPK menilai pemberian bonus melanggar Permendagri Nomor 13 tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 tahun 2009 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.84 Demikian pula dengan kasus yang terjadi di RSUD Kelas B Kabupaten Cianjur. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pejabat dan pegawai di lingkungan lembaganya, direktur RSUD Kelas B Kabupaten Cianjur telah menerbitkan surat keputusan Nomor: 455/Kep.04.1/RSUD/2009 tanggal 20 Januari 2009 tentang Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola dan Pegawai BLUD di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Cianjur. Keputusan tersebut sudah dilaksanakan tanpa terlebih dahulu disetujui oleh Bupati Cianjur. 85 Padahal berdasarkan peraturan yang ada, pemberian remunerasi harus berdasarkan penetapan dari kepala daerah.86

Salah satu kewenangan SKPD atau pun unit kerja yang menjadi BLUD adalah menentukan tarif. Tarif merupakan imbalan atas jasa yang diberikan Badan Layanan Umum Daerah termasuk imbalan hasil yang wajar dari investasi dana, dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. Semua

84

http://yogyakarta.bpk.go.id/?p=2953, diakses pada tanggal 25 Agustus 2014 pukul 12.10 85

http://berita21.wordpress.com/2012/03/14/tar-pemberian-remunerasi-di-rsud-kelas-b-kab-cianjur-cacat-hukum/, diakses pada tanggal 25 Agustus pukul 12.30

86

Lihat pasal 50 ayat (4) Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah

BLUD, teruatam Rumah Sakit, baik pemerintah maupun swasta yang menerapkan PPK-BLUD, dituntut untuk memiliki hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) sevagai dasar penetapan tarif. Namun kenyatannya sebagian tarif pelayanan yang berlaku saat ini di banyak rumah sakit pemerintah belum dihitung berdasarkan biaya satuan pelayanan.87 Permasalahan yang terjadi berkenaan dengan tarif adalah ditariknya jasa layanan medis dari suatu BLUD terhadap pasien-pasiennya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, Pendapatan BLU yang berhubungan pemberian jasa layanan merupakan pendapatan negara/daerah.88Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang perubahan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan keuangan daerah mengatur bahwa pendapatan BLUD termasuk dalam jenis lain-lain pendapatan daerah yang tercantum pada PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan daerah. Dalam permendagri nomor 61 tahun 2007 juga sudah dicantumkan dalam pasal 60 bahwa jasa layanan juga termasuk pendapatan BLUD. Sehingga pengenaan jasa layanan diperbolehkan tetapi dalam batasan-batasan tertentu.

BPK menemukan adanya pengenaan tarif ganda pada RSUD Pandan Arang Boyolali yang tertuang dalam laporan nomor 430/LHP/XVIII.SMG/12/2013.89RSUD tersebut mengenakan tarif ganda pada pasien yang pada pokoknya ketika pasien tersebut rawat jalan maka harus membayar biaya rekam medik dan ketika pasien tersebut rawat inap harus membayar biaya rekam medik kembali dan jumlahnya tidak sama. Hal tersebut tentu berpotensi membebani pasien. Padahal dalam pasal 58 ayat

87

Nydia Maya Putri, et. al., “Analisis Tarif Instalasi Bedah Sentral Berdasarkan Unit Cost di RSUD Dr Adnan WD Payakumbuh Tahun 2010”,

http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/ANALISIS-TARIF-INSTALASI-BEDAH-SENTRAL.pdf, diakses pada tanggal 26 Agustus 2014 pukul 15.39

88

Lihat pasal 69 ayat (4) UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara 89

LHP Operasional RSUD Pandan Arang Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2012 dan 2013, diperoleh dari Sub. Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa tengah pada tanggal 27 Agustus 2014

(4) Permendagri nomor 61 tahun 2007 disebutkan bahwa penetapan tarif layanan harus mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat. Keadaan tersebut tentu tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Tidak ada peraturan yang secara spesifik menentukan berapa besaran tarif yang boleh dikenakan kepada pasien dan sejauh mana batasnya sehingga menimbulkan kebebasan bagi sebuah BLUD untuk menentukan tarif dengan menarik jasa layanan sesuai dengan kebutuhan BLUD yang bersangkutan. Banyak pihak yang mengkhawatirkan akan adanya kenaikan tarif ketika sebuah SKPD/unit kerja menjadi BLUD. Selama tarif masih dalam batas yang wajar dan masih sesuai dengan daya beli masyarakat tidak ada masalah. Ada dilematis yang terjadi di pemerintahan yakni apabila pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif sedangkan BLUD tersebut diharuskan meningkatkan pelayanan mutunya, maka pemerintah harus memberikan subsidi kepada BLUD tersebut.

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari segi normatif, pengaturan mengenai BLUD dapat dinilai banyak menimbukan efek positif kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan semangat pembentukan BLUD yang ingin memajukan kesejahteraan umum demi kepentingan masyarakat. Dengan basis kinerja tersebut pemerintah juga telah mendidik SKPD untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang baik dan menjunjung tinggi efektivitas anggaran daerah maupun Negara. namun, di masa transisi seperti sekarang ini, pemerintah dinilai belum maksimal dalam memberikan arahan kepada entitas yang akan menjadi BLUD maupun yang terhitung BLUD baru dalam menjalankan pola keuangan nya yang fleksibel.

Hal tersebut berdampak sistemik kepada keuangan Negara. banyaknya angka maladministrasi dan kesimpangsiuran wewenang dalam PPK-BLUD di masa transisi ini telah banyak menimbulkan indikasi kerugian Negara. terlebih lagi, peraturan – peraturan mengenai BLUD dirasa masih simpang siur dan tidak menjawab permasalahan yang akan terjadi dalam masa transisi ke tahap BLUD seperti sekarang ini.

5.2 SARAN

Untuk mewujudkan tujuan BLUD yang sesuai dengan semangat pembentukannya, diperlukan campur tangan pemerintah dalam pengawasan serta dalam mengawal entitas baru tersebut di masa transisi seperti sekarang ini. Sinkronisasi peraturan antar unit-unit pemerintah yang terkait adalah cara yang paling logisdan komprehensif didalam mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan BLUD ini.

Di sisi lain, pemerintah harus memastikan proses edukasi yang baik kepada para pelaksana PPK-BLUD sehingga permasalahan-permasalahan terkait maladministrasi yang disebabkan ketidaktahuan pejabat terkait dapat diminimalisir.

Dalam dokumen TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHA (Halaman 51-63)

Dokumen terkait