• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

DIAJUKAN KEPADA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

JUDUL :

TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHAN HUKUM

DALAM PEMBERLAKUAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

OLEH :

PENELITI I : Noviana Cynthia Ratnasari

NIM : 12/334063/HK/19145

PENELITI II : Yuki Nur Palupi Tresnaningtyas

NIM : 12/334419/HK/19259

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

DIAJUKAN KEPADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

1. JUDUL PENELITIAN : TINJAUAN MENGENAI KONSEP

(3)

PRAKATA

Puji syukur Peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya laporan hasil penelitian ini. Penelitian ini Peneliti susun sebagai bagian dari grand penelitian yang dilaksanakan oleh Fakutas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Judul penelitian yang Peneliti ajukan adalah “Urgensi Ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga sebagai Upaya Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga”. Pada kesempatan ini Peneliti menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Paripurna, S.H., M.Hum, LL.M selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Bapak Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum selaku Reviewer I sekaligus Dosen Pembimbing yang telah sabar dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan saran yang sangat berharga bagi Peneliti dalam menyusun penelitian ini.

3. Bapak Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M, M.A selaku Reviewer II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada Peneliti dalam menyusun penelitian ini.

4. Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penelitian ini.

5. Pengurus Sekolah PRT yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat Peneliti sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Peneliti menyadari dalam penyelesaian penelitian ini tentunya terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan ke depan. Akhir kata, Peneliti berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan memberikan sumbangan positif demi kemajuan dan perkembangan khasanah ilmu hukum di negeri ini.

(4)

INTISARI

TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHAN HUKUM

DALAM PEMBERLAKUAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan danapemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalamrangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas,tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan public. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendalami konsep serta permasalahan hukum yang timbul akibat pemberlakuan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan adalah pada bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pada implikasinya tentu tidak cukup jika hanya melakukan penelitian kepustakaan, sehingga dilakukan juga wawancara untuk memperoleh data primer, yaitu pendapat dari narasumber yang lebih memahami mengenai seluk-beluk BLUD. Penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penerapan BLU dijumpai permasalahan-permasalahan terutama yang terkait dengan permasalahan teknis di masa transisi sekarang ini belum memberikan kejelasan. Sehingga dalam pelaksanaannya terjadi banyak permasalahan. Selain itu, tingkat kesiapan SKPD dan lembaga terkait serta minimnya peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat menimbulkan banyak sekali maladministrasi yang berdampak pada penerimaan daerah. Sinkronisasi peraturan antar unit-unit pemerintah yang terkait dan sosialisasi intensif secara massif adalah cara yang paling logis dan komprehensif didalam mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan BLU ini

.

(5)

ABSTRACT

REVIEW OF CONCEPT AND LEGAL ISSUES ON REGIONAL PUBLIC SERVICE AGENCY

One of the financial reform agenda is to shift the traditional basis budgeting in to performance basis budgeting. With this system, the usage of state budget is based on the input instead of the output. These changes are deemed important in order to educate the people to elaborate the limited resource to cover up the high needs of the fund. Enterprising the government is a perfect directive to create a new paradigm in public financial sector. This research is made to solve the legal problem that caused by the implementation of this new pattern on financial management.

This research is normative. The study was conducted on library materials or secondary data include primary legal materials, secondary, and tertiary. On the implication is certainly not enough if just doing the research literature, so do also interviews to obtain primary data, that is the opinion of legal experts and resource persons related to the problems of domestic workers. This study is a combination of literature research and field research

The results showed that many problems came up on the implementation of this new financial system, especially on the technical and procedural matter. As Indonesia experiencing the transition era, the legal matter has not been able to cover, solve and assist those problems. Apart from that, the low level of capability from each stakeholder and unassisted entities, have caused some administrative violations issues which affected the state income. Synchronizations of laws and intensive socialization to stakeholders is deemed necessary is deemed as the most logics and comprehensive solutions to cope with the problems

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1 .

HALAMAN PENGESAHAN ... 2

INTISARI ... 3

ABSTRACT ... 4

DAFTAR ISI ... 5

BAB I PENDAHULUAN... 7

A. Latar Belakang ... 7

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Keaslian Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 26

B. Macam Penelitian... 26

1. Penelitian Kepustakaan ... 26

2. Penelitian Lapangan ... 28

C. Jalannya Penelitian... 28

D. Analisis Data... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 30

A. Sistem Pengawasan Dan Pengelolaan Keuangan dalam SKPD Atau Unit Kerja Berbentuk BLUD ...30

B. Tinjauan Kelembagaan Dalam Blud ...51

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum1 adalah salah satu dari cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Upaya pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk dapat mencapai tujuan nasional telah dilakukan dengan berbagai dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya antara lain menyusun berbagai program dan kegiatan yang dibiayai melalui APBN dan APBD. Khususnya pada tataran penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dibiayai dari APBD, di dalamnya terdapat salah satu pola pelayanan kepada masyarakat melalui suatu badan yang disebut Badan Layanan Umum Daerah.2 Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.3

Semangat yang ada dalam BLUD ini adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD

1Pembukaan UUD NRI 1945 Alinea IV.

2Basuki, 2008, Pengelolaan Keuangan Daerah, Kreasi Wacana, Yogyakarta, hlm. 284

3Pasal 1 Angka 1 Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

(8)

(PPK-BLUD) yang memberikan fleksibilitas bagi BLUD tersebut untuk mengelola keuangannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BLUD didasarkan pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Salah satu contoh dari unit kerja yang menjadi BLUD adalah puskesmas yang berada di bawah dinas kesehatan. Saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia, yaitu 99,96% Puskesmas berstatus non BLUD sedangkan 0,036% berstatus BLUD4. Perubahan status itu sangat mempengaruhi pengelolaan keuangannya karena ada perbedaan antara pengelolaan keuangan non BLUD dan BLUD. Fleksibilitas yang diterapkan dalam PPK-BLUD tak lain bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan merupakan pengecualian dari pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Pemberian status BLUD tersebut bisa diberikan secara bertahap maupun penuh dengan memperhatikan beberapa persyaratan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hingga saat ini masih banyak unit kerja yang belum sepenuhnya menjadi BLUD padahal dengan penerapan PPK-BLUD diyakini akan dapat meningkatkan pelayanan karena uang yang masuk ke BLUD tersebut dapat langsung digunakan kembali. Dalam penelitian ini, Peneliti akan lebih banyak membahas mengenai pengelolaan keuangan BLUD dan juga status hukum BLUD dalam sistem hukum di Indonesia.

4http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/503, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat ditarik rumusan permasalahan yang dapat dijabarkan dalam bahasa rigid, sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengawasan dan pengelolaan keuangan dalam SKPD atau unit kerja berbentuk BLUD?

2. Bagaimana tinjauan kelembagaan dalam BLUD? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan keuangan dalam BLUD dan status hukum BLUD mengingat masih sedikit unit kerja yang menjadi BLUD. Lebih khusus lagi penelitian ini bertujuan untuk:

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui sejauh mana pengawasan di bidang keuangan yang dilakukan terhadap BLUD.

b. Mengetahui kedudukan BLUD dalam sistem hukum di Indonesia karena masih banyak unit kerja yang statusnya masih non BLUD. 2. Tujuan Subjektif

Untuk memperoleh data yang akurat dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini disusun dalam rangka tugas akhir magang yang telah ditempuh oleh Peneliti.

1.4 Keaslian Penelitian

(10)

1.5 Manfaat Penelitian

Peneliti berkeyakinan bahwa akan banyak manfaat dan kegunaan yang dapat dipeoleh melalui penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Peneliti:

Penelitian ini akan sangat memberikan manfaat dalam menambah pengetahuan Peneliti terhadap unit kerja yang berbentuk BLUD karena BLUD merupakan bentuk yang masih baru dalam ketatanegaraan Indonesia.

2. Bagi Pemerintah:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah yang dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah untuk dapat mematangkan konsep mengenai BLUD baik dari segi pengawasan maupun pengelolaan keuangannya.

3. Bagi Masyarakat:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai konsepsi BLUD.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asas – Asas Yang Mendasari BLUD

Unit kerja pada tiap kementerian negara, lembaga non kementerian, atau lembaga negara diperkenankan dalam hukum keuangan negara untuk mengelola keuangannya sendiri.5Apabila suatu unit kerja berkehendak mengelola keuangannya, terlebih dahulu harus berubah menjadi Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.6

Terkait dengan kewenangan daerah dalam mengelola keuangannya sendiri 7, maka dibentuk pula badan serupa pada tingkat daerah, yang lebih dikenal Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Badan layanan umum daerah adalah satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja pada satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memeberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan /atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Pembentukan BLU / BLUD merupakan langkah yang sangat reformatif untuk mengawal implementasi pengelolaan keuangan Negara kearah yang lebih terstruktur. Dengan basis kinerja ini mulai dirintis arah yang jelas bagi dana pemerintah,

5

UU no 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara bab XII mengenai pengelolaan keuangan badan layanan umum pasal 68

6

Ibid, pasal 1 angka 23 7

(12)

berpindah sekedar membiayai masukan (inputs) atau proses ke pembayaran terhadap apa yang dihasilkan (outputs). Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran yang lebih rasional untuk mempergunakan sumberdaya yang dimiliki pemerintah mengingat tingkat kebutuhan dana yang makin tinggi, sementara dana yang tersedia tetap terbatas.8Kepada BLU/BLUD juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.9

dalam pelaksanaannya BLUD memiliki beberapa asas.10 Adapun asas tersebut adalah :

1. BLUD beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum. Secara lebih efektif dan efsisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintah daerah.

2. BLUD merupakan bagian dari pernagkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu pencapaian tujuan peerintah daerah, dengan status hukum tidka tepisahkan dari pemerintah daerah.

3. Kepala daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama kepada aspek manfaat yang dihasilkan.

4. Pejabat pengelola BLUD bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan oleh kepala daerah.

8

Penjelasan PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Bagian I. UMUM

9

Permendagri no 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pasal 40

10

(13)

5. Dalam pelaksanaan kegiatan, BLUD harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa mengutamakan pencarian keuntungan

6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keunangan dan kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggarat serta laporan keuangan dan kinerja daerah

7. Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya.

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLUD apabila memenuhi oersyartan substantive, teknis, dan adminsitratif.11 Persyaratan substantive terpenuhi ketika instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :

a. Penyediaan barang dan/ atau jasa

b. Pengelolaan wilayah / kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis akan terpenuhi bila :

a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui badan layanan umum sebagaimana direkomendasikan oleh menteri , pimpinan lembaga non kementerian, atau lembaga Negara sesuai dengan kewenagnannya ;dan

(14)

b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan badan layanan umum.

Persyaratan administrative terpenuhi apabila :

a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat ;

b. Pola tata kelola

c. Rencana strategis bisnis

d. Laporan keuangan pokok

e. Standar pelayanan minimum; dan

f. Laporan audit atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen12

Apabila persyaratan tersebut diatas telah dipenuhi, maka dokumen tersebut harus segera disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya. Terhadap dokumen tersebut, pejabat yang berwenang memberi keputusan penetapan atau surat penolakan atas usulan penetapan BLU/BLUD paling lambat 3 bulan sejak diterima. Apabila dalam jangka waktu 3 bulan terlampaui, maka penetapan BLUD tidak dapat dilakukan. Instansi yang pernah menjadi BLUD dan dicabut statusnya, dapat mengajukan ulang penetapan sebagai BLUD sepanjang memenuhi ketiga unsure persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan.

12

(15)

Pemberian status BLU / BLUD dapat diberikan secara penuh atau bertahap bergantung pada persetujuan pejabat berwenang dan hasil penilaian tim penilaian. Terhadap BLU/BLUD yang memenuhi persyaratan substantive dan teknis, diberikan status BLU/BLUD bertahap. Status BLU/BLUD beretahap ini dikemudian hari dapat ditingkatkan maupun diturunkan berdasarkan persetujuan pejabat berwenang bergantung pada hasil tim penilai pada saat usulan tersebut diajukan. Status bertahap yang diperoleh badan layanan umum hanya berlaku paling lama tiga tahun.

Berkaitan dengan penilaian usulan penetapan dan pencabutan penerapan ppk BLU / BLUD, menteri keuangan (dalam hal BLUD, kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah) berwenang menunjuk suatu tim penilai.13Penunjukan tim penilai ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan untuk penetapan BLU dan keputusan kepala daerah agar tindakan penilaian yang dilakukan oleh tim penilai memiliki landasan hukum. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari keberatan yang berasal dari instansi pemerintah yang ditolak usulannya untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. 14

Kenyataannya, tidak selalu badan layanan umum dapat bertahan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga berakibat pada pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.15 Penerapan PPK-BLUD berakhir apabila dicabut oleh kepala daerah atas usulan sekretaris daerah atau kepala SKPD, atau dapat pula karena berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan daerah yang dipisahkan.16

13

Permendagri no 61 tahun 2007 pasal 19 jo PP no 23 tahun 2005 pasal 5 14

Muhammad Djafar Saidi ,op.cit., halaman 123 15

Muhammad Djafar Saidi op.cit hlm. 122 16

(16)

2.2 Sistem Keuangan

Sistem keuangan berasal dari dua kata yaitu “sistem” dan “keuangan”. Sistem dapat didefinisikan sebagai berikut 17:

1. Perangkat unsur yang secara teratur saling bekaitan sehingga membentuk suatu totalitas

2. susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb 3. metode

Sedangkan “keuangan” didefinisikan sebagai seluk-beluk uang atau urusan uang.18 Dalam pengertian yang lain, keuangan diartikan sebagai pengetahuan teori dan praktik mengenai keuangan yang mencakup uang, kredit, perbankan, sekuritas, investasi, valuta asing, penjaminan emisi, kepialangan, trust dan sebagainya. Dengan kata lain, sistem keuangan berarti suatu sistem yang dibentuk oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kompetensi yang berkaitan dengan seluk-beluk keuangan. 19 Menurut Dr. Insukindro, M.A., dalam bukunya ekonomi uang dan bank sebagaimana dikutip oleh Hermansyah, S.H., M.hum., sistem keuangan (financial system) pada umumnya merupakan suatu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya di bidang keuangan adalah menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat. Keberadaan sistem ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani pihak surplus of funds kepada pihak yang lack of funds.

2.3 Keuangan Daerah

17

Kamus besar bahasa Indonesia, balai pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 1076 18

Ibid, hlm. 1233 19

(17)

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.20 Keuangan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keuangan Negara. pasal 2 undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara secara tegas menyebutkan bahwa yang dikategorikan sebagai keuangan Negara termasuk di dalamnya adalah penerimaan daerah; pengeluaran daerah; kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, temasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah.. 21Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi :

a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman;

b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan daerah;

d. Pengeluaran daerah;

e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang; termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;

f. Kekayaah pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan daerah dan/atau kepentingan umum.

20

pasal 1 butir 5 PP no. 58 tahun 2005 21

(18)

Ruang lingkup tersebut mengacu pada pasal 2 UU no 17 tahun 2003. Ruang lingkup tersebut lebih luas daripada pengertian keuangan daerah menurut pp no 105 tahun 2000 yang hanya beruang lingkup APBD. Dalam pengelolaan keuangan daerah terdapat empat asas pengelolaan keuangan daerah22. adapun asas tersebut adalah :

1. Asas umum pengelolaan keuangan daerah

Asas ini secara eksplisit tercantum dalam pasal 4 pp no 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. namun, terdapat doktrin dalam menjabarkan asas ini. terdapat dua asas umum pengelolaan daerah yaitu :

(1) Asas yang menekankan pada sifat, cara-cara, dan tanggung jawab dari pengelola yang melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.

Asas ini menjabarkan pasal 4 ayat (1) PP no 58 tahun 2005 yang berbunyi : “keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.” Dalam pasal 4 ayat 1.

Dalam bukunya, Basuki juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan efisien adalah merupakan pencapaian output (keluaran) yang maksimum dengan input (masukan) tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. ekonomis merupakan perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah. Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Transparan merupakan

(19)

prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.

(2) Asas integrasi.

Dalam pasal 4 ayat (2) PP no 58 tahun 2005 dinyatakan bahwa pengelilaan keuangan dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.23

2. Asas umum APBD

Asas ini berhubungan dengan penganggaran dan jangka waktu anggaran. Asas umum APBD yang berhubungan dengan pelanggaran dapat dibedakan menjadi empat kelompok.24Asas tersebut yakni : (1) penganggaran yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintaan, kemampuan pendapatan daerah, fungsi APBD, dan penetapannya. (2) penganggaran yang bersifat bruto, (3) penganggaran yang didasarkan pada kepastian kecukupan tersedianya penerimaan, (4) penganggaran pendapatan dan belanja daerah harus di dukung dan landasan hukumnya.

3. Asas umum pelaksanaan APBD

Asas umum pelaksanaan APBD mengacu pada asas umum pengelolaan keuangan daerah. asas umum pengelolaan keuangan daerah. asas

23Ibid. hlm.18

24

(20)

umum pelaksanaan APBD, berupa larangan untuk melakukan pengeluaran yang membebani anggaran belanja darha untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya dalam APBD, dan kewajiban pengelola keuangan daerha untuk melaksanakan APBD yang didasarkan pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan (pasal 54 PP no. 58 tahun 2005).25

4. Asas umum penatausahaan keuangan daerah

Asas umum penatausahaan keuangan daerah berhubungan dengan ketertiban pencatatan, ketertiban penyimpanan dan kelengkapan dokumen-dokumen pengelolaan keuangan dankelengkapan dokumen-dokumen pengelolaan keuangan daerah, serta tanggung jawab pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD.26

2.4 Sistem Pengawasan

Pengawasan adalah segala yang berkaitan dengan proses penilikan, penjagaan serta pengarahan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, agar objek yang diawasi berjalan menurut semestinya. Pengawasan adalah fungsi atau tugas dari pimpinan untuk mencocokan sampai di manakah program atau rencana yang telah ditetapkan dilaksanakan. Dengan pengawasan akan diketahui adanya kekurangan, hambatan-hambatan, kelemahan, kesalahan, dan kegagalan untuk kemudian dicari jalan untuk mengatasinya. Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin

25

Ibid. hlm.22

(21)

bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan.27

Dalam perspektif hukum administrasi, dikemukakan J.B.J.M ten Berge bahwa pengawasan merupakan bagian yang penting dalam penegakan hukum administrasi (administrative rechtshandhaving). Pengawasan merupakan penegakan hukum preventif yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran norma hukum administrasi.28Hal ini merupakan tindakan yang efektif agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat mengakibatkan kefatalan. Sebelum pelanggaran terjadi, bisa dicegah dengan adanya pengawasan tersebut.

Pengertian pengawasan tidak hanya ditinjau dalam segi hukum admnistrasi saja, dalam perspektif hukum tata negara, pengawasan merupakan bagian dari mekanisem checks and balances antar lembaga negara. Dikemukakan oleh La Ode Husen bahwa landasan teoritis dari pengawasan adalah teori negara hukum, teori demokrasi dan teori pemisahan kekuasaan yang merupakan landasan dari sebuah sistem ketatanegaraan.29 Pengawasan juga merupakan salah satu instrumen yang fundamental dilihat dari konsepsi negara demokrasi terutama apabila dilihat dari sudut pandang pengawasan terhadap pemerintah oleh rakyat. Hakekat demokrasi adalah pemerintahan yang didasarkan atas kehendak rakyat, bukan atas kehendak penguasa. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, oleh karena

27 Ridla, Kemal Ahmad, “Sistem Pengawasan di Indonesia dan Permasalahannya”,

http://www.academia.edu/4516922/SISTEM_PENGAWASAN_DI_INDONESIA, diakses pada tanggal 15 Agustus 2014 pukul 11.09.

28Bachrul Amiq, 2010, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Perspektif

Penyelenggaraan Negara yang Bersih, LaksBang PRESindo, Yogyakarta, hlm. 28.

(22)

kebijakan tersebut menentukan rakyat.30Pemerintahan yang baik adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Peran rakyat sangat penting dalam mengawasi pemerintahan karena seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyangkut hajat hidup orang banyak. Dewasa ini, ranah administrasi negara memang sangat sarat akan pelanggaran dan fakta tersebut perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat karena pengawasan merupakan bentuk pengendalian terhadap aparatur pemerintah yang dianggap paling efektif.

Fungsi pengawasan dalam lingkup manajemen pemerintahan dimaksudkan untuk mencegah berbagai penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, korupsi, kolusi, nepotisme, pemborosan dan kebocoran keuangan/kekayaan negara serta bentuk-bentuk penyimpangan lainnya, dengan tujuan untuk meminimalisasi terjadinya berbagai penyimpangan. Selain daripada itu pengawasan sebagai sarana untuk mendorong terciptanya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, profesional, penuh pengabdian dan tanggungjawab, sehingga mampu mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan, baik pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat maupun pembangunan.31 Jika pengawasan dilakukan dengan tidak benar maka potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran administrasi lainnya akan sangat tinggi.

Pengawasan memiliki beberapa klasifikasi sebagai berikut:

a. Pengawasan intern dan pengawasan ekstern yang dikelompokkan berdasarkan hubungan antara pengawas dengan yang diawasi. Dalam hal antara keduanya berada dalam hubungan pekerjaan maka dikategorikan pengawasan intern. Sebaliknya jika tidak ada hubungan hirarki pekerjaan, maka dikategorikan sebagai pengawasan ekstern.

30Ibid.

31http://repository.mb.ipb.ac.id/1189/4/2EK-04-Djiman_Murdiman_Sarosa-Bab1.pdf, diakses pada

(23)

b. Pengawasan preventif (pra audit) dan pengawasan represif (post audit) yang dikelompokkan berdasarkan waktu pengawasan. Dalam hal dilaksanakan pada tahap perencanaan disebut pengawasan preventif. Sebaliknya jika pengawasan dilaksanakan setelah pelaksanaan disebut pengawasan represif.

c. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung dikelompokkan berdasarkan obyek yang diperiksa. Dalam pengawasan hanya memeriksa berkas atau dokumen maka dikategorikan sebagai pengawasan tidak langsung. Sedangkan pengawasan langsung dilakukan jika pengawas secara langsung menginspeksi atau on the spot di tempat pekerjaan.

d. Pengawasan fungsional dan pengawasan structural yang dikelompokkan berdasarkan institusi pengawasnya. Pengawasan fungsional dilakukan institusi yang memang secara fungsional baik intern maupun ekstern berwenang melakukan pengawasan. Sedangkan pengawasan structural adalah kewenangan pengawasan yang melekat kepada pimpinan organisasi.32

2.4.1 Sistem Pengawasan Intern

Pengertian pengawasan internal dalam arti luas dapat dibagi dua yaitu pengawasan administratif dan pengawasan akuntansi. Pengawasan administrasi meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur-prosedur yang berhubungan dengan efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijakan pimpinan perusahaan. Pengawasan akuntansi meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur-prosedur yang berhubungan dengan pengamanan harta milik perusahaan serta dapat dipercayanya laporan keuangan.33 Pengawasan internal merupakan pengawasan yang bisa dibilang efektif karena dilakukan oleh internal suatu entitas.

32Bachrul Amiq, op. cit., hlm. 31

33http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31257/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 18

(24)

Hal itu disebabkan karena pengawas mengerti apa saja yang dilakukan oleh suatu entitas.

Pengawasan internal dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus misalnya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah, atau oleh atasan langsung dari pejabat pemerintah.34Dalam ranah administrasi negara, pengawasan internal memiliki peran penting karena permasalahan internal yang timbul dalam suatu pemerintahan sangatlah kompleks sehingga diperlukan suatu pengawasan internal yang efektif. Pengawasan intern terdiri dari serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan tidak ditambahkan ke dalam infrastruktur suatu entitas. Pengawasan intern dilaksanakan oleh orang bukan hanya suatu dewan direksi, manajemen dan personel lainnya. Pengawasan intern diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori-kategori yang saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan kepatuhan dan operasi-operasi.35

2.4.2 Sistem Pengawasan Eksternal

Pengawasan selain dilakukan secara internal, dilakukan pula secara eksternal yaitu oleh lembaga diluar organ pemerintahan yang diawasi. Pengawasan eksternal adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit pengawasan yang sama sekali berasal dari luar lingkungan organisasi pemerintah. Dengan demikian, dalam pengawasan eksternal ini, antara pengawas dengan pihak yang diawasi tidak lagi terdapat hubungan kedinasan.36Pengawasan eksternal dilakukan oleh lembaga-lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Pengawasan

34Bachrul Amiq, op.cit., hlm. 32

35http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31257/4/Chapter%20II.pdf, op.cit.

36Chabib Soleh, et.al., 2010, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Fokusmedia, Bandung, hlm.

(25)

Masyarakat (Wasmas) adalah pengawasan yang dilakuan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah pada umumnya dan terhadap pengelolaan keuangan daerah pada khususnya.37

Pengawasan eksternal oleh BPK ini dikenal juga sebagai pengawasan eksternal fungsional. Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, BPK lebih menitikberatkan perhatiannya pada aspek pengelolaan keuangan pemerintah/Daerah Tugas pokoknya antara lain adalah, melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, Neraca Daerah dan Catatan Atas Laporan Keuangan.38

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan BLUD. Soerjono Soekanto dalam buku Pengantar Penelitian Hukum menyebutkan bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pada praktiknya, Peneliti merasa tidak cukup jika hanya melakukan penelitian kepustakaan dan perlu melakukan wawancara guna memperoleh data primer berupa pandangan atau pendapat dari pihak yang lebih menguasai tentang BLUD sehingga akan terwujud penelitian yang komprehensif. Penelitian ini merupakan penelitian gabungan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

1. Macam Penelitian

1.1 Penelitian Kepustakaan

Lokasi penelitian kepustakaan adalah di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Perpustakaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Data kepustakaan yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan adalah data sekunder yang meliputi bahan-bahan hukum, yaitu:

(27)

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan BLUD. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Negara;

c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;

d) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer39, seperti buku-buku, hasil penelitian, dan pendapat pakar hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Buku-buku tentang keuangan daerah

b) Buku-buku tentang pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah

c) Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah

d) Buku-buku, karya ilmiah, makalah, penelitian, jurnal, maupun bahan dari internet yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

39Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada.

(28)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.40 Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Kamus Besar Bahasa Indonesia serta bahan-bahan lain diluar disiplin ilmu hukum.

1.2 Penelitian Lapangan

Lokasi penelitian adalah di BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Semarang. Narasumber dari penelitian ini adalah para staff hukum di sub bagian hukum dan humas BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.

3.2 Jalannya Penelitian 3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan tahap pertama dalam penelitian ini. Tahap ini adalah tahap dimana peneliti memulai kegiatan dimulai dari timbulnya gagasan hingga persiapan untuk melakukan pengumpulan data. Pada tahap ini, Peneliti mulai melakukan pengumpulan bahan kepustakaan mulai dari buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pokok bahasan penelitian ini.

3.2.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, Peneliti melakukan penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan bahan atau data yang akan digunakan yang sesuai dengan penelitian ini. Bahan pustaka tersebut dapat merupakan bahan primer maupun sekunder dan bahkan tersier. Dalam tahap ini pula Peneliti

(29)

menggali informasi-informasi yang akurat dari pihak narasumber untuk membuat penelitian hukum yang lebih komprehensif.

3.2.3 Tahap Penyelesaian

Pada tahap penyelesaian, Peneliti melakukan penyusunan dan analisis data-data yang telah terkumpul. Melihat dari hasil pengumpulan data yang ada, Peneliti dapat melakukan analisis yang sekiranya tepat dilakukan serta merumuskannya dalam laporan.

3.3 Analisis Data

(30)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. SISTEM PENGAWASAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM

SKPD ATAU UNIT KERJA BERBENTUK BLUD

4.1 Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan keuangan badan layanan umum merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara sehingga pengelolaannya tidak terlepas dari hukum keuangan negara.41hal ini sesuai dengan asas pembentukan BLUD itu sendiri yang pada hakekatnya merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.42 Ketika pengelolaan keuangan sebuah BLUD telah menyalahi asas pembentukannya, maka keberadaan dan status hukum BLUD tersebut harus ditinjau kembali.

Mengingat statusnya yang terikat pada kekayaan daerah, maka segala kinerja BLUD sedikit banyak akan sangat berpengaruh pada penerimaan daerah. pola pengelolaan keuangan BLUD yang berbeda dengan entitas non BLUD sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan apabila tidak diimbangi dengan control yang kuat dari pemerintah. Oleh karena itu, dalam peraturan perundang-undangan telah diatur pula pola pengelolaan keuangan dalam BLUD. Beberapa fitur unik BLUD yang membedakannya dari satuan kerja instansi pemerintah adalah 43:

 Pertama, aspek pengelolaan keuangan, dimana pemerintah pusat secara khusus mengatur pola pengelolaan keuangan BLUD. Asas utama pengelolaan

41Muhammad Djafar Saidi, op.cit, hlm.127

42Per mendagr i no 61 tahun 2007 Pasal 2 ber bunyi “BLUD mer upakan bagian

dar i per angkat pemer intah daer ah yang dibentuk untuk mem bantu pencapaian tujuan pemer intah daer ah, dengan status hukum tidak ter pisah dar i pemer intah daer ah”

43http:/ / www.kemenkeu.go.id diakses ter akhir tanggal 5 Agustus 2014 pukul

(31)

keuangan BLUD ialah (a) fleksibilitas, dimana BLUD diharapkan menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat (best practice) dalam penyelenggaraan fungsi organisasi. Lebih jauh, BLUD dapat memungut biaya atas bisnisnya kepada pengguna layanan; (b) BLUD dikelola dengan memperhitungkan efisiensi biaya dalam setiap kegitan operasionalnya. Artinya, BLUD wajib melakukan perhitungan akuntansi biaya atas setiap unit produk yang dihasilkan; (c) BLUD dikelola untuk meningkatkan layanan yang bermutu sebagai sumber pendapatan operasional.

 Aspek kedua ialah aspek manajemen organisasi, dimana BLUD dalam melaksanakan praktek-praktek bisnis yang sehat perlu melakukan pengelolaan dan pengukuran kinerja. Semua output kinerja BLUD perlu diukur untuk melihat bagaimana organisasi telah bekerja dalam mencapai targetnya. Sehingga dalam hal ini sangat diharapkan BLUD mengadopsi alat perencanaan management yang diterapkan oleh sektor swasta dalam mengelola kinerjanya dalam pengukuran kinerja yang lebih komprehensif. Sehingga dalam hal ini, kepala eksekutif BLUD perlu memiliki tingkat manajerial yang tinggi yang bertanggung jawab atas pencapain hasil yang tertuang dalam kontrak kinerja.

(32)

menghubungkan jumlah anggaran yang akan dialokasikan untuk mencapai target sasaran yang akan dicapai. Selain itu dalam proses penganggaran, BLUD perlu menyediakan informasi kinerja sebagai salah satu penilaian dalam penetapan program BLUD pada tahun berikutnya yang akan dijadikan dasar penilaian oleh penyedia anggaran. Dengan adanya informasi kinerja (performance information) yang lengkap diharapkan penetapan anggaran akan lebih rasional

4.1.1 Perencanaan dan penganggaran

Dalam menjalankan sistem pengelolaan keuangan BLUD, setiap badan layanan umum diwajibkan untuk membuat renstra (rencana strategis) bisnis BLUD. Renstra bisnis tersebut mencakup :

- pernyataan visi, yang memuat suatu gambaran tentang masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan

- misi, memuat sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana sesuai dengan bidangnya dan berhasil dengan baik

- program strategis,memuat program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai sapai dnegan kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dnegan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul

(33)

- rencana pencapaian lima tahunan, memuat rencana pencapaian kinerja selama lima tahun

- proyeksi keuangan lima tahunan BLUD, memuat perkiraan capaian kinerja keuangan tahunan selama lima tahun.

Rencana bisnis dan anggaran tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu. hal tersebut merupakan refleksi program dan kegiatan dari kementerian Negara, lembaga non kementerian, dan lembaga Negara. 44 renstra tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai patokan atau tolak ukur dalam penyusunan RBA dan evaluasi kinerja.

(34)

Adapun alur penyusunan RBA adalah sebagai berikut :

4.1.2 Pelaksanaan anggaran

anggaran yang dilaksanakan oleh badan layanan umum, harus ditetapkan dalam bentuk dokumen sehingga mempunyai kekuatan huku mengikat. Dalam dokumen pelaksanaan anggaran selanjutnya disebut DPA-BLUD tersebut memuat pendapatan dan biaya, proyeksi arus kas,jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan. DPA-BLUD disahkan oleh PPKD. Dalam hal berkas DPA belum ditandatangani BLUD bersangkutan dapat hanya dapat mengeluarkan biaya setinggi-tinggi nya sebesar angka yang tercantum pada tahun anggaran sebelumnya. Dengan demikian, DPA yang telah ditandatangani merupakan dasar penarikan dana yang bersumber dari keuangan daerah oleh BLUD.

Terkait dengan pelaksanaan anggaran, tidak lepas dari bagaimana cara suatu entitas BLUD mempergunakan anggarannya untuk mencapai keseimbangan neraca antara pendapatan dan belanja. Untuk itu, dalam peraturan mengenai BLUD juga telah dijelaskan secara mendetail bahwa untuk mewujudkan tujuan dari BLUD, maka BLUD diperkenankan untuk mendapatkan pendapatan dari beberapa sumber di luar APBD. Adapun yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan adalah45:

- jasa layanan; merupakan keuantungan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat

- hibah; dapat berupa hibah terikat maupun tidak terikat. Hibah terikat ini dapat digunakan langsung untuk membiayai operasional BLUD yang disesuaikan dengan RBA.

45Per mendagr i no 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan

(35)

- hasil kerjasama dengan pihak lain; dapat berupa bentuk kerajsama operasional, sewa menyewa, dan usaha lain yang mendukung tugas dan fungsi BLUD.

- APBD;

- APBN;

- Lain-lain pendapatan BLUD yang sah, yaitu meliputi hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Penyusunan proporsi nilai belanja dan pendapatan harus seimbang dan bersifat fleksibel. Artinya bahwa angka nya dapat diseusaikan dengan kebutuhan selama pendapatan atau pun belanja yang dikeluarkan berkuran atau bertambah dalam ambang batas RBA definitive. Apabila dikemudian hari terdapat kekurangan anggaran akibat pembelanjaan, maka BLUD bersangkutan dapat mengajukan kembali anggaran tambahan. Anggaran tambahan tersbeut kemudian dijadikan satu dan dianggap sebagai anggaran belanja barang dan jasa pemerintah daerah.

(36)

untuk memperoleh pendapatan tambahan dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrument keuangan dengan risiko rendah.46

BLUD juga diperbolehkan untuk memberikan piutang kepada pihak lain selama menunjang kegiatannya.47Piutang ini dapat ditagih sesuai dengan kesepakatan antara pihak. Apabila piutang tersebut sulit ditagih, maka penagihannya dapat dilimpahkan kepada menteri keuangan. Sebaliknya, piutang BLUD juga dapat dihapuskan oleh pejabat keuangan berdasarkan keputusan menteri keuangan. Hal ini kemudian sering menjadi sorotan. Karena banyak sekali potensi kerugian Negara dapat terjadi ditahap ini. tidak jarang pejabat Negara yang berwenang tercampuri urusan yang berbau politik untuk dapat menutupi kesalahan salah satu pihak.

Di sisi lain, BLUD juga dapat memiliki utang. 48 Utang tersebut dinilai sebagai tindakan kepala BLUD demi kepentingan BLUD nya. Sehingga tanggung jawab pengelolaan serta pemanfaatan nya secara sepenuhnya merupakan perikatan antara BLUD tersebut dengan pihak terkait.

Pertanggunjawaban atas kerugian daerah yang diakibatkan kelalain oleh BLUD akan diseslesaikan dengan ketentuan peraturan perundag-undangan yang berlaku yaitu melalui peradilan maupun non peradilan. 49 Selama ini upaya pengembalian kerugian daerah dilaksanakan dengan upaya pembentukan majelis TPTGR. 50

46Muhammad djafar saidi, op.cit,hlm.154 47Per mendagr i no 61 tahun 2007 pasal 85 48Ibid. pasal 87

49Ibid. Pasal 111

50Per mendagr i no 5 tahun 1997 tentang tuntutan per bendahar aan dan tuntutan

(37)

4.1.3 Pengadaan Dalam BLUD

Selain fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, BLUD juga diatur sedemikian rupa agar dapat menjalankan pengadaan secara mandiri. Ketentuan terhadap fleksibilitas pengadaan barang dan jasa ini bergantung pada status dari BLUD bersangkutan. Jika suatu SKPD diberikan status BLUD bertahap maka akan diberikan ketentuan fleksibilitas pengadaan barang yang ditentukan lebih lanjut dengan pembatasan tertentu. Pengadaan barang dan/atau jasa pada BLUD dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pengadaan barang/jasa pemerintah. Pengadaan barang dan/atau jasa dilakukan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang sehat.51

Walaupun pengadaan barang dan jasa dalam BLUD mengikuti ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku umum, yaitu perpres 54 tahun 2010 jo keppres no 80 tahun 2003 jo perpres no 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa. Namun terhadap pengadaan barang dan jasa yang terdapat alasan efektivitas atau efisiensi, BLUD berstatus penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah. Fleksibilitas tersebut diberikan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang sumber dananya berasal dari:

a. jasa layanan; b. hibah tidak terikat;

c. hasil kerja sama dengan pihak lain; dan

51Pasal 99 per mendagr i no 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

(38)

d. lain-lain pendapatan BLUD yang sah.

Pengadaan barang dan jasa yang dilakukan harus dapat menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa yang lebih bermutu, iebih murah, proses pengadaan yang sederhana dan cepat serta mudah menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung kelancaran pelayanan BLUD. Pengadaan barang dan jasa tersebut harus dilakukan oleh kepala BLUD atas persetujuan kepala daerah. Pengadaan barang dan/atau jasa tersebut diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam peraturan kepala daerah. sebagai perbandingan,pengadaan barang dan jasa dalam BLUD Di Departemen Kesehatan yang diatur dengan Kepmenkes 703/Menkes/SK/IX/2006 Pelaksanaan pengadaan yang bersumber dari jasa layanan dilakukan :

 Sampai dengan Rp 50.000.000 dengan Swakelola

 Sampai dengan Rp 200.000.000 dengan Pembelian Langsung

 Sampai dengan Rp 500.000.000 dengan Penunjukan Langsung

 Antara Rp 500.000.000 – Rp 1.000.000.000 dengan Pemilihan Langsung

 Diatas Rp. 1.000.000.000 dengan Pelelangan/Tender

Adapun prinsip dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa dalam BLUD adalah :

(39)

b. independensi, dalam hal menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukkan pejabat lain baik langsung maupun tidak langsung; dan

c. saling uji (cross check), dalam hal berusaha memperoleh informasi dari sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukkan pelaksana pengadaan lain.52

4.1.3 Sistem Pengawasan Dalam Blud

Untuk membangun sistem yang baik, benar serta efektif, suatu mekanisme pengawasan sangat diperlukan. Begitu pula dalam sistem pengelolaan keuangan BLUD. BLUD yang lahir baru-baru ini kemudian berkembang menjadi salah satu terobosan yang dianggap mutakhir oleh pemerintah dalam hal memaksimalkan dan mempermudah jalannya pelayanan umum. Dengan pola pengelolaan keuangan BLUD, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLUD juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga dari PNS dan non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Sebagai pengimbang, BLUD dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. 53

Pada saat Badan Layanan Umum memberikan pelayanan, memerlukan pembinaan dan pengawasan agar tercapai tujuannya untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembinaan terhadap badan layanan umum dapat dilakukan melalui pembinaan teknis dan pembinaan keuangan.

52Ibid. pasal 104

(40)

Pembinaan teknis badan layanan umum dilakukan oleh menteri, pimpinan lembaga non kementerian, atau pimpinan lembaga Negara yang tekait. Sementara itu, pembinaan keuangan Badan Layanan Umum dilakukan oleh Menteri keuangan sesuai dengan kewenangannya. Dalam pelaksanaan pembinaan teknis dan keuangan dapat dibentuk dewan pengawas .54

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem pengawasan itu sendiri sejatinya terdiri dari dua sisi yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Begitu pula dengan BLUD. Sebagai perwujudan pengawasan yang ketat, BLUD/BLUD difasilitasi beberapa mekanisme pengawasan. Pengawasan BLUD yaitu dapat melalui pengawasan melekat dan melalui dewan pengawas. Sedangkan, pengawasan lain yang dimungkinkan untuk dilakukan terhadap BLUD adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) maupun auditor eksternal yang ditunjuk oleh pemerintah, pengawasan oleh pemkab, sekda, inspektorat bappeda, dispenda, BKD termasuk, bagian hukum dan instansi terkait lainnya termasuk konsultan.55

4.2 pengawasan dalam BLUD

Sistem pengawasan internal BLUD maupun BLUD secara umum dilakukan melalui dua hal yaitu sistem pengawasan melekat dan oleh dewan pengawas. Pembentukan dewan pengawas BLUD/BLUD didasari oleh pasal 34 pp no 23 tahun 2005 yang kemudian dituangkan dalam peraturan menteri keuangan no 09/PMK.02/2006 tentang pembentukan dewan pengawas pada badan layanan umum.

54Muhammad Djafar Saidi, op.cit, hlm.146

55http:/ / www.Sar olangunkab.go.iddiakses ter akhir kali pada 17 September

(41)

Dewan pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLUD yang dilakukan oleh pejabat pengelola BLUD mengenai pelaksanaan rencana bisnis dan anggaran, rencana strategi bisnis jangka panjang, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dewan pengawas untuk BLUD di lingkungan pemerintah daerah berkewajiban :

a. memberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah mengenai RBA yang diusulkan oleh pejabat pengelola;

b. mengikuti perkembangan kegiatan BLUD dan memberikan pendapat serta saran kepada kepala daerah mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BLUD;

c. melaporkan kepada kepala daerah tentang kinerja BLUD;

d. memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam melaksanakan pengelolaan BLUD;

e. melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan maupun non keuangan, serta memberikan saran dan catatan-catatan penting untuk ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola BLUD; dan

f. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja.

(42)

(tiga puluh miliar rupiah) dan/atau nilai asset menurut neraca sebesar Rp 75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah) sampai dengan 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Jumlah dewan pengawas ditetapkan sebanyak tiga atau lima orang untuk BLUD yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran lebih besar dari Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dan/atau nilai asset menurut neraca leih besar dari 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Pembentukan dewan pengawas dapat ditinjau kembali apabila realisasi nailai omzet tahunan menurut lapoan realisasi anggaran tahun terakhir dan/atau nilai asset menurut neraca , mengalami penurunan selama dua tahun berturut-turut lebih rendah dari persyaratan tersebut.56

Tidak semua orang dapat menjadi anggota dewan pengawas. Kriteria anggota dewan pengawas telah ditentukan oleh peraturan menteri keuangan. 57Adapun syarat untuk menjadi anggota dewan pengawas adalah :

a. Memiliki dedikasi dan memahami masalah – masalah yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, serta dapat menyediakanwaktu yang cukup untuk melaksanakann tugasnya; dan

b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit, atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan kerugian Negara.

56Per mendagr i no 61 tahun 2007 tentang Pasal Pedoman Teknis Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum Daer ah

(43)

Usulan anggota dewan pengawas di lingkungan pemerintah daerah disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota untuk mendapat persetujuan.

Dewan pengawas di lingkungan pemerintah daerah dibentuk dengan keputusan gubernur/bupati/walikota atas usulan kepala SKPD. Masa jabatan dewan pengawas yaitu 5 tahun dan hanya boleh ditetapkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Anggota dewan pengawas terdiri dari unsure- unsure pejabat SKPD dan unsur-unsur pejabat SKPD dan unsur-unsur pejabat pengelola keuangan daerah, serta tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.

4.2.1 Peran Serta Bpk Dalam Mengawal Blud

Berbicara mengenai fungsi pengawasan tidak lepas kaitannya dengan pemeriksaan. Menurut Mardiasmo (2005), terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara58.

Pada dasarnya, BPK tidak memiliki kewenangan mengawasi yang dijabarkan dalam undang – undang. BPK sendiri hanya memiliki kewenangan sebagai pemeriksa keuangan Negara yang dapat ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan pemeriksaan

58Lih. UU no 15 tahun 2004 tentang Pem er iksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jaw ab Keuangan

(44)

dengan tujuan tertentu (PDTT).59PDTT atas entitas yang berstatus BLUD maupun BLUD diselenggarakan setiap tahun pada semester kedua. Adapun hasil dari laporan hasil pemeriksaan BPK diringkas dan dirangkum ke dalam ikhtisar hasil pemeriksaan yang dikeluarkan BPK setiap tahunnya.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dengan berpatokan hukum keuangan Negara.60 Sehingga dapat pula disimpulkan bahwa pemeriksaan merupakan salah satu bagian dari peran serta BPK dalam mengawal manajemen yang bersih dalam BLUD

4.3 Permasalahan Dalam Pengawasan Pengadaan Barang, Dan Pengelolaan

Keuangan Blud

Pengelolaan keuangan dalam BLUD pada awalnya merupakan suatu pemutakhiran dari konsep oengelolaan keuangan Negara dan daerah demi memajukan layanan umum yang bersifat output centris.61Memang pada normative nya banyak sekali hal positif yang dapat diambil dari pemberlakuan sistem ini. namun, seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa kesiapan entitas – entitas yang dicalonkan sebagai BLUD maupun BLUD jauh dari kata memadai. Hal ini yang dikemudian hari menjadi semacam bom waktu bagi tata kelola keuangan di Negara ini. Bagaimana tidak, belakangan ini makin marak diungkap kasus korupsi terhadap dana bantuan ke BLUD. Pengelolaan keuangan yang digadang-gadang pemerintah itu justru terkesan memberikan angin segar bagi para oknum untuk dapat dengan mudah menyelewengkan keuangan BLUD itu sendiri. Masih segar dalam ingatan kita kasus

59Pasal 2 jo pasal 16 UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemer iksaan dan Tanggung

Jawab Pengelolaan Keuangan Negar a Jo Pasal 6 UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemer iksa Keuangan.

(45)

korupsi dana hibah UN habitat yang dilakukan oleh BLUD GLH di Solo yang menyebabkan kerugian Negara yang diduga sebesar Rp 1,7 milliar. 62Dalam kurun waktu 2010 hingga 2013 saja, sebanyak 6 entitas berstatus BLUD yang telah diperiksa oleh BPK RI perwakilan Jawa Tengah belum menunjukkan rapor yang baik terhadap kinerja maupun operasional nya.63Hal yang sama juga terjadi di berbagai provinsi yang lain dan cenderung merata di seluruh Indonesia.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa peraturan perundang-undangan menajdikan dewan pengawas sebagai solusi dari pengendalian dan pembinaan BLUD itu sendiri. Namun, pada nyatanya, keberadaan BLUD bukan merupakan syarat mutlak berdirinya suatu BLUD. Sehingga apabila suatu BLUD tidak mencapai syarat yang dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan, maka dewan pengawas tidak diperlukan bahkan tidak dapat dibentuk. Lalu timbul pertanyaan bagaimana cara pemerintah mengawasi BLUD di masa transisi seperti sekarang ini?

selain itu, terlebih lagi bahwa dewan pengawas dalam BLUD diajukan oleh kepala daerah atau kepala BLUD bersangkutan. Hal ini kemudian akan menjadikan mekanisme pengawasan tidak sepenuhnya independen. Beruntung dalam sistem pengawasan yang lazim di Indonesia menerapkan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh lembaga lain di luar lembaga bersangkutan. Namun, pada faktanya karena kerancuan fleksibilitas sistem dalam BLUD ini, menyebabkan ketidaksepahaman persepsi terhadap pola pengelolaan keuangan yang seharusnya.

62http:/ / www.solopos.com/ 2014/ 03/ 19/

kasus-dana-glh-kejakti-jateng-tangani-kasus-dana-hibah-un-habitat-497034di akses ter akhir tanggal 25 Agustus 2014 pukul 14.50 wib

63LHP pemer iksaan dengan tujuan ter tentu semester II tahun 2012 dan 2013,

(46)

Salah satu kasus yang sering terjadi adalah ketidak sepahaman BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan BLUD. Hal – hal yang menjadi temuan dalam BPK pada umumnya terletak dalam kesimpangsiuran adminitrasi yang diakibatkan salah kaprah oleh BLUD bersangkutan. Kesulitan manajemen dalam menyusun SOP Keuangan karena output dari SOP tersebut merupakan panduan manajemen dalam menyusun laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Tidak banyak bagian keuangan di RSUD yang familiar dengan SAK, karena mereka biasanya lebih familiar dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). 64 Oleh karena itu BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan BLUD cenderung menyimpangi ketentuan yang baru dengan alasan permakluman terhadap BLUD yang masih dalam masa transisi tersebut.

Salah satu tipe idealnya peraturan adalah sifatnya yang dapat diterapkan secara terus-menerus atau berulang-ulang.65 Aturan tentang pengawasan BLUD memang sudah ditetapkan permendagri terkait BLUD, namun apabila pelaksanaannya belum mencapai apa yang diinginkan apalagi belum menjadi norma yang secara berulang dilakukan bukan berarti tidak ada langkah kongkrit yang dapat dilakukan.

Dalam hal ini penulis ingin menyatakan bahwa bukan hanya kualitas SDM dalam BLUD saja yang harus diperbaiki namun juga aturan mengenai pengawasan ini diperjelas. BPK sebagai salah satu penyelenggara pengawasan ekstern bagi BLUD, diharapkan juga mampu memberikan kuota yang lebih besar terhadap BLUD dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu di semester II nya. Hal ini dirasa merupakan hal

64Ar tikel per masalahan umum dalam BLUD dalam www.PPKBLUD.com

diunggah penulis pada tanggal 14 Apr il 2014 diakses pada tanggal 9 September 2014 pukul 21.00 WIB

(47)

yang baik dalam mengawal lembaga baru ini untuk segera menjadi badan yang stabil seperti BUMN maupun BUMD.

Kerancuan peraturan mengenai pengawasan juga sangat terlihat dalam pasal 1 angka 23 Permendagri no 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah “Dewan Pengawas BLUD, yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas, adalah organ BLUD yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLUD”. Kemudian dalam pasal 44 di permendagri yang sama, kemudian tugas dewan pengawas diperluas sehingga Dewan pengawas bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan BLUD yang dilakukan oleh pejabat pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahwa dalam hal tersebut terjadi distorsi makna yang terjadi dalam Permendagri tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pengawasan dan pembinaan merupakan dua fungsi yang sama sekali berbeda. Namun, penamaan lembaga tersebut dijadikan satu oleh pembentuk undang-undang dalam dewan pengawas. Terjadi kesimpangsiuran pengertian antara pengawasan dan pembinaan dalam pengaturannya. Hal ini juga sedikit banyak sangat mempengaruhi wewenang dan kinerja dari dewan pengawas dalam mengawal BLUD.

Dalam pengadaan barang dan jasa, konsep BLUD dalam permendagri 61 tahun 2007 emnjadi sangat rancu. Hal ini terkait dengan ketentuan pasal 99 dan 100 yang berbunyi sebagai berikut:

PasaI 99

(48)

(2) Pengadaan barang dan/atau jasa dilakukan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang sehat.

Pasal 100

(1) BLUD dengan status penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), apabila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi.

Pasal 99 merekomendasikan BLUD untuk mengacu pada regulasi yang berlaku umum untuk pengadaan barang dan jasa. Regulasi dimaksud adalah adalah Perpres 54 tahun 2010. Pasal 2 Perpres 54/2010 angka 1 huruf a , menyatakan dengan tegas klausul sebagai berikut:

“Ruang lingkup Perpres ini meliputi Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari

APBN/APBD.”

Bahwa seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa dalam BLUD terdapat aliran APBD sebagai salah satu pendapatan BLUD. Sehingga akan menjadi norma yang sangat bertentangan ketika pasal 100 permendagri tersebut memberikan kewenangan kepada BLUD untuk mengatur kebijakan pengadaan sendiri untuk pengadaan yang sumber dananya berasal dari pendapatan layanan kesehatan, hibah, kerjasama, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah. Walaupun terdapat adagium hukum lex specialis derogate legi generale yang berarti norma hukum yang spesifik akan

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu benda bergerak yang dapat dijadikan harta benda wakaf yaitu hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (3) huruf e

Penulis berharap, dengan diciptakannya naskah dan storyboard sebagai hasil dari konsep cerita dapat bermanfaat serta berguna untuk memperlancar proses pembuatan

mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Desa... tidak mengandung bahasa

Keragaan pasar dalam sistem pemasaran kubis di Kecamatan Gisting menunjukkan producer share masih rendah (hanya ≤ 54,49 %), marjin pemasaran masih cenderung tinggi

Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme.

24 tahun 2009 dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana terhadap kehormatan simbol- simbol Negara akan tetapi undang undang tersebut masih perlu dicermati

Menurut Rahmawati (2018) pola komunikasi yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola komunikasi orang tua yang memprioritaskan kepentingan

PENGARUH MATERI MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL SISWA KELAS VIII DI MTS AL-MA’ARIF TULUNGAGUNG TAHUN.