• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

Skripsi ini membahas tentang dampak standardisasi terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi dalam era perdagangan bebas. Adapun tinjauan pustaka tentang skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Perdagangan bebas

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.15

15

Suwono Eko, “Perdagangan Bebas, Pasar Bebas, Free Trade, Pasar Bebas antara ASEAN

dan China”,

Perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa terakhir telah menyebabkan berbagai perubahan yang fundamental dalam tatanan perekonomian dunia baik dalam tatanan perekonomian dunia maupun perdagangan. Perubahan tersebut khususnya dalam sektor perdagangan telah memaksa sebagian besar negara dunia untuk melakukan penyesuaian kebijakan dan praktek perdagangan internasional. Namun dalam perkembangannya, kebijakan serta peraturan yang dikeluarkan suatu negara seringkali bertentangan dengan mekanisme pasar yang tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga menghambat penetrasi pasar bagi pelaku bisnis yang lain.16

Pendapat diatas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara globalisasi dan regionalisasi dan perlu diteliti lebih jauh mengenai penyelesaian sengketa yang tak dapat dihindarkan yang mucul dari adanya persaingan organisasi ekonomi regional, tidak hanya disatu pihak, melainkan juga dengan rezim hukum ekonomi global seperti General Agreement on Tariff and Trade (selanjutnya disebut dengan GATT) /WTO.

Semua teori perdagangan tersebut secara umum mempersiapkan bahwa perdagangan internasional yang bebas akan membawa manfaat bagi negara yang berdagang di dunia. Atas dasar pertimbangan tersebut sebagian besar negara dunia sepakat melakukan liberalisasi perdagangan internasional melalui perundingan dalam berbagai forum baik multilateral, regional, maupun bilateral. Paling tidak terdapat dua

16

Arifin Sjamsul dkk, Kerja Sama Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan bagi

keuntungan yang dapat ditarik dari adanya negoisasi perdagangan internasional sehingga liberalisasi perdagangan dapat lebih mudah dilakukan. Pertama, perundingan yang saling menguntungkan akan mendukung tercapainya perdagangan yang lebih bebas. Kedua, perjanjian yang dinegoisasikan akan membantu pemerintah menghindari terjadinya perang dagang yang sangat merugikan.

Kerjasama liberalisasi perdagangan tidak hanya menyangkut komoditi barang (goods) saja. Kontribusi perdagangan komoditi jasa (services) dalam perdagangan dunia dari waktu ke waktu semakin besar. Peran dan kontribusinya ke depan diyakini semakin strategis seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi di dunia.

Liberalisasi perdagangan dapat terwujud di dalam tiga bentuk kerjasama internasional. Pertama adalah pada perjanjian bilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh dua negara, bentuk lain adalah kerjasama regional, yaitu negara-negara dalam suatu kelompok negara-negara yang dibentuk dari persamaan geografi , bahasa, sejarah dan lainnya. Bentuk terakhir adalah perjanjian perdagangan multilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh banyak negara. Kelebihan dari sistem perjanjian multilateral adalah aturan yang lebih transparan, setara dan berlaku untuk semua negara. Namun demikian, implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk sepenuhnya diterapkan karena melibatkan banyak negara, maka banyak negara lebih memilih bentuk perjanjian bilateral dan regional dalam kerjasama perdagangan

bebasnya untuk memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara lain.17

Melalui liberalisasi perdagangan tersebut, sejak tahun 1947 beberapa perjanjian perdagangan internasional yang penting telah disepakati oleh sebagian besar Negara-negara dunia. Dalam tataran multilateral, beberapa kesepakatan penting antara lain adalah GATT pada tahun 1947, yang diikuti dengan berbagai putaran perundingan dalam kerangka GATT dan putaran perundingan yang disebut Uruguay Round berhasil membentuk WTO berikut perjanjian-perjanjian yang menjadi lampirannya. Pendirian WTO ini dimaksudkan antara lain untuk membangun sistem perdagangan multilateral yang terintegrasi, dan bertahan lama. 18

2. Standardisasi

Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan.19

Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lingkungan hidup. Standar sebenarnya telah menjadi bagian dari Proses tersebut meliputi barang, jasa, sistem, proses, dan personal dalam konteks perdagangan di Indonesia.

17

ILO Office Of Indonesia, Analisis Simulasi Social Accounting Matrix (SAM) dan the SMART

Model, Dampak Liberalisasi Perdagangan pada Hubungan Bilateral Indonesia dan Tiga Negara (China, India, dan Australia) Terhadap Kinerja Ekspor-Impor, Output Nasional dan Kesempatan Kerja di Indonesia, (Jakarta: ILO, 2013), hlm. 4.

18

Arifin Sjamsul, Rae dkk, Op.Cit, hlm. 3. 19

kehidupan kita sehari-hari meskipun seringkali kita tak menyadarinya, tanpa juga pernah memikirkan bagaimana standar tersebut diciptakan ataupun manfaat yang dapat diperoleh. Kata standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”. Istilah “norme” dapat didefinisikan sebagai standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon” adalah standar fisis atau standar pengukuran. Untuk membedakan definisi dari istilah standar tersebut, maka istilah “standard” diberi makna sebagai “norme”, sedangkan ‘etalon” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “measurement standard”.20

Standar kini merupakan salah satu sarana manajemen terpenting yang pernah dimunculkan dan perlu dipelajari dan dipahami secara menyeluruh oleh para cendikiawan, pelaku usaha, perencana dan ahli teknik saat merancang, memilih, menguji, atau mensertifikasi produk Standardisasi bukanlah suatu kegiatan yang statis, di seluruh dunia standardisasi mengalami perkembangan, baik mengenai ruang lingkup, prosedur perumusan maupun penerapannya. Oleh karena itu Lal Verman berpendapat bahwa standardisasi perlu dianggap sebagai suatu disiplin pengetahuan baru.21

Usaha untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945) , yaitu ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

20

Purwanggono Bambang dkk, Pengantar Standardisasi (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009), hlm. 3.

21 Ibid.

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, bangsa Indonesia harus memiliki daya saing sehingga mampu mengambil manfaat dari perkembangan era globalisasi.22

Daya saing harus dipandang sebagai kemampuan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dapat melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, daya saing harus dipandang sebagai kemampuan mengoptimalkan sumber daya dalam memanfaatkan pasar global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut diperlukan standardisasi dan penilaian kesesuaian yang merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.

Kewajiban pemerintah, tentunya tidak berhenti sampai dengan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, tetapi harus mampu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia selanjutnya, yaitu “memajukan kesejahteraan umum”. Kesejahteraan, hanya dapat dicapai bila pemerintah mampu menggerakkan ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan pasar domestik maupun pasar global untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Dalam hal ini, keuntungan ekonomi dari pasar domestik maupun pasar global hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia

22

memiliki daya saing yang tinggi. Dari sudut pandang ekonomi, ukuran kesejahteraan adalah Product Domestic Bruto (PDB) dan Per-Capita Income (PCI), yang tentunya hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia dapat meningkatkan produktifitas nasionalnya.23

Untuk dapat bersaing di pasar bebas , Badan Standarisasi Nasional meminta setiap produk dan jasa Indonesia perlu diperkuat dengan label kelayakan seperti SNI atau ISO. Standardisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, yang mencakup metrologi teknik (standar nasional satuan ukuran dan kalibrasi), standar, pengujian, dan mutu. Konsep ini mengacu pada konsep internasional tentang Measurement, Standard, Testing, and Quality Management (MSTQ) Infrastructure.

Saat ini, konsep MSTQ infrastructure telah mengalami evolusi menjadi konsep National Quality Infrastructure (Infrastruktur Mutu Nasional) yang digunakan oleh berbagai negara dan organisasi internasional sebagai infrastruktur dasar yang diperlukan dalam memastikan keselamatan, keamanan, kesehatan warga negara, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta peningkatan daya saing nasional di tengah semakin pesatnya arus globalisasi. Oleh karena itu penetapan sistem standardisasi nasional pada tahun 2011, yang merupakan salah satu amanah

23

Badan Standardisasi Nasional, Draft Strategi Standardisasi 2015-2025 (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2013), hlm. 1.

dari Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, telah disusun berdasarkan konsep Infrastruktur Mutu Nasional tersebut.24

Infrastruktur Mutu Nasional diharapkan mampu menjadi penopang sistem mutu di sebuah negara sehingga mampu berperan secara efektif dalam melindungi kepentingan publik dan kelestarian lingkungan hidup, dan di saat yang sama mampu mendukung daya saing bangsa. Namun demikian, dalam menjalankan 2 (dua) peran utama tersebut secara efektif, diperlukan strategi yang berbeda. Dalam hal ini, kesalahan penerapan strategi dalam pemanfaatan infrastruktur mutu nasional dapat berakibat tidak tercapainya tujuan dari peran infrastruktur mutu nasional tersebut.25

Konsep perlindungan kepentingan publik dan lingkungan tersebut, yang mencakup perlindungan keamanan, keselamatan, dan kesehatan segenap bangsa Indonesia, serta pelestarian lingkungan hidup di wilayah tanah air Indonesia, merupakan konsep yang selaras dengan kewajiban dasar pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang telah ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia” dan “seluruh tumpah darah Indonesia”. Dalam konteks globalisasi, pemerintah harus dapat menjamin bahwa seluruh produk yang beredar di wilayah tanah air tidak membahayakan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

24 Ibid. 25 Ibid.

Dokumen terkait