• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang anak. Akan tetapi, betapa pentingnya memahami hukum anak dapat disimpulkan dalam konsiderans UU No. 3 Tahun 1997, dimana dikatakan “Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa.” Dalam kedudukan demikian, anak memiliki peranan strategis atau mempunyai ciri atau sifat yang khusus. Oleh karena itu, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.3

Namun, terdapat batasan usia yang memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang anak. Yang dimaksud dengan batasan usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang dilakukan anak itu. Di Indonesia, pengertian atau batasan seorang anak tidak sama dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 330 KUH Perdata dikatakan :

”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana tertentu dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini.”4

- belum berusia 21 tahun

Dari ketentuan pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum dewasa menurut KUH Perdata adalah :

- belum pernah kawin

Menurut Hukum Adat tidak ada batasan usia seseorang dikatakan dewasa. Teer Haar dalam bukunya “Beginsellen en Stelsel van Het Adatrecht” mengatakan : “Seseorang sudah dewasa menurut hukum adat di dalam persekutuan hukum yang kecil adalah pada saat seseorang baik perempuan maupun laki-laki apabila dia sudah kawin dan disamping itu telah meninggalkan orang tuanya ataupun

4

R. Subekti, KUH Perdata (Burgelijk Wetboek) dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1984, hal. 98

rumah mertua dan pergi pindah mendirikan kehidupan rumah keluarganya sendiri.”5

Kemudian Soepomo mengatakan bahwa : “Seseorang sudah dewasa apabila dia sudah kuat gawe (sudak kuat bekerja) dalam mengurus harta benda dan kepentingan sendiri. Bahwa seseorang yang sudah berumur 21 tahun belum berarti apa- apa, orang yang sudah dewasa tidaklah berarti bahwa dia tinggal bersama orang tuanya.”6

“ Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan supaya si tersangka itu dikembalikan pada orang tuanya, wali atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yaitu jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 perbuatan itu dilakukannya sebelum dua tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan suatu pelangaran ini atau sesuatu kejahatan atau menghukum anak yang bersalah itu.”

Dari kedua pengertian tersebut terdapat perbedaan. Teer Haar mengatakan apabila seseorang sudah bekerja namun belum kawin, maka ia belum dapat dikatakan dewasa, dan sebaliknya, Soepomo mengatakan seseorang sudah dapat dikatakan dewasa apabila ia sudah bekerja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam Hukum Adat tidak ada batasan usia yang tetap mengenai dewasa.

Dalam Hukum Pidana, pengertian anak-anak ini diatur dalam Pasal 45 KUH Pidana, yang berbunyi :

7

5

Datuk Uzman, Hukum Adat . Bina Sarana Balai Pemnas SU, Medan, 1984, hal.18

6

Ibid, hal 12

7

R. Soesilo, KUH Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea,

R. Soesilo dalam penjelasannya mengatakan bahwa hakim dapat memutuskan salah satu dari tiga kemungkinan terhadap anak yang melakukan tindak pidana :8

1. Anak itu dikembalikan pada orang tuanya atau walinya dengan tidak dijatuhi hukuman.

2. Anak itu tidak dijatuhi hukuman tapi diserahkan pada rumah pendidikan anak-anak nakal untuk dididik sampai usia anak itu berumur 18 tahun. 3. Anak itu dijatuhi hukuman seperti biasa dalam hal ini dikurangi dengan

sepertiganya.

Namun berdasarkan ketentuan UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ketentuan tersebut telah dicabut

Selain bebrapa peraturan yang telah disebutkan di atas, ada berbagai macam jenis peraturan perundang-undangan yang menetapkan batasan masing- masing tentang usia seseorang dikatakan dewasa, di antaranya :

1. Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menyebutkan bahwa anak adalah belum mencapai umur 19 tahun untuk anak laki-laki sedangkan bagi anak perempuan belum mencapai umur 16 tahun.

2. Pasal 1 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Anak adalah yang dalam perkara anak nakal mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.

3. Pasal 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak adalah seseorang di bawah usia 18 Tahun.

4. Konvensi Hak-Hak Anak, pada bagian 1 Pasal 1 menyebutkan anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 tahun berdasarkan undang- undang yang berlaku.

5. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.

2. Pengertian Pornografi

Pornografi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu porne (yang berarti pelacur) dan graphe (yang berarti tulisan atau gambar). Jadi, kata pornografi menunjuk pada segala karya baik dalam bentuk tulisan atau gambar yang melukiskan pelacur.9

a. HB. Jassin mengatakan pornografi adalah setiap tulisan atau gambar yang ditulis atau digambar dengan maksud sengaja untuk merangsang seksual. Pornografi menimbulkan fantasi pembaca menjdi bersayap dan mengelayap ke daerah-daerah kelamin yang menyebabkan syahwat berkobar-kobar.

Kemudian, ada beberapa pengertian pornografi menurut beberapa sarjana :

10

b. Azumah Subagio ( Sekretaris Umum Masyarakat Anti Pornografi Indonesia). Pornografi adalah semua materi yang bisa merangsang hasrat

9 Ade Armando, Mengupas Batas Pornograf,. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Jakarta, 2004, hal.1

seksual orang pada umumnya, baik dalam bentuk gambar, bayangan, pembicaraan dan tulisan .11

c. Andi Hamzah. Pornografi adalah :

12

1. Suatu ungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacuran atau prostitusi,

2. Suatu ungkapan dalam bentuk tulisan tentang kehidupan erotik dengan hanya untuk menimbulkan rangsangan seks kepada pembacanya atau yang melihatnya.

Berdasarkan defenisi tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pornografi mengalami perkembangan. Jika awalnya pornografi hanya mencakup karya tulis atau gambar seiring dengan perkembangan teknologi media massa, pengertiannya juga mencakup media lain seperti lagu dalam kaset atau CD, acara Televisi, acara Radio, film, komik, iklan dan sebagainya. Begitu pula objeknya, bukan lagi hanya pelacur, tetapi dapat diartikan sebagai segenap materi melalui media yang berfungsi sebagai pelacur, yaitu memberikan pelayanan seks.

Kemudian, dalam Bab I angka 1 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dikatakan :

“ Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartu, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di media umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melangar norma kesusilaan dalam masyarakat.”13

11

12

Andi Hamzah, Pornografi dalam Hukum Pidana, Bina Mulia, Jakarta, 1987, hal. 8 13 Undang-Undang Pornografi dan Penjelasannya Dilengkapi Dengan Pendapat-

3. Pengertian Pornografi Anak

Sebuah konvensi Hak Anak tanggal 25 Mei 2000 yang diberi nama Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography yang telah ditandatangani Indonesia pada September 2001 mendefenisikan pornografi anak sebagai “Setiap representasi , dengan sarana apapun, yang melibatkan anak secara eksplisit dalam kegiatan seksual baik secara nyata maupun disimulasikan, atau setiap representasi dari organ-organ seksual anak untuk tujuan seksual.” Protokol Optional Konvensi Hak Anak ini menegaskan tidak adanya toleransi untuk pornografi anak. Secara eksplisit dalam konvensi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak hal ini kembali ditegaskan , di antaranya adalah pelibatan anak dalam materi pornografi yang juga juga merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak 14

Sedangkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat(1) huruf f UU No. 44 Tahun 2008 dikatakan bahwa pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang Menurut UU No. 44 Tahun 2008, pengertian pornografi diatur dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi :

“Pornogrfi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

melibatkan anak atau yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti anak.

Pornografi anak termasuk foto, pertunjukan visual dan audio dan tulisan dan dapat disebarkan melalui majalah, buku, gambar, kaset video, film, hand phone, serta disket atau file computer.

Dokumen terkait