• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulisan skripsi ini membahas seputar kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Adapun Tinjauan Pustaka yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Jaksa dan Kejaksaan

Dalam Pembahasan mengenai Jaksa, tentu saja pertanyaan umum yang pertama sekali muncul mengenai hal tersebut adalah apa pengertian Jaksa?

Apabila mengacu pada terminologi dalam bahasa asing dapat ditemukan bermacam-macam sebutan atau nomenklatur untuk jaksa. Sebutan jaksa dalam bahasa Belanda adalah Officier van justitie (Perwira Judisial / Penuntut Umum), yang dikepalai oleh Kepala Jaksa yang disebut Hoofdofficier van justitie.35 Jaksa dalam bahasa Perancis adalah Procureur général (Penuntut Umum) yang dikepalai oleh kepala Jaksa Umum yaitu Procureur général près la Cour de cassation.36 Sementara di Austria dan Jerman memiliki sebutan yang serupa terhadap jaksa yaitu Staatsanwalt (Penuntut Umum) dikepalai oleh Generalstaatsanwalt.37

Pengertian Jaksa secara etimologi bahasa menurut konsep pemikiran dari R. Tresna, “bahwa nama Jaksa atau Yaksa38

35

Openbaar Misnisterie, Organitatie, (diakses dari

berasal dari India dan gelar itu di

terakhir diakses pada 07 September 2016 pukul 11:26 wib.

36 Robert Vouin, The Role of the Prosecutor in French Criminal Trials, The American Journal of Comparative Law Vol. 18, No. 3 (Summer, 1970, pp. 483-497, diakses dari wib.

37

Paul Hemetsberger, Public Prosecutor, (diakses dari

38 Yaksa (yak.sa) nomina (n) “makhluk kahyangan yg khusus menjaga kekayaan dan kesuburan (n Ark)”. lihat buku Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit, hlm. 1442

14

Indonesia diberikan kepada pejabat yang sebelum pengaruh hukum Hindu masuk di Indonesia, sudah biasa melakukan pekerjaan yang sama”.39

Sementara itu menurut pandangan Dr. Saherodji yang merupakan seorang Cendikiawan Kejaksaan bahwa “Kata jaksa berasal dari bahasa sansekerta yang berarti Pengawas (Super intedant) atau pengontrol yaitu pengawas soal-soal kemasyarakatan”.40

Namun Djoko Prakoso dalam bukunya mengatakan bahwa Jaksa yang diambil alih dari adhyaksa ternyata adalah khas Indonesia, walaupun penamaannya mengandung kesamaan (kini digunakan dalam sistem kepangkatan pada kejaksaan) namun fungsi dan kedudukannya berbeda. Menurutnya “Adhyaksa” adalah terutama hakim, sedangkan jaksa adalah penuntut umum dan tugas-tugas lainnya seperti tercantum dalam Undang-Undang Pokok Kejaksaan dan lain-lain peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.41

Menurut W.F. Stutterheim: “Pengawas dalam urusan kependetaan, baik agama Budha maupun Syiwa dan mengepalai kuil-kuil yang didirikan di sekitar istana. Di samping itu juga bertugas sebagai hakim dan sebagai demikian ia berada di bawah perintah serta pengawasan Mahapatih”

Untuk memberikan gambaran yang lebih luas dari arti kata “Adhyaksa’, dapat dilihat beberapa pendapat para sarjana, yaitu:

42

39 Ilham Gunawan, Peran Kejaksaan dalam Menegakkan Hukum dan Stabilitas Politik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm 41-42.

40

Ibid, hlm. 42.

41 Viswandro, Maria Matilda, & Bayu Saputra, Mengenal Profesi Penegak Hukum, ( Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), hlm. 45.

42 Ibid.

. Sedangkan menurut Geireke dan Roorda: “Adhyaksa sebagai hakim sedangkan dharma adhyaksa

15

sebagai opperrechter-nya”. ”Adhyaksa” juga dapat dikatakan sebagai ”Rechter Van Instructie Bijde Landraad”, yang kalau dihubungkan dengan jabatan dalam dunia modern sekarang dapat disejajarkan dengan hakim komisaris”.43 Pada masa Kerajaan Mataram adhyaksa bertugas menyelesaikan perkara padoe zaken (perkara sipil) dan juga perdata zaken (perkara kriminal) atas perintah raja dan melaksanakan keputusan raja.44

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): “Jaksa adalah pejabat di bidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan di dalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga melanggar hukum” 45 Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa “Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”46 Kemudian yang dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.47

Kitab undang-undang hukum acara pidana juga menjelaskan jaksa berwenang dalam melaksanakan penuntutan terhadap siapa saja yang didakwa

43 Ibid.hlm 45-46

44 Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat Penegak Hukum :Hakim, Jaksa, Polisi, Notaris & Advokat, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 39.

45

Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit, hlm. 782

46

Pasal 1 butir 6a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

47 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67.

16

telah melakukan suatu tindak pidana dalam yuridiksinya48 dan juga melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.49

Dari seluruh pengertian-pengertian di atas dapat dipahami bahwa sejak dahulu jaksa merupakan suatu jabatan yang mempunyai kewenangan yang fungsinya sejatinya senantiasa terkait dengan bidang yudikatif, bahkan pada masanya dihubungkan pula dengan bidang keagamaan. Pada saat sekarang ini Kejaksaan menjalankan kewenangan melaksanakan penuntutan, dimana hal tersebut terkait dengan kekuasaan kehakiman dengan fungsi yang sangat dominan sebagai penyandang asas dominus litis, pengendalian proses perkara yang menentukan dapat atau tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke Pengadilan berasarkan alat bukti yang sah menurut Undang-undang, dan sebagai excecutive ambtenaar pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan dalam perkara pidana.

Disamping itu terdapat kewenangan-kewenangan lain yang akan seluruhnya akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.

50

2. Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia

Manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Ungkapan tersebut dikatakan oleh seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles (382-322 S.M.) kira-kira 4 abad sebelum lahirnya Isa

48 Pasal 137 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

49 Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

50

Pusat Litbang Kejaksaan Agung RI, Studi Tentang Implementasi Kekuasaan Penuntutan di Negara Hukum Indonesia, (diakses dari wib.

17

Almasih.51 Manusia berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan, melawan bahaya serta melanjutkan keturunannya dengan berinteraksi, mengadakan hubungan sosial untuk mempertahankan hak mereka untuk dapat hidup di tempat tertentu yang mereka anggap baik untuk sumber penghidupan. Pada tahapan selanjutnya seseorang atau sekelompok kecil orang-orang ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya. Pemimpin kelompok inilah yang diberi kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia tadi diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya.52 Dari konsep sederhana tersebut kemudian lahirlah konsep negara yang berkembang mulai dari konsep paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks seperti di zaman sekarang. Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama dalam masyarakat, negara selalu menjadi pusat perhatian dan objek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia.53

Negara adalah lanjutan dari kehendak manusia bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Menurut Aristoteles, negara adalah persekutuan dari pada keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebagik-baiknya.54

51 Samidjo,Ilmu Negara,( Bandung: Armico, 2002), hlm. 27.

52 C.S.T. Kansil, Ilmu Negara Umum dan Indonesia (Jakarta :PT Pradya Paramita, 2001), hlm. 133.

53

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 9.

54 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama. 2005,hlm. 15)

Semakin luasnya pergaulan manusia tadi maka semakin banyak kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya

18

kepada sesuatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya.55

Secara etimologi, negara dapat diterjemahkan dari kata-kata asing staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris) dan etat (bahasa Prancis). Asalnya adalah bahasa latin yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri; membuat berdiri;menempatkan.

56

Namun demikian, pengertian dari negara sendiri tentu saja tidaklah mudah untuk didefenisikan. Meskipun istilah tersebut demikian sulit untuk didefenisikan berikut ini akan kita lihat beberapa pengertian negara dari beberapa filsuf dan sarjana57

7.Logemann, mengatakan bahwa Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan (= pertambatan kerja/workverband) yang mempunyai tujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu

:

1. Plato (427 – 348 S.M.) mengatakan, bahwa Negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju, ber-evolusi, terdiri dari orang-orang (individu-individu).

2. Grotius disebut juga HUGO DE GROOT (1583 – 1645) mengatakan, bahwa Negara adalah ibarat suatu perkakas yang dibikin manusia untuk melahirkan keberuntungan dan kesejahteraan umum

3. Thomas Hobbes (1588 – 1679) mengatakan bahwa Negara adalah suatu Tubuh yang dibuai oleh orang banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka.

4. J.J. Rousseau (1712 – 1778), mengatakan bahwa Negara adalah perserikatan dari rakyat bersama-sama yang melindungi dan mempertahankan hak masing-masing dan harta benda anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.

5. Karl Marx (1818 – 1883) berpendirian lain, justru megatakan bahwa Negara adalah suatu alat negara kekuasaan bagi manusia (penguasa) untuk menindas kelas manusia lainnya.

6. Bellefroid, mengatakan bahwa negara itu suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan yang dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya

55Samidjo, Op.cit, hlm. 27.

56 Ibid. hlm. 31

19

masyarakat. Organisasi itu suatu pertambatan jabatan-jabatan (ambt,funksi) atau lapangan-lapangan kerja (werkkring) tetap.

8. Ibnu Chaldun, mengemukakan pandangan yang lebih tegas lagi, Negara merupakan suatu tubuh yang persis keadaannya seperti tubuh manusia, mempunyai badan jasmani dan rohani dan mempunyai batas umur sebagai halnya keadaan manusia. Ada masanya lahir dan tumbuh (groei), ada pula masanya muda dan dewasa (bloei), dan ada lagi masanya tua bangka dan mati (vergaan).

3 orang sarjana dari Inggris ( O, Hood Phillips, Paul Jackson, dan Patricia Leopold) menyebutkan bahwa defenisi negara atau state sebagai: “An independent political society occupying a defined territory, the member of which are united together for the purpose of resisting external formal and the preservation of internal order”. 58

“No independent political society can be termed as state unless it professes to exercise both these functions; but no modern state of any importance contents itself with this narrow range of activity. As civilization becomes more complex, population increase attention; taxes have to lived to meet these needs; justice must be adminitrised, commerce regulated, educational facilities and many other social services provided”.

(Negara adalah masyarakat politik merdeka yang menduduki suatu teritorial tertentu, dimana anggota masyarakatnya bersatu dan memiliki tujuan yang sama untuk melawan kekuatan dari luar dan menjaga keutuhan di dalam).

Dikatakan pula oleh Phillips, Jacksin, dan Leopold:

59

58 Jimly Asshiddiqie, Pengantar …, Op.Cit, hlm. 9-10

59 Ibid, hlm. 10.

(“Tidak ada masyarakat politik merdeka dapat dikatakan sebagai sesuatu negara kecuali melaksanakan kedua fungsi tersebut; Namun tidak ada negara modern dengan kepentingan manapun yang menjalankan negaranya dengan mengerucutkan kegiatannya hanya pada fungsi tersebut. Akibat dari peradaban yang semakin maju, peningkatan populasi yang pesat, pajak harus dikelola untuk memenuhi semua kebutuhan, hukum harus ditata dengan baik, aturan terhadap perniagaan dibuat, fasilitas pendidikan dan layanan publik lainnya disediakan”).

20

“A fully developed modern state is expected to deal with a vast mass of social problems, either by direct activity or by supervision, or regulation. In order to carry out the functions, the state must have agents or organs through which to operate. The appointment and powers, their relations inter and between them and the private citizen, form a large part of the constitution of a state”.60

“(i) The Territory of the State, seperti mengenai pembentukan dan pembubaran negara, serta mengenai pengakuan atas negara dan pemerintah;

(“Sebuah negara modern yang berkembang akan menghadapi permasalahan sosial yang sangat luas, baik secara langsung maupun diawasi, atau diatur. Dalam hal untuk melaksanakan fungsinya, negara harus memiliki wakil ataupun alat pemerintahan untuk menjalankan kebijakan dan kekuasaan, hubungan internal dan antar sesama pelaksana organisasi dan dengan pribadi warga negara, yang diatur dalam sebagian besar konstitusi sebuah negara”).

Jadi secara sederhana, dari pendapat para sarjana tersebut dapat dipahami bahwa ada empat unsur yang menjadi unsur pokok dalam sebuah negara, yaitu: wilayah, populasi/penduduk, pemerintahan dan kekuasaan/kedaulatan.

Namun Hans kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State secara filosofis menguraikan pandangannya tentang negara atau state a juristic entity dan state as a politically organized society atau state as power yang mencakup:

61

(ii) Time Element of the State, yaitu waktu pembentukan negara yang bersangkutan; (iii) The People of the State, yaitu rakyat negara yang bersangkutan; (iv) The Competence of the State as the Material Sphere of Validity of the National Legal Order, misalnya yang berkaitan dengan pengakuan internasional; (v) Conflict of Laws, pertentangan antartata hukum; (iv) The so-called Fundamental Rights and Duties of the States, soal jaminan hak dan kebebasan asasi manusia; dan (vii) The Power of the State, aspek-aspek mengenai kekuasaan negara.62

60 Ibid.

61

Pengakuan atas suatu negara meliputi persoalan recognition of a community as a state, pengakuan de facto atau de jure, pengakuan dengan kekuatan yang bersifat retroaktif, pengakuan melalui penerimaan oleh organisasi PBB, pengakuan terhadap pemerintahan dan pengakuan terhadap insurgents sebagai a belligerent power. Lihat Ibid.

21

Hukum adalah upaya manusia menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai, dan menjaga eksistensinya.63 Apabila ditarik pemaknaan pada kata hukum tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan antara tradisi Barat dan Timur.64 Secara umum perbedaan itu terutama terletak pada: tradisi hukum di Barat lebih menekankan pada konflik (lawsuit), individualisme, kepastian hukum, dan hukum formal, sedangkan tradisi hukum di Timur lebih menekankan pada harmoni sosial, kolektivisme, kemashalahatan, dan hukum informal.65 Pada kedua tradisi hukum itu lahir konsep-konsep negara hukum yang khas: dalam tradisi Barat lahir konsep Rechtsstaat (Eropa Kontinental) dan Rule of Law (Anglo Sakson), sedangkan dalam tradisi Timur lahir konsep al-Siyasa al-shar’iyya (Islam) dan fá zhì (China) yang bermakna sama: suatu negara yang diperintah berdasarkan hukum.66

Negara hukum bukanlah sesuatu yang baru dalam pembicaraan mengenai bagaimana negara dijalankan dan dikelola.67 Pada abad 19 muncul gagasan tentang pembatasan kekuasaan pemerintah melalui pembuatan konstitusi, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, selanjutnya diketahui tertuang dalam apa yang disebut konstitusi.68

63 Johny Ibrahim, Teori … ,Op.cit. hlm. 1.

64 Aidul FA, Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi, (Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 19 OKTOBER 2012: 489 – 505, diakses dari

65

Ibid.

66 Ibid.

67 Zulkarnain Ridwan. Op.cit. hlm.142

22

Sebagaimana halnya defenisi hukum yang beragam, maka makna dari konstitusi juga sangat banyak dan beragam antara para ahli hukum. 69 Istilah Konstitusi sendiri pada mulanya berasal dari perkataan bahasa Latin, constitution yang berkaitan dengan jus atau ius yang berarti “hukum dan prinsip”. 70 Pengertian constitution dalam bahasa Inggris membedakan antara constitutie dan grondwet, bahasa Jerman membedakan antara verfassung dan grundgesetz, dan bahasa Belanda bahkan membedakan antara grundrecht dan grundgesetz seperti antara grondrecht dan grondwet.71

Menurut Sir John Laws, konstitusi adalah sebuah bagian dari aturan hukum yang mengatur dan yang diatur.72 Sedangkan menurut Bodganor V. Finer dan B. Rudder, konstitusi adalah aturan norma-norma yang mengatur alokasi kekuasaan, fungsi, dan tudas dari berbagai lembaga dan petugas pemerintahan serta mengatur mengenai hubungan antara lembaga dan petugas tersebut dengan masyarakat.73

Konstitusi memuat batas-batas kekuasaan pemerintah dan jaminan atas hak-hak politik rakyat, serta prinsip check and balances antar kekuasaan dalam sebuah negara, selanjutnya dikenal dengan istilah konstitusionalisme yang

69 Pramono mengutip pandangan van Apeldoorn yang menyatakan bahwa hukum banyak seginya dan demikian luas, sehingga tidak mungkin orang menyatukan dalam satu rumus secara memuaskan. Hal itu senada dengan ungkapan Immanuel Kant yang menyatakan bahwa; Noch suchen die Juristen eine Defenition zu ihrem Begriffe von Recht. Lihat karangan B.S. Pramono, Pokok-pokok Pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, tanpa tahun terbit), hlm. 10.

70 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010). hlm. 1.

71

Jimly Asshiddiqie, Pengantar … , Op.cit. hlm 95

72 Ferri Amsari, Perubahan UUD 1945: Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hlm 14.

23

kemudian memunculkan konsep rechstaat (dari kalangan ahli hukum Eropa Continental) atau rule of law (dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon) yang di Indonesia diterjemahkan dengan Negara Hukum.74

Secara tradisional dikenal berbagai sistem hukum yaitu civil law, common law, socialist law dan hukum Islam. Tradisi hukum didefenisikan sebagai sekumpulan sikap yang telah mengakar kuat dan terkondisikan secara historis terhadap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan ideologi politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum

75

. Sistem-sistem ini dibedakan berdasarkan sumber hukum yang dijadikan dasar atau sendi utama sistem kaidahnya. Civil Law menempatkan peraturan hukum tertulis sebagai sumber utama sistem kaidahnya. Sitem hukum Common Law menempatkan putusan hakim atau yurisprudensi sebagai sumber utama sistem kaidahnya. Hukum Islam dan sistem hukum dari agama lainnya, menempatkan wahyu Tuhan sebagai sumber atau dasar sistem kaidahnya.76

Ide negara hukum di zaman modern lebih menempatkan konsep ”rechtsstaat” dan ”the rule of law”. Dimana konsep negara hukum telah dikembangkan di Eropa Kontinental antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius stahl, Fichte, menggunakan istilah Jerman Yaitu “rechtstaat”, sedangkan konsep negara hukum yang dikembangkan dalam tradisi Anglo Amerika yang dipelopori A.V. Dicey disebut dengan “The Rule of Law”. 77

74 Aidul FA, Op.cit. hlm.142.

75 Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 46.

76 Ibid.

77 Bagir Manan, Peranan Peraturan Perundang-undangan Dalam Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Armico, Bandung 1987), hlm. 10.

24

Konsep dalam istilah “Rechtsstaat”menurut F. Julius Stahl mencakup empat elemen yaitu :

1. Perlindungan hak asasi manusia 2. Pembagian Kekuasaan

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan 4. Peradilan tata usaha Negara

Sedangkan dalam istilah “the rule of law” menurut A.V. Dicey mencakup tiga elemen yaitu :

1. Supremasi Aturan Hukum

2. Kedudukan yang sama di depan hukum 3. Jaminan hak-hak asasi manusia78

Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia, bahwasannya setiap warganegara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin hak asasi manusianya melalui sistem hukum dalam negara tersebut. Pokok ajaran dari rule of law adalah terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana rakyat bisa memperoleh kepastian hukum, rasa Tumbuh dan berkembangnya konsep rule of Law pertama kali diterapkan di Negara-negara yang menganut common law sistem seperti Inggris dan Amerika Serikat, dimana kedua negara tersebut mengejawantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum.

78 Sri Pujiningsih, Konsep Hukum Indonesia Di Masa Sekarang, (diakses dari

25

keadilan, rasa aman, dan dijamin hak-hak asasinya. Hal ini mengandung makna, rasa keadilan yang kembali kepada rakyat, bukan kepada kekuasaan dan para penguasa yang menciptakan hukum.79

Negara hukum sebagai suatu konsep sebenarnya tidak terbatas pada perkembangan negara modern. Sebab dalam setiap masyarakat, baik pada masyarakat yang masih sederhana tingkat perkembangannya sampai pada masyarakat yang perkembangannya sudah sangat tinggi, selalu terdapat hukum.

80

Ungkapan seorang filsuf Yunani kuno Cicero, yang mengatakan Ubi Societas ubi ius ( dimana ada masyarakat, di situ ada hukum ) dapat memberikan gambaran bahwa pada setiap masyarakat manusia, lepas dari persoalan seberapa sederhana keadaannya atau utama seberapa tinggi kemajuannya, pasti terdapat hukum. Kendatipun corak atau kerumitan dari hukum yang ada dan berlaku memang berbeda-beda pada masyarakat-masyarakat yang berbeda tingkat kemajuannya, namun tetaplah di situ ada hukum. Dari hal demikian dapat disimpulkan bahwa setiap negara sampai batas tertentu merupakan negara hukum.81

Bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang berdiri sebagai negara ”rechsstaat” (negara hukum) yang tidak terlepas dari empat elemen tersebut di atas, dimana di dalam rule of law-pun sebenarnya tercakup di dalamnya. Akan tetapi dalam perkembangannya kebutuhan akan terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana rakyat bisa memperoleh

79 Ibid

80 Ibid

81 S. Anwary, Penegakan Negara Hukum Di Republik Indonesia, (diakses dari http://www.isepsamra.or.id/ penegakan%20supremasi20hukum%20RI.doc.), terakhir diakses pada tangga 12/10/2016 pada pukul 13.34 wib.

26

kepastian hukum, rasa keadilan, rasa aman, dan dijamin hak-hak asasinya sepertinya merupakan kebutuhan yang sekarang ini sifatnya mendesak.

Sebagai sebuah negara yang lahir pada abad ke-20, Indonesia mengadopsi konsep negara hukum sesuai prinsip konstitusionalisme yang dapat kita lihat dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia dimana dalam perkembangannya menjelma menjadi cita-cita bersama yang biasa juga disebut falsafah kenegaraan atau staats idee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa diantara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara.82

Dalam pengalaman ketatanegaraan Indonesia, istilah “pemisahan kekuasaan” (separation of power) itu sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat Montesquieu secara absolut.

83

Pada sistem ini terdapat 3 (tiga) macam cabang: (i) kekuasaan Legislatif, dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat (Parlemen), (ii). kekuasaaan Eksekutif, dilaksanakan oleh pemerintah (presiden atau raja dengan bantuan Menteri-menteri atau Kabinet), (iii) kekuasaan Yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan bawahannya).84 Namun Supomo menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin trias politica dalam arti paham pemisahan kekuasaan ala Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan.85

82 Jimly Ashiddiqie. Konstitusi … ,Op.cit, hlm. 22.

Dokumen terkait