• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif. Misalnya dapat dengan mudah dibuktikan di mana berbagai tuntutan pelayanan publik sebagai tanda ketidak puasan sehari-hari banyak kita lihat. Harus diakui, bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat terus mengalami pembaruan, baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan didalam pemerintah itu sendiri. Meskipun demikian, pembaruan dilihat dari kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih diposisikan

sebagai pihak yang tidak berdaya dan termarginalisasikan dalam kerangka pelayanan.5

Konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu penyediaann layanan dan penerimaan layanan atau service provider adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services). Penerima layanan atau service receiver adalah pelanggan (costumer) atau konsumen (consumer) yang menerima layanan dari

penyedia layanan.6

Hukum administrasi Negara dapat dijadikan instrument untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintah lebih nyata dalam hukum administrasi Negara, karena disini akan terlihat konkrit hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum.

5 Lijan Poltak Sinambela, dkk., Reformasi Pelayanan Publik, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hal.3 6 Atep Adya Barata. Dasar-dasar Pelayanan Prima. (Jakarta; PT. Gramedia Utama, 2003), hal 11

Secara faktual (empiris) pelayanan publik yang dilakukan oleh aparat pemerintah selama ini masih menampilkan ciri-ciri yang berbelit-belit, lambat, mahal, serta melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih di posisikan sebagai pihak yang melayani, bukan yang dilayani. Untuk itu, diperlukan suatu perubahan paradigma dalam bidang pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayanan dan yang dilayani pada posisi yang sesungguhnya. Secara filosofis, pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah kepada masyarakat ditafsirkan sebagai kewajiban bukan hak, karena mereka (birokrat) diangkat dan ditugasi untuk melayani masyarakat, oleh karena itu harus dibangun komitmen yang kuat untuk melayani sehingga pelayanan akan menjadi responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan dapat merancang model pelayanan yang lebih kreatif

serta lebih efisien.7

Pengertian mengenai pelayanan publik dikemukakan pula oleh Lewis dan Gilman mereka mendefenisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga Negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung jawabkan

menghasilkan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik.8

Sedangkan Sinambela yang mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara. Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan

7

November 2016

8 Lewis, Carol W., and Stuart C. Gilman. The Ethics Challenge in Publik Service: A Problem-Solving Guide. Market Street, (San Fransisco: Jossey-Bass, 2005). Hal 22

kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.9

Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian “pelayanan publik adalah kegiatan atau ragkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.

Selanjutnya pelayanan publik juga merupakan istilah untuk layanan yang disediakan oleh pemerintah kepada warga negaranya, baik secara lagsung (melalui sektor publik) atau dengan membiayai pemberian layanan swasta. Istilah ini dikaitkan dengan consensus social (biasanya diwujudkan melalui pemilihan demokratis) yaitu bahwa layanan tertentu harus tersedia untuk semua kalangan tanpa memandang pendapatan mereka. Bahkan apabila layanan-layanan umum tersebut tersedia secara umum atau dibiayai oleh umum, layanan-layanan tersebut, karena alasan politis atau sosial, berada di bawah pengaturan/regulasi yang lebih tinggi dari pada peraturan yang berlaku untuk sektor ekonomi.

10

Penyelenggaraan pelayanan publik yang selanjutnya disebut penyelenggaraan adalah setiap institusi penyelenggaraan Negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain

yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan publik.11

Dengan dijalankannya mekanisme merekonstruksi hukum administrasi Negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui mekanisme ini akan tercipta pelayanan yang berkeadilan serta meningkatkan posisi warga, tidak saja sebagai pengguna pelayanan saja tetapi juga sebagai pihak yang akan lebih berposisi tawar (bargain) yang lebih baik untuk mendapatkan jasa pelayanan yang lebih baik. Tanggung jawab bersama yang dikembangkan melalui ruang partisipasi masyarakat dengan model pelibatan para fihak tersebut diatas juga

9

Lijan Poltak Sinambela, Op.Cit, hlm 5 10

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

dapat diharapkan akan merangsang penyelenggaraa pelayanan publik untuk mengembangkan dan memperluas kompetensi aparaturnya agar senantiasa dapat melaksanakan tugas pelayanan dengan baik. Model penyediaan ruang partisipasi masyarakat dalam merekonstruksi hukum administrasi Negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik, diharapkan akan mampu memberi pembelajaran kepada masyarakat untuk lebih bertanggung jawab dalam proses demokrasi yang sedang berjalan. Model partisipasi dalam rekonstruksi hukum administrasi Negara mengatur penyelenggaraan pelayanan publik yang mengedepankan tanggung jawab bersama, para pihak diharapkan senantiasa mengembangkan pencarian alternatif secara positif berkait sistem pengaturan, sistem penyelenggaraan, dan kewajiban berswasembada untuk tidak bergantung kepada pihak luar. Pemberian insentif kepada penyelenggara dan pengguna pelayanan dapat dikembangkan melalui forum pelibatan para pihak dalam ruang partisipasi masyarakat. Standar Pelayanan Publik yang dikonstruksikan lewat proses yang secara responsif melibatkan partisipasi masyarakat lokal, yang pada hakikatnya merupakan kontak pelayanan antara pemerintah daerah dan masyarakat setempat, akan lebih mampu mengatasi berbagai masalah resistensi didaerah dari pada aturan-aturan serupa yang ditetapkan secara sentral, yang oleh sebab itu juga perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh para pejabat yang berwenang.

Pengaturan hukum administrasi Negara yang penyelenggaraan pelayanan publik yang dibangun dengan komitmen bersama akan menghasilkan kebijakan dan aturan yang mencerminkan moralitas kerja sama. Perilaku penyelenggaraan pelayanan publik dan masyarakat pengguna pelayanan publik akan tunduk pada prinsip-prinsip dan kebijakan yang telah disepakati. Sebagai Negara kesejahteraan, tugas pemerintah dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas. Untuk itu diperlukan adaya keleluasaan untuk bergerak dalam administrasi Negara sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Begitu luas fungsi administrasi Negara dalam Negara kesejahteraan, sehingga semakin luas pula bidang

tugas yang diemban. Sunaryati Hartono menyatakan sukar untuk dibayangkan suatu Negara

modern saat ini tanpa adanya hukum administrasi Negara.12

Suatu kenyataan bahwa tidak semua kebijakan yang telah diambil oleh aparat pemerintah untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu seringkali dalam pelaksanaannya mengakami hambatan sehingga tujuan dikeluarkannya kebijakan tersebut tidak membuahkan hasil sesuai yang diharapkan. Bahkan tidak sedikit kebijakan yang diambil oleh aparat pemerintah sama sekali tidak berfungsi/gagal fungsi secara

administrasi.13

Pada beberapa dekade saat ini, peran masyarakat dalam penyelenggaraan layanan publik sudah semakin meluas sejalan dengan semakin besarnya peran dunia usaha dalam kegiatan pemerintahan dan pembanguan, Keberadaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik memberikan basis legal yang kuat bagi lembaga non pemerintahan untuk terlibat dalam penyelenggaraan layanan publik, korporasi, organisasi sosial kemasyarakatan, dan organisasi non pemerintahan lainnya dapat terlibat secara aktif dalam penyelenggaraan layanan publik. Sebagaimana dijelaskan dalam konsep pelayanan publik sebelumnya bahwa, pelayanan publik dapat diselenggarakan bukan hanya birokrasi pemerintah tetapi juga dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga lain diluar pemerintah termasuk dunia usaha dan organisasi nirlaba. Keberadaan mereka sebagai penyelenggara layanan publik penting untuk dipelihara sebagai pilihan penyelenggara bagi warga pengguna agar mereka dapat memilih Pelayanan Publik sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Secara umum Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, yang cenderung seragam dan massif, sering kurang mampu menjawab kebutuhan warga yang beragam dalam

12 Sunaryati Hartono, Beberapa Pikiran Mengenai Suatu Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1976), hal. 8.

13

Jawade Hafidz, Malfungsi HAN Dan Upaya Melakukan Rekonstruksi Sistem Hukum Yang Ada Menuju Hukum Yang Melayani, Jurnal Hukum, Vol XXVIII, No. 2, Desember 2012, (Bandung: Fakultas Hukum Unissula, 2010), hal 17.

jenis dan kualitas. Korporasi dan organisasi nirlaba sering lebih mampu menjawab dinamika

kebutuhan masyarakat yang semkain tinggi dan kompleks.14

1. Sifat / Jenis Penelitian

Dokumen terkait