• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Keuangan Financial Review

gaya hidup, serta alasan keamanan membuat kebutuhan akan tempat tinggal mengalami sedikit pergeseran dari sebelumnya hunian tapak (landed residential) menjadi hunian vertikal (apartemen). Hal ini membuat prospek pengembangan hunian vertikal menjadi semakin menarik di masa yang akan datang.

Kondisi Demografi Pasar

Jumlah penduduk Indonesia yang lebih banyak berada di usia produktif membuat permintaan akan tempat hunian tetap tinggi. Sementara itu, mayoritas masyarakat Indonesia cenderung memilih tempat hunian, baik perumahan maupun apartemen, yang telah memiliki komunitas yang berkembang. Manajemen senantiasa mempertimbangkan kondisi demografi dalam menyusun perencanaan

strategisnya agar dapat menentukan segmentasi pasar dan lokasi yang tepat bagi hunian yang akan dikembangkan.

Perubahan pada Pesaing

Seiring meningkatnya jumlah perusahaan properti di Indonesia, membuat persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Oleh karena itu, Perusahaan mencermati setiap aktivitas yang dilakukan oleh pesaing, khususnya dengan cara mempelajari dan menganalisis langkah-langkah yang dilakukan oleh para pesaing. Berdasarkan kajian itu, Perusahaan kemudian menyusun strategi sehingga pangsa pasar Perusahaan dapat terus ditingkatkan.

Kenaikan Harga Sektor Properti dan Real Estat

Kenaikan harga properti dan real estat merupakan hal yang tidak bisa dihindari mengingat adanya korelasi yang erat antara harga dan tingkat inflasi suatu negara. Namun demikian, mengingat tempat hunian merupakan kebutuhan utama bagi setiap keluarga, kenaikan harga yang masih dalam batas yang wajar atau sekitar 10% hingga 15% setiap tahunnya diyakini tidak akan berdampak negatif terhadap pendapatan Perusahaan.

Pengaruh Produk Baru

Perusahaan tetap aktif meluncurkan produk baru yang unik dan inovatif dalam rangka menyikapi persaingan yang ketat di industri properti di Indonesia. Peluncuran produk baru ini disamping dapat meningkatkan penjualan perusahaan, juga dapat meningkatkan brand awareness terhadap produk-produk perusahaan. Tanpa produk-produk baru, perusahaan akan sulit bersaing dengan perusahaan properti lainnya.

Perubahan Perpajakan

Sejak tahun 2009 perusahaan pengembang properti tidak lagi menggunakan perhitungan pajak yang bersumber

reasons have spurred a gradual shift in housing preference away from residential property to vertical housing (apartment). Business prospects for the development of vertical residences are expected to be increasingly attractive in years to come.

Market Demography

Demand for housing will remain high as Indonesia’s population lies mostly within the productive age bracket. Meanwhile, the people of Indonesia typically prefer to settle in residential estates, be it housing property complexes or apartment blocks, within a thriving community. Company management never fails to factor in demographic conditions in formulating its strategic plan with a view to accurately identify market segmentation and locations for its planned housing projects.

Shift in Competitors

The entry of new players in Indonesia’s property market has tightened competition among property developers. In response to this, the company methodically observes the actions of its key competitors, primarily by analyzing their business moves and strategies. Based on its competitive analysis, the company shall prepare an appropriate strategy to expand market share.

Price Increase in Property and Real Estate Sector

A rising trend in property and real estate prices is unavoidable given the strong correlation between price and the inflation rate of a country. Nevertheless, keeping in mind that housing constitutes a primary need for any family; price increases that stay within a reasonable range of between 10% and 15% annually will not adversely affect company earnings.

Impact of New Products

Amid fierce competition in Indonesia’s property industry, the company continues to launch new products offering unique and innovative concepts. These new product launchings will not only boost company sales, but also heighten brand awareness of existing company products. Without new products to offer, the company will find it difficult to maintain its competitive edge against other property developers.

Shift in Taxation

As of 2009, property developers no longer calculate taxes based on earnings before tax, but on a final 5% tax

PT Bak riel an d De vel op m ent Tbk A nn ual R epo rt 2 013

137

5% dari nilai penjualan. Bagi perusahaan pengembang properti yang efisien, perhitungan pajak final ini akan lebih menguntungkan dilihat dari jumlah pajak yang harus dibayarkan dibandingkan dengan cara sebelumnya.

Perubahan Peraturan

Terdapat beberapa peraturan baru yang mempengaruhi daya tarik sektor properti di Indonesia di tahun 2013, yaitu:

A. Peraturan terkait dengan pembiayaan dan pembayaran: 1. Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP

tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Surat edaran ini merupakan bagian dari pengaturan manajemen resiko bagi bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009. Surat Edaran ini mengatur rasio Loan to Value (LTV) bank yang memberikan KPR untuk rumah tapak dan KPA untuk rumah susun atau apartemen dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2, dimana rasio LTV ini berbeda untuk pembiayaan rumah pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Hal ini melengkapi surat edaran Bank Indonesia sebelumnya, yaitu No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012, dimana disebutkan bahwa rasio Loan to Value (LTV) bank yang memberikan KPR untuk rumah tapak dan KPA untuk rumah susun atau apartemen dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2, ditetapkan paling tinggi 70%, lebih rendah dari rasio yang diatur dalam peraturan sebelumnya yang menetapkan paling tinggi 90%. Kedua peraturan ini mengakibatkan konsumen harus membayar uang muka lebih besar daripada biasanya sehingga berpotensi mengurangi daya beli sektor properti. Selain itu surat edaran ini juga mengatur pembatasan penyaluran kredit oleh bank kepada developer.

2. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-undang ini diantaranya menempatkan

advantageous in terms of the amount of tax payable compared to the previous method.

Regulatory Changes

Several recently introduced regulations that affect the attractiveness of the property business in Indonesia in 2013 are as follows:

A. Financing and payment regulations:

1. Bank Indonesia Circular Letter No. 15/40/DKMP dated September 24th, 2013 concerning Implementation of Risk Management in banks providing loans or financing for property, property-backed consumption, and vehicle ownership. This circular letter is part of policies that regulate on risk management for banks as governed in the Bank Indonesia Regulation No.5/8/PBI/2003 regarding the Implementation of Risk Management for Conventional Banks which was amended most recently by Bank Indonesia Regulation No.11/25/PBI/2009. This circular letter determines the Loan-to-Value ratio (LTV) of banks offering mortgage loans for residential property and vertical or apartment housing units of over 70 m2, in which the LTV ratio shall differ for the first, second, third and subsequent home purchases. This complements Bank Indonesia’s earlier circular letter, i.e., No. 14/10/DPNP of 15th March, 2012 which stipulates that Loan-to-Value ratio (LTV) of banks providing mortgage loans for land and vertical residential properties of over 70 m2 shall be at a maximum of 70% that is lower than the previous ratio at no more than 90%. Due to the issuance of both regulations, consumers must fork out a larger amount of down payment than usual, and this may weaken purchasing power in the property sector. Furthermore, the circular letter also sets credit limits that banks can offer to developers.

2. Law No. 8/2010 on Prevention and Eradication of Money Laundering among others stipulates that property firms and agents should identify and report

PT Bak riel an d De vel op m ent Tbk Lap oran T ahun an 2 013

138

Tinjauan Keuangan

Financial Review

perusahaan property dan agen property sebagai pihak pelapor guna melakukan pengenalan pengguna jasa/pembeli, khususnya untuk dapat mengidentifikasi transaksi mencurigakan dari pengguna jasa. Untuk itu perusahaan property harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan transaksi dengan pelanggan.

B. Peraturan terkait dengan perumahan:

1. UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Peraturan ini menyatakan bahwa selain hak sewa, WNA juga diperbolehkan memiliki rumah susun yang berdiri di atas tanah Hak Pakai. Hak Pakai ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Menurut kedua peraturan perundang-undangan ini WNA dapat memiliki aset properti vertikal di atas tanah Hak Pakai dengan masa berlaku selama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun; Undang-undang ini juga mewajibkan badan usaha penyelenggara perumahan dan kawasan pemukiman untuk melakukan pembangunan perumahan secara berimbang, dalam pengertian bahwa pembangunan perumahan yang dibangun harus berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

2. UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun yang menentukan bahwa developer wajib menyediakan minimal 20 % dari total luas lantai rumah susun komersial untuk rumah susun umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

PP yang mengatur pelaksanaan UU No. 20 tahun 2011 dan UU No. 1 tahun 2011 masih berupa rancangan dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), sehingga UU belum dapat efektif diterapkan. PP yang nanti akan diterbitkan diharapkan dapat melakukan pengaturan yang jelas dan tepat atas kewajiban-kewajiban dalam kedua perundangan tersebut sehingga gairah sektor properti khususnya properti vertikal akan semakin menarik.

Review Industri dan Prospeknya

Tingginya suku bunga yang dipicu oleh kenaikan laju inflasi akibat kenaikan harga BBM sejak bulan Juni 2013 telah mempengaruhi kinerja sektor properti di sepanjang tahun

on service users/buyers, specifically those suspected of dubious transactions. In view of this, property developers need to apply the principle of prudence when engaging in transactions with customers.

B. Housing regulations:

1. Law No. 1/2011 regarding Housing and Residential. This regulation states that other than the right to rent, foreign nationals can also own low-cost apartments built on land with the right to use. This right of use is governed in Law No.5/1960 on Basic Provisions of Agrarian Law and Government Regulation No. 40/1996 on Right of Tenure, Right to Build and Right of Use. Both regulations above stipulate that foreign citizens may own vertical property built on land with the right to use valid for 25 years with the possibility of extension for 20 year;

This law also makes it an obligation for legal entities providing housing and residential properties to develop such estates in a balanced manner, meaning that housing units should have a reasonable mix of modest, mid-scale and upscale residences.

2. Law No. 20/2011 regarding Low-Cost Apartments requires developers to set aside at least 20% of total floor space of a commercial low-cost vertical housing project for cost apartments intended for low-income earners.

Implementing regulations for Law No. 20/2011 and Law No. 1/2011 are still in draft form as prepared by the Ministry of Public Housing, thus these laws as yet have not been effectively implemented. These regulations which will be released later are expected to lay down well-defined obligations as embodied in both laws in order to invigorate the property industry, specifically for vertical properties.

Industrial Review and Prospects

Prohibitive interest rates prompted by inflation rising at a rapid pace as a result of fuel price escalations since June 2013 have indubitably affected property sector performance

PT Bak riel an d De vel op m ent Tbk A nn ual R epo rt 2 013

139

secara tidak langsung membatasi gerak perusahaan properti di Indonesia. Di tahun 2013, BI mengeluarkan aturan baru terkait LTV untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti untuk kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen dengan tipe bangunan lebih dari 70 meter persegi, dengan besaran LTV berbeda untuk pembiayaan rumah pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ketentuan ini dituangkan dalam Surat Edaran Eksternal Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit, atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Ketentuan ini berlaku untuk Kredit/ Pembiayaan Pemilikan Properti (KPP/KPP iB), meliputi KPR/ KPR iB, KPRS/KPRS iB, KPRukan/KPRukan iB, dan KPRuko/ KPRuko iB; dan Kredit/Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti (KKBP/KKBP iB).

Selain itu juga terdapat aturan yang melarang KPR secara inden atau melakukan transaksi jual beli rumah yang bentuk fisiknya belum terbangun bagi bangunan untuk rumah kedua dan seterusnya. Kebijakan BI soal pelarangan pengucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden untuk pembelian rumah selain rumah pertama dinilai oleh para pengembang berpotensi untuk menghambat bisnis mereka karena para pengembang selama ini memanfaatkan KPR Inden dari para konsumen untuk mendanai proyek pembangunan propertinya.

Tingginya suku bunga KPR dan aturan ketat terkait KPR yang diberlakukan oleh Bank Indonesia mewarnai perkembangan bisnis properti di sepanjang tahun 2013. Di tahun 2014, suku bunga masih diperkirakan tetap tinggi karena BI kemungkinan masih akan melanjutkan kebijakan moneter ketatnya untuk mengantisipasi gejolak perekonomian dunia akibat diberlakukannya kebijakan QE tapering di Amerika Serikat. Sebagai akibatnya, pertumbuhan sektor properti diperkirakan akan mengalami perlambatan di tahun 2014.

Perkantoran

Di tahun 2013, tambahan pasokan kantor di CBD hanya sebesar 145.332 m2, sehingga total pasokan kumulatif di CBD tercatat sebesar 4,77 juta m2.  Tercatat delapan gedung kantor yang baru mulai beroperasi di tahun 2013. Jumlah ini sebenarnya sama dengan jumlah pasokan gedung perkantoran di tahun lalu. Namun berdasarkan ukuran,

restricted the movement of property companies in Indonesia. In 2013, BI issued a new policy on LTV for mortgage financing of properties and property-backed consumption for land and vertical housing of more than 70 m2, in which LTV varies for the first, second, third and subsequent home purchase. This provision is expressed in Bank Indonesia External Circular Letter No. 15/40/DKMP of 24th September, 2013 regarding the Implementation of Risk Management in banks providing loans or financing for property, property-backed consumption, and vehicle ownership. It is applicable to the credit/financing of properties (KPP/KPP iB), covering KPR/KPR iB, KPRS/KPRS iB, KPRukan/KPRukan iB, and KPRuko/KPRuko iB; and credit/ financing for property-backed consumption (KKBP/KKBP iB).

Furthermore, a different policy prohibits mortgage lending through payment of partial deposit (KPR Inden), and neither is it allowed to engage in property transactions whereby the physical structure of the second and subsequent house has not been constructed. From the perspective of property developers, BI policy that puts an end to KPR Inden for the second and subsequent home purchase carries the potential of obstructing businesses as they have thus far been using KPR Inden from their consumers to finance property development projects.

High mortgage interest rates and stringent mortgage-related policies imposed by Bank Indonesia have impinged on the property business throughout 2013. In 2014, interest rates are predicted to continue at a high level as BI is likely to carry on with its strict monetary policies in anticipation of global economic turbulence sparked by the commencement of the tapering of the U.S. QE policy. As a consequence, a downturn is forecasted in property sector growth for 2014.

Office Buildings

In 2013, additional office space within the CBD area reached only 145,332 m2, making it a total of 4.77 million m2 in cumulative supply for the CBD. Eight newly constructed office buildings began operations in 2013. This number of new office buildings in fact has not changed from the previous year. Nevertheless, in terms of size, the average span of these

PT Bak riel an d De vel op m ent Tbk Lap oran T ahun an 2 013

140

Tinjauan Keuangan

Financial Review

luas rata–rata gedung kantor baru di tahun 2013 dapat dikategorikan sebagai gedung berukuran kecil, yaitu rata-rata 18.167 m2 dibandingkan dengan luas rata-rata–rata-rata gedung kantor di tahun 2012 yang sebesar 36.189 m2.

Dari sisi permintaan, besar permintaan tahunan di 2013 juga jauh lebih kecil dibandingkan di tahun 2012. Jumlah permintaan tahunan hanya tercatat sebesar 103,278 m2 atau hanya 30% dari jumlah permintaan tahunan di tahun 2012. Terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS selama paruh kedua 2013 menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat permintaan. Sebagai akibatnya, tingkat hunian di tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 96,5% dari 97,3% di tahun 2012.

Di tahun 2014, tambahan pasokan diproyeksikan akan terbatas. Pasar hanya akan memperoleh tambahan pasokan sebesar 191.938 m2. Sebagai akibatnya, tingkat hunian diproyeksikan akan meningkat menjadi 97,6%. Tingkat hunian diproyeksikan kembali akan menghadapi tantangan dengan akan masuknya pasokan baru mencapai 660.000 m2 ruang kantor di tahun 2015.

Sementara itu, untuk gedung perkantoran strata title di CBD, kinerja penjualannya terus melaju akibat sangat terbatasnya jumlah pasokan. Di tahun 2013, tingkat penjualan tercatat sebesar 99,4%. Kinerja tingkat penjualan gedung strata diproyeksikan masih akan berada pada level yang tinggi di tahun 2014, karena gedung perkantoran strata yang diproyeksikan akan beroperasi di tahun 2014 juga telah mencatat komitmen penjualan yang tinggi.

Apartemen

Tingginya tingkat kemacetan, khususnya di pusat kota Jakarta serta kebutuhan akan hunian yang aman dan praktis dimanfaatkan oleh para pengembang properti untuk membangun hunian vertical (apartemen). Secara kumulatif, pasokan apartemen di tahun 2013 di kawasan CBD hanya tumbuh sebesar 2%, sementara tingkat permintaan apartemen mengalami kenaikan sebesar 5,8%. Hal ini mengakibatkan tingkat hunian mengalami kenaikan menjadi 95,8% di tahun 2013 dari 90,0% di tahun 2012. Meningkatnya permintaan apartemen di Jakarta terutama di daerah CBD karena beberapa faktor, diantaranya perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah yang semakin menyukai hidup di hunian vertikal karena efisiensi dan tingkat kepadatan lalu lintas Jakarta yang semakin tinggi. Selain itu faktor nilai yield (imbal hasil) untuk apartemen di daerah CBD yang berkisar antara 7 – 9% menyebabkan

buildings in 2013 can be categorized as small-sized structures at an average of 18,167 m2 compared to 2012 at 36,189 m2.

From the demand side, 2013 saw a much lower demand compared to 2012. Annual demand was only for 103,278 m2 or a mere 30% from total yearly demand in 2012. The continual sliding of Rupiah value against the US dollar in the second half of 2013 was also another factor contributing to lackluster demand. Consequently, occupancy rates in 2013 dropped to 96.5% from 97.3% in 2012.

Projections for 2014 will expect a limited supply of additional office space. The market will only see an additional supply of 191,938 m2. Occupancy rates will therefore increase to 97.6%. By 2015, tenancy rates shall once again be affected with an estimated additional supply of up to 660,000 m2 of office space.

Meanwhile, for strata-titled office buildings in the CBD, sales performance shall gain further ground given extremely limited supply. In 2013, sales volume registered at 99.4%. Sales performance for strata buildings is predicted to remain at a satisfactory level in 2014 as strata office blocks which are expected to commence operations in 2014 have secured impressive sales commitments.

Apartments

Unbearable traffic conditions, mainly in the heart of the capital city Jakarta, along with growing demand for residential areas that promise safety and convenience have inspired property developers to construct vertical housing (apartments). In cumulative terms, apartment supply in 2013 within the CBD has only expanded 2%, while demand for vertical housing has risen 5.8%. Occupancy rates therefore climbed to 95.8% in 2013 from 90.0% in 2012. Rising demand for apartments in Jakarta specifically within the CBD among others is attributed to the shifting lifestyle of the middle-class society who has increasingly shown preference toward vertical housing due to reasons of efficiency and Jakarta’s worsening traffic congestion. In addition, the yield factor for apartments in the

PT Bak riel an d De vel op m ent Tbk A nn ual R epo rt 2 013

141

Namun tingkat hunian diproyeksikan akan mengalami penurunan menjadi 92,9% di tahun 2014 akibat melimpahnya tambahan pasokan (2.050 unit apartemen baru) di tahun 2013. Selain itu penurunan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga Bank Indonesia yang terus mengalami kenaikan serta pengetatan aturan Kredit Pemilikan Properti (KPR) yang mulai diberlakukan sejak kuartal ke-4 tahun 2013 (sumber: Colliers International Indonesia).

Perhotelan

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 7,7% dari 8,02 Juta wisman menjadi 8,63 juta wisman. Mayoritas kunjungan wisman ke Indonesia ini masih didominasi oleh propinsi Bali. Pada tahun 2013 jumlah wisman ke Bali

Dokumen terkait