• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Manajemen Stres Pada Pasien Kanker Payudara 1. Tinjauan Permasalahan

Dalam dokumen 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA (Halaman 32-39)

Dalam mengumpulkan data, penyusun menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan pendekatan sesuai karakter masing-masing sehingga mampu mendapat insight dari cerita dan pengalaman mereka. Jumlah narasumber yang diwawancara sebanyak dua orang yang merupakan survivor kanker payudara. Survivor adalah mereka yang telah melewati masa pengobatan kanker payudara lebih dari 3-5 tahun. Wawancara dilakukan untuk menemukan kendala yang dialami narasumber dalam melakukan manajemen stres pada saat masa pengobatan yang telah dilalui ataupun yang sedang dijalani. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan komunitas untuk mendukung penelitian ini.

Penyusun menyiapkan guideline berupa pertanyaan, namun guideline tersebut hanya sebagai patokan dikarenakan wawancara dilakukan dengan pendekatan personal dan pewawancara tidak memaksakan narasumber untuk

menjawab keseluruhan pertanyaan. Guideline yang telah dibuat terlampir pada bagian lampiran.

2.4.2. Data Narasumber dan Hasil Wawancara (NN)

Narasumber pertama yaitu NN, seorang ibu rumah tangga yang divonis kanker payudara stadium IIIB pada tahun 2011 dan melakukan operasi mastektomi pada payudara sebelah kiri pada tahun yang sama. NN lahir di Surabaya tanggal 19 Mei 1962 dan sekarang tinggal di daerah Tenggilis Mejoyo Utara bersama dengan suami dan 1 putra yang berusia 17 tahun.

NN menceritakan pada waktu itu ia merasa jika dirinya belum haid dan payudara sebelah kiri terasa nyeri serta lengan sebelah kiri sulit digerakkan. Pada waktu itu suami NN langsung menyuruh NN memeriksakan diri di Rumah Sakit Onkologi. NN melakukan beberapa tahapan pemeriksaan dimulai dari USG dan mammografi pada bulan April. Saat itu suster yang memeriksa dan dokter Iskandar sudah berkata bahwa memang ada benjolan kanker di payudara sebelah kiri dan termasuk kanker payudara yang ganas.

Pada saat itu, NN merasa sangat takut dan di ruangan dokter tubuhnya menggigil kedingin karena sangat merasa gelisah. Namun, akhirnya NN memutuskan untuk tidak melakukan tindakan operasi terlebih dahulu. Sejak itu, NN merasa ia harus mendekatkan diri kembali kepada Tuhan, sehingga selama kurang lebih 2 bulan NN selalu berdoa dan meminta mujizat dari Tuhan terjadi atas hidupnya. Selama 2 bulan itu juga NN mengalami pergumulan batin karena selain ingin menerima mujizat Tuhan tapi ia juga takut jika harus kehilangan payudaranya. Selama 2 bulan, NN mulai memantapkan diri dan mulai mengikhlaskan apapun yang terjadi pada dirinya. Kekuatan itu muncul selain karena dukungan suami, teman-teman komunitas NN juga turut mendukung dan mendoakan NN. Hingga pada bulan Juni, NN merasa benjolan yang ada dipayudaranya tidak hilang justru makin membesar. Akhirnya ia melakukan second opinion ke dokter Aryo di Rumah Sakit Onkolog. Dokter lalu menyarankan untuk dilakukan biopsi sehingga mengetahui sampai sejauh mana kanker yang ada di payudara kiri NN. Setelah dilakukan biopsy dan pemeriksaan oleh patologi anatomi, dikatakan bahwa kanker nya sudah pada stadium IIIB. Ternyata karena dari pemeriksaan pertama di

langsung diambil tindakan, selama 2 bulan itu benjolan tumor yang ada di payudara NN justru semakin membesar.

Akhirnya NN langsung mengambil tindakan operasi kurang lebih jeda 1 minggu dari pemeriksaan terakhir. NN mengatakan pada saat itu justru ia menghadapi operasi dengan saat tegar karena ia percaya dan sudah berserah ke Tuhan. Setelah operasi berakhir, NN harus menjalani kemoterapi.

Tahun itu, anak NN baru berusia 6 tahun sehingga sebagai ibu rumah tangga dalam kondisi yang memerlukan banyak istirahat, NN justru banyak menghabiskan kegiatan menjaga dan merawat anak. NN bercerita pada saat menjalani kemoterapi, suami selalu ada untuk mengantar NN. Ketika menjalani proses tersebut juga ia sangat ikhlas dan pasrah. Beberapa kali memang ia mengeluh karena efek samping yang sangat menganggu dan tidak enak yaitu mual dan muntah secara tiba-tiba.

NN juga bercerita, ketika pertama kali mendapati bahwa rambutnya rontok NN sangat down dan sedikit tertekan. Padahal sebenarnya ia tahu bahwa orang yang melakukan kemoterapi pasti akan kehilangan rambutnya. Namun, ia tidak menyangka bahwa akan secepat itu ia kehilangan rambutnya. Pertama kali ia menyadari bahwa rambutnya rontok adalah ketika ia sedang melihat-lihat uban yang ada di kepala lalu ketika di langsung lepas segenggaman tangan. Selain itu, dilantai juga banyak rambut berjatuhan. Puncaknya adalah ketika ia sedang keramas, rambut NN benar-benar rontok seluruhnya hingga tersisa sedikit dan tipis sekali.

Pada titik tersebut, setiap kali NN berkaca ia sangat merasa down dan merasa seperti orang cacat. Berulang kali ia mengucapkan kata-kata “Ya Tuhan, aku seperti orang cacat.” Kekuatannya melewati masa-masa itu adalah dengan berdoa, berdoa dan berdoa. NN juga menceritakan bagaimana ia melewati masa-masa mengalami efek samping kemoterapi yang sangat tidak enak. Berulang kali ia menahan rasa mual yang mendadak datang dengan harus mendangakkan kepalanya supaya tidak muntah. Setiap kali mau memasuki minggu untuk kemoterapi, ia merasa sedikit stres dan gelisah karena khawatir harus melewati masa-masa menahan muntah itu lagi.

Ia juga mengatakan bahwa memang setiap orang gejala dan responnya berbeda, apalagi karena kemo saraf di mulutnya juga terserang. Untungnya tidak

separah pasien lain yang pernah ia temui. Selama masa kemoterapi juga ia berjuang keras untuk menjaga dan merawat anaknya dengan kondisi yang kadang mengalami mual dan muntah secara tiba-tiba.

Saat pewawancara menanyakan apakah NN pernah merasa stres, NN menjawab justru dia mencurigai bahwa salah satu pemicu kanker yang ia alami adalah stres. NN bercerita 13 tahun sebelum divonis kanker, NN adalah seoarng karyawan swasta, 11 tahun di bagian pembukuan dan keuangan. Selama 11 tahun itu, NN dan suami yang menginginkan seorang anak tidak juga mendapatkannya. Ia bercerita selama 11 tahun bekerja ia sangat stres. Selain stres masalah kantor banyak juga masalah-masalah lain yang membuat dia stres. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan menjadi ibu rumah tangga selama 1 tahun. Setelah beristirahat di rumah saja selama 1 tahun, ia kembali bekerja namun tidak mengambil pekerjaan yang berat sehingga pada tahun itu ia mendapati dirinya hamil.

Justru menurut NN, ia melewati masa-masa pengobatan dengan mudah. Karena selama 2 bulan sebelum operasi itu ia mendekatkan diri kepada Tuhan dan mendapat kekuatan dari banyak sumber, doa, puji-pujian dan tentunya suami serta teman-teman komunitas. NN mengatakan bahwa saat itu kuncinya adalah menyerahkan diri, ikhlas dan sadar akan kesalahan-kesalahan yang pernah ia buat sehingga ia mampu melewati dengan penyertaan Tuhan.

NN juga mengatakan setelah selesai melewati semua proses kemoterapi dan radiasi, ia menjadi orang yang mudah mengontrol emosi. NN berpendapat bahwa sekarang ia sangat menghindari stres dengan selalu menahan diri jika sedang emosi karena ia sadar bahwa stres juga salah satu pemicu tumbuhnya kanker. Untuk masalah jaga makan, NN mengaku awalnya tidak berencana namun ternyata beberapa tahun belakangan ia sekeluarga selalu mengkomsumsi salad buah saat pagi hari dan kebetulan NN bukan penggemar daging-dagingan, jadi sejauh ini ia hanya menjaga makan dengan tahu diri dan sesuai porsi.

2.4.3. Data Narasumber dan Hasil Wawancara (BD)

Narasumber kedua yaitu BD, seorang ibu rumah tangga kelahiran Belawan, 11 Februari 1961 yang melakukan operasi mastektomi payudara kanan pada tanggal

20 Januari 2016. Hingga saat ini BD masih berstatus sebagai salah satu pegawai di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Timur. BD tinggal di daerah Kutisari dengan suami dan 3 anak laki-lakinya.

Pada awalnya BD sempat merasa di payudara kanannya terasa benjolan. Lalu ia memeriksakan diri ke 3 dokter dan ketiganya mengatakan bahwa benjolan tersebut lemak, namun ia tetap merasa ada yang aneh dengan dirinya. Lalu BD menunggu hingga bulan Desember untuk memeriksakan diri di Yayasan Kanker Wisnuwardhana di Kayoon, namun ketebulan ketika ada acara di kantor yang mengundang dokter dari Wisnuwardhana, dokter tesebut mengatakan bahwa ada tumor kanker di benjola itu kira-kira sekitar 2,8 cm.

Akhirnya, BD melakukan foto x-ray untuk memastikan benjolan tersebut kemudian dibawa ke Rumah Sakin Onkologi untuk diberikan kepada dokter onkologi. BD menceritakan pada saat itu suaminya sudah down lebih dulu pada saat tahu bahwa BD harus ke Rumah Sakit Onkologi, sehingga ia merasa harus lebih kuat dan tegar dari suaminya supaya mereka bisa sama-sama menerima. Akhirnya pada bulan Januari 2016, BD melakukan biopsy di Rumah Sakit Onkologi dan ternyata benjolan yang ada di payudara kanannya adalah kanker. Dokter menyarankan untuk cepat melakukan tindakan pada saat itu. Sehingga BD yang hanya ditemani anaknya saat melakukan biopsy akhirnya pulang dan mendiskusikan dengan suami.

20 Januari 2016, BD melakukan operasi pengangkatan payudara. Kanker yang terdapat pada payudara kanan BD termasuk jinak stadium IIA. BD mengaku tidak banyak berfikir pada saat mengambil keputusan operasi pengangkatan payudara sebab menurutnya yang terpenting penyakitnya segera diangkat. Bahkan sehari sebelum operasi, BD masih masuk kerja meminta doa restu teman-teman kantornya. Pada hari operasi, BD ditemani oleh suami dan disusul oleh ketiga 3 anaknya.

Satu bulan setengah setelah operasi, BD cuti kerja dan berada di rumah kakak wanitanya. Selama menganggur, BD bercerita bahwa kegiatan-kegiatan yang ia lakukan banyak mendekatkan diri ke Tuhan dan mengikutin pengajian. Saat kemoterapi, BD juga masih bekerja dan hanya libur setiap satu minggu sekali (kemoterapi 3 minggu 1 kali).

Selama menjalani masa pengobatan, BD didukung oleh suami dengan sering dimasakan makanan untuk dibawa ke kantor. Suaminya sangat menjaga BD dengan sering membelikan suplemen-suplemen tambahan untuk kesehatan tulang serta kulit. BD mengatakan bahwa ia tidak terlalu merasakan efek samping yang mengganggu dari kemoterapi. Hanya saja memang mulutnya terasa pahit dan segala macam makanan jadi tidak enak. Namun, ia berusaha mendisiplinkan diri untuk selalu maku teratur dan banyak karena menurut dokter ia perlu asupan yang banyak untuk tetap menjaga badan sehat dan bugar. Pada saat menjalani kemoterapi dan radiasi BD juga tidak jalan-jalan ke mall atau pergi-pergi keluar rumah. Ia benar-benar menjaga kondisi tubuhnya agar selalu fit.

Pada saat pewawancara berkunjung di rumah BD, suami BD sempat menimpali bahwa yang terpenting dalam menjalani semua prosesnya adalah hati yang gembira. Menurutnya, bahagia dan pikiran positif adalah kunci sembuhnya BD. BD juga sempat cerita pada kemoterapi kedua, rambut BD sudah mulai rontok sehingga ia memutuskan untuk pergi potong rambut botak lalu sampai dirumah dibantu suami untuk di cukur rapi. BD berhijab sehingga hal tersebut tidak terlalu berat bagi BD. Hingga saat ini, BD masih kerja menunggu waktu pensium dan banyak menghabiskan waktu melakukan dinas keluar kota tanpa lupa mengikuti pengajian-pengajian yang dulu ia sering datangi.

2.4.4. Hasil Wawancara dengan Komunitas (Reach to Recovery Surabaya) Reach to Recovery Surabaya merupakan sebuah support group khusu bagi penderita kanker payudara dengan tujuan memberikan dukungan secara psikologis, emosional dan informasi bagi penderita kanker payudara beserta keluarga, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat terkait dengan treatment yang akan dan sedang dilakukan serta termotivasi untuk dapat sembuh dengan quality of life yang optimal. RRS terbentuk pada tahun 2005 dibawah bimbingan Rumah Sakit Onkologi Surabaya dan Yayasan Kanker Indonesia Pusat Jakarta.

Theresia Pangemanan selaku founder dari RRS sempat bercerita kepada pewawancara tentang kondisi manajemen stres pasien kanker payudara sekarang ini. Menurutnya, secara teori pasien tahu bahwa mereka tidak boleh stres. Dapat dikatakan bahwa RRS juga sering mengundang psikolog atau kedokteran kejiwaan

untuk membahas tentang stres namun yang mereka dapatkan sejauh ini adalah teori. Mereka belum menemukan bentuk konkrit yang dapat digunakan untuk mereka melakukan manajemen stres dengan baik.

Selain itu, menurut Ika Damajanti, co-founder dari RRS, mengungkapkan bahwa sejauh ini ia lebih senang membawakan pasien-pasien yang ia kunjungi majalah karena menurutnya membaca adalah kegiatan yang mereka bisa lakukan di rumah sakit. Keterbatasan alat dan fisik menjadi salah satu pertimbangannya saat memutuskan untuk memberikan majalah kepada pasien. Selain itu, juga menurutnya etika ketika orang berkunjung juga berpengaruh kepada kondisi mental dan psikis pasiennya. Banyak pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan ketika sedang mengunjungi pasien.

2.4.5. Data Visual

Gambar 2.6 Dokumentasi narasumber NN

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Dalam dokumen 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA (Halaman 32-39)

Dokumen terkait