• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Wei Ting et al (2009). Beberapa perbedaan dengan penelitian tersebut yaitu: Pertama, model deteksi risiko kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Altman Z-Score, karena model ini cukup populer dan banyak digunakan dalam penelitian tentang risiko kebangkrutan di Indonesia, sehingga diharapkan lebih mudah dalam interpretasi hasilnya. Kedua, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia untuk periode 2008 sampai dengan 2010. Pemilihan perusahaan manufaktur sebagai populasi dimaksudkan untuk menghindari efek perbedaan industri yang signifikan, dan juga dikarenakan jumlah perusahaan dalam industri manufaktur cukup besar. Ketiga, pengukuran kompensasi eksekutif menggunakan total remunerasi dewan komisaris dan dewan direksi, dikarenakan data terkait rincian kompensasi eksekutif belum banyak diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan publik di Indonesia. Keempat, metode analisis yang dilakukan adalah analisis regresi berganda, dimana data terlebih dahulu diuji untuk memenuhi asumsi-asumsi dasar kriteria ekonometrika melalui uji Asumsi Klasik. Sementara persamaan dengan penelitian tersebut yaitu penggunaan model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model) untuk mengukur manajemen laba.

Tabel 2.1

Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

No. Kriteria Penelitian Ini Penelitian Wei Ting et al.

1 Pengukuran risiko

kebangkrutan

Model Altman Z-Score Model KMV

2 Pengukuran manajemen laba

Model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model)

Model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model)

3 Pengukuran kompensasi eksekutif

Total kompensasi yang diterima dewan direksi dan komisaris

Kompensasi yang diterima oleh tiga orang eksekutif yang dibayar paling tinggi 4 Populasi Perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2008 s/d 2010

Seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek China untuk periode 2001 s/d 2005

5 Metode analisis

Regresi linear berganda Regresi data panel

Studi tentang kompensasi eksekutif (CEO) banyak dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Studi ini pada umumnya membahas kompensasi eksekutif dari berbagai disiplin ilmu ekonomi, keuangan, akuntasi dan manajemen. Sebagian besar studi empiris yang dilakukan sebelumnya pada umumnya dilakukan di AS dan Inggris karena ketersediaan data kompensasi CEO yang lebih baik.

Kompensasi Eksekutif dan Risiko kebangkrutan

Penelitian kompensasi eksekutif dalam bidang ekonomi sebagian besar membahas hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan bukti empiris, variabel kinerja memberikan pengaruh yang beragam terhadap kompensasi eksekutif pada berbagai industry, Barkema dan Gomez-Mejia (1998). Mengistae dan Xu

(2004) meneliti hubungan teori keagenan dan kompensasi eksekutif dengan mengambil kasus perusahaan milik negara di China. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berlawanan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja. Sementara itu, Geiger dan Cashen (2007) menyimpulkan bahwa hasil penelitian telah gagal membuktikan hubungan yang kuat antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan.

Mitchell (2002) dalam disertasinya melakukan kajian terhadap 88 perusahaan dan 88 CEO di Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah variabel dependen berupa variabel kompensasi CEO yang diukur dari gaji, bonus, bentuk lain kompensasi seperti mobil, saham dan variabel kinerja perusahaan yang diukur dari Return on Asset (ROA). Variabel lain yang digunakan adalah variabel independen dengan indikator pengukuran adalah tenure, umur, persentase pemilikan saham, pendidikan dan dualiti. Dengan menggunakan Pearson Product Moment Correlation dan analisis regresi, hasil penelitian Mitchell menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kompensasi CEO dengan variabel independen.

Gamayuni (2007) meneliti praktik manajemen laba pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan di Indonesia. Dengan menggunakan uji beds non parametric yaitu Mann Whitney Test penelitian ini membukt ikan bahwa terdapat manajemen laba dengan cara menaikkan laba (discretionary accrual positive) yang lebih tinggi secara signifikan pada Manajemen Laba dan Risiko Kebangkrutan

perusahaan bangkrut dibandingkan dengan perusahaan tidak bangkrut pada empat tahun sebeium terjadinya kebangkrutan. Pada tiga tahun sebelum kebangkrutan ditemukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba (discretionary accruals negative) yang lebih kuat pada perusahaan bangkrut dibandingkan dengan perusahaan tidak bangkrut, namun tidak signifikan. Pada dua tahun sebelum kebangkrutan terdapat manajemen laba dengan cara menaikkan laba yang lebih tinggi pada perusahaan bangkrut dibandingkan pada perusahaan tidak bangkrut, tetapi tidak signifikan.

Sriwedari (2007) dalam tesisnya tentang mekanisme good corporate governance, manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan manufaktur di Indonesia membuktikan bahwa manajemen laba memberikan pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.

Tabel 2.2

Review Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Wei Ting et.al. (2009) Top Management Compensation, Earnings Management And Default Risk Independen : Top Management Compensation, Earnings Management Dependen : Default Risk

Manajemen laba dan kompensasi manajemen puncak berpengaruh signifikan terhadap risiko kebangkrutan 2 Ozkan (2007) CEO Compensation And Firm Performance Independen : CEO Compensation Dependen : Firm Performance Terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan kompensasi kas terhadap kinerja perusahaan.

Sementara total kompensasi mempunyai

hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. 3 Sriwedari (2009) Mekanisme Good Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Independen : kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Manajemen Laba Dependen : Manajemen laba. Kinerja Keuangan Secara simultan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit memberikan pengaruh positif tidak signifikan terhadap

manajemen laba, dan

manajemen laba memberi pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. 4 Gamayuni (2007) Manajemen Laba pada Perusahaan yang Mengalami Kebangkrutan di Indonesia (Studi kasus pada perusahaan delisting di BEI) Manajemen Laba, Kebangkrutan Terdapat tindakan manajemen laba (baik discretionary accrual positif maupun

discretionary accrual negatif) pada perusahaan beberapa tahun sebelum mengalami kebangkrutan.

Dokumen terkait