• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.4. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 1 Pengujian Goodness of Fit

4.4.1.3. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model dapat menjadi variabel penjelas atau predictor bagi variabel dependen. Pada dasarnya nilai F diturunkan dari tabel ANOVA (Analysis of Variance). Hasil uji signifikansi simultan dalam penelitian ini baik untuk model 1 maupun model 2 dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut :

Tabel 4.13

Uji Signifikansi Simulatan (Uji F)

ANOVAb Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 8.723 2 4.362 25.923 .000a Residual 32.641 194 .168 Total 41.364 196

a. Predictors: (Constant), sqrtDACC, sqrtEC b. Dependent Variable: sqrtRISK

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 2 Regression 36.588 5 7.318 131.000 .000a Residual 10.613 190 .056 Total 47.201 195

a. Predictors: (Constant), sqrtROA, sqrtDACC, sqrtSIZE, sqrtDEBT, sqrtEC

b. Dependent Variable: sqrtRISK

Sumber : Data Sekunder yang Diolah, 2012

Berdasarkan tabel 4.13 di atas diperoleh nilai F hitung sebesar 25.923 dan 131.000 dengan tingkat signifikan 0.000, hal ini mengindikasikan bahwa variabel independen dapat menjadi penjelas variabel dependen. Hal ini berarti bahwa risiko kebangkrutan (RISK) dapat dijelaskan oleh variabel kompensasi eksekutif (EC) dan manajemen laba (DACC) sebagai variabel independen serta Ukuran Perusahaan (SIZE), Debt Ratio (DEBT) dan Return on Assets (ROA) sebagai variabel kontrol.

4.4.2. Pengujian Hipotesis

Setelah uji asumsi klasik dan goodness of fit dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah menguji hipotesis-hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini.

Pengujian Pengaruh Kompensasi Eksekutif terhadap Risiko Kebangkrutan

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risiko kebangkrutan. Pengujian hipotesis ini menggunakan persamaan regresi berganda yang telah dirangkum pada tabel 4.12. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai t hitung sebesar 5.661 dengan signifikansi 0.000 (model 1) dan 3.115 dengan signifikansi 0.002 (model 2). Hal ini mengindikasikan bahwa kompensasi eksekutif berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko kebangkrutan, sehingga hipotesis pertama (H1) diterima.

Pengujian Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Risiko Kebangkrutan

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah pengaruh manajemen laba terhadap risiko kebangkrutan. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai t hitung sebesar 4.220 dengan signifikansi 0.000 (model 1) dan 3.843 dengan signifikansi 0.000 (model 2). Dengan hasil signifikansi jauh dibawah 0.05, maka mengindikasikan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) ditolak.

Pengujian Pengaruh Kompensasi Eksekutif dan Manajemen Laba Secara Simultan Terhadap Risiko Kebangkrutan

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba secara simultan terhadap risiko kebangkrutan. Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa secara simultan variabel kompensasi eksekutif dan manajemen laba berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan baik untuk model pertama ( nilai F hitung 25.923 dengan signifikansi 0.000) maupun untuk model kedua ( nilai F hitung 131.000 dengan signifikansi 0.000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3) diterima.

4.4.3. Pembahasan

Pengujian yang dilakukan secara parsial terhadap hipotesis pertama (H1) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan kompensasi eksekutif terhadap risiko kebangkrutan (H1 diterima). Nilai t hitung yang positif menunjukkan bahwa besaran kompensasi searah dengan nilai Altman Z-Score, yang berarti bahwa semakin tinggi kompensasi yang diterima eksekutif maka semakin rendah risiko perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Wei Ting et. al. (2009) yang menemukan ada pengaruh negatif antara kompensasi eksekutif dengan risiko kebangkrutan dan hasil penelitian Ozkan (2007) yang menemukan

adanya hubungan positif antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan.

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan nilai t hitung yang positif dengan signifikansi yang jauh di bawah 0.05 mengindikasikan pengaruh yang signifikan tetapi searah dengan nilai Altman Z-Score, artinya bahwa semakin besar nilai akrual diskresioner (dalam hal ini dipandang memaksimumkan laba – accrual discretionary positif) maka semakin besar pula nilai Altman Z-Score, yang artinya risiko kebangkrutan yang lebih rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko kebangkrutan. Hasil ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Wei Ting et al (2009) yang menemukan adanya hubungan positif signifikan manajemen laba terhadap risiko kebangkrutan.

Penyebab yang mungkin mendasari hasil penelitian ini adalah bahwa investor tidak melakukan analisis fundamental dalam menilai laporan keuangan perusahaan atau tidak bereaksi terhadap informasi-informasi yang menunjukkan tindakan manajemen dalam memanfaatkan asimetri informasi. Indikasi ini sejalan dengan hasil penelitian Muid, dkk (2005) yang menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan reaksi pasar antara perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba.

Pengujian secara simultan terhadap kedua model yang disusun dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang negatif signifikan, hal ini mendukung hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa secara bersama-sama variabel kompensasi eksekutif dan manajemen laba berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan. Hasil ini diperkirakan karena rencana kompensasi bagi eksekutif memotivasi mereka untuk memanipulasi laba dan informasi keuangan mereka laporkan kemudian direspon positif oleh investor sehingga risiko kebangkrutan perusahaan semakin rendah. Selain itu, dari tabel 4.11 dapat dilihat bahwa nilai adjusted R2 menunjukkan model kedua mampu menjelaskan variabel risiko kebangkrutan lebih baik dari model pertama (20.3% untuk model 1 dan 76.9% untuk model 2), artinya bahwa variabel kontrol yang disertakan pada model kedua mendukung model pertama.

Ketiga variabel kontrol yang disertakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan total aset, debt ratio dan return on assets. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel debt ratio berpengaruh positif signifikan terhadap risiko kebangkrutan dengan nilai t hitung sebesar -15.581 dan signifikansi 0.000, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan rasio utang yang besar memiliki risiko kebangkrutan yang tinggi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Wei Ting et al. (2009). Variabel ukuran perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dan

arah pengaruh juga tidak sesuai dengan yang diperkirakan yaitu positif. Arah hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian secara umum tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Variabel kontrol yang ketiga yaitu return on assets menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan dengan nilai t hitung 9.162 dan signifikansi 0.000. Artinya bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian aset yang tinggi memiliki risiko kebangkrutan yang lebih rendah. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Wei Ting et al. (2009) dan Vasiliou et al (2003).

Tabel 4.14

Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Coefficientsa

Model t Sig. Arah

regresi

Arah analisis

keterangan

1 (Constant) 10.100 .000

sqrtEC 5.661 .000 Positif Negatif Semakin besar EC maka RISK

semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah.

sqrtDACC 4.220 .000 Positif Negatif Semakin besar DACC maka

RISK semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah.

a. Dependent Variable: sqrtRISK

2 (Constant) 8.536 .000

sqrtEC 3.115 .002 Positif Negatif Semakin besar EC maka RISK

semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah.

sqrtDACC 3.843 .000 Positif Negatif Semakin besar DACC maka

RISK semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah.

sqrtSIZE -.380 .704 Negatif Positif Semakin besar SIZE maka

semakin kecil RISK, artinya risiko kebangkrutan semakin tinggi. (hasil tidak signifikan)

sqrtDEBT -15.581 .000 Negatif Positif Semakin besar DEBT maka

RISK semakin kecil, artinya risiko kebangkrutan semakin tinggi.

sqrtROA 9.162 .000 Positif Negatif Semakin besar ROA maka

RISK semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah.

a. Dependent Variable: sqrtRISK

Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis (lanjutan)

ANOVAb

Model F Sig. Arah

Regresi

Arah Analisis

keterangan

1 Regression 25.923 .000a Positif Negatif Semakin besar EC dan

DACC secara simultan maka RISK semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah

a. Predictors: (Constant), sqrtDACC, sqrtEC b. Dependent Variable: sqrtRISK

2 Regression 131.000 .000a Positif Negatif Semakin besar EC, DACC,

SIZE, DEBT dan ROA secara simultan maka RISK semakin besar, artinya risiko kebangkrutan semakin rendah

a. Predictors: (Constant), sqrtROA, sqrtDACC, sqrtSIZE, sqrtDEBT, sqrtEC b. Dependent Variable: sqrtRISK

BAB V

Dokumen terkait