• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR GAMBAR

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Bhinadi (2002) melakukan penelitian yang berjudul “Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa dengan Luar Jawa”. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Dengan PDRB migas riil, didapatkan bahwa nilai efisiensi atau produktifitas faktor total Jawa lebih rendah daripada luar Jawa. Sedangkan dengan PDRB non migas riil, didapatkan bahwa nilai efisiensi atau produktifitas faktor total Jawa lebih tinggi daripada luar Jawa.

Sutarno dan Kuncoro (2003) melakukan penelitan dengan mengambil judul “Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Antarkecamatan: Kasus Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah”. Penelitian ini menggunakan Tipologi Daerah, indeks Williamson, indeks Entropy Theil, hipotesis Kuznets dan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode pengamatan 1993- 2000, terjadi kecenderungan peningkatan kesenjangan, baik di analisis dengan indeks Williamson maupun dengan indeks Entropy Theil. Berdasarkan tipologi daerah, daerah/kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat diklasifikasikan menjadi

empat kelompok daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah yang berkembang cepat, dan daerah yang relatif tertinggal. Dalam penelitian ini hipotesis kurva U-terbaliknya Kuznets berlaku di Kabupaten Banyumas. Sedangkan berdasarkan perhitungan analisis korelasi Pearson antara pertumbuhan PDRB dengan indeks Williamson dan indeks Entropy Theil, didapatkan bahwa ada korelasi yang kurang kuat.

Bhakti (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Kesenjangan Antardaerah di Pulau Jawa Ditinjau dari Perspektif Sektoral dan Regional”. Alat analisis yang digunakan adalah indeks Williamson dan Theil. Hasil penelitian mengatakan bahwa tahun 1983-2001 masih terjadi kesenjangan antardaerah di Pulau Jawa dan mengalami tren kesenjangan antardaerah yang relatif menaik. Kondisi ini dipicu pula oleh peningkatan besamya kontribusi sektor industri yang mampu mendorong terciptanya peran pada sektor jasa di Pulau Jawa (derived demand). Secara empiris terbukti, bahwa di Pulau Jawa telah terjadi transformasi stuktural. Kesenjangan antardaerah pasca pemekaran wilayah di Pulau Jawa cenderung naik.

Khusaini (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Disparitas Antardaerah Kabupaten/Kota dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi Banten”. Dalam penelitiannya menggunakan Indeks Williamson untuk mengukur kesenjangan dan model regresi persamaan tunggal untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain terhadap pertumbuhan regional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks Williamson kesenjangan tertinggi di Kota Cilegon pada tahun 2003, dan yang terendah di

aglomerasi dan kapital berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi regional. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

Caska dan Riadi (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Pertumbuhan dan Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antardaerah di Provinsi Riau”. Analisis data yang digunakan antara lain analisis tipologi Klassen, indeks Williamson, indeks Entropi Theil, dan kurva U terbalik. Selama periode pengamatan 2003- 2005, terjadi kesenjangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson. Sedangkan menurut indeks Entropi Theil, kesenjangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan. Sebagai akibatnya hipotesis Kuznets tentang kurva U terbalik tidak terbukti di Provinsi Riau.

Wijayanto (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Daerah di Kabupaten Semarang (Tahun 1999-2003)”, menggunakan teknik perhitungan LQ, Shift Share dan indeks Williamson. Hasil penelitian mengatakan bahwa sektor unggulan di Semarang yaitu sektor industri, sektor listrik, gas, dan air, sektor lembaga keuangan dan persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Dengan perhitungan indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya kesenjangan.

Chrisyanto (2006) juga melakukan penelitian yang berjudul “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Perekonomian Antardaerah di Indonesia”. Untuk menganalisis kesenjangan digunakan indeks Williamson dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan digunakan analisis regresi linier berganda. Dari hasil analisis ditemukan bahwa terjadinya kesenjangan ekonomi antardaerah disebabkan oleh tingginya pendapatan per kapita DKI Jakarta yang menyebabkan kesenjangan di Pulau Jawa dan tingginya pendapatan per kapita di Kalimantan Timur yang menyebabkan kesenjangan di luar Jawa.

Saskara (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antardaerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali’, menggunakan koefisien disparitas yang sudah dimodifikasi oleh Setyarini (1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karangasem merupakan kabupaten yang memiliki kesenjangan yang paling lebar. Sedangkan kabupaten Badung dan Kota Denpasar memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dan berada di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali.

Hartono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesenjangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah”, menggunakan alat analisis indeks Williamson dan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah yang diukur dengan indeks Williamson dalam kurun waktu 1981 sampai dengan 2005 cenderung relatif meningkat. Berdasarkan analisis regresi linier, diketahui bahwa variabel investasi swasta per kapita dan rasio

dana pembangunan per kapita berpengaruh positif terhadap kesenjangan.

Prasetyo (2008) melakukan penelitian dengan judul “Kesenjangan dan Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kawasan Barat Indonesia”. Beberapa alat analisis yang digunakan antara lain indeks Williamson, tipologi Klassen, analisis Location Quotient, dan analisis regresi data panel. Kesenjangan ekonomi di wilayah KBI dari tahun 1995-2007 cukup besar. Kesenjangan tertinggi terjadi pada tahun 2000 tepat pada saat awal-awal mulai diberlakukannya otonomi daerah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kesiapan masing-masing daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Dengan model fixed effect ditemukan bahwa infrastruktur panjang jalan, listrik, dan air bersih mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan per kapita.

Priyanto (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesenjangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten”, menggunakan alat analisis berupa indeks Williamson, tipologi Klassen, analisis regresi data panel. Berdasarkan indeks Williamson diketahui bahwa pada tahun 2001-2008 di Provinsi Banten terjadi kesenjangan antarkabupaten/kota yang meningkat, sedangkan menurut tipologi Klassen hanya Kota Tangerang dan Kota Cilegon yang termasuk daerah maju dan cepat tumbuh. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa belanja modal, angkatan kerja berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun angka melek huruf tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten.

Bhakti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Kesenjangan Pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sebelum dan Selama Desentralisasi” menggunakan tipologi Klassen, indeks Williamson, dan indeks Theil dalam analisisnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesenjangan selama desentralisasi relatif meningkat. Hal ini diduga lebih terkait dengan adanya pemekaran wilayah, karena pada analisis yang tergabung dengan kabupaten induknya, kesenjangannya tidak meningkat.

Masli (2009) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Regional antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat” menggunakan indeks Williamson, indeks Entropi Theil, dan tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami fluktuasi dan menunjukkan arah negatif jika dibandingkan pada awal penelitian. Menurut tipologi Klassen, pada umumnya kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk klasifikasi daerah relatif tertinggal. Sedangkan menurut indeks Williamson dan indeks Entropi Theil kesenjangan antarkabupaten/kota meningkat.

Rani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesenjangan Antardaerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2003-2009” menggunakan indeks Williamson, indeks Theil, indeks Atkinson dan tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan tipologi Klassen pada tahun 2009 hanya Kota Dumai yang diklasifikasikan sebagai daerah relatif tertinggal karena laju pertumbuhan dan PDRB per kapita dengan sektor migas berada di bawah laju pertumbuhan dan PDRB per kapita dengan sektor migas Provinsi

sebagai daerah relatif tertinggal selama tahun 2009.

Kesenjangan di Provinsi Riau berdasarkan perhitungan indeks Williamson dengan migas sangat tinggi dan jika tanpa migas kesenjangan rendah. Jika menggunakan indeks Theil, Provinsi Riau berada pada tingkat kesenjangan rendah dengan migas ataupun tanpa migas. Kesenjangan tanpa migas jauh lebih rendah daripada kesenjangan dengan migas. Tren kesenjangan dengan migas dan tanpa migas menunjukkan bahwa tiap tahunnya terjadi penurunan kontribusi kesenjangan antarkelompok sehingga di tahun 2009 sudah mulai seimbang antara kontribusi kesenjangan antar kelompok dan inter kelompok.

Indeks Atkinson menunjukkan social welfare loss dengan migas menunjukkan pergerakan yang makin menurun terkecuali pada tahun 2007 ketika terjadi krisis global. Sedangkan bila tanpa migas justru meningkatnya social welfare loss dimulai pada tahun 2005 hingga tahun 2009. Bagi Provinsi Riau, sektor migas memang sangat mempengaruhi perekonomian tetapi sektor migas justru menimbulkan kesenjangan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa sektor migas. Selain kesenjangan yang lebih tinggi, sektor migas juga menyebabkan social welfare loss yang lebih besar bagi masyarakat. Tren kesenjangan tanpa sektor migas terus meningkat tetapi peningkatan tersebut tidak siginifikan dan tidak menyebabkan social welfare loss yang besar.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud menganalisis kesenjangan antarwilayah di Provinsi NTT selama kurun waktu 2007-2010. Dalam analisis ini dilakukan penghitungan sampai dengan level

kabupaten/kota. Untuk mengukur kesenjangan antarwilayah digunakan alat analisis indeks Williamson, indeks Theil dan indeks Atkinson. Adapun tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita.

2.2 Kerangka Pemikiran

Salah satu penyebab kesenjangan antardaerah adalah adanya perbedaan potensi dan sumber daya dari masing-masing daerah. Beberapa studi mengatakan bahwa terpusatnya pembangunan nasional di Jawa, khususnya di DKI Jakarta sebagai ibukota negara, turut menjadi penyebab terjadinya kesenjangan di luar Jawa. Adanya kepercayaan penuh terhadap mekanisme trickle down effect dimana diharapkan pertumbuhan ekonomi menetes dengan sendiri ternyata berjalan lambat. Akibatnya pembangunan ekonomi hanya terpusat di suatu daerah yang kuat potensinya. Oleh karena itu, penelitian ini ingin menganalisis seberapa besar kesenjangan pembangunan antardaerah di luar Jawa khususnya pada wilayah Provinsi NTT.

Penelitian ini menggunakan indeks Williamson, indeks Theil dan indeks Atkinson untuk mengukur kesenjangan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT. Selanjutnya, dari hasil perhitungan kesenjangan, akan dianalisis tren kesenjangan yang terjadi di Provinsi NTT. Tipologi Klassen digunakan untuk memberikan gambaran klasifikasi daerah di Provinsi NTT berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan bisa

pertumbuhan ekonomi disertai dengan pemerataan (growth with equity).

Untuk memudahkan dalam mencermati alur pemikiran mengenai penelitian ini, maka alur kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kesenjangan pembangunan antarkabupaten/kota − Perbedaan potensi daerah di Provinsi NTT − Provinsi NTT menduduki peringkat kelima

provinsi termiskin di Indonesia

− Menganalisis kesenjangan antarkabupaten/kota − Menganalisis social welfare loss

− Mengetahui klasifikasi wilayah kabupaten/kota

Rekomendasi kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi disertai pemerataan (growth with equity) Indeks Williamson Indeks Theil Tipologi Klassen Indeks Atkinson

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun 2000, data jumlah penduduk provinsi dan kabupaten/kota, serta data-data pendukung lainnya. Data yang digunakan ini berupa data deret waktu (series) dari tahun 2007-2010. Penjelasan lebih lengkap mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini ada dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Daftar Data yang Digunakan dalam Penelitian

No Data Satuan Sumber

1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Rupiah BPS 2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Rupiah BPS

3 Jumlah Penduduk Jiwa BPS

4 PDRB per Kapita Rupiah BPS

5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Persen BPS

3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Oleh karena itu, analisis

analisisnya adalah kegiatan menyimpulkan data mentah dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan. Pengelompokkan atau pemisahan komponen atau bagian yang relevan dari keseluruhan data, juga merupakan salah satu bentuk analisis untuk menjadikan data mudah dikelola.

Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan suatu gambaran secara umum mengenai kondisi dari Provinsi NTT dilihat dari kondisi geografis, penduduk, ekonomi, maupun sosial. Variabel-variabel pembangunan ekonomi yang ingin dijelaskan dalam penelitian ini adalah mengenai tingkat pertumbuhan ekonomi.

Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2007):

G=PDRB1-PDRB0 PDRB0

× 100% (3.1)

dimana:

G = Laju pertumbuhan ekonomi PDRB1 = PDRB ADHK pada suatu tahun PDRB0 = PDRB ADHK pada tahun sebelumnya

PDRB juga dapat digunakan dalam melihat struktur ekonomi dari suatu wilayah. Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Sektor yang dominan mempunyai kedudukan paling atas dalam struktur tersebut dan akan menjadi ciri khas dari

suatu perekonomian. Struktur ekonomi merupakan rasio antara PDRB suatu sektor ekonomi pada suatu tahun dengan total PDRB tahun yang sama. Struktur ekonomi dinyatakan dalam persentase. Penghitungan struktur ekonomi adalah sebagai berikut:

Struktur Ekonomi =PDRB sektor it

Total PDRBt × 100% (3.2)

dimana:

PDRB sektor it = nilai PDRB sektor i pada tahun t Total PDRBt = nilai total PDRB pada tahun t

3.2.2 Analisis Kesenjangan

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa suatu daerah memiliki kesenjangan yang tinggi jika terdapat banyak orang miskin. Akan tetapi, ada juga masyarakat yang berpendapat bahwa suatu daerah mengalami kesenjangan yang tinggi jika ada sekelompok orang kaya di tengah-tengah masyarakat yang umumnya masih miskin. Pendapat masyarakat tersebut lebih cenderung mengarah ke distribusi pendapatan yang melihat kesenjangan antarkelompok masyarakat, sedangkan untuk kesenjangan pembangunan antardaerah lebih melihat ke perbedaan antardaerah. Berikut ini adalah beberapa ukuran kesenjangan yang digunakan dalam penelitian ini:

1) Indeks Williamson

Indeks Williamson merupakan koefisien variasi tertimbang yang dibuat oleh Williamson pada tahun 1965. Indeks Williamson sangat sensitif untuk mengukur perbedaan daerah dan mencermati tren kesenjangan yang terjadi.

Akita and Kataoka, 2003): ��

= 1

� ��

(�

� � �=1

−�

)

2

(3.3) dimana: IW = Indeks Williamson

� = PDRB per kapita kabupaten/kota i �� = Rata-rata PDRB per kapita Provinsi NTT Pi = Jumlah penduduk kabupaten/kota i P = Jumlah penduduk Provinsi NTT

Apabila angka indeks kesenjangan Williamson semakin mendekati nol, maka menunjukkan kesenjangan yang semakin kecil dan bila angka indeks menunjukkan semakin mendekati satu maka menunjukkan kesenjangan yang makin melebar. Matolla dalam Puspandika (2007) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada kesenjangan level rendah, sedang, atau tinggi. Berikut ini adalah kriterianya:

a. Kesenjangan level rendah, jika IW < 0,35 b. Kesenjangan level sedang, jika 0,35 ≤ IW ≤ 0,5 c. Kesenjangan level tinggi, jika IW > 0,5

2) Indeks Theil

Indeks Theil merupakan indeks yang banyak digunakan dalam menghitung dan menganalisis distribusi pendapatan regional. Karakter utama indeks ini adalah kemampuannya untuk melihat terjadinya kesenjangan antarkelompok wilayah (between inequality) dan kesenjangan dalam suatu kelompok wilayah (within inequality) itu sendiri. Nilainya berkisar antara nol sampai dengan satu, dimana nol menyatakan bahwa distribusi PDRB ADHK merata sempurna antarkelompok wilayah, sedangkan apabila mendekati satu artinya distribusi PDRB ADHK tidak merata antarkelompok wilayah.

Indeks ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:

a. Sifatnya tidak sensitif terhadap skala daerah dan tidak terpengaruh oleh nilai- nilai ekstrim.

b. Independen terhadap jumlah daerah sehingga dapat digunakan sebagai pembanding dari sistem regional yang berbeda-beda.

c. Dapat didekomposisikan ke dalam indeks ketidakmerataan antar kelompok dan intra kelompok daerah secara simultan.

Adapun kelompok kabupaten/kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) pulau besar terbagi atas Pulau Timor (Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kota Kupang), Pulau Sumba (Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah) dan Pulau Flores (Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Manggarai Barat, Nagekeo dan Manggarai Timur).

�= � � �� � �ln� �� ���= �� +�� (3.4) �� =� ���� � (3.5) � =� �� � � ��� �� �� � (3.6) �� =� ���� �������� (3.7) dimana: T = Indeks Theil

Tw = Kesenjangan dalam pulau TB = Kesenjangan antarpulau Yij = PDRB kabupaten j, pulau i

Y = Total PDRB Provinsi NTT ( ∑ ∑ � ) �� = PDRB per kapita kabupaten j, pulau i �� = PDRB per kapita Provinsi NTT Yi = PDRB pulau i

Dokumen terkait