• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penyebab penurunan kualitas perairan pantai Losari diduga berasal dari tiga sumber yang dominan yaitu adanya pemusatan penduduk di kota, kegiatan industri di sekitar kota makassar dan kegiatan pertanian di hulu sungai Jeneberang serta Sungai Tallo. Terpusatnya penduduk di kota menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Selanjutnya limbah tersebut masuk ke dalam perairan pantai Losari melalui run-off dan mengakibatkan pendangkalan pantai serta perubahan beberapa parameter kaulitas air seperti kandungan DO, BOD, COD, peningkatan kandungan deterjen dan munculnya senyawa-senyawa beracun dan eutrofikasi. Kegiatan industri yang ada di kota Makassar diduga ikut mempengaruhi penurunan kualitas perairan pantai Losari. Dalam banyak hal limbah industri walaupun telah diproses di IPAL, namun kualitasnya masih jelek (nilainya masih di atas ambang batas yang telah ditetapkan) saat dibuang ke laut, sehingga masih berpengaruh terhadap kualitas ekosistim perairan. Jenis bahan pencemar yang berasal dari industri adalah bahan organik yang degrdable dan non degradable (persisten) menyebabkan perubahan DO, BOD, COD, TSS, dan eutrofikasi Samawi (2007). Selanjutnya dikatakan bahwa pencemaran terbesar yang masuk ke pantai Makassar adalah bahan organik dan padatan tersuspensi yang

mengakibatkan terjadinya pencemaran pantai pada kategori ringan. Persepsi dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar termasuk kategori tinggi. Kota Makassar mempunyai tiga tipologi aliran beban limbah

Analisis tentang keberlanjutan pengelolaan pesisir di Makassar diungkapkan oleh Bohari (2010) bahwa Secara multidimensi, wilayah pesisir Kota Makassar untuk pengembangan kawasan pesisir termasuk dalam status kurang berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan 41,09 %. Status keberlanjutan wilayah pesisir Kota Makassar pada setiap dimensi masing-masing dimensi ekologi termasuk dalam status kurang berkelanjutan (47,13%), Dimensi ekonomi cukup berkelanjutan (53,89%), dimensi sosial-budaya kurang berkelanjutan (34,82 %), dimensi infrastruktur dan teknologi tidak berkelanjutan (13,28 %) dan dimensi hukum dan kelembagaan cukup berkelanjutan (50,74 %)

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada kehidupan biota perairan. Penurunan okasigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan kemampuannya untuk hidup normal. Menurut Lung (1993), kelarutan oksigen minimum untuk mendukung kehidupan ikan adalah sekitar 4 ppm. Nilai oksigen terlarut di perairan pantai Losari adalah berkisar antara 4,48 - 8,3 ppm. Nilai tersebut masih mendukung kehidupan biota perairan yaitu minimum 4, 0 ppm. Namun berdasarkan kriteria Miller dan Lygre (1994) yang didasarkan pada kandungan oksigen terlarut, maka kondisi perairan pantai Losari sudah termasuk kategori agak tercemar (DO = 6,7 - 7,9 ppm) sampai tercemar sedang (DO = 4,5 - 6,6 ppm). Nilai DO suatu perairan mempunyai sifat yang terbalik dari indikator lainnya, nilai DO yang semakin tinggi mempunyai indikasi yang semakin baik sementara semakin rendah maka semakin buruk kualitas perairan tersebut

Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Sama halnya dengan BOD, COD juga digunakan menduga jumlah bahan organik yang dapat dioksidasi secara kimia. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai COD perairan Pantai Losari sudah cukup tinggi yaitu berkisar antara 32 – 82 ppm. Mutu air yang baik untuk standar kualitas air limbah adalah 40 ppm (Allaert, 1984). Sedang nilai

COD yang paling tinggi untuk kehidupan biota perairan adalah sekitar 10 ppm, dan untuk kebutuhan mandi dan renang lebih kecil dari 30 ppm Hasil penelitian Samawi (2007) dan Bohari (2009), memperlihatkan hasil ternyata perairan pantai Losari telah terkontaminasi oleh logam berat antara lain besi (Fe), timbal (Pb) dan tembaga (Cu). Kandungan logam besi yang terukur adalah berkisar antara 0,00513 – 0,0324 ppm , timbal (Pb) sekitar 0,008 – 0,780 ppm dan tembaga (Cu) berkisar antara 0,027 – 0,039 ppm. Kehadiran jenis logam ini akan mengancam kehidupan biota perairan karena logam tersebut selain mempunyai sifat peracunan kronis juga bersifat akut

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di sekitar pantai kota Makassar yang berlokasi di daerah muara sungai Jenneberang dan Sungai Tallo dan Kepmen LH No 51 tahon 2004 memperlihatkan variasi hasil pada tabel 3 Tabel 3. Nilai Beberapa parameter kualitas air di Muara Sungai Tallo dan

Jenneberang No Parameter

Kualitas Air

Unit Nilai Baku Mutu

Air Laut I Fisik 1 TSS* ppm 54 – 397 80 2 Suhu* oC 30 – 32 Alami II Kimia 1 DO* ppm 3,80 – 5,10 >5 2 BOD5* ppm 2,30 – 2,70 20 3 COD* ppm 98,0 – 156,0 80 4 pH* - 7,75 – 8,14 6 – 9 5 Besi (Fe)** ppm 0,00513 – 0,0324 - 6 Timbal (Pb)** ppm 0,008 – 0,780 0,008 7 Tembaga (Cu)** ppm 0,027 – 0,039 0,008 Sumber : * = Samawi, 2009 ** = Bohari, 2010

BOD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegrdasi bahan organik secara biokimia, sehingga juga dapat diartikan sebagai ukuran bahan yang dapat dioksidasimelalui proses biokimia. Jadi semakin inggi kandungan BOD semikin tercemar perairan tersebut. Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan BOD adalah untuk menentukan pencemaran air akibat limbah domestik atau limbah industri. Hasil penelitian Mispar (2001), menunjukkan nilai BOD di perairan

pantai Losari berkisar antara 1,8 - 8,64 ppm. Menurut Miller dan Lygre (1994), jika nilai BODdi atas dari 5,0 ppm maka perairan tersebut tergolong tercemar, sedang Mahida (1984) menganjurkan kadar BOD yang aman adalah tidak lebih dari 4 ppm. Dengan demikian, berdasarkan nilai BOD , perairan pantai Losari termasuk ke dalam kategori tercemar ringan - sedang.

Kualitas perairan pantai dapat diindikasikan juga dari jumlah dan kelimpahan organism makroozoobenthos. Hasil penelitian Samawi (2007), menunjukkan bahwa jumlah kelas benthos yangditemukan di muara Sungai Tallo lebih rendah yaitu sebanyak 8 (delapan) kelas sedang di muara sungai Jeneberang sebanyak 6 kelas. Namun kelimpahan organisme benthos di muara sungai Jenneberang lebih tinggi (16 - 64 individu/m2) dibanding muara Sungai Tallo (16 - 48 individu/m2). Hal ini menandakan bahwa stabilitas ekosistim muara sungai Tallo relatif lebih baik dari pada muara Sungai Jenneberang, sehingga memungkinkan beragam individu khususnya makrozoobenthos dapat hidup dan beradaptasi di lingkungan tersebut, hal ini dilihat dari indikator organisme benthos pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di muara Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang

No Jenis Kelas Benthos Muara Sungai Tallo Muara Sungai Jenneberang 1 Pholas dactylus 16 - 2 Botitium reticulatum 32 32 3 Mya arenaria 32 32 4 Montacuta ferruginosa 32 - 5 Anadara sp 48 64 6 Apseudes latrelei 32 - 7 Calapppa granulata 48 - 8 Eunice harastii 32 - 9 Centium vulagatum - 64 10 Astarta boraelis - 16 11 Tellina distorta - 16 Sumber : Samawi, 2007

Salah satu indikator yang dijadikan acuan kualitas lingkungan suatu perairan adalah kandungan padatan tersuspensi. Kandungan total padatan tersuspensi (TSS) yang terukur di perairan pantai Losari sudah sangat tinggi yaitu sekitar 104 - 456 ppm yang dibawa oleh aliran Sungai Tallo dan Jenneberang (Mispar, 2001). Perairan yang mempunyai nilai kandungan padatan tersuspensi sebesar 300 - 400 ppm mutu perairan tersebut tergolong buruk (Allert, 1984). Berdasarkan kandungan TSS, perairan pantai Losari termasuk kategori tinggi karena kandungan padatan tersuspensinya jauh di atas ambang batas yang diinginkan yaitu 23 ppm (Monoarfa, 2002)

3.1. Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pantai Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan mulai bulan Juni sampai Oktober 2010. Lokasi dipilih secara

purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa:

a). Pantai kota Makassar memiliki tingkat pemanfaatan yang telatif tinggi dan bersifat multi dimensi untuk berbagai tujuan pembangunan seperti kegiatan reklamasi untuk pemukiman dan bisnis, perikanan, pelayaran, wisata dan lainnya. b). Terdapat dinamika pencemaran perairan pantai kota akibat dari aliran limbah dan kanal yang berasal dari berbagai kegiatan yang ada di sepanjang pantai kota dan sumbangan limbah yang berasal dari berbagai aktivitas daratan

TAMALANREA BIRINGKANAYA TAMALATE TALLO MARISO WAIO UJUNGTANAH UJUNGPANDANG P. Barrang Lompo P. Lae-lae P. Kodingareng Lompo P. Barrang Caddi

P. Samalona P. Lae-lae Caddi P. Bonetambung P. Kodingareng Keke U T B S Kesesuaian Permukiman Laut Sangat Sesuai Sesuai Sesuai Bersyarat Tidak Sesuai Batas Kecamatan Jalan Sungai Pantai Batas 4 nM Batas 12 nM 2 0 2 Km 5 °1 2 ' 12 ' 5 °8 ' 8 ' 5 °4 ' 4 ' 119°16' 119°16' 119°20' 119°20' 119°24' 119°24' 119°28' 119°28' 119°32' 119°32'

*Ket : 1. S Jenneberang 2. Muara Sungai Jenneberang 3.Kawasan Tanjung Bunga 4.Pantai Losasi/laguna 5. Kawasan pelabuhan 6. Potere 7. Sungai Tallo 8. Muara Sungai Tallo

Gambar 2 Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Makassar

1 1 2 3 4 5 6 7 8

3.1.1. Batasan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak antara 119024’17’38” bujur timur dan 508’6’9” lintang selatan yang berbatasan Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Maros disebelah timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat. Batas wilayah penelitian meliputi DAS Jeneberang dan DAS Tallo utamanya daerah yang berada dihulu yang terkait dengan laut Batas studi ini ditentukan 4 mil dari garis pantai hal ini terkait dengan ruang penyebaran limbah diperairan pantai Kota Makassar yang dibawa oleh aliran Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta kanal-kanal kota yang kesemuanya bermuara di pantai Kota Makassar, adapun batas wilayah darat berkaitan pada wilayah pesisir yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut