• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengelolaan pencemaran perairan pesisir bagi keberlanjutan perikanan dan wisata pantai Kota Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pengelolaan pencemaran perairan pesisir bagi keberlanjutan perikanan dan wisata pantai Kota Makassar"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN PERAIRAN

PESISIR BAGI KEBERLANJUTAN PERIKANAN DAN

WISATA PANTAI KOTA MAKASSAR

HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Hamzah

(4)
(5)

HAMZAH. Management Pollution Model for Sustainability Tourism and Fisheries in Coastal Areas of Makassar City. Under direction of ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN

Coastal areas of Makassar have a rapid development growth deployed with various activities including tourism and fisheries. Such resource utilizations have impacted coastal environment particularly its water quality. This research is intended to assess bio-physical condition, water quality, pollution loading, pollution level, land suitability, land carrying capacity for tourism and fisheries activities, and to develop sustainable management model of the activities for the coastal area. Geographical information system was applied to determine land suitability, whereas computation of pollution total loading, assimilative capacity, and pollution index were applied to determine water quality. Sustainable management model was developed using Stella version 9.0.2 software. Research results showed that the coastal area of Makassar was generally suitable for tourism and fisheries activities, with exclusion in several locations. Furthermore, pollution loading from Jenneberang and Tallo rivers along with several major water channels was high. Pollution index of Jenneberang river, harbor, and Tallo river stations were low, and pollution index for Tanjung Bunga, Losari beach, Potere, downstream of Tallo river, Panampu channel, Benteng, H Bau, and Jongaya stations were moderate. Amongst measured water quality parameters, only BOD5 has value below allowed concentration standard, while values of other parameters, specifically COD, NO3 and PO4,

Keywords:

have surpassed allowed standard, and in some stations have even surpassed assimilative capacity. Modeling result using base, pessimistic, and optimistic models showed that coastal management of Makassar City can sustain if water quality of the area was preserved through pollution loading controls.

(6)
(7)

HAMZAH. Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN

Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang besar. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis. Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota makassar dapat kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari limbah yang dihasilkan

Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan wisata di daerah daratan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik, biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik, akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang baik. Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas wisata bahari dan perikanan.

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta kanal yang berasal dari daratan. Selain itu untuk mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi sertaMembuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar

(8)

spasial dengan pendekatan Sistim Informasi Geografis (SIG), sedangkan untuk mengetahui kualitas perairan pantai dilakukan perhitungan jumlah beban limbah, kapasitas asimilasi perairan dan mengukur indeks pencemaran dari limbah yang masuk melalui sungai dan kanal. Untuk mengetahui keberlanjutan dari pemanfaatan wisata dan perikanan dianalisi dengan membuat model dinamik dengan bantuan software stella versi 9.0.2 yang dibuat dalam 3 skenario yakni basis model, skenario pesismis dan optimis, yang selanjutnya dibuat rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan.

Hasil perhitungan daya dukung lahan untuk KJA 8,796 ha, jumlah unit KJA yang dapat di dukung adalah 3.258 unit. Dengan menggunakan metode budidaya sistem long line dengan ukuran 40 x 60 m dan kapasitas lahan yang memungkinkan 50% dari kapasitas lahan, diperoleh 231 unit pada kawasan seluas 554,25 ha. Daya dukung wisata pantai: P kayangan 15 orang;P Lae-lae 53 orang; Tanjung Bayam, Tanjung Bunga dan Akarena 162 orang; pantai Losari 137 orang; Pantai Barombong 47 orang, sedang daya dukung untuk kegiatan wisata selam pada perairan pantai kota Makassar adalah 344 org/hari.

Hasil analisis kualitas perairan menunjukkan bahwa aliran beban limbah yang berasal dari sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta beberapa kanal utama yang bermuara di pantai kota Makassar cukup tinggi. Beban limbah bulanan rata-rata (ton/bulan) adalah BOD5 25596.42, COD 146178.40, NO3 227.82, PO4 1565.28. Indeks pencemaran yang menunjukkan tingkat pencemaran menunjukkan bahwa Sungai Jenneberang, Muara Sungai Jenneberang, Pelabuhan, Sungai Tallo tercemar ringan, sedangkan stasiun Tanjung Bunga, Pantai losari, Potere, Muara Sungai Tallo, Kanal Panampu, Benteng, H Bau, Jongaya termasuk tercemar sedang.Parameter limbah yang belum melampaui kapsitas asimilasi karena mempunyai nilai konsentrasi yang belum melewati batas baku mutu air yang diperkenankan adalah BOD5. Namun untuk parameter COD, NO3 dan PO4

Hasil analisis model pengelolaan dengan penerapan 3 skenario yakni model basis, skenario pesimis dan skenario optimis menunjukkan bahwa pengelolaan pesisir pantai Kota Makassar dapat berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan perairan yang ada dengan penerapan pengendalian beban limbah. Beberapa kebijakan yang penting dilakukan agar pengelolaan di pantai kota Makassar dapat berkelanjutan diantaranya adalah pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk, tingkat kesadaran masyarakat akan lingkungan, penyediaan instalasi pengolahan air limbah untuk setiap sumber pencemar, dan peningkatan alokasi anggaran untuk konservasi lingkungan terutama terumbu karang

telah melewati batas baku mutu dan beberapa stasiun telah melampaui kapasitas asimilasinya.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

WISATA PANTAI KOTA MAKASSAR

HAMZAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc

(13)

Makassar Nama : Hamzah NRP : C261060051

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin

Anggota Anggota

Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(14)
(15)

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan karunia dan rakhmat-Nya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Tema yang penulis kaji adalah pengelolaan pencemaran pantai dengan judul Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Kota Makassar

Tekanan terhadap ekosistem pantai kota dan kualitas perairan pesisir terjadi semakin tinggi akibat Pemanfaatan sumberdaya pesisir pantai yang dilakukan untuk kepentingan pembangunan, terutama beban pencemaran . Hal ini sering terjadi untuk wilayah pesisir yang berada dikawasan perkotaan seperti di Pantai Kota Makassar. Model pengelolaan pesisir dirasa sangat perlu untuk dijadikan sebagai acuan pembangunan dalam pengelolaan pesisir sekaligus memperkirakan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan pesisir

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi Pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si serta Bapak Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan, dan dukungannya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Tak lupa ucapan terima kasih buat seluruh staf pengajar pada Program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Ucapan terima kasih pula penulis haturkan kepada Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS, dan pimpinan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan izin studi. ucapan terima terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Koji Tanaka dan Prof okamoto Masaaki atas bimbingan dan izin yang diberikan kepada penulis selama menjalani Program Sandwich di Universitas Kyoto. Tak lupa ucapan terima kasih buat rekan-rekan di SPL yang terus memberikan semangat dan berbagai bantuan yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu

Ucapan terima kasih tak terhingga dan terhusus kepada istri tercinta Fatmawaty Amry dan anak-anakku tersayang Nurul Inayah Febriani, dan Anisah Jasmine Puspita yang telah memberikan cinta dan kasih sayang,pengertian, kesabaran, doa dan pengorbanannya, mulai dari awal studi sampai disertasi ini terselesaikan.

Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan perbaikannya akan sangat kami harapkan. Semoga disertasi ini bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

Bogor, Januari 2012

Hamzah

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 Januari 1971 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan H. Tahang Dg Passanre dan Hj Intang. Selepas lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Watampone tahun 1991, penulis melanjutkan studi di Universitas Hasanuddin Makassar pada Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan S2 pada program pascasarjana Universitas Hasanuddin dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) untuk Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan studi program Doktor pada program studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006 dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

(18)

xix

2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan …….... 11

2.3 Konsep Kesesuain Lingkungan ... 13

2.4 Konsep Daya Dukung Lingkungan Perairan... 15

2.5 Sistem dan Pemodelan .……… 21

2.6 Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) …... 23

2.7 Wisata Pantai ………... 27

4. KARAKTERISTIK UMUM WILAYAH STUDI 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ……… 55

4.2 Kondisi Biofisik .……….. 55

4.3 Ekosistem Pantai ……….. 62

4.4 Demografi ……… 63

4.5 Pariwisata .……… 66

4.6 Potensi dan Permasalahan Kawasan Pantai Losari Makassar . 68

4.7 Isu-isu Pengelolaan Sepanjang Pantai Kota Makassar ……… 71

4.8 Arahan Pengendalian Saat ini .………. 72

5. PENCEMARAN PANTAI KOTA MAKASSAR 5.1 Beban Pencemaran Perairan Pantai Kota Makassar ………… 75

(19)

xix

5.3 Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai Kota Makassar ………... 80

5.4 Hubungan Pencemaran Perairan dan Perikanan ……….. 83

5.5 Pencemaran dan Daya Dukung lingkungan Pantai ..………… 95

6. MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN 6.1 Penyusunan Skenario Model .……….. 103

6.2 Pembangunan Model .……….. 104

6.3 Simulasi Model Pengelolaan .……….. 107

6.4 Basis Model Pengelolaan Pencemaran ..……….. 112

6.5 Skenario Pesimis ..………... 123

6.6 Skenario Optimis ..………... 133

6.7 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Pesisir ……… 144

7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ……….. 147

7.2 Saran ……… 148

DAFTAR PUSTAKA ……… 149

(20)

xix DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Baku mutu untuk kegiatan budidaya dan wisata bahari……….……. 14

2. Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir khususnya di bidang

perikanan ………. 26

3. Nilai beberapa parameter kualitas air di muara sungai Tallo

dan Jenneberang………... 35

4. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di muara

Sungai Tallo dan Sungai Jenneberang………. 36

5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya ………... 41

6. Komponen data dan parameter yang diukur………. 42 7. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 50

8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata …….. 51 9. Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai

dan perikanan……… 53 10. Jumlah penduduk menurut kecamatan, jenis kelamin dan sex rasio

di kota Makassar ………. 64

11. Jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan di kota Makassar …….

65 12. Beban pencemaran Bulanan dari Sungai. Jenneberang dan Sungai

Tallo di pantai Kota Makassar ……… 77

13. Tingkat pencemaran di lingkungan pantai kota Makassar ………….. 79

14. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ………. 86

15. Lokasi dan daya dukung untuk wisata pantai ………. 100 16. Nilai dugaan parameter pada sub-sub model pengelolaan

pengelolaan pencemamaran pantai kota Makassar .………. 104 17. Kebijkan dan program pengelolaan pesisir Kota Makassar

(21)
(22)

xix DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Kerangka pemikiran dinamika dan dampak pencemaran terhadap

aktivitas perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar .………. 8 2. Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk

keberlanjutan wisata dan perikanan ... 39 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri,1999) 44 4. Diagram lingkar Sebab Akibat (causal loop) model pengelolaan

wisata dan perikanan berkelanjutan di pantai Kota Makassar ... 52 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan wisata dan

perikanan di pantai Kota Makassar..……… 54 6. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Makassar 2007 – 2009 ……… 65 7. Komposisi beban limbah BOD5

77 dan COD berdasarkan aliran sungai

dan kanal ………

8. Komposisi beban limbah NO3 dan PO4 berdasarkan aliran sungai 78

dan kanal ……….

9 . Kapasitas asimilasi BOD5 dan COD di pantai Kota Makassar ……… 81

10. Kapasitas asimilasi NO3 dan PO4 di pantai Kota Makassar………….. 82

11. Sebaran suhu pada berbagai stasiun pengamatan ………. 84 12. Sebaran pH pada berbagai stasiun pengamatan………. 85 13. Sebaran kadar salinitas pada berbagai stasiun pengamatan…………... 87 14. Sebaran kadar DO pada berbagai stasiun pengamatan ………. 89 15.Sebaran kadar BOD5 pada berbagai stasiun pengamatan ………. 91

16. Sebaran kadar COD pada berbagai stasiun pengamatan ……….. 92 17. Sebaran kadar NO3pada berbagai stasiun pengamatan ………... 94

18. Sebaran kadar PO4 pada berbagai stasiun pengamatan ……… 95

19 Model pengelolaan pencemaran perairan Makassar ……… 106 20. Sub model beban limbah BOD5 ………... ……… 108

21. Sub model beban limbah COD ……… 109 22. Sub model beban limbah NO3 ... 110

23. Sub model beban limbah PO4 ……….. 111

24. Sub Model Ekonomi dan IPAL ………... 112 25. Hasil Simulasi Beban limbah BOD5 Skenario Basis ………... 113

26. Hasil Simulasi Beban limbah COD Skenario Basis ……… 114 27. Hasil simulasi beban limbah NO3 skenario basis ……… 115

28. Hasil simulasi beban limbah PO4 skenario basis ………. 115

29. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

(23)

xix

30. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah COD skenario basis ………. 117 31. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah NO3 skenario basis ...……… 118

32. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah PO4 skenario basis ...………... 119

33. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan

wisata skenario basis ……….... 120 34. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan

dan manfaat perikanan dan wisata skenario basis ………. 122 35. Hasil simulasi beban limbah BOD5 Skenario pesimis 124

36. Hasil simulasi beban limbah COD Skenario pesimis …...………... 124 37. Hasil simulasi beban limbah NO3 Skenario pesimis 125

38. Hasil simulasi beban limbah PO4 Skenario pesimis ...……….. 126

39. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

Limbah BOD5 skenario pesimis 127

40. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

Limbah COD skenario pesimis … ……… 128 41. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah NO5 skenario pesimis 129

42. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

Limbah PO4 skenario pesimis 130

43. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan

wisata skenario pesimis ………... 131 44. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan dan

manfaat perikanan dan wisata skenario pesimis ………... 133 45. Hasil simulasi beban limbah BOD5 Skenario optimis………... 134

46. Hasil simulasi beban limbah COD Skenario optimis ……….……... 135 47. Hasil simulasi beban limbah NO3 Skenario optimis 136

48. Hasil simulasi beban limbah PO4 Skenario optimis ………. 137

49. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah BOD5 skenario optimis ………. 138

50. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah COD skenario optimis ……….. 139 51. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah NO3 skenario optimis 139

52. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah PO4 skenario optimis ...………. 140

53. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan

wisata skenario optimis ………... 141 54. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan

(24)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Data Pengukuran Parameter Fisik di Pantai Kota Makassar ...…..

2 Data Pengukuran Parameter Kimia di Pantai Kota Makassar ..….. 159

3 Perhitungan beban Pencemaran bulanan pantai Kota Makassar … 160

4 Perhitungan Indeks Pencemaran Pantai Kota Makassar …………. 161 5 Sub Model beban Limbah BOD ………. 165

6 Sub Model beban Limbah COD ………. 167

7 Sub Model beban Limbah NO3 ……….. 168

8 Sub Model beban Limbah PO4 ………... 170

9 Sub Model Ekonomi IPAL ………. 172

10 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen LH No.51/MENLH/10/2004 tentang Baku Mutu air laut untuk

wisata Bahari ………... 174

11 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen LH No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri ………..………..

(25)

1.1 Latar Belakang

Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling

padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua

pertiga dari kota-kota di dunia dengan penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa terdapat

di wilayah pantai (UNESCO, 1993; Edgen, 1993; dalam Kay dan Alder, 1999).

Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia yang hampir 60% jumlah penduduk

kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makassar)

menyebar di kawasan pantai (Dahuri, dkk, 2001). Pertumbuhan dan konsentrasi

penduduk yang tinggi seperti Kota Makassar mengakibatkan tekanan yang tinggi

terhadap lingkungan pantai, sepert pencemaran perairan

Berdasarkan rencana tata ruang, wilayah pantai Kota Makassar akan

menjadi berbagai kawasan yang dibagi berdasarkan kesesuaian lingkungan dan

pemanfaatannya. Kawasan-kawasan tersebut diantaranya kawasan pariwisata,

perikanan terpadu, pelabuhan terpadu, bisnis dan perdagangan serta kawasan

pemukiman. Dalam perkembangan terakhir, pantai kota Makassar telah banyak

mengalami perubahan dan perkembangan akibat dari adanya kegiatan

pembangunan. Kawasan pantai Kota Makassar sendiri telah mengalami

perubahan sesuai dengan laju pertumbuhan pembangunan yang mengalami

kendala dalam penyediaan lahan untuk pembangunan. Salah satu cara untuk

mengatasi keterbatasan lahan akibat pembangunan adalah dengan melakukan

reklamasi.

Beberapa daerah di Indonesia juga melakukan kegiatan reklamasi untuk

memenuhi kebutuhan pembangunan akan lahan seperti reklamasi pantai utara

Jakarta untuk kawasan pemukiman, reklamasi laut Bali Benoa seluas 300 Ha,

Pantai utara semarang serta reklamasi pantai utara Surabaya. Pada Negara-negara

maju lainnya, kegiatan reklamasi merupakan salah satu alternative solusi dalam

mengantisipasi kebutuhan lahan untuk pembangunan. Salah satu contoh kegiatan

reklamasi pantai dan laut yang terkenal adalah Jepang yang membangun bandara

(26)

Sejak tahun 2003 pemerintah Kota Makassar menerapkan sistem

manajemen pesisir dan lautan terpadu (integrated coastal zone Management) pada pantai kota dengan revitalisasi, yaitu upaya untuk memperbaiki kembali suatu

kawasan atau bagian kota yang dulunya baik tetapi mengalami kemunduran atau

degradasi. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali

dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra

dari suatu tempat) (Danisworo, 2002). Kegiatan revitalisasi yang dilakukan untuk

memperbaiki kondisi perairan dan lingkungan pantai kota agar dapat mendukung

aktivitas pemanfaatan. Pendekatan pembangunan pesisir secara terpadu sangat

diperlukan mengingat adanya berbagai kegiatan pemanfaatan antara lain

pariwisata, perikanan, bisnis dan pemukiman, sehingga diharapkan berbagai jenis

kegiatan pemanfaatan pada pantai kota dapat berjalan dengan baik.

Kegiatan reklamasi di kawasan pantai kota selain memberikan manfaat

ketersediaan ruang untuk pembangunan juga akan menimbulkan sisi negatif

berupa perubahan habitat dan ekosistem seperti penurunan kualitas lingkungan,

perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi yang akan merusak ekosistem pantai

diantaranya terumbu karang dan padang lamun. Akibat-akibat negatif ini juga

akan terjadi bila kegiatan pembangunan berupa revitalisasi dan reklamasi tidak

dilakukan dengan bijak dan pertimbangan yang matang. Reklamasi dalam artian

umum adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah/pengurukan pada suatu kawasan

atau lahan yang relatif tidak berguna/masih kosong dan berair menjadi lahan

berguna. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di

tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Tekanan terhadap ekosistem pantai

kota dan kualitas perairan pesisir terjadi semakin tinggi dengan adanya proyek

Central Point of Indonesia (CPI). Proyek CPI ini sendiri telah dimulai tahun 2009, dengan membangun berbagai fasilitas di sepanjang pantai kota antara lain

museum, kawasan bisnis, taman dan lapangan golf. Luas area yang dibangun dari

reklamasi pantai adalah sekitar 157 ha

Pada berbagai aktivitas pemanfaatan yang ada di kawasan pantai Kota

Makassar seperti kegiatan wisata pantai, pemukiman, pelabuhan, dapat

(27)

adanya pencemaran dari limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas yang ada.

Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Fardiaz

(1992) mengemukakan bahwa polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari

keadaan normal, dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi berfungsi secara

normal dapat dikategorikan sebagai perairan tercemar. Ketchum (1971) lebih jauh

menegaskan bahwa pencemaran disebabkan oleh masuknya zat-zat asing ke

dalam lingkungan, sebagai akibat dari tindakan manusia, yang merubah sifat-sifat

fisik, kimia, dan biologis lingkungannya. Bahan-bahan pencemar tersebut

digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu: (1) patogenik (menyebabkan penyakit pada

manusia), (2) estetik (menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak nyaman

berdasarkan panca indera) dan (3) ekomorpik (bahan cemar yang menyebabkan

perubahan sifat sifat fisika lingkungan).

Pencemaran pada perairan pantai Makassar diduga sangat tinggi karena

terdapat 2 sungai besar yakni Jenneberang dan Tallo serta kanal dan drainase kota

yang kesemuanya bermuara di Pantai Kota Makassar. Kualitas perairan dapat

diperkirakan dengan membandingkan dengan standar baku mutu kualitas air.

Dinamika kualitas air pantai ditentukan oleh laju beban limbah yang masuk pada

perairan yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal. Selain itu tingkat pencemaran

yang ada juga berasal dari limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas

pemanfaatan yang ada disepanjang pantai. Apabila pencemaran berupa limbah

yang masuk ke dalam perairan pantai kota tidak tertangani dengan baik, maka

diperkirakan daya dukung perairan pantai akan mengalami penurunan dan tidak

mampu menopang aktivitas pemanfaatan yang ada

Dalam Perda Kota Makassar No 6 tahun 2006 tentang Tata Ruang

Wilayah kota Makassar mencakup kawasan wisata pantai dan perikanan.

Aktivitas pada kawasan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan ekologis

yang ada. Selain dari faktor ekologis, aktivitas pemanfaatan pada kawasan ini

juga dipengaruhi oleh faktor lain yakni kondisi sosial dan ekonomi. Berbagai

faktor sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi aktivitas wisata dan

perikanan diantaranya pertumbuhan penduduk, tingkat kesejahteraan dan tingkat

(28)

Faktor sosial seperti jumlah penduduk misalnya selain mempangaruhi

banyaknya limbah yang dihasilkan, juga mempengaruhi jumlah pengunjung serta

besarnya permintaan terhadap wisata. Jumlah konsumsi ikan yang dihasilkan dari

aktivitas perikanan, juga dpengaruhi oleh jumlah penduduk. Adapun faktor

ekonomi misalnya tingkat pendapatan akan menentukan kemampuan konsumsi

dan daya beli masyarakat yang berkaitan dengan jumlah kunjungan untuk wisata,

serta jumlah konsumsi ikan yang dihasilkan dari aktivitas perikanan yang ada di

pantai kota Makassar. Jadi keberadaan dan keberlanjutan aktivitas wisata pantai

dan perikanan yang ada di Pantai Kota Makassar bukan saja ditentukan oleh

kelayakan ekologis berupa daya dukung lingkunan, tetapi juga dipengaruhi oleh

berbagai faktor sosial dan ekonomi

Beban limbah yang masuk ke parairan pesisir Kota Makassar saat ini sedang

diusahakan untuk dapat diatasi oleh pemerintah Kota Makassar. Salah satu

program yang sedang dilakukan oleh pemerintah adalah membangun sistem

pengolahan air limbah (IPAL). Dengan adanya IPAL ini diharapkan beban

limbah yang berasal dari penduduk dan industry kecil yang ada di Kota Makassar

dapat diatasi, yakni dengan mengalirkan limbah dari rumah penduduk yang

dialirkan melalui pipa-pipa limbah untuk diolah di IPAL. Setelah limbah-limbah

tersebut diolah sampai memenuhi standar yang aman bagi lingkungan, kemudian

akan dibuang ke perairan. Jadi dengan dibangunnya IPAL diharapkan akan

membuat lingkungan perairan pesisir Kota Makassar dapat bebas dari limbah.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah bagaimana IPAL tersebut dapat dibangun

oleh pemerintah mengingat biaya pembuatan IPAL yang relatif besar.

Mengacu pada uraian di atas, kegiatan pemanfaaan lingkungan pantai

untuk wisata dan perikanan terpadu yang ada di pantai Kota Makassar tidak hanya

didukung oleh faktor ekologis tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial

dan ekonomi. Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara aktivitas

pemanfaatan lingkungan pantai untuk wisata dan perikanan dengan kualitas

perairan dan ekosistem serta kondisi sosial dan ekonomi. Kualitas air yang ada di

perairan pantai yang baik, kondisi sosial dan ekonomi yang kondusif akan

mendukung aktivitas perikanan dan wisata pantai, sebaliknya wisata pantai dan

(29)

perairan pantai dari limbah atau sampah yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan

suatu penelitian yang diarahkan untuk mengelola dan mengatasi beban dan

dampak pencemaran terhadap lingkungan pesisir Kota Makassar. Selain itu

dibutuhkan suatu model dan rancangan pengelolaan pencemaran yang baik untuk

aktivitas wisata dan perikanan yang berkelanjutan di Kota Makassar.

1.2 Perumusan Masalah

Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan

perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang

besar. Perkembangangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari

pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis.

Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota Makassar dapat

kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya

perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi

kawasan ini. Pengelolaan sumberdaya pesisir pantai Kota Makassar apakah dapat

dilakukan dengan konsep dan tujuan pemanfaatan yang terpadu dan berkelanjutan

seperti yang dikemukakan Dahuri (2001)

Pemanfaatan yang ada di pantai Kota Makassar selama ini mengalami

berbagai perkembangan yang sangat dinamis. Hal ini ditandai dengan adanya

berbagai bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya di sepanjang pantai kota

Makassar. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di

lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung

Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat

perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja

berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari

limbah yang dihasilkan

Pencemaran di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari

aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu

pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo

dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara

di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai

dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan pertanian di daerah

(30)

Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar dan

kontribusi limbah yang dibawa oleh aliran sungai dan kanal akan mempengaruhi

kualitas perairan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor

diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik,

biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik,

akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat

pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga

dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang

baik

Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi

pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas

wisata bahari dan perikanan. Pengaruh yang terjadi bukan saja pada penurunan

daya dukung terhadap aktivitas perikanan dan wisata, akan tetapi sekaligus dapat

mengancam keberlanjutannya. faktor sosial dan ekonomi diantaranya laju

pertumbuhan penduduk, industri dan perhotelan serta pemukiman juga turut

mempengaruhi keberlanjutan dari kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota

Makassar. Dari uraian permasalahan tersebut diatas maka diperlukan suatu

penelitian tentang pengelolaan pencemaran di perairan pesisir dan mengukur

tingkat keberlanjutan wisata pantai dan perikanan di Kota Makassar yang

dirumuskan sebagai berikut :

a) Bagaimana tingkat pencemaran dan beban limbah serta kapasitas asimilasi di

perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta

kanal yang berasal dari daratan

b) Bagaimana pengaruh pencemaran terhadap kondisi daya dukung lahan yang

diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar

c) Apakah kegiatan wisata pantai dan perikanan dapat berkelanjutan dan

bagaimana membentuk model pengelolaan pencemaran di pantai Kota

Makassar

1.3 Tujuan dan manfaat

Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan

(31)

pemanfaatan untuk kegiatan pembangunan di sepanjang pantai kota akibat dari

pencemaran yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :

a) Mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas

asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran

sungai serta kanal yang berasal dari daratan

b) Mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan

wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi

c) Membuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir

untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pengembangan ilmu pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, terutama

pengelolaan untuk mengatasi pencemaran di kawasan perikanan dan

wisata.

2. Sumber informasi bagi pemerintah dan stakeholder lain dalam upaya

pengelolaan wisata dan perikanan yang berkelanjutan di Kota Makassar.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari dinamika dan dampak pencemaran terhadap

aktivitas pemanfaatan sumberdaya pantai bagi kegiatan perikanan dan wisata

(32)

Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak Pencemaran terhadap aktivitas perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan

Pertumbuhan penduduk

Pengelolaan Pesisir Kota Makassar

Pemukiman Penduduk

Tata ruang pesisir Kota Makassar

Lingkungan Pesisir

Perikanan Wisata

Daya Dukung (Kelayakan ekologis)

Pencemaran

Industri dan Perdagangan Wisata

Pantai

Perikanan Terpadu

Desain Model pengelolaan pencemaran

Wisata pantai dan Perikanan Berkelanjutan Perubahan Habitat

Aktivitas daratan (Up land)

(33)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya

Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat

produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik

dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang

berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air

dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan

dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka.

Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang,

pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang

mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan

(Davies, 1972 in Soetikno, 1993).

Wilayah Pesisir memiliki sumberdaya alam yang unik, dinamis, dan

produktivitas yang tinggi, terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya

yang tidak dapat pulih, serta jasa–jasa lingkungan (Bengen, 2002; Bengen, 2004).

Beberapa ekosistim utama yang terdapat di wilayah pesisir adalah estuaria, hutan

mangrove, padang lamun, terumbu karang, pantai (berbatu, berpasir, dan

berlumpur), dan pulau kecil (Bengen, 2002).

Menurut Bengen (2004) wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam

yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun

kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki

aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti

transportasi dan kepelabuhanan, industri dan permukiman. Namun demikian,

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya

dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan

jasa-jasa lingkungan terancam rusak.

Selanjutnya Bengen (2004) menyatakan pengalaman membangun

sumberdaya pesisir masa lalu, selain telah menghasilkan berbagai keberhasilan,

juga telah menimbulkan berbagai permasalahan ekologis dan sosial-ekonomis

yang justru dapat mengancam kesimanbungan pembangunan nasional. Secara

(34)

Utara Jawa, Bali dan Makasar, yang telah terancam kapasitas keberlanjutannya

akbibat adanya pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumerdaya

alam, dan konflik penggunaan lahan (ruang) pembangunan. Secara

sosial-ekonomi, sebagian besar penduduk pesisir masih merupakan kelompok sosial

termiskin di tanah air, dan kesenjangan pembangunan antar wilayah masih sangat

besar.

Berbagai permasalahan yang muncul di kawasan pesisir sebagaimana

dikemukakan di atas ternyata banyak diakibatkan oleh faktor eksternal yang

terjadi di luar kawasan pesisir itu sendiri (baik dari daratan maupun lautan),

sehingga berbagai aktivitas yang dilakukan di kedua kawasan tersebut baik

langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak terhadap kawasan

pesisir. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya

bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau adanya abrasi pantai,

sangat diperlukan pengelolaan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan

kawasan, bagi keberlanjutan pembangunan wilayah pesisir (Bengen, 2004).

Secara konseptual pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk

meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

sumberdaya alam. Dalam skala tertentu setiap pembangunan atau pemanfaatan

sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dapat menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan pada ekosistem pesisir dan lautan itu sendiri.

Perubahan-perubahan itu tentunya akan memberikan pengaruh pada mutu lingkungan hidup.

Makin tinggi laju pembangunan di wilayah pesisir dan lautan, makin tinggi pula

tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya. Pemanfaatan dengan tidak

mernpertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan

hidup dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir

(Dahuri et al, 1996).

Kegiatan pembangunan, terutama yang melakukan pembukaan atau

pemanfaatan lahan dan atau mengubah suatu bentuk bentang alam secara fisik di

wilayah pesisir sudah tentu harus diukur dan dilakukan penilaian untuk

menentukan keberlanjutan penggunaan atau pemanfaatan lahan tersebut. Kegiatan

pembangunan di wilayah pesisir yang juga melakukan suatu penataan dan

(35)

seperti pengembangan kawasan untuk pemukiman, rekreasi, budidaya, serta

kegiatan lainnya, apabila tidak diperhitungkan dengan baik akan mengakibatkan

terjadinya degradasi kualitas lingkungan yaitu terjadinya erosi tanah, menurunnya

tingkat estetika lingkungan, pencemaran, menurunnya jumlah dan jenis populasi

satwa, serta berbagai bentuk vandalism lainnya. Karena itu, pembangunan atau pemanfaatan di wilayah pesisir harus betul – betul dilakukan secara efisien,

efektif, optimal, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukung

lingkungan untuk meminimalisasi kerusakan atau membatasi penggunaan

sumberdaya pesisir

2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan

Menurut Dahuri et al. (1996); Dahuri (1999) untuk keberlanjutan pemanfaatan, salah satu dimensi yang harus diperhatikan adalah dimensi ekologis,

dengan tiga persyaratan, yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas assimilasi

dan daya dukung lingkungan, dan (3) pemanfaatan sumberdaya secara

berkesinambungan. Keharmonisan spasial menuntut perlunya penyusunan tata

ruang pembangunan wilayah secara tepat dan akurat berdasarkan potensi

sumberdaya yang ada

Dampak pembangunan terhadap lingkungan mempunyai dua arti. Pertama

adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang

diperkirakan akan ada dampak setelah pembangunan, dan kedua perbedaan antara

kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada dampak tampa adanya

pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah adanya

pembangunan. Jadi dampak dapat bersifat negatif dan bisa positif. Hal ini seperti

yang dinyatakan oleh Sorensen et.al.(1999) dalam Ismail (2000), bahwa antar sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada di wilayah pesisir dan lautan saling

mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu dampak positif dan

negatif Pencemaran air merupakan akibat logis dari pemanfaatannya, sehingga

tidak dapat ditiadakan, namun dapat dikurangi dengan cara-cara pengolahan

tertentu (Suriawiria, 1993). Limbah yang dibuang langsung ke perairan bebas

tanpa dikelola terlebih dahulu dapat menimbulkan pencemaran yang

menyebabkan gangguan serius pada lingkungan, bahkan dapat mematikan hewan,

(36)

Dengan pertumbuhan peduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang

sangat tinggi di wilayah pesisir untuk berbagai peruntukkan (pemukiman,

perikanan, pelabuhan, dan lain sebagainya), maka tekanan ekologis terhadap

ekoistem dan sumberdaya pesisir akan semakin meningkat ( Bengen, 2004).

Meningkatnya tekanan ini sudah tentu akan mengancam keberadaan dan

kelansungan ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir baik secara langsung

(misal kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran

oleh limbah dari berbagai kegiatan pembangunan).

Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah

spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan

demikian indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada

ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah

spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan

semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah

individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas.(Astirin,dkk. 2001)

Pencemaran organik merupakan limbah paling banyak di perairan yang

sumbernya berasal dari pemukiman, pertanian, industri, pengolahan makanan,

pengolahan material alam (tekstil). Kebanyakan limbah organik mengandung

sebagian besar bahan tersuspensi. Pencemaran oleh bahan organik dapat

ditelusuri dari kandungan oksigen terlarut (DO) di air dan sedimen. Persyaratan

batas maksimum yang aman bagi budidaya perikanan adalah COD = 50 ppm

(Poernomo, 1992)

Menurut Sastrawijaya (2000), adanya amonia merupakan indikator

masuknya buangan permukiman. Alerts dan Santika (1987) menyatakan amonia

dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik secara

mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman penduduk. Pendapat ini

didukung oleh Kumar De(1997) yang menyatakan bahwa limbah domestik

mengandung amonia. Amonia tersebut berasal dari pembusukan protein

tanaman/hewan dan kotoran.

Pencemaran dapat berdampak pada suplai air minum, ekosistem, ekonomi,

(37)

termasuk didalamnya lebih dari 2 juta jiwa anak-anak meninggal karena diare.

Negara-negara berkembang sangat rentan terkena dampak negatit dari

pencemaran khususnya perkampungan miskin dan kotor (Andreas, et al., 2001) 2.3 Konsep Kesesuaian Lingkungan Perairan

Dalam proses penentuan pola pemanfaatan ruang, menentukan lokasi yang

secara biogeofisik sesuai adalah faktor penting yang dapat menjamin

kelangsungan kegiatan pada lokasi yang ditentukan. Penempatan kegiatan

pembangunan di lokasi yang sesuai, tidak saja mencegah kerusakan lingkungan

tetapi juga menjamin keberhasilan ekonomi kegiatan tersebut.

Tahap pertama proses perencanaan pola pemanfaatan ruang adalah

penentuan kelayakan biogeofisik dari wilayah pesisir dan laut. Pendugaan

kelayakan biogeofisik dilakukan dengan cara mendefinisikan persyaratan

biogeofisik setiap kegiatan, kemudian dipetakan (dibandingkan dengan

karakteristik biogeofisik wilayah pesisir itu sendiri). Dengan cara ini kemudian

ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit (lokasi) peruntukan di wilayah

pesisir dan laut. Penentuan kelayakan biogeofisik ini dapat dilakukan dengan

menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) seperti Arc View

(Kapetsy et al, 1987). Informasi dasar biasanya dalam bentuk peta tematik, yang diperlukan untuk menyusun kelayakan biogeofisik ini tidak saja meliputi

karakteristik daratan dan hidrometeorologi seperti kelerengan, tutupan lahan,

peruntukan lahan, dan lain-lain tetapi juga oseanografi dan biologi perairan pesisir

dan laut seperti pasang surut, arus, kedalaman, ekosistem mangrove, lamun,

terumbu karang dan lain-lain.

Berdasarkan fungsinya, ruang dapat dikelompokkan menjadi kawasan

Iindung dan budidaya yang masing-masing memiliki persyaratan biogeofisik.

Kawasan Iindung merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang

tinggi, yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan manusia kecuali penelitian

ilmiah atau seremoni keagamaan/budaya oleh masyarakat lokal dan harus dapat

diterima dan didukung oleh masyarakat lokal. Sedangkan kawasan budidaya dapat

dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan sesuai dengan kemampuan lahannya

(38)

Parameter yang digunakan untuk menilai kesesuaian pemanfaatan wisata

bahari kategori rekreasi pantai, meliputi (Hutabarat dkk. 2009):

1. Kondisi geologi pantai menyangkut tipe (substrat pasir), lebih lebar,

kemiringan pantai (idealnya <25o

2. Kondisi fisik menyangkut kedalaman perairan, kecepatan arus dan gelombang,

kecerahan perairan dan ketersediaan air tawar (maksimum 2 km) (Wong

1991).

) dan material dasar perairan pantai (idealnya

berpasir) (Wong 1991).

3. Kondisi biota menyangkut tutupan lahan pantai oleh tumbuhan dan keberadaan

biota berbahaya (menyangkut kenyamanan dan keselamatan wisatawan).

Kualitas perairan untuk budidaya laut dan pariwisata di analisis dengan

berpedoman pada baku mutu air laut yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan

Hidup melalui SK Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004 tentang baku

mutu air laut, seperti yang tertera pada Tabel 1 :

Tabel 1 Baku mutu untuk kegiatan budidaya dan wisata bahari

No

Parameter Satuan Baku Mutu Air Laut Wisata Bahari Budidaya Laut

1 DO mg/l >5 >5

1. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, berva riasi setiap saat (siang, malamdan musim)

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0 .2 satuan pH

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata -rata musiman

(39)

d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic (lapisan paling atas dari tubuh air yang menerima cukup cahaya untuk fotosintesis)

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman

Tabel Baku mutu ini akan dijadikan sebagai acuan penyusunan matriks

kesesuaian, antara lain untuk matriks kesesuaian budidaya laut terdiri pH 6-9, DO

>5 mg/lt, salinitas 30-35 ppm, fosfat 0-0.5 mg/lt, nitrat 0-0.5 mg/lt, suhu

permukaan laut 26-30 °C, kecepatan arus <=0.5 m/dt, dan kecerahan >5 m .

Sementara itu untuk wisata bahari dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian

yaitu kesesuaian pariwisata pantai dan pariwisata bahari, untuk kesesuaian

pariwisata pantai meliputi jarak dari sumber air tawar <=0.5 km, DO >5 mg/l,

kecerahan >5 m, kecepatan arus <=0.3 m/det, dan material dasar perairan berpasir,

sedangkan untuk kesesuaian pariwisata bahari meliputi jarak dari sumber air tawar

<=0.5 km, DO >5 mg/lt, dan kecerahan >5 m kecepatan arus <=0.5 m/det, tutupan

komunitas karang >75% (Bakosurtanal,1996; Dahyar, 1999; Arifin, 2001;

Soselisa, 2006).

2.4 Konsep Daya Dukung Lingkungan Perairan

Sejak pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan, Odum (1971)

menyatakan bahwa daya dukung merupakan pembatasan penggunaan dari suatu

areal yang mempunyai beberapa faktor alam dan lingkungan. Handee et.al (1978), dalam tulisannya di Wilderness Management, menyatakan bahwa daya dukung merupakan suatu ukuran batas maksimal penggunaan suatu area berdasarkan

kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti

ketersediaan makanan, ruang untuk tempat hidup dan tempat berlindung atau air.

Knudson (1980) menyatakan bahwa daya dukung merupakan penggunaan secara

lestari dan produktif dari suatu sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources)

Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan

pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran

kemampuannya. Konsep daya dukung ini dikembangkan terutama untuk

mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan

(40)

saat yang bersamaan, masyarakat atau pengguna sumberdaya tersebut akan tetap

berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan (Intergenerational Welfare). Konsep dan penghitungan terhadap daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan juga awalnya digunakan untuk mempelajari pertumbuhan populasi

dalam suatu unit ekologis (ekosistem). Sebagai contoh dari beberapa penilaian

yang umum dilakukan terhadap penghitungan daya dukung ini adalah : (1)

penghitungan terhadap ecological capacity atau daya dukung ekologis yaitu

jumlah individu yang yang dapat didukung oleh sutau habitat dan; (2)

penghitungan terhadap grazing capacity yaitu jumlah individu (biota) dalam

keadaan sehat dan kuat yang dapat didukung oleh ketersediaan pakannya dalam

suatu areal tertentu.

Daya dukung suatu wilayah tidak bersifat statis (a fixed amount), tetapi bervariasi sesuai dengan kondisi biogeofisik (ekologis) wilayah termaksud dan

juga kebutuhan manusia akan sumberdaya alam dan jasa – jasa lingkungan dari

wilayah tersebut. Misalnya, daya dukung suatu wilayah dapat menurun akibat

kegiatan manusia maupun gaya-gaya alamiah (natural forces), seperti bencana alam atau dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan melalui pengelolaan atau

penerapan teknologi. Contoh lain adalah produktivitas tambak udang yang hanya

mengandalkan alam tanpa teknologi (tradisional) adalah sekitar 200 kg/ha/tahun,

akan tetapi dengan penerapan teknologi pengelolaan tanah dan air, manajemen

pemberian pakan produktivitas dapat meningkat 6 ton/ha/thn.

Konsep daya dukung yang paling mendasar adalah menjelaskan hubungan

antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumber daya dimana populasi

tersebut berada. Hal tersebut diasumsikan bahwa terdapat suatu ukuran populasi

yang optimal yang dapat didukung oleh sumberdaya tersebut. Penggunaan konsep

daya dukung lingkungan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

kondisi populasi atau sumber daya. Walau kadang-kadang tidak dinyatakan secara

ekspilisit, proses penentuan suatu daya dukung lingkungan untuk berbagai

aktivitas memerlukan suatu nilai justifikasi mengenai apa yang akan

dioptimumkan.

Konsep daya dukung ini sudah dikemukakan oleh banyak ilmuwan sejak

(41)

terlalu banyak mengalami perubahan. Hal yang terpenting dari definisi konseptual

daya dukung yang diajukan adalah pemeliharaan dan pengendalian integritas dari

suatu sumberdaya yang memberikan tingkat kesejahteraan tertinggi dan

berkualitas bagi masyarakat atau pengguna sumberdaya tersebut.

Konsep ini pada tahapan dan perkembangan selanjutnya juga digunakan

untuk pengelolaan/ pengembangan wilayah pesisir dan laut (ekowisata, budidaya

(tambak dan laut), pulau – pulau kecil) serta pengembangan kegiatan lainnya di

wilayah pesisir dan laut. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk mempertahankan

atau melestarikan potensi alami dari kawasan tersebut pada batas – batas

penggunaan yang diperkenankan atau yang dimungkinkan.

Batasan daya dukung untuk populasi manusia dinyatakan oleh

Soerianegara (1977), yaitu merupakan jumlah individu yang dapat didukung oleh

satuan luas sumberdaya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera. Daya dukung

mempunyai dua komponen utama yang harus diperhatikan (Soerianegara, 1977),

yaitu :

1. Besarnya atau jumlah populasi mahluk hidup yang akan menggunakan

sumberdaya tersebut pada tingkat kesejahteraan yang baik

2. Ukuran atau luas sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat

memberikan kesejahteraan kepada populasi manusia pada tingkat yang

lestari.

Selanjutnya Turner (1988) menyebutkan bahwa daya dukung merupakan

populasi organisme akuatik yang ditunjang oleh suatu kawasan/areal atau volume

perairan yang ditentukan tanpa mengalami penurunan mutu (destorasi).

Sementara, Kechington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya dukung sebagai

kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama

jangka waktu yang panjang. Definisi lain menyebutkan bahwa daya dukung

adalah batasan untuk banyaknya orgnanisme hidup dalam jumlah atau massa yang

dapat didukung oleh suatu habitat. Jadi daya dukung merupakan ultimate constrain yang diperhadapkan pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijah, atau penyakit, siklus

predator, temperatur, cahaya matahari, atau salinitas. Sistem daya dukung

(42)

yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi (Clark,

1974).

Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi

dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke

dalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP, 1993). Piper et al (1982 in Meade, 1989) mendefinisikan daya dukung sebagai suatu sistem yang dapat

mendukung beban hewan yang dinyatakan sebagai pound ikan per kubik air

(lb/ft3

Haskel (1995 in Meade, 1989) membuat dua asumsi yang menyangkut daya dukung sebagai berikut :

).

1. Daya dukung yang dibatasi oleh laju konsumsi oksigen dan akumulasi

metabolit

2. Laju konsumsi oksigen dan akumulasi tersebut sebanding dengan jumlah

pakan yang dimakan per hari

Daya tampung kawasan pesisir adalah kemampuan badan air atau perairan

di kawasan tersebut dalam menerima limbah organik termasuk didalamnya adalah

kemampuan untuk mendaur ulang atau mengasimilasi limbah tersebut sehingga

tidak mencemari lingkungan perairan yang berakibat terganggunya keseimbangan

ekologisnya (Krom, 1996). Sedangkan daya dukung suatu lahan perairan untuk

budidaya udang adalah biomassa udang yang dapat hidup di dalamnya secara

berkesinambungan untuk ukuran dan situasi tertentu, dan bila keadaan lahannya

berubah, daya dukungnya juga akan berubah.

Faktor penentu daya dukung lingkungan perairan adalah volume perairan,

kualitas perairan, dinamika perairan, dan beban pencemar yang ada /limbah dari

hulu. Daya dukung perairan pesisir untuk menerima limbah dipengaruhi oleh

beberapa faktor (Rompas, 1998) antara lain : (1) kualitas air perairan pesisir;

(2)dinamika perairan; (3) tingkat kesuburan perairan (oligotrofik, mesotrofik, atau

eutrofik); (4) beban limbah; (5) jenis dan jumlah mikroba; (6) aktivitas manusia di

pesisir. Karena itu, pengukuran kualitas air perairan pesisir penerima limbah atau

tingkat pencemarannya sangat penting untuk memperkirakan level pengenceran

dan kemampuan asimilasinya, apakah sudah berada pada level rendah (tingkat

(43)

Penentuan besarnya nilai daya dukung juga dapat dilakukan dengan

membangun suatu model hubungan kuantitatif antara faktor pembatas dan peubah

pertumbuhan, dimana nilai maksimum dan minimum pada suatu tingkat

pertumbuhan akan ditentukan pada faktor pembatas tertentu (Ortolano, 1994).

Menurut Hendee et al. (1978), bahwa penilaian kemampuan suatu kawasan berdasarkan pendekatan daya dukung cenderung merupakan suatu probabilistic concept atau teori kemungkinan jadi bukan merupakan suatu yang bersifat absolut/ mutlak karena hasil perhitungan yang diperoleh merupakan nilai optimasi

atau perpaduan dari kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut denga

tingkat pengelolaan yang tersedia atau yang mungkin dapat dilakukan.

Selanjutnya dikatakan oleh Hendee et al (1978) bahwa penggunaan IPTEK yang tidak bijaksana dan tidak terencana dengan baik dalam upaya untuk mengatasi

kerusakan sumberdaya justru akan menghancurkan lingkungan.

Proses penentuan daya dukung lingkungan untuk suatu aktivitas

ditentukan umumnya dengan dua cara, yaitu : (1) suatu gambaran hubungan

antara tingkat kegiatan yang dilakukan pada suatu kawasan dan pengaruhnya

terhadap parameter-parameter lingkungan, dan (2) suatu penilaian kritis terhadap

dampak-dampak lingkungan yang diinginkan dalam rejim manajemen tertentu.

Daya dukung ekologis adalah maksimum (jumlah maupun volume) dalam

penggunaan suatu ekosistem atau kawasan baik berupa jumlah maupun kegiatan

yang diakomodasikan didalamnya sebelum terjadi suatu penurunan kualitas

ekologis kawasan tersebut (Supriharyono, 2002). Scones dalam Prasetyawati (2001) mengatakan juga bahwa daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) adalah jumlah maksimum hewan – hewan pada suatu lahan (tambak) yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan

maupun terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irreversible). Hal ini ditentukan oleh faktor – faktor lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, CO, dan

kandungan oksigen. Menurut Piagram (1983) bahwa daya dukung ekologis

dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau ekosistem,

baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan didalamnya, sebelum

terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut,

(44)

utama adalah berbagai kawasan yang rapuh (fragile) dan yang tidak dapat pulih (unrenewable) seperti berbagai ekosistem lahan basah (wetlands) antara lain rawa payau, danau, laut, pesisir, dan sungai. Ekosistem yang digunakan sebagai dasar

dari penilaian daya dukung dinyatakan sebagai suatu sistem (tatanan) kesatuan

yang utuh antara semua unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

Odum (1971) menyatakan bahwa ekosistem adalah suatu sistem dalam

alam yang mengandung makhluk hidup (unsur biotik) dan lingkungannya yang

terdiri dari zat – zat yang tidak hidup (unsur abiotik) dan saling mempengaruhi

dan diantara keduanya terjadi pertukaran zat atau energi yang dperlukan dalam

dan untuk mempertahankan kehidupannya. Kondisi ekosistem ini harus

dipertahakan walaupun secara alamiah kondisi ini tidak statik, karena setiap biota

yang ada dan hidup didalamnya akan menjadi tua dan mati dan selanjutnya akan

digantikan oleh biota lainnya yang sejenis. Namun apabila ada gangguan yang

melampaui batas pemulihan dari ekosistem ini, maka proses pemulihannya akan

memakan waktu yang sangat panjang.

Daya dukung fisik. Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal

merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat

diakomodasikan dalam kawasan atau areal tersebut tanpa menyebabkan kerusakan

atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik (Piagram, 1983). Kawasan

yang telah melampaui kondisi daya dukungnya secara fisik, antara lain dapat

dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan, konflik sosial yang

terjadi pada masyarakat karena terbatasnya ruang. Daya dukung fisik pada

hakekatnya juga merupakan suatu bentuk ukuran kapasitas rancangan dan juga

model rancangan untuk berbagai infrastruktur yang diakomodasikan pada suatu

kawasan. Sebagai contoh misalnya model konservasi yang akan dilakukan pada

kawasan yang mengalami erosi yang berlebihan. Tingkat atau jumlah erosi tanah

yang terjadi pada kawasan ini merupakan gambaran telah terlampauinya batas

daya dukung kawasan tersebut secara fisik. Penggunaan umum dari daya dukung

fisik ini adalah penghitungan terhadap jumlah populasi penduduk disuatu kawasan

berdasarkan ukuran dan kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Contoh

penghitungan lain yang umum untuk daya dukung fisik ini adalah ketersediaan air

(45)

areal atau kawasan wisata yang reaktif, ketersediaan air irigasi untuk persawahan

produktif, jumlah sarana transpor dalam suatu kawasan serta daya dukung tanah

yang dinyatakan berdasarkan ukuran kemampuan dan kesesuaiannya.

2.5 Sistem dan Pemodelan

Fauzi (2005) menyatakan bahwa model adalah representasi dari suatu

realitas dari seorang pemodel, dengan kata lain, model adalah jembatan antara

dunia nyata (real world) dengan dunia berpikir (thinking) untuk memecah suatu masalah. Proses penjabaran atau merepresentasikan ini disebut modelling atau pemodelan yang tidak lain merupakan proses berpikir melalui sekuen yang logis.

Selanjutnya dikatakan bahwa proses interpretasi dunia nyata tersebut ke dalam

dunia model, berbagai proses transformasi atau model dapat dilakukan. Ada

model yang lebih mengembangkan interpretasi verbal (bahasa), ada yang

diterjemahkan ke dalam bahasa simbolik seperti bahasa matematika sehingga

menghasilkan model kuantitatif. Untuk menjembatani dunia nyata yang dalam

presepsi manusia bersifat kualitatif menjadi model yang bersifat kuantitatif

diperlukan proses transformasi berupa alat pengukuran dan proses pengembilan

keputusan

Sistem dinamik merupakan sebuah pendekatan yang menyeluruh dan

terpadu, yang mampu menyederhanakan masalah yang rumit tanpa kehilangan

esensi atau unsur utama dari obyek yang menjadi perhatian (Muhamadi, 2001).

Metodologi sistem dinamik dibangun atas dasar tiga latar belakang disiplin yaitu

manajemen tradisional, teori umpan balik atau cybernetic, dan simulasi komputer. Prinsip dan konsep dari ketiga disiplin ini dipadukan dalam sebuah metodologi

untuk memecahkan permasalahan manajerial secara holistik, menghilangkan

kelemahan dari masing – masing disiplin, dan menggunakan kekuatan setiap

disiplin untuk membentuk sinergi.

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian

persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya

sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari

sistem yang dianggap efektif (Eriyatno,1999). Dalam pendekatan sistem

umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada

(46)

dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian

dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1)

kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti

faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa

depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi

kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).

Menurut Kholil (2005), pengembangan model dinamik secara garis besar

terdiri dari 4 tahap, yaitu :

1) Tahap seleksi konsep dan variabel

Pada tahap ini dilakukan pemilihan konsep dan variabel yang memiliki

relevansi cukup nyata terhadap model yang akan dikembangkan. Dengan

kerangka berfikir sistem (system thinking) dilakukan pemetaan pengetahuan (cognitive map), yang bertujuan untuk mengembangkan model abstrak dari keadaan yang sebenarnya. Kemudian dilanjutkan dengan penelaahan secara

teliti dan mendalam terhadap asumsi – asumsi, serta konsistensinya terhadap

variable dan parameter berdasarkan hasil diskusi dengan pakar. Variabel yang

dinyatakan tidak konsisten dan kurang relevan dibuang.

2) Konstruksi model (tahap pengembangan model)

Model abstrak yang telah dikembangkan, direpresentasikan (dibuat) kedalam

model dinamiknya dengan bantuan soft ware tool Powersim versi 2.5 berbasis sistem operasi Windows. Model yang telah dibuat kemudian dilakukan validasi

dan verifikasi model simulasi.

3) Tahap analisis sensivitas

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai

pengaruh nyata terhadap model, sehingga perubahan variabel tersebut akan

mempengaruhi model secara keseluruhan. Variabel – variabel yang kurang

(tidak) berpengaruh dalam model dihilangkan, dan sebaliknya perhatian dapat

difokuskan pada variabel kunci.

4) Analisis kebijakan,

kegiatan ini dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap model

melalui intervensi struktural atau fungsional, tujuannya untuk mendapatkan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak Pencemaran terhadap aktivitas perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan
Tabel 2  Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir khususnya dibidang perikanan
Gambar 2 Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk
Gambar 4.  Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) Model Pengelolaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Perheenjäsenten oikeudet yhteydenpitoon huostaanoton aikana Sekä lastensuojelu- että erotilanteissa laki korostaa, että oikeus pitää yhteyttä vanhempaan on nimenomaan lapsen

KEPALA KPPM OEMBAR PRAMADI, S.Sos., M.Mkes. KEPALA KLH Drs. KIKI WAHYU REZEKI KEPALA BAGIAN HUKUM ANIK SUWARNI, SH.M.Si.. Trenggalek Tahun 2014 Nomor 5 Seri E, Tambahan Lembaran

Hasil dari pekerjaan pada tanggal 18 Juli 2017 adalah penulis dapat memasukan data pada website Denpasar Smart City dengan hasil :. Jumlah Data yang di dicari

Dari ke 25 jenis pohon ini setelah melihat dengan beberapa referensi yang ada (Ferisa dan Indrayana, 2008; Purwadi, 2010; Thomas, 2014; Atmoko et al , 2016) dan hasil

etika #undar mereka #ergerak.'engerahkan orang&#34;orang ke !ertem!uran adalah se!erti menggelindingkan orang&#34;orang ke !ertem!uran adalah se!erti menggelindingkan

Kesamaan penelitian yang dilakukan Fera Yustina dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti mata pelajaran IPA, sedangkan perbedaannya terletak

kelas eksperimen dan kontrol hanya 7 menit sehingga tidak semua soal dapat siswa kerjakan karena kekurangan waktu, siswa pada kelas kontrol juga hanya diberi

Pendaftaran drone diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 107