• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Kembang Bulan 2.1.1 Habitat

Tumbuhan Kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) umumnya tumbuhan liar di tempat-tempat curam, misalnya di tebing-tebing, tepi sungai dan selokan. Sekarang banyak ditanam sebagai tanaman hias karena warna bunganya yang kuning indah dan sebagai pagar untuk mencegah kelongsoran tanah. Juga merupakan tumbuhan tahunan yang kerap tumbuh di tempat terang dan banyak sinar matahari langsung. Tumbuh dengan mudah di tempat atau di daerah berketinggian 5-1500 m di atas permukaan laut. (Didik dan Sulistijowati, 2001; Watt, 1962).

2.1.2 Morfologi

Tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) merupakan tumbuhan perdu yang tegak dengan tinggi lebih kurang ± 5 m. Batang tegak, bulat, berkayu hijau. Daunnya tunggal, berseling, panjang 26-32 cm, lebar 15-25 cm, ujung dan pangkal runcing, pertulangan menyirip, hijau. Bunga merupakan bunga majemuk, di ujung ranting, tangkai bulat, kelopak bentuk tabung, berbulu halus, hijau, mahkota lepas, bentuk pita, halus, kuning, benang sari bulat, kuning, putik melengkung, kuning.Buahnya bulat, jika masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna coklat.Bijinya bulat, keras, dan berwarna coklat. akarnya berupa akar tunggang berwarna putih kotor (Hutapea, dkk., 1994).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Tumbuhan kembang bulan memiliki sistematik (Hutapea, 1994) sebagai berikut :

Divisi :Spermatophyta Sub divisi :Angiospermae Kelas :Dicotyledoneae Bangsa :Asterales Suku :Asteraceae Marga :Tithonia

Jenis : Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray

2.1.4 Nama lain

Tumbuhan kembang bulan memiliki nama lain yaitu : Sinonim : Mirasolia diversifolia Hemsley (Hutapea, 1994).

Nama daerah : Rondose-moyo, Harsaga (Jawa), Kirinyu (Sunda), Kayu Paik (Minang) (Agusta, 2000; Didik dan Sulistijowati, 2001).

Nama asing : Mary Gold, Shrub Sunflower, Mexican Sunflower (Inggris), Mirasol (Guatemala), Yellow Flower (Portugis) (Anonim, 2003; Anonim, 2004)

2.1.5 Khasiat dan penggunaan

Tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) umum digunakan sebagai obat luka atau luka lebam, dan sebagai obat sakit perut kembung.Banyak juga digunakan sebagai obat lepra, penyakit lever, obat diabetes dan dapat digunakan sebagai penggugur kandungan (Anonim, 2004; Hutapea, 1994).

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain - lain (Depkes, 2000).Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat - zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana (Agoes, 2007).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata “colare”, artinya menyerkai dan “per” =

through, artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara

penarikan memakai alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes

secara beraturan (Syamsuni, 2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes, 2000).

Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal (Agoes, 2007).

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).

5. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit (Depkes, 2000).

2.3 Sterilisasi

Steril merupakan keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang menimbulkan penyakit maupun tidak menimbulkan penyakit, sedangkan

sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril (Syamsuni,2006).

Peralatan yang dipergunakan dalam uji antibakteri harus dalam keadaan steril, artinya pada peralatan tersebut tidak didapatkan bakteri, baik yang akan merusak media dan proses yang sedang berlangssung.

Steril didapatkan melalui sterilisasi, cara sterilisasi yang umum dilakukan antara lain :

1. Sterilisasi secara fisik, misalnya dengan pemanasan menggunakan sinar gelombang pendek seperti sinar X, sinar gama dan sinar ultra violet.

2. Sterilisasi secara kimiawi, dengan menggunakan desinfektan dan larutan alkohol (Suriawira, 2005).

Selain itu, ada beberapa macam sterilisasi yang dapat digunakan (Syamsuni, 2006) yaitu :

1. Sterilisasi dengan pemanasan secara kering

Pemanasan secara kering menggunakan alat yang dinamakan dengan oven, yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat keluar masuknya udara, dan dipanaskan dengan gas atau listrik (Depkes, 1979).Selain dengan oven, sterilisasi dengan pemanasan secara kering biasanya dilakukan dengan pemijaran. Pemijaran dilakukan dengan memakai api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus. Cara ini sangat sederhana, cepat dan menjamin sterilisasi bahan atau alat yang disterilkan, tetapi penggunaannya terbatas hanya untuk beberapa alat atau bahan saja.Biasanya alat-alat yang disterilkan dengan pemijaran ini antara lain benda-benda logam (pinset, penjepit krus), tabung reaksi, mulut wadah seperti erlemeyer, botol dan

lainnya.Sedangkan mortar dan stamfer disiram dengan alkohol kemudian dibakar (Syamsuni, 2006).

2. Sterilisasi dengan pemanasan secara basah

Sterilisasi dengan pemanasan secara basah menggunakan temperatur di atas 100°C dilakukan dengan uap yaitu menggunakan autoklaf.Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi protein yang cepat dalam keadaan basah dibandingkan keadaan kering (Pratiwi, 2008).Siklus sterilisasi dengan pemanasan secara basah meliputi fase pemanasan, pemaparan uap, pembuangan dan pengeringan (Lukas, 2006).

Sterilisasi ini biasanya digunakan untuk mensterilkan baju operasi dengan suhu 134°C selama 3 menit, sediaan injeksi dan suspensi dengan suhu 121°C selama 15 menit (Lukas, 2006).

2.4 Uji Efek Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan cara 3 cara yaitu

2.4.1 Cara difusi

Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas, porselen, logam dan pencetak lubang (punch hole).

1. Cara tuang

Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat.Ke dalam cakram yang digunakan di teteskan zat antibakteri, kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Daerah bening yang terdapat di sekeliling cakram kertas atau

silinder menunjukkan hambatan pertumbuhan bakteri, diamati dan diukur (Stainer, et al., 1982)

2. Cara sebar

Media agar dituangkan ke dalam cawan petri kemudian dibiarkan memadat, lalu suspensi bakteri uji disebarkan. Media dilubangi dengan alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya diteteskan zat antibakteri, didiamkan, diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Zona hambat diukur yaitu daerah bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong (Lay, 1994).

2.4.2 Cara turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair, yaitu dilakukan penuangan media ke dalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrument yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes,1995).

2.4.3 Cara dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut :

Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji.Kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial.Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung.Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai

tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat.Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

2.5 Uraian Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1978).

2.5.1 Klasifikasi Bakteri

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat di bagi atas tiga bagian (Pratiwi, 2008) yaitu :

1. Bentuk Basil

Basil dari kata bacillus, merupakan bakteri yang bentuknya menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, basil dapat berupa batang tunggal, berpasangan atau bentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil ini dapat dibedakan atas :

a) Bentuk tunggal, yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan

ujung-ujungnya yang tumpul.

b) Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua dengan ujung-ujungnya

yang tumpul.

c) Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang dengan

ujung-ujungnya yang tumpul. 2. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau oval, ada yang hidup sendiri dan ada yang dijumpai hidup berpasangan, kubus atau membentuk rantai panjang, bergantung pada caranya membelah diri kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas :

a) Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.

b) Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.

c) Stapfilokokus, yaitu kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian.

d) Streptokokus, yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang seperti rantai.

e) Sarsina, kokus yang mengelompok serupa kubus.

3. Bentuk Spiral

Kelompok bakteri ini terdiri atas beraneka ragam bentuk bakteri berbentuk silinder, yang bukan lurus seperti basil melainkan melingkar. Bakteri bentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :

a) Vibrio, yaitu bakteri yang benbentuk batang melengkung menyerupai koma,

ada yang tumbuh sebagai benang-benang membelit atau berbentuk s.

b) Spiril, yaitu dari kata spirilium yang menyerupai spiral atau lilitan yang

sebenarnya.

c) Spirochaeta, yaitu merupakan bakteri spiral, tetapi bakteri ini memiliki spiril

yang bersifat fleksibel (mampu melenturkan dan melekukkan tubuhnya sambil bergerak).

Berdasarkan tempat kedudukan flagel, maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Waluyo, 2004) :

a) Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel.

c) Amfitrik, jika flagel melekat pada kedua ujung sel masing-masing satu flagel.

d) Peritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai ke sisi-sisi sel.

e) Atrik, jika spesies tidak mempunyai flagel sama sekali.

Berdasarkan pengecatan gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian (Lay, 1994) yaitu :

1. Bakteri gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna pertama (kristal violet) akan memberikan warna ungu dan setelah dicuci dengan alkohol, warna ungu tersebut akan tetap kelihatan. Kemudian ditambahkan zat warna kedua (safranin), warna ungu pada bakteri tidak berubah.

2. Bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna dari kristal violet ketika dicuci dengan alkohol dan setelah diberi zat warna kedua (safranin), bakteri akan memberikan warna merah muda

2.5.2 Struktur bakteri

Struktur bakteri terbagi menjadi dua (Lay, 1994) yaitu : 1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)

a) Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negative bila peptidoglikannya tipis).

b) Membrane plasma adalah membrane yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisaan fosfolipid dan protein. Membran plasma merupakan barier yang fungsinya mengatur keluar masuknya bahan-bahan dari dalam sel atau dari luar sel, dan hanya bahan-bahan tertentu saja yang dapat melewatinya sehingga menghasilkan energi.

c) Sitoplasma adalah cairan sel

d) Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA.

e) Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.

2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)

a. Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air. b. Flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral

yang menonjol dari dinding sel. Flagela tersusun dari protein yang disebut flagelin.

c. Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagellum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri gram negative. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus. Pilus yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya pada sel hospes disebut colonizing factor.

d. Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membrane plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.

e. Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis

f. Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan

bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetic dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tumbuh menjadi sel bakteri baru.

2.5.3 Reproduksi bakteri

Bakteri pada umumnya berkembang biak dengan membelah diri (binary fission). Pada waktu akan membelah sel bakteri membesar 2 kali semula kemudian membelah menjadi 2. Masing-masing sel bakteri yang baru menerima sitoplasma dan bahan genetic dalam jumlah yang sama. Dalam lingkungan yang ideal bakteri membelah engan sangat cepat. Jika bakteri bereproduksi setiap 20 menit, maka akan terbentuk suatu koloni bakteri yang terdiri atas lebih dari 2 juta bakteri selama 7 jam, jika makanannya masih cukup. Ada beberapa bakteri yang berkembang biak secara konjugasi. Konjugasi terjadi antara bakteri yang sama jenisnya, jika satu bakteri mempunyai plasmid yang lainnya tidak. Bakteri jantan dan betina yang sama jenisnya saling melekatkan diri dengan membuat jembatan sitoplasma (pilus penghubung) dan selanjutnya terjadi pertukaran material genetic. Konjugasi sebetulnya jarang terjadi dan hanya pada beberapa spesies bakteri (Pratiwi, 2008).

2.5.4 Fase pertumbuhan bakteri

Ada 4 fase pertumbuhan bakteri, di antaranya :

1. Fase Lambat (lag phase), yaitu fase yang terjadi antara beberapa jam

tergantung pada umur dari sel inokulum, spesies, dan lingkungannya. Waktu pada fase lag ini dibutuhkan untuk penyesuaian diri terhadap kondisi pertumbuhan lingkungan yang baru.

2. Fase Cepat (Log phase), yaitu setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel –

sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dicapai sesuai kondisi lingkungan.

3. Fase Tetap (Stationary phase), populasi bakteri jarang dapat tetap tumbuh

secara eksponensial dengan kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial bakteri dengan waktu pembelahan 20 menit akan menghasilkan sebesar 2,2 x 1031 bakteri. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya nutrisi yang tersedia, akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti, fase ini dikatakan sebagai fase tetap (stationary phase). Komposisi sel-sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan saat fase eksponensial dan umumnya lebih tahan terhadap perubahan panas, dingin maupun radiasi. 4. Fase Kematian (death phase), yaitu sel-sel pada fase tetap, akhirnya akan mati

bila tidak di pindahkan ke media segar yang lain. Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga secara eksponensial dan karenannya dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel yang hidup terhadap waktu. Kecepatan kematian berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme (Waluyo, 2004).

2.5.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

1. Nutrisi

Semua mahluk hidup memerlukan bahan makanan untuk keperluan hidupnya.Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan energi.Demikian juga dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya

membutuhkan energi dari lingkungannya.Bahan tersebut dinamakan nutrisi (zat gizi) (Waluyo, 2004).

Semua mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya.Unsur – unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, sulfur, zat besi dan sejumlah kecil logam-logam lainnya.Kekurangan sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Gaman, 1992).

Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri.Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan.Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen.Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

1) Berdasarkan asalnya, media dibagi atas:

a) Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.

b) Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging dan pepton (Lay, 1994).

a) Media selektif

Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.

b) Media diferensial

Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar.

c) Media diperkaya

Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit (Irianto, 2006).

3) Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Irianto, 2006): a) Media padat/ solid

b) Media semi solid c) Media cair

2. Temperatur

Bakteri sangat peka terhadap suhu atau temperatur dan daya tahannya tidak sama untuk semua spesies. Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukan, di antaranya :

a) Bakteri Psikrofil, yakni mikroorganisme yang dapat hidup baik pada suhu

0-20°C, dengan suhu optimumnya adalah 10-20°C. kebanyakan golongan ini tumbuh di tempat dingin.

b) Bakteri Mesofil, mikroorganismeyang dapat hidup dengan baik pada suhu

5-60°C, dan memiliki suhu pertumbuhan optimal antara 20-45°C. Umumnya mikroba ini hidup dalam saluran pencernaan.

c) Bakteri Termofil, mikroorganisme dapat hidup baik pada suhu 45-80°C. Suhu

optimumnya antara 50-60°C, mikroba ini terutama terdapat di tempat yang bertemperatur tinggi (Gaman, 1992).

3. Oksigen

Bakteri dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhan oksigen selama pertumbuhan, antara lain :

a) Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya. b) Anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam

pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi bakteri tersebut.

c) Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.

d) Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit oksigen dalam pertumbuhannya (Pratiwi, 2008).

4. pH

Pertumbuhan bakteri juga memerlukan pH tertentu, namun umumnya bakteri memiliki jarak pH yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral (Waluyo,

2004). Untuk tiap mikroorganisme dikenal nilai pH minimum, optimum, dan maksimum.

Atas dasar daerah, pH bagi kehidupan mikroba, dibedakan adanya 3 golongan besar (Suriawira, 2005) yaitu :

a) Mikroba yang asidofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0 b) Mikroba yang netrofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0 c) Mikroba yang alkalifilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 8,7-9,5 5. Tekanan Osmosis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati membrane semipermiabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Pada larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak aktif. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada lingkungan hipertonik dengan kadar garam yang tinggi, contohnya Halobacterium halobium (Dwidjoseputro, 1988).

2.5.6 Uraian Staphylococcus aureus

Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1988) yaitu : Divisi : Protophyta

Klas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus

Staphylococcus aureus adalah jenis kuman yang terutama menimbulkan

penyakit pada manusia.Setiap jaringan maupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menimbulkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas.Bentuk klinisnya tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi.Staphylococcus

aureus merupakan kokus gram positif, aerobik atau anaerobik fakultatif.Nama ini

berasal dari bahasa Yunani staphyle yang berarti setandan anggur.Staphylococcus

aureus ditemukan sebagai flora normal pada kulit, selaput lendir, bisul, luka,

saluran pencernaan.

Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bola dengan diameter rata-rata 0,7-1,2 µm tersusun dalam kelompok-kelompok. Pada biakan cair ditemukan dalam bentuk berpasangan, rantai pendek dan kokus yang tunggal.Kokus muda bersifat gram positif.Bakteri Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37°C. Pertumbuhan terbaik dan khas adalah pada suasana aerob, bersifat anaerob fakultatif dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4. Koloni bakteri ini berbentuk bulat, cembung, dan mengkilap.Warna khas adalah kuning keemasan (Pelczar, 1988).

2.5.7 Uraian Pseudomonas aeruginosa

Sistematika Pseudomonas aeruginosa (Dwidjoseputro, 1988) yaitu : Divisi :Bacteria

Sub Divisi : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Bangsa : Pseudomonadales

Suku :Pseudomonadaceae Marga :Pseudomonas

Spesies :Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa dapat menginfeksi seseorang yang mengalami

gangguan pada sistem pertahanan tubuhnya, misalnya pada orang yang menderita luka bakar, pada orang yang mengalami gangguan metabolisme dan pada penderita yang mendapat pengobatan radiasi.Bakteri ini dapat menginfeksi hampir seluruh jaringan tubuh yang masuk melalui lesi lokal yang ada di permukaan tubuh. Selanjutnya akan memasuki pembuluh darah dan menyebar pada jaringan

Dokumen terkait