• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Pelindung

Tanaman tidak hanya dapat diambil manfaatnya dari hasil produksi bagian pohonnya saja. Manfaat tanaman juga dapat berupa peranannya dalam menciptakan kenyamanan, meredam kebisingan, dan mengurangi bahaya hujan asam (Dahlan 2004). Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsoprsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis pohon yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Penanaman berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat menyerap kebisingan yang bersumber dari bawah melalui daunnya sampai 95 % (Dahlan 2004).

Berdasarkan beberapa pernyataan mengenai peranan pohon serta berbagai polusi yang terjadi dalam lingkungan baik berupa emisi gas atau partikel, energi panas atau radiasi sinar, dan kebisingan. Maka solusi terbaik adalah penataan jalur hijau dan perluasan area untuk penanaman pohon pelindung (Dahlan 2004).

Pohon pelindung merupakan pohon yang ditanam di pinggir jalan sebagai penghijauan juga untuk melindungi tanaman lain dari sengatan matahari secara langsung. Adapun pohon yang tergolong sebagai pohon pelindung antara lain pohon angsana, mahoni, glodogan, dan tanjung (Dahlan 2004).

Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd) seperti pada Gambar 1 adalah jenis tanaman pohon berasal dari Asia Tenggara, tingginya mencapai 10-40 m. Daun majemuk berbentuk bulat telur, berukuran 12-22 cm dengan 5-11 lembar anak daun, panjang daun 3-10 cm, lebar 2-5 cm. Mahkota bunga berwarna kuning,

dan tajuk tanaman berbentuk bulat. Taksonomi tanamannya devisi

Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Resales,

Suku Leguminoceae, marga Pteracafpus, dan Jenis Pterocarpus indica Willd

Gambar 1 Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd)

Pohon mahoni (Swetenia mahagoni Jacq) dapat dilihat pada Gambar 2

merupakan jenis tanaman pohon yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika,

tingginya mencapai 10-30 m, daun majemuk menyirip genap, berbentuk elips

agak bundar dengan helaian anak daun meruncing, dan berwarna hijau tua, panjang 8-12 cm, lebar 3-5 cm. Buah pohon mahoni memiliki tangkai, tajuknya

berbentuk tidak teratur. Taksonomi tanaman tergolong divisi Spermatophyta, sub

divisi Angiospermae, kelas Dicotiledenae, bangsa Rutales, suku Meliaceae, marga

Swietenie, jenis Swetenia mahagoni Jacq(Sulasmini 2007).

Pohon glodogan (Polyalthia longifolia) ditunjukkan pada Gambar 3 juga termasuk jenis tanaman pohon yang tingginya 10-25 m, batangnya lurus, daunnya tunggal berseling, berbentuk elips memanjang dan tebal, warna daun hijau tua, panjangnya 12,5-20 cm, lebar 2,5-5 cm. Bunga axial, berwarna kuning kehijau-

hijauan, dan tajuknya berbentuk kerucut. Taksonomi tanamanannya divisi

Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicosiledenae, bangsa

Canangium, suku Annonaceae, marga Polyalthia, jenis Polyalthia longifolia

(Sulasmini 2007).

Gambar 3 Pohon glodogan (Polyalthia longifolia).

Logam Berat

Logam ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisik, kimia, biologis, atau akibat aktivitas manusia.

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5

g/cm3

Logam berat terdapat dalam 3 kelompok biologi dan kimia (biokimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur oksigen. Kedua logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan

, antara lain Cd, Hg, Pb, Cu, Zn, Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb beracun bagi makhluk hidup. Logam Cu dan Zn merupakan unsur mikroesensial tanaman pada proses metabolisme asam lemak dan karbohidrat, tetapi pada konsentrasi tinggi akan bersifat toksik (Lahuddin 2007).

unsur nitrogen atau unsur sulfur. Ketiga logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus (spesifik) sebagai logam pengganti.

Sifat umum dari logam berat adalah potensial toksisitasnya terhadap mikroorganisme dan makhluk hidup yang lain.

1. Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat beracun pada seluruh aspek kehidupan. Sumber utama timbal berasal dari komponen gugus alkil timbal pada bahan bakar kendaraan bermotor. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3 ppm. 2. Tembaga (Cu) logam yang bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan diatas 0,1 ppm. Konsentrasi normal elemen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat.

3. Zink (Zn) biasanya terdapat dalam tanah dengan level 10-300 ppm dan rata- rata 30-50 ppm. Lumpur Limbah biasanya mengandung Zn yang tinggi, dan bersifat aktif di tanah.

Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya. Akumulasi logam dalam tanaman juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Lahuddin 2007). Logam berat selain akan mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah, kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi ke bagian tanaman lainnya seperti batang, cabang (ranting), dan daun (Lahuddin 2007).

Menurut Priyanto dan Prayitno (2006) mekanisme penyerapan logam berat pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu pertama penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan lainnya melalui jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul kelat. kemudian senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diserap oleh akar bersama air. Kedua translokasi logam

dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman

melalui jaringan pengangkut (xilem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga lokalisasi

logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi yaitu penimbunan logam di dalam organ tertentu seperti akar (Lahuddin 2007).

Logam Timbal (Pb)

Timbal (Pb) lebih dikenal dengan nama timah hitam. Pb merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327 ºC dan titik didih 1.620 ºC, pada suhu 550–600 ºC dapat menguap dan bereaksi dengan oksigen di udara membentuk timbal oksida (PbO) dan senyawa organometalik,

yaitu timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML: tetra

methyl lead) dan timbal stearat yang merupakan logam tahan terhadap korosi atau

karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating.

Kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama pencemaran udara, karena mengandung berbagai emisi gas buang yang berbahaya dan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan infrastruktur lain di sekitarnya. Untuk meningkatkan bilangan oktan pada bahan bakar kendaraan bermotor biasanya menambahkan suatu cairan kimia yang dapat mengurangi letupan selama proses pembakaran di dalam mesin. Cairan anti letupan yang lazim

dipakai adalah timbal tetraetil (Pb(C2H5)4) dan timbal tetrametil (Pb(CH3)4) atau

campurannya. Senyawa ini pada proses pembakaran akan melepaskan partikel-

partikel Pb dalam bentuk PbCl2, PbBr2, PbBrCl, PbO, dan PbO4

Pencemaran logam Pb dapat menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil karena sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan tanah. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah, pada keadaan ini Pb akan terlepas dari ikatan tanah berupa ion dan bergerak bebas dalam larutan tanah, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman, pada konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg)

tidak larut dalam air dan sisanya dilepaskan ke udara (Wardhana 2001).

dapat mengakibatkan pengaruh toksik terhadap proses fotosintesis sehingga

pertumbuhan akan terhambat (Widowati et al. 2008).

Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun, yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif. Partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu (1) sedimentasi akibat gaya gravitasi (2) tumbukan akibat turbulensi angin, dan (3) pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai

panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7 μm, oleh karena ukuran Pb yang

demikian kecil, maka partikel Pb akan masuk ke dalam daun lewat celah stomata serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel jaringan

pagar dan jaringan bunga karang. Oleh karena partikel Pb tidak larut dalam air,

maka senyawa Pb dalam jaringan terperangkap dalam rongga antarsel sekitar stomata seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Logam Pb bersifat amfoter. Dalam

suasana asam, Pb berupa ion Pb2+ dan sebaliknya pada suasana basa akan berubah

menjadi Pb(OH)4. Karena bersifat amfoter, maka Pb akan lebih berbahaya pada

daerah yang mempunyai keasaman air hujan tinggi. Pada suasana asam, Pb larut

membentuk ion Pb2+ dengan demikian menjadi lebih bebas jika dibandingkan

ketika Pb masih dalam bentuk partikel (Dahlan 2004).

stomata

Gambar 4 Akumulasi partikel Pb pada jaringan daun. Pb

Sel miophil

Pb

Epidermis bawah Epidermis atas

Jaringan bunga karang Jaringan tiang

Logam tembaga (Cu)

Logam Cu di alam ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa padat bentuk mineral. Logam Cu seperti juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari hasil pelapukan dan pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Ada 10 jenis bebatuan dan 19 mineral utama yang mengandung Cu dan kandungan Cu dalam bebatuan berkisar 2–200 ppm dan dalam berbagai mineral berkisar 23–100% (Alloway 1995).

Pada konsentrasi rendah Cu sangat berperan dalam pembentukan protein. Kelebihan Cu akan mengganggu aktivitas dari beberapa enzim dan proses fotosintesis, metabolisme asam lemak dan protein. Efek yang paling penting adalah penurunan sistem transfer elektron pada proses fotosintesis yang menyebabkan produksi radikal yang memulai reaksi dari rantai peroksidase, melibatkan membran lipid (Lahuddin 2007).

Logam Cu diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+ yang berperan

dalam proses oksidasi, reduksi, dan pembentukan enzim. Logam Cu dalam tanah

dalam bentuk Cu2+

Kadar Cu dalam larutan tanah meningkat dengan meningkatnya pH tanah atau sebaliknya, hal ini disebabkan Cu terikat kuat pada matrik tanah. Logam Cu dapat stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi-reaksi hidrolisis, pembentukan komplek anorganik dan organik, adsorpsi Cu pada berbagai jenis mineral liat. Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kandungannya di dalam tanah antara 2 sampai 250 ppm, sedangkan dalam jaringan tanaman yang tumbuh normal sekitar 5-20 ppm. Kondisi kritis dalam tanah 60-125 ppm, dan dalam jaringan tanaman 5-60 ppm, pada kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Lahuddin 2007).

yang terikat kuat oleh matrik tanah yang terdiri dari komplek liat dan humus atau senyawa-senyawa organik yang berasal dari reaksi perombakan bahan organik. Tanda-tanda kekurangan Cu pada tanaman yaitu terjadi kelainan pada bagian daun, ujung daun layu, dan daun yang muda menjadi klorosis (Lahuddin 2007).

Logam Zink (Zn)

Zink (Zn) merupakan unsur mikro esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi. Zn berfungsi sebagai penyusun pati dan aktivator enzim (aldolase, asam aksalat dekarboksilase, histidin, superoksida demutase dan lain-lain), pembentukan klorofil, dan metabolisme karbohidrat. Mineral-mineral sebagai sumber utama yang kaya Zn dalam tanah adalah ZnS, dan sumber yang sangat kecil dari

mineral-mineral ZnCO3, ZnO, ZnSO4 dan Zn3(PO4)2.4H2

Logam Zn adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Adsorpsi Zn dalam tanah dapat terjadi karena adanya bahan organik dan mineral liat. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain ZnS, (ZnFe)S, dan ZnCO

O (Lahuddin 2007).

3. Pelarutan mineral terjadi secara alami sehingga unsur yang terkandung di dalamnya terbebas dalam

bentuk ion. Zn2+

Untuk pertumbuhan, tanaman membutuhkan unsur Zn hanya dalam jumlah sedikit. Hal ini terlihat dari hasil analisis Zn pada jaringan tanaman berkisar 21– 120 ppm dari bahan kering jaringan tanaman yang sehat, bila kandungan 11–25 ppm dikatakan rendah, di bawah angka 10 ppm disebut kurang, dan tinggi atau berlebihan bila kandungan Zn di atas 71 atau 81 ppm. Beberapa spesies tanaman toleran terhadap tingginya kandungan Zn dalam jaringan tanaman (600–7800 ppm). Keracunan Zn menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar, pelebaran daun, dan diikuti klorosis dan nekrosis pada daun. Kadar Zn yang tinggi menekan serapan P dan Fe oleh tanaman (Lahuddin 2007).

yang terbebas mengalami proses lanjut, terikat dengan matrik

tanah atau bereaksi dengan unsur-unsur lain (Widowati et al. 2008).

Logam Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah

alkalis diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+, di samping itu Zn diserap juga

dalam bentuk komplek khelat, misalnya Zn-EDTA. Kadar Zn dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm dan dalam tanaman berkisar 20-70 ppm. Kelarutan Zn tinggi pada tanah yang keasamannya tinggi dan sebaliknya keasaman tanah rendah maka kelarutan Zn juga rendah (Lahuddin 2007).

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer serapan atom (SSA) merupakan alat untuk menganalisis unsur-unsur logam dan semi logam dalam suatu senyawa. Prinsip kerja AAS adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Panjang gelombang sinar yang diserap bergantung pada konfigurasi elektron dari atom, sedangkan intensitasnya bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar. Spektrofotometri Serapan Atom juga merupakan suatu metode analisis yang memiliki beberapa keuntungan yaitu kecepatan analisis dan ketelitiannya, tingkat sensitivitas dan selektivitas tinggi. Sistemnya relatif mudah, dan tidak memerlukan pemisahan pendahuluan. Perangkat SSA ini sudah menggunakan program komputer otomatis pada seluruh parameter alat, seperti kuat arus lampu katoda, slit, panjang gelombang, standarisasi dan sebagainya. Adapun beberapa kekurangannya, antara lain hanya dapat digunakan untuk larutan dengan konsentrasi rendah, memerlukan jumlah larutan yang relatif besar (10-15 ml), dan efisiensi nebulizer untuk membentuk aerosol rendah (Tzalev dan Zapri 1995).

Hukum dasar penyerapan; Besaran cahaya terserap transmitan (T),

didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas akhir dengan intensitas awal. T = I/Io

Transmittan mengindikasikan fraksi intensitas cahaya mula-mula yang mencapai detektor setelah melewati atom dalam nyala. Persen Transmitan (%T), merupakan transmitan yang dinyatakan dalam persen.

%T = I/Io x 100

Persen serapan (% A), merupakan komplemen dari %T yang didefinisikan sebagai persen dari intensitas cahaya mula mula yang terserap dalam nyala.

% A = 100 - %T atau A = log (Io/I)

Besaran absorban inilah yang lazim digunakan untuk mengkarakterisasi penyerapan cahaya dalam spektrofotometri serapan atom. Besaran ini memiliki hubungan yang linier dengan konsentrasi analit, seperti diungkapkan oleh Hukum Lambert- Beer:

A = a b c

Keterangan : A = absorban, a = koefisien absorpsi, b = panjang jalan yang dilalui cahaya, dan c = konsentrasi dari spesi yang menyerap.

Persamaan ini menunjukkan bahwa A secara langsung proporsional dengan konsentrasi (C) dari spesi penyerap pada suatu kondisi pengukuran dan peralatan tertentu. Pada daerah konsentrasi tertentu dimana hukum Lambert-Beer berlaku, diperoleh garis lurus. Tetapi pada konsentrasi yang lebih besar terjadi penyimpangan dari hukum Lambert-Beer dimana absorban tidak lagi memberikan hubungan linier dengan konsentrasi.

Spektroskopi serapan atom terdapat dua istilah yang perlu diperhatikan yaitu sensitivitas dan limitdeteksi. Jika suhu nyala yang digunakan terlalu tinggi maka sensitivitas menurun karena atom-atom akan terionisasi lebih lanjut. Ionisasi lebih lanjut ini pada suhu tinggi dapat diatasi dengan penambahan ke dalam sampel sejumlah besar unsur tertentu yang mempunyai potensial ionisasi lebih

rendah daripada unsur yang diukur. Konsentrasi karakteristik dan limit deteksi

adalah besaran yang digunakan untuk menilai kinerja peralatan bagi analisis unsur tertentu. Walaupun kedua besaran ini bergantung pada pengukuran absorban namun memberikan spesifikasi kinerja yang berbeda dan jenis informasi yang diperoleh dari kedua besaran inipun berbeda.

Sensitivitas ditentukan sebagai konsentrasi dari suatu unsur dalam g/mL (ppm) yang menghasilkan signal transmitans sebesar 0,99 atau signal absorbans sebesar 0,0044. Suatu konvensi yang mendefinisikan besarnya absorban yang dihasilkan pada suatu konsentrasi analit tertentu. Pada spektrofotometri serapan atom, besaran ini dinyatakan sebagai konsentrasi suatu unsur dalam milligram/Liter (mg/L) yang diperlukan untuk menghasilkan isyarat sebesar 1% absorpsi (0,0044 A).

Kepekaan (mg/L) =

Limit Deteksi konsentrasi terkecil yang dapat terukur dari suatu unsur ditentukan melalui nilai kepekaan dan kestabilan dari pengukuran absorban.

Terdapatnya derau (noise) pada isyarat yang dihasilkan mempersulit pengamatan

adanya perubahan absorban akibat adanya perubahan konsentrasi yang kecil. Limit deteksi ditentukan sebagai konsentrasri terendah dari suatu unsur yang menghasilkan signal sama dengan dua standar diviasi signal beckground atau dua

kali dari baseline noise. Baik sensitivitas maupun limit deteksi nilainya bervariasi dan keduanya tergantung pada suhu nyala, tipe instrumen, dan metode analisis.

Sumber radiasi yang paling banyak digunakan untuk pengukuran secara

spektroskopi serapan otom adalah lampu katoda cekung (hallow cathode lamp).

Lampu katoda cekung terdiri dari anoda Tungsten (bermuatan positif) dan katoda silindris (bermuatan negatif) dimana kedua elektron tersebut berada di dalam sebuah tabung gelas yang diisi gas neon (Ne) atau gas argon (Ar) dengan tekanan 1 sampai 5 torr. Biasanya diisi gas argon karena pertama massanya lebih besar

untuk memungkinkan terjadinya Sputtering dan kedua potensial eksitasinya lebih

besar untuk memungkinkan terjadinya garis resonansi.

Pemilihan nyala dalam analisis spektroskopi absorpsi atom biasanya ada

empat jenis nyala yang dapat digunakan yaitu nyala udara-asetilena, nyala N2

Pengukuran dilakukan pada rentang daerah linier maka penggunaan satu larutan standar dan satu larutan blanko telah cukup untuk mendefinisikan atau menentukan hubungan antara konsentrasi dan absorban. Diperlukan deretan larutan standar lainnya untuk verifikasi keakuratan kalibrasi terutama bila hubungan absorban-konsentrasi menjadi tidak linier lagi. Akurasi kurva kalibrasi tak linier sangat bergantung pada jumlah standar dan persamaan garis yang digunakan dalam membuat kurva kalibrasi.

O- asetilena, nyala udara-hidrogen, dan nyala argon-hidrogen. Pemilihan nyala yang sesuai terutama didasarkan pada sifat-sifat unsur yang akan dianalisis. Keempat jenis nyala selain berbeda dalam suhu nyala juga berbeda dalam pereduksi, trasmitans. Rangkaian kerja SSA dapat dilihat pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2010-Mei 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat Spektrofotometer Serapan Atom tipe AA 7000 Shimadzu, plat penangas, oven, dan kertas saring. Bahan berupa daun, kulit batang, dan akar dari tanaman angsana, mahoni, glodogan, dan tanah di bawah tajuk sekitar pohon angsana,

mahoni, glodogan. Bahan kimia HNO3 pekat dan air bebas ion.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu koleksi sampel, preparasi sampel, dan analisis dengan SSA. Tahapan penelitian atau diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir penelitian PengambilanSampel

Daun, Kulit Batang, Kulit Akar dan Tanah

-Angsana

-Mahoni

-Glodogan

Korelasi kadar Pb, Cu, dan Zn dengan jenis tanaman Analisis

Statistik PengambilanSampel

Daun, Kulit Batang, Kulit Akar dan Tanah

Daun, Kulit Batang, Akar

dan Tanah 3 g Sampel halus + 15 ml

HNO3 pekat

Koleksi Sampel

Sampel berupa daun, kulit batang, akar, dan tanah sekitar pohon angsana, mahoni, dan glodogan diambil pada tiga lokasi jalur hijau Kota Banda Aceh. Pemilihan lokasi berdasarkan kepadatan lalulintasnya antara lain di daerah persimpangan. Pengamatan jumlah kendaraan dilakukan selama 1 jam dengan menghitung jumlah kendaraan roda empat keatas dan kendaraan roda dua. Waktu penghitungan kendaraan dilakukan pada saat puncak lalulintas, yaitu mulai pukul 8.00 sampai dengan 9.00 WIB. Ketiga lokasi tersebut adalah pertama lokasi kepadatan lalulintas rendah (Jalan Sultan Takdir Alaiddin Mahmudsyah) dengan 368 unit kendaraan, kedua lokasi kepadatan lalulintas sedang (Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman: Jalan Teungku Chik Ditiro dan Jalan Mohammad Jam) jumlah 408 unit kendaraan, dan ketiga lokasi kepadatan lalulintas tinggi (Kawasan simpang lima: Jalan Teungku Nyak Arief dan Jalan Ratu Safiatuddin) dengan 646 unit kendaraan. Peta lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebagai lokasi kontrol yang tidak dilalui kendaraan adalah di hutan kota daerah Cifor Bogor. Sampel daun diambil dari beberapa cabang berbeda pada ketinggian 1-2 m. Sampel kulit batang diambil pada ketinggian 1 m dengan usia pohon rata- rata 9 tahun. Sampel akar dan tanah diambil pada daerah yang sama di bawah tajuk sisi pohon pada kedalaman 5-20 cm. Semua jenis sampel diambil pada bulan November 2010.

Preparasi Sampel

Kesemua jenis sampel diperlakukan dengan cara yang sama, yaitu dikering anginkan kurang lebih dua minggu. Selanjutnya, sampel-sampel tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam (AOAC). Setelah kering, sampel dihaluskan dan ditimbang.

Sebanyak 3 g sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu

destruksi 250 mL dan ditambahkan 15 mL HNO3 pekat, kemudian disimpan di

dalam lemari asam selama 3 jam. Campuran dipanaskan pada suhu 80 ºC hingga asap berwarna kecoklatan tidak keluar lagi, lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan air bebas ion dan disaring dengan kertas Whatman nomor 42 sambil dibilas sampai mendapatkan volume filtrat 50 mL untuk selanjutnya diukur kadar logam dengan SSA.

Analisis Logam Pb, Cu, dan Zn dalam Sampel

Penentuan kadar Pb, Cu, dan Zn dengan SSA dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Stok larutan standar masing-masing atom Pb, Cu, dan Zn dengan

Dokumen terkait