PELINDUNG DI JALUR HIJAU KOTA BANDA ACEH
RUHAIBAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Akumulasi Logam Pb, Cu, dan Zn pada Tanaman Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh” adalah karya saya dengan arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
RUHAIBAH. Accumulation of Pb, Cu, and Zn Along The Roadside of Banda Aceh. Under Direction of IRMA HERAWATI SUPARTO AND TETTY KEMALA
The city of Banda Aceh planted several types of trees along the roadside as shade and protector, such as Pterocarpus indicus (angsana), Swetenia mahagoni (mahoni), and Polyalthia longifolia (glodogan). These trees were planted also as an effort in solving environmental issues to reduce air pollution. Therefore, the objective of this study was to analyze the concentration of Pb, Cu, and Zn on those three types of trees along the roadside of Banda Aceh, also to evaluate the correlation of the types of tree and the location based on different traffic density. The samples were analyzed for Pb, Cu, and Zn from the leaves, stems, roots, and soils around the trees taken at four locations with different density of traffic. All types of sample were analyzed by Atomic Absorption Spectrometry. Based on the concentration of Pb, Cu, and Zn, the highest accumulation was at location of high traffic density and the lowest at the control sites. For the type of tree, angsana has the highest accumulation of Pb and Zn compared to mahoni and glodogan trees. There were significant correlation for Pb and Cu concentration with accumulation in the soil and the roots, whereas Zn concentration correlated
almost with all parts of the trees and its soil.
Keywords: Heavy metal, longifolia, correlation.
RUHAIBAH. Akumulasi Logam Pb, Cu, dan Zn pada Tanaman Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO DAN TETTY KEMALA.
Pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah, sedang menggalakkan penanaman sejuta pohon yang berfungsi sebagai pelindung dan penghijauan. Penghijauan di perkotaan merupakan salah satu usaha dalam mengatasi masalah lingkungan untuk mengurangi polusi (Dahlan 2004). Selain itu, tanaman penghijauan dapat dijadikan bioindikator adanya bahan pencemar udara khususnya dari emisi kendaraan dan industri (Kord et al. 2010).
Aktivitas masyarakat perkotaan meningkat tajam disertai dengan meningkatnya penggunaan energi bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor maupun pada berbagai aktivitas lain sehingga menimbulkan efek negatif bagi lingkungan (Wardhana 2001). Beberapa partikel yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor, bengkel-bengkel otomotif, dan limbah rumah tangga seperti Pb, Cu, dan Zn juga mengalami peningkatan. Partikel-partikel tersebut pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan kesehatan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan sehingga perlu penanganan secara serius (Widowati et al. 2008).
Masalah adanya akumulasi logam berat dapat berpengaruh pada tanaman dan tanah di sekitar jalur lalulintas. Akumulasi logam pada pohon tersebut dapat dijadikan bioindikator dari polusi suatu area. Semakin besar kemampuan tanaman dalam menyerap logam dari udara, maka semakin banyak kadar logam dapat dibersihkan pada lingkungan tersebut. Kemampuan mengakumulasi partikel logam juga dipengaruhi oleh struktur daunnya, yaitu permukaan daun yang kasar dan berlekuk lebih menahan partikel logam sehingga tidak mudah terbawa angin dan hujan (Dahlan 2004).
Pemilihan pohon pelindung biasanya berdasarkan estetika seperti penampilan dari tajuk dan daun yang akan berpengaruh pada kerindangannya. Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai kemampuan pohon pelindung menyerap emisi kendaraan seperti yang dilaporkan oleh EL-Gamal (2000) bahwa berbagai vegetasi di Kairo ternyata mempunyai korelasi antara jenis pohon dan tanah sesuai kepadatan lalulintas dan industri. Jenis pohon lainnya, seperti pinus jarum (Pinus eldarica) oleh Kord et al. (2010) di kota Teheran dan daun Robinia pseudo-acacia L. (Fabaceae) oleh Celik et al. (2005) di kota Denizli, dilaporkan bahwa akumulasi logam Pb, Cu, Zn, Ni, dan Cr tertinggi di temukan daerah padat lalulintas dibandingkan daerah kontrol, sehingga pohon ini dapat dijadikan sebagai bioindikator akumulasi logam. Studi akumulasi logam berat juga dilakukan pada jalur hijau kota di Latvia khususnya pohon jeruk nipis yang ternyata dapat juga dijadikan bioindikator (
Pohon pelindung yang ada di jalur hijau kota Banda Aceh belum pernah diteliti perannya sebagai bioindikator. Oleh karena itu, perlu dievaluasi berbagai jenis pohon pada jalur hijau kota Banda Aceh diantaranya angsana, mahoni dan glodogan yang dikenal sebagai pohon pelindung dan perindang. Tujuannya untuk menganalisis kadar logam Pb, Cu, dan Zn pada berbagai bagian pohon pelindung tersebut maupun tanah sekitarnya, serta korelasi antara jenis pohon dan lokasi kepadatan lalulintas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
mahoni, dan glodogan dalam mengakumulasi logam berat Pb, Cu, dan Zn, sehingga dapat dijadikan kebijakan dan pertimbangan pemerintahan daerah dalam memanfaatkan pohon pelindung sebagai penyerap unsur Pb, Cu, dan Zn.
Sampel berupa daun, kulit batang, dan akar, serta tanah sekitar pohon angsana, mahoni, dan glodogan yang diambil dari tiga lokasi berbeda jalur hijau Kota Banda Aceh. Pemilihan lokasi berdasarkan kepadatan lalulintas dengan pengamatan jumlah kendaraan yang melewatinya dilakukan selama satu jam, mulai pukul 8.00 sampai dengan 9.00 WIB. Ketiga lokasi tersebut adalah lokasi kepadatan lalulintas rendah, lokasi kepadatan lalulintas sedang dan lokasi kepadatan lalulintas tinggi. Sebagai lokasi kontrol yang tidak dilalui kendaraan adalah di ruang terbuka hijau berupa hutan kota. Sampel daun diambil dari beberapa cabang berbeda pada ketinggian 1-2 m. Sampel kulit batang pada ketinggian 1 m dan usia pohon rata-rata 9 tahun. Sampel akar dan tanah diambil pada posisi yang sama di kedalaman 5-20 cm. Semua sampel diambil pada bulan November 2010.
Kesemua jenis sampel diperlakukan sama tanpa pencucian dan dikering anginkan. Selanjutnya, dikeringkan dalam oven. Setelah kering sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam labu destruksi, kemudian ditambahkan 15 mL HNO3
Berdasarkan hasil uji SSA didapatkan konsentrasi Pb, Cu, dan Zn tertinggi pada lokasi kepadatan lalulintas tinggi dan terendah pada lokasi kontrol. Untuk jenis tanaman, angsana memiliki kemampuan serapan tertinggi terhadap logam Pb dan Zn dibandingkan
pekat dan disimpan di dalam lemari asam. Kemudian dipanaskan sampai asap berwarna kecoklatan tidak keluar lagi. Setelah didinginkan beberapa saat, ditambahkan air bebas ion dan disaring sambil dibilas hingga mendapatkan volume filtrat 50 mL untuk selanjutnya diukur kadar logam dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk mengetahui perbedaan serapan ketiga jenis tanaman, maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan Korelasi Pearsondengan taraf signifikan 0,05.
mahoni
Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat beracun pada seluruh aspek kehidupan. Logam Pb berperan sebagai mobilitas pada proses penyerapan logam dari akar tanaman menuju daun. Pencemaran logam timbal dapat menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil karena sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan tanah sekitar tanaman. Tanaman dapat menyerap logam timbal pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah, pada keadaan ini Pb akan terlepas dari ikatan tanah berupa ion dan bergerak bebas dalam larutan tanah maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Kemudian ditransfer ke bagian lain dari tanaman yaitu batang, ranting, dan daun, tapi pada konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) dapat mengakibatkan pengaruh toksik terhadap proses fotosintesis sehingga pertumbuhan akan terhambat (Widowati et al. 2008).
protein, fosforilasi oksidatif dan mobilisasi besi. Kelebihan tembaga akan mengganggu aktivitas dari beberapa enzim. Dalam beberapa aspek lain yang terkait dengan fotosintesis, pigmen sintesis, metabolisme asam lemak dan protein, proses fiksasi N dan integritas membran (Widowati et al. 2008). Beberapa protein kloroplas dan enzim glutamin sintase (GS) dan glutamat ferredoxin-tergantung sintase (Fd-GOGAT), terlibat dalam asimilasi NH4+, sangat rentan terhadap keracunan logam berat, terutama Fd-GOGAT terhadap kelebihan Cu. Efek yang paling penting adalah penurunan sistem transfer elektron pada proses fotosintesis yang menyebabkan produksi radikal pada saat memulai reaksi dari rantai peroksidase, melibatkan membran lipid. Logam Cu diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+ yang berperan dalam proses oksidasi, reduksi, dan pembentukan enzim (Lahuddin 2007).
Sebagian besar Cu diserap oleh tanaman dan disimpan dalam akar. Meskipun merupakan unsur hara penting, ketika diserap dalam jumlah besar akan menjadi toksik terhadap pertumbuhan tanaman dan terjadi kerusakan pada morfologi, ultrastruktural dan tingkat biokimia. Tanda-tanda kekurangan Cu pada tanaman yaitu terjadi kelainan pada bagian daun, ujung daun layu, dan daun yang muda menjadi klorosis (Lahuddin 2007
Zink (Zn) merupakan unsur mikro esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi. Zn berfungsi sebagai penyusun pati dan aktivator enzim (aldolase, asam aksalat dekarboksilase, histidin, superoksida demutase dan lain-lain), pembentukan klorofil, dan metabolisme karbohidrat (Lahuddin 2007). Logam Zn merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan semua jenis hewan dan tumbuhan. Zn ditemukan hampir pada semua sel dan merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan manusia, hewan, maupun tanaman yang menempati urutan nomor dua setelah Fe. Metebolisme sel dipengaruhi dan ditentukan oleh Zn. Peran Zn dalam peran katalitik, yaitu hampir 100 jenis enzim memiliki kemampuan katalisator dalam reaksi kimia tergantung pada Zn. Zn juga berperan penting dalam menyusun dan menstabilkan struktur protein juga struktur membran sel, katalisator enzim superoksida (CuZnSOD). Keracunan Zn menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar tanaman dan pelebaran daun diikuti klorosis dan nekrosis. Kadar Zn yang tinggi menekan serapan P dan Fe oleh tanaman (Widowati et al. 2008).
).
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu penulisan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PELINDUNG DI JALUR HIJAU KOTA BANDA ACEH
RUHAIBAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh Nama Mahasiswa : Ruhaibah
NRP : G451090121 Program Studi : Kimia
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. dr. Irma Herawati Suparto, M.S Dr. Tetty Kemala, M.Si Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas berkat dan rahmatNya sehingga tesis yang berjudul “Akumulasi Logam Pb, Cu dan Zn pada Tanaman Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh”, selesai dengan baik.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih atas segala bimbingan dan arahannya kepada Ibu Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS dan Ibu Dr. Tetty Kemala, M.Si selaku pembimbing. Disamping itu, ucapan terima kasih kepada seluruh staf dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Kimia Institut Pertanian Bogor, atas ilmu yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini. Penanggung jawab Laboratorium Anorganik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB), yang telah memberikan fasilitas selama penelitian. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah mendanai hingga pendidikan ini selesai. Kepala Madrasah dan teman-teman keluarga besar Madrasah Aliyah Negeri Model Banda Aceh serta teman-teman seperjuangan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Kimia IPB Angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam segala hal semoga Allah membalas atas segala kebaikannya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, Amin yaa rabbal alamin.
Bogor, Juli 2011
Korelasi Kandungan Logam dengan Jenis Tanaman dan Lokasi PEMBAHASAN ... Kandungan Logam Berdasarkan Lokasi Sampel ... Kandungan Logam Berdasarkan Jenis Tanaman ...
Simpulan ………. Saran ………... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
Halaman
4 Akumulasi partikel Pb pada jaringan daun... 10
5 Rangkaian kerja SSA ………... 15 Diagram alir penelitian ………... Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada tanaman angsana, mahoni dan glodogan di lokasi kepadatan lalulintas rendah ... Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan glodogan pada lokasi kepadatan lalulintas sedang ... Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan glodogan pada lokasi kepadatan lalulintas tinggi ... Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan glodogan pada lokasi Kontrol ... Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan jenis tanaman pelindung angsana, mahoni, dan glodogan ... Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan bagian-bagian tanaman dan tanah sekitarnya ... 17 1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel ... 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, baik pemerintah pusat maupun daerah, sedang menggalakkan
penanaman sejuta pohon, antara lain dengan mengembangkan penghijauan kota
yang berfungsi sebagai tanaman pelindung dan perindang. Penghijauan di
perkotaan merupakan salah satu usaha dalam mengatasi masalah lingkungan
untuk mengurangi polusi udara dengan menciptakan iklim yang sejuk dan nyaman
(Dahlan 2004). Selain itu, peranan tanaman penghijauan juga dapat dijadikan
bioindikator adanya bahan pencemar udara khususnya dari emisi kendaraan dan
industri (Kord et al. 2010).
Aktivitas masyarakat perkotaan meningkat tajam disertai dengan
meningkatnya penggunaan energi bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor
maupun pada berbagai aktivitas lain yang menimbulkan efek negatif bagi
lingkungan, yaitu polusi udara (Wardhana 2001). Beberapa partikel yang
dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor, bengkel-bengkel otomotif, dan limbah
rumah tangga seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), dan zink (Zn) juga mengalami
peningkatan. Partikel-partikel tersebut pada konsentrasi tertentu dapat
membahayakan kesehatan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan sehingga perlu
penanganan secara serius. Salah satu cara yang efektif untuk menangani polusi
udara dengan konsep penanaman pohon pelindung (Widowati et al. 2008).
Masalah adanya akumulasi logam berat dapat berpengaruh pada tanaman
dan tanah di sekitar jalur lalulintas. Akumulasi logam pada pohon tersebut dapat
dijadikan bioindikator dari polusi suatu area. Semakin besar kemampuan tanaman
dalam menyerap logam dari udara, maka semakin banyak kadar logam dapat
dibersihkan pada lingkungan tersebut. Tinggi rendahnya akumulasi tanaman
terhadap logam Pb, Cu, dan Zn berbeda-beda menurut jenisnya, tingkat
pertumbuhannya, jarak terhadap sumber pencemar, dan konsentrasi bahan
pencemar. Kemampuan mengakumulasi partikel logam juga dipengaruhi oleh
struktur daunnya, yaitu permukaan daun yang kasar dan berlekuk lebih menahan
partikel logam sehingga tidak mudah terbawa angin dan hujan (Dahlan 2004).
Pemilihan pohon pelindung biasanya berdasarkan estetika seperti
penampilan dari tajuk dan daun yang akan berpengaruh pada kerindangannya.
Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai kemampuan pohon pelindung
menyerap emisi kendaraan seperti yang dilaporkan oleh El-Gamal (2000) bahwa
berbagai jenis vegetasi di Kairo ternyata mempunyai korelasi antara jenis pohon
dan tanah sesuai kepadatan lalulintas dan industri. Jenis pohon lainnya, seperti
pinus jarum (Pinus eldarica) di kota Teheran dilaporkan bahwa akumulasi logam
Pb, Cu, Zn, Ni, dan Cr tertinggi di daerah padat lalulintas dibandingkan daerah
kontrol, sehingga pohon ini dapat dijadikan bioindikator akumulasi logam (Kord
et al. 2010) dan (Celik et al. 2005) pada daun Robinia pseudo-acacia L.
(Fabaceae) dievaluasikan sebagai biomonitor kontaminasi logam berat di kota
Denizli. Studi akumulasi logam berat dilakukan pada jalur hijau kota di Latvia
khusus pohon jeruk nipis yang ternyata dapat juga dijadikan bioindikator (
Pohon pelindung yang berada di kota Banda Aceh belum pernah diteliti
perannya sebagai bioindikator. Oleh karena itu, perlu dievaluasi berbagai jenis
pohon pada jalur hijau kota Banda Aceh diantaranya angsana (Pterocarpus
indicus), mahoni (Swetenia mahagoni) dan glodogan (Polyalthia longifolia) yang dikenal sebagai tanaman pelindung dan perindang. Ketiga pohon ini ditanam pada
beberapa jalur hijau dengan tingkat kepadatan lalulintas berbeda, hal ini dilihat
berdasarkan jumlah kendaraan yang melintas suatu jalan pada waktu yang sama.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kebijakan bagi pemerintah daerah
dalam menerapkan pemilihan pohon pelindung untuk jalur lalulintas yang dapat
dijadikan suatu bioindikator tingkat akumulasi logam.
Cektere
dan Osvalde 2008). Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian terhadap tanaman
pelindung membuktikan bahwa akumulasi logam dipengaruhi oleh kepadatan
lalulintas dan jenis pohon pada jalur hijau.
Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kadar logam Pb, Cu, dan Zn pada
berbagai bagian tanaman pelindung angsana, mahoni dan glodogan maupun tanah
sekitarnya di jalur hijau kota Banda Aceh, serta hubungannya antara jenis
Hipotesis
Semakin tinggi kepadatan lalulintas pada suatu lokasi akan menyebabkan
semakin tinggi pula kadar logam berat yang terakumulasi pada pohon pelindung
di lokasi tersebut.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
tentang kemampuan pohon pelindung, seperti angsana, mahoni, dan glodogan
dalam mengakumulasi logam berat Pb, Cu, dan Zn. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan kebijakan dan pertimbangan pemerintahan daerah dalam memantau dan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pelindung
Tanaman tidak hanya dapat diambil manfaatnya dari hasil produksi bagian
pohonnya saja. Manfaat tanaman juga dapat berupa peranannya dalam
menciptakan kenyamanan, meredam kebisingan, dan mengurangi bahaya hujan
asam (Dahlan 2004). Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsoprsi
gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis pohon yang paling efektif
untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang
rindang. Penanaman berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup
rapat dan tinggi akan dapat menyerap kebisingan yang bersumber dari bawah
melalui daunnya sampai 95 % (Dahlan 2004).
Berdasarkan beberapa pernyataan mengenai peranan pohon serta berbagai
polusi yang terjadi dalam lingkungan baik berupa emisi gas atau partikel, energi
panas atau radiasi sinar, dan kebisingan. Maka solusi terbaik adalah penataan jalur
hijau dan perluasan area untuk penanaman pohon pelindung (Dahlan 2004).
Pohon pelindung merupakan pohon yang ditanam di pinggir jalan sebagai
penghijauan juga untuk melindungi tanaman lain dari sengatan matahari secara
langsung. Adapun pohon yang tergolong sebagai pohon pelindung antara lain
pohon angsana, mahoni, glodogan, dan tanjung (Dahlan 2004).
Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd) seperti pada Gambar 1 adalah jenis tanaman pohon berasal dari Asia Tenggara, tingginya mencapai 10-40 m.
Daun majemuk berbentuk bulat telur, berukuran 12-22 cm dengan 5-11 lembar
anak daun, panjang daun 3-10 cm, lebar 2-5 cm. Mahkota bunga berwarna kuning,
dan tajuk tanaman berbentuk bulat. Taksonomi tanamannya devisi
Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Resales,
Suku Leguminoceae, marga Pteracafpus, dan Jenis Pterocarpus indica Willd
Gambar 1 Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd)
Pohon mahoni (Swetenia mahagoni Jacq) dapat dilihat pada Gambar 2
merupakan jenis tanaman pohon yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika,
tingginya mencapai 10-30 m, daun majemuk menyirip genap, berbentuk elips
agak bundar dengan helaian anak daun meruncing, dan berwarna hijau tua,
panjang 8-12 cm, lebar 3-5 cm. Buah pohon mahoni memiliki tangkai, tajuknya
berbentuk tidak teratur. Taksonomi tanaman tergolong divisi Spermatophyta, sub
divisi Angiospermae, kelas Dicotiledenae, bangsa Rutales, suku Meliaceae, marga
Swietenie, jenis Swetenia mahagoni Jacq(Sulasmini 2007).
Pohon glodogan (Polyalthia longifolia) ditunjukkan pada Gambar 3 juga termasuk jenis tanaman pohon yang tingginya 10-25 m, batangnya lurus, daunnya
tunggal berseling, berbentuk elips memanjang dan tebal, warna daun hijau tua,
panjangnya 12,5-20 cm, lebar 2,5-5 cm. Bunga axial, berwarna kuning
kehijau-hijauan, dan tajuknya berbentuk kerucut. Taksonomi tanamanannya divisi
Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicosiledenae, bangsa
Canangium, suku Annonaceae, marga Polyalthia, jenis Polyalthia longifolia
(Sulasmini 2007).
Gambar 3 Pohon glodogan (Polyalthia longifolia).
Logam Berat
Logam ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat
berubah akibat pengaruh fisik, kimia, biologis, atau akibat aktivitas manusia.
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5
g/cm3
Logam berat terdapat dalam 3 kelompok biologi dan kimia (biokimia).
Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama logam-logam yang
dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur oksigen. Kedua
logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan
, antara lain Cd, Hg, Pb, Cu, Zn, Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb beracun
bagi makhluk hidup. Logam Cu dan Zn merupakan unsur mikroesensial tanaman
pada proses metabolisme asam lemak dan karbohidrat, tetapi pada konsentrasi
unsur nitrogen atau unsur sulfur. Ketiga logam antara atau logam transisi yang
memiliki sifat khusus (spesifik) sebagai logam pengganti.
Sifat umum dari logam berat adalah potensial toksisitasnya terhadap
mikroorganisme dan makhluk hidup yang lain.
1. Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat beracun pada seluruh aspek
kehidupan. Sumber utama timbal berasal dari komponen gugus alkil timbal pada
bahan bakar kendaraan bermotor. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan
cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3 ppm.
2. Tembaga (Cu) logam yang bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada
konsentrasi larutan diatas 0,1 ppm. Konsentrasi normal elemen ini di tanah
berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat
kuat dengan material organik dan mineral tanah liat.
3. Zink (Zn) biasanya terdapat dalam tanah dengan level 10-300 ppm dan
rata-rata 30-50 ppm. Lumpur Limbah biasanya mengandung Zn yang tinggi, dan
bersifat aktif di tanah.
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan
logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya. Akumulasi logam dalam tanaman
juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies
tanaman (Lahuddin 2007). Logam berat selain akan mempengaruhi ketersediaan
hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam berat
memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah,
kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan
terdistribusi ke bagian tanaman lainnya seperti batang, cabang (ranting), dan daun
(Lahuddin 2007).
Menurut Priyanto dan Prayitno (2006) mekanisme penyerapan logam berat
pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung,
yaitu pertama penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka
membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi
mereduksi logam yang selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan lainnya melalui
jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi
pengangkutan, logam diikat oleh molekul kelat. kemudian senyawa-senyawa yang
dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar,
logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman
melalui jaringan pengangkut (xilem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga lokalisasi
logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak
menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan
logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi yaitu
penimbunan logam di dalam organ tertentu seperti akar (Lahuddin 2007).
Logam Timbal (Pb)
Timbal (Pb) lebih dikenal dengan nama timah hitam. Pb merupakan suatu
logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327 ºC dan
titik didih 1.620 ºC, pada suhu 550–600 ºC dapat menguap dan bereaksi dengan
oksigen di udara membentuk timbal oksida (PbO) dan senyawa organometalik,
yaitu timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML: tetra
methyl lead) dan timbal stearat yang merupakan logam tahan terhadap korosi atau
karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating.
Kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama pencemaran udara,
karena mengandung berbagai emisi gas buang yang berbahaya dan berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan infrastruktur lain di
sekitarnya. Untuk meningkatkan bilangan oktan pada bahan bakar kendaraan
bermotor biasanya menambahkan suatu cairan kimia yang dapat mengurangi
letupan selama proses pembakaran di dalam mesin. Cairan anti letupan yang lazim
dipakai adalah timbal tetraetil (Pb(C2H5)4) dan timbal tetrametil (Pb(CH3)4) atau
campurannya. Senyawa ini pada proses pembakaran akan melepaskan
partikel-partikel Pb dalam bentuk PbCl2, PbBr2, PbBrCl, PbO, dan PbO4
Pencemaran logam Pb dapat menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil
karena sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar
dan tanah. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan
kandungan bahan organik tanah rendah, pada keadaan ini Pb akan terlepas dari
ikatan tanah berupa ion dan bergerak bebas dalam larutan tanah, maka akan terjadi
serapan Pb oleh akar tanaman, pada konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) tidak larut dalam
dapat mengakibatkan pengaruh toksik terhadap proses fotosintesis sehingga
pertumbuhan akan terhambat (Widowati et al. 2008).
Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun, yaitu melalui
stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga
Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif.
Partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu
(1) sedimentasi akibat gaya gravitasi (2) tumbukan akibat turbulensi angin, dan
(3) pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai
panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7 μm, oleh karena ukuran Pb yang
demikian kecil, maka partikel Pb akan masuk ke dalam daun lewat celah stomata
serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel jaringan
pagar dan jaringan bunga karang. Oleh karena partikel Pb tidak larut dalam air,
maka senyawa Pb dalam jaringan terperangkap dalam rongga antarsel sekitar
stomata seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Logam Pb bersifat amfoter. Dalam
suasana asam, Pb berupa ion Pb2+ dan sebaliknya pada suasana basa akan berubah
menjadi Pb(OH)4. Karena bersifat amfoter, maka Pb akan lebih berbahaya pada
daerah yang mempunyai keasaman air hujan tinggi. Pada suasana asam, Pb larut
membentuk ion Pb2+ dengan demikian menjadi lebih bebas jika dibandingkan
ketika Pb masih dalam bentuk partikel (Dahlan 2004).
stomata
Gambar 4 Akumulasi partikel Pb pada jaringan daun. Pb
Sel miophil
Pb
Epidermis bawah Epidermis atas
Logam tembaga (Cu)
Logam Cu di alam ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih
banyak ditemukan dalam bentuk senyawa padat bentuk mineral. Logam Cu seperti
juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari hasil pelapukan dan pelarutan
mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Ada 10 jenis bebatuan dan 19
mineral utama yang mengandung Cu dan kandungan Cu dalam bebatuan berkisar
2–200 ppm dan dalam berbagai mineral berkisar 23–100% (Alloway 1995).
Pada konsentrasi rendah Cu sangat berperan dalam pembentukan protein.
Kelebihan Cu akan mengganggu aktivitas dari beberapa enzim dan proses
fotosintesis, metabolisme asam lemak dan protein. Efek yang paling penting
adalah penurunan sistem transfer elektron pada proses fotosintesis yang
menyebabkan produksi radikal yang memulai reaksi dari rantai peroksidase,
melibatkan membran lipid (Lahuddin 2007).
Logam Cu diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+ yang berperan
dalam proses oksidasi, reduksi, dan pembentukan enzim. Logam Cu dalam tanah
dalam bentuk Cu2+
Kadar Cu dalam larutan tanah meningkat dengan meningkatnya pH tanah
atau sebaliknya, hal ini disebabkan Cu terikat kuat pada matrik tanah. Logam Cu
dapat stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi-reaksi hidrolisis, pembentukan
komplek anorganik dan organik, adsorpsi Cu pada berbagai jenis mineral liat.
Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi
pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kandungannya di dalam
tanah antara 2 sampai 250 ppm, sedangkan dalam jaringan tanaman yang tumbuh
normal sekitar 5-20 ppm. Kondisi kritis dalam tanah 60-125 ppm, dan dalam
jaringan tanaman 5-60 ppm, pada kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai
terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Lahuddin 2007).
yang terikat kuat oleh matrik tanah yang terdiri dari komplek
liat dan humus atau senyawa-senyawa organik yang berasal dari reaksi
perombakan bahan organik. Tanda-tanda kekurangan Cu pada tanaman yaitu
terjadi kelainan pada bagian daun, ujung daun layu, dan daun yang muda menjadi
Logam Zink (Zn)
Zink (Zn) merupakan unsur mikro esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi.
Zn berfungsi sebagai penyusun pati dan aktivator enzim (aldolase, asam aksalat
dekarboksilase, histidin, superoksida demutase dan lain-lain), pembentukan
klorofil, dan metabolisme karbohidrat. Mineral-mineral sebagai sumber utama
yang kaya Zn dalam tanah adalah ZnS, dan sumber yang sangat kecil dari
mineral-mineral ZnCO3, ZnO, ZnSO4 dan Zn3(PO4)2.4H2
Logam Zn adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Adsorpsi Zn
dalam tanah dapat terjadi karena adanya bahan organik dan mineral liat. Mineral
Zn yang ada dalam tanah antara lain ZnS, (ZnFe)S, dan ZnCO
O (Lahuddin 2007).
3. Pelarutan mineral terjadi secara alami sehingga unsur yang terkandung di dalamnya terbebas dalam
bentuk ion. Zn2+
Untuk pertumbuhan, tanaman membutuhkan unsur Zn hanya dalam jumlah
sedikit. Hal ini terlihat dari hasil analisis Zn pada jaringan tanaman berkisar 21–
120 ppm dari bahan kering jaringan tanaman yang sehat, bila kandungan 11–25
ppm dikatakan rendah, di bawah angka 10 ppm disebut kurang, dan tinggi atau
berlebihan bila kandungan Zn di atas 71 atau 81 ppm. Beberapa spesies tanaman
toleran terhadap tingginya kandungan Zn dalam jaringan tanaman (600–7800
ppm). Keracunan Zn menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar, pelebaran
daun, dan diikuti klorosis dan nekrosis pada daun. Kadar Zn yang tinggi menekan
serapan P dan Fe oleh tanaman (Lahuddin 2007).
yang terbebas mengalami proses lanjut, terikat dengan matrik
tanah atau bereaksi dengan unsur-unsur lain (Widowati et al. 2008).
Logam Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah
alkalis diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+, di samping itu Zn diserap juga
dalam bentuk komplek khelat, misalnya Zn-EDTA. Kadar Zn dalam tanah
berkisar antara 16-300 ppm dan dalam tanaman berkisar 20-70 ppm. Kelarutan Zn
tinggi pada tanah yang keasamannya tinggi dan sebaliknya keasaman tanah
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometer serapan atom (SSA) merupakan alat untuk menganalisis
unsur-unsur logam dan semi logam dalam suatu senyawa. Prinsip kerja AAS
adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Panjang
gelombang sinar yang diserap bergantung pada konfigurasi elektron dari atom,
sedangkan intensitasnya bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar.
Spektrofotometri Serapan Atom juga merupakan suatu metode analisis yang
memiliki beberapa keuntungan yaitu kecepatan analisis dan ketelitiannya, tingkat
sensitivitas dan selektivitas tinggi. Sistemnya relatif mudah, dan tidak
memerlukan pemisahan pendahuluan. Perangkat SSA ini sudah menggunakan
program komputer otomatis pada seluruh parameter alat, seperti kuat arus lampu
katoda, slit, panjang gelombang, standarisasi dan sebagainya. Adapun beberapa
kekurangannya, antara lain hanya dapat digunakan untuk larutan dengan
konsentrasi rendah, memerlukan jumlah larutan yang relatif besar (10-15 ml), dan
efisiensi nebulizer untuk membentuk aerosol rendah (Tzalev dan Zapri 1995).
Hukum dasar penyerapan; Besaran cahaya terserap transmitan (T),
didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas akhir dengan intensitas awal.
T = I/Io
Transmittan mengindikasikan fraksi intensitas cahaya mula-mula yang mencapai
detektor setelah melewati atom dalam nyala. Persen Transmitan (%T), merupakan
transmitan yang dinyatakan dalam persen.
%T = I/Io x 100
Persen serapan (% A), merupakan komplemen dari %T yang didefinisikan sebagai
persen dari intensitas cahaya mula mula yang terserap dalam nyala.
% A = 100 - %T atau A = log (Io/I)
Besaran absorban inilah yang lazim digunakan untuk mengkarakterisasi
penyerapan cahaya dalam spektrofotometri serapan atom. Besaran ini memiliki
hubungan yang linier dengan konsentrasi analit, seperti diungkapkan oleh Hukum
Lambert- Beer:
A = a b c
Keterangan : A = absorban, a = koefisien absorpsi, b = panjang jalan yang dilalui
Persamaan ini menunjukkan bahwa A secara langsung proporsional
dengan konsentrasi (C) dari spesi penyerap pada suatu kondisi pengukuran dan
peralatan tertentu. Pada daerah konsentrasi tertentu dimana hukum Lambert-Beer
berlaku, diperoleh garis lurus. Tetapi pada konsentrasi yang lebih besar terjadi
penyimpangan dari hukum Lambert-Beer dimana absorban tidak lagi memberikan
hubungan linier dengan konsentrasi.
Spektroskopi serapan atom terdapat dua istilah yang perlu diperhatikan
yaitu sensitivitas dan limitdeteksi. Jika suhu nyala yang digunakan terlalu tinggi
maka sensitivitas menurun karena atom-atom akan terionisasi lebih lanjut. Ionisasi
lebih lanjut ini pada suhu tinggi dapat diatasi dengan penambahan ke dalam
sampel sejumlah besar unsur tertentu yang mempunyai potensial ionisasi lebih
rendah daripada unsur yang diukur. Konsentrasi karakteristik dan limit deteksi
adalah besaran yang digunakan untuk menilai kinerja peralatan bagi analisis unsur
tertentu. Walaupun kedua besaran ini bergantung pada pengukuran absorban
namun memberikan spesifikasi kinerja yang berbeda dan jenis informasi yang
diperoleh dari kedua besaran inipun berbeda.
Sensitivitas ditentukan sebagai konsentrasi dari suatu unsur dalam g/mL
(ppm) yang menghasilkan signal transmitans sebesar 0,99 atau signal absorbans
sebesar 0,0044. Suatu konvensi yang mendefinisikan besarnya absorban yang
dihasilkan pada suatu konsentrasi analit tertentu. Pada spektrofotometri serapan
atom, besaran ini dinyatakan sebagai konsentrasi suatu unsur dalam
milligram/Liter (mg/L) yang diperlukan untuk menghasilkan isyarat sebesar 1%
absorpsi (0,0044 A).
Kepekaan (mg/L) =
Limit Deteksi konsentrasi terkecil yang dapat terukur dari suatu unsur
ditentukan melalui nilai kepekaan dan kestabilan dari pengukuran absorban.
Terdapatnya derau (noise) pada isyarat yang dihasilkan mempersulit pengamatan
adanya perubahan absorban akibat adanya perubahan konsentrasi yang kecil.
Limit deteksi ditentukan sebagai konsentrasri terendah dari suatu unsur yang
kali dari baseline noise. Baik sensitivitas maupun limit deteksi nilainya bervariasi
dan keduanya tergantung pada suhu nyala, tipe instrumen, dan metode analisis.
Sumber radiasi yang paling banyak digunakan untuk pengukuran secara
spektroskopi serapan otom adalah lampu katoda cekung (hallow cathode lamp).
Lampu katoda cekung terdiri dari anoda Tungsten (bermuatan positif) dan katoda
silindris (bermuatan negatif) dimana kedua elektron tersebut berada di dalam
sebuah tabung gelas yang diisi gas neon (Ne) atau gas argon (Ar) dengan tekanan
1 sampai 5 torr. Biasanya diisi gas argon karena pertama massanya lebih besar
untuk memungkinkan terjadinya Sputtering dan kedua potensial eksitasinya lebih
besar untuk memungkinkan terjadinya garis resonansi.
Pemilihan nyala dalam analisis spektroskopi absorpsi atom biasanya ada
empat jenis nyala yang dapat digunakan yaitu nyala udara-asetilena, nyala N2
Pengukuran dilakukan pada rentang daerah linier maka penggunaan satu
larutan standar dan satu larutan blanko telah cukup untuk mendefinisikan atau
menentukan hubungan antara konsentrasi dan absorban. Diperlukan deretan
larutan standar lainnya untuk verifikasi keakuratan kalibrasi terutama bila
hubungan absorban-konsentrasi menjadi tidak linier lagi. Akurasi kurva kalibrasi
tak linier sangat bergantung pada jumlah standar dan persamaan garis yang
digunakan dalam membuat kurva kalibrasi.
O-asetilena, nyala udara-hidrogen, dan nyala argon-hidrogen. Pemilihan nyala yang
sesuai terutama didasarkan pada sifat-sifat unsur yang akan dianalisis. Keempat
jenis nyala selain berbeda dalam suhu nyala juga berbeda dalam pereduksi,
trasmitans. Rangkaian kerja SSA dapat dilihat pada Gambar 5.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2010-Mei 2011, bertempat di
Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat
Spektrofotometer Serapan Atom tipe AA 7000 Shimadzu, plat penangas, oven,
dan kertas saring. Bahan berupa daun, kulit batang, dan akar dari tanaman
angsana, mahoni, glodogan, dan tanah di bawah tajuk sekitar pohon angsana,
mahoni, glodogan. Bahan kimia HNO3 pekat dan air bebas ion.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu koleksi sampel, preparasi
sampel, dan analisis dengan SSA. Tahapan penelitian atau diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir penelitian PengambilanSampel
Koleksi Sampel
Sampel berupa daun, kulit batang, akar, dan tanah sekitar pohon angsana,
mahoni, dan glodogan diambil pada tiga lokasi jalur hijau Kota Banda Aceh.
Pemilihan lokasi berdasarkan kepadatan lalulintasnya antara lain di daerah
persimpangan. Pengamatan jumlah kendaraan dilakukan selama 1 jam dengan
menghitung jumlah kendaraan roda empat keatas dan kendaraan roda dua. Waktu
penghitungan kendaraan dilakukan pada saat puncak lalulintas, yaitu mulai pukul
8.00 sampai dengan 9.00 WIB. Ketiga lokasi tersebut adalah pertama lokasi
kepadatan lalulintas rendah (Jalan Sultan Takdir Alaiddin Mahmudsyah) dengan
368 unit kendaraan, kedua lokasi kepadatan lalulintas sedang (Kawasan Mesjid
Raya Baiturrahman: Jalan Teungku Chik Ditiro dan Jalan Mohammad Jam)
jumlah 408 unit kendaraan, dan ketiga lokasi kepadatan lalulintas tinggi (Kawasan
simpang lima: Jalan Teungku Nyak Arief dan Jalan Ratu Safiatuddin) dengan 646
unit kendaraan. Peta lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sebagai lokasi kontrol yang tidak dilalui kendaraan adalah di hutan kota daerah
Cifor Bogor. Sampel daun diambil dari beberapa cabang berbeda pada ketinggian
1-2 m. Sampel kulit batang diambil pada ketinggian 1 m dengan usia pohon
rata-rata 9 tahun. Sampel akar dan tanah diambil pada daerah yang sama di bawah
tajuk sisi pohon pada kedalaman 5-20 cm. Semua jenis sampel diambil pada bulan
November 2010.
Preparasi Sampel
Kesemua jenis sampel diperlakukan dengan cara yang sama, yaitu dikering
anginkan kurang lebih dua minggu. Selanjutnya, sampel-sampel tersebut
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam (AOAC). Setelah kering,
sampel dihaluskan dan ditimbang.
Sebanyak 3 g sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu
destruksi 250 mL dan ditambahkan 15 mL HNO3 pekat, kemudian disimpan di
dalam lemari asam selama 3 jam. Campuran dipanaskan pada suhu 80 ºC hingga
asap berwarna kecoklatan tidak keluar lagi, lalu didinginkan. Setelah dingin,
ditambahkan air bebas ion dan disaring dengan kertas Whatman nomor 42 sambil
dibilas sampai mendapatkan volume filtrat 50 mL untuk selanjutnya diukur kadar
Analisis Logam Pb, Cu, dan Zn dalam Sampel
Penentuan kadar Pb, Cu, dan Zn dengan SSA dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
1. Stok larutan standar masing-masing atom Pb, Cu, dan Zn dengan
konsentrasi 1000 ppm (CRM)
2. Pembuatan larutan 50 ppm untuk Pb, Cu, dan Zn dengan cara;
memasukkan 5 mL masing-masing larutan standar 1000 ppm ke dalam
labu takar 100 mL lalu dihimpitkan dengan HNO3
3. Membuat deret standar untuk Pb, Cu, dan Zn dengan konsentrasi
masing-masing unsur sebagai berikut:
5%.
Pb = 0,5 ppm; 1,0 ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm; dan 4,0ppm
Cu = 0,5 ppm; 1,0 ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm, dan 5,0 ppm
Zn = 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,6 ppm; 0,8 ppm; dan 1,2 ppm
4. Disiapkan 15 labu takar 50 mL, kemudian:
a. Diambil 5 buah labu takar masing-masing diisi dengan 0,5 ppm; 1,0
ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm; dan 4,0 ppm larutan standar Pb 50 ppm,
kemudian ditambahkan air bebas ion hingga tanda batas.
Masing-masing larutan standar diukur dengan menggunakan SSA pada panjang
gelombang 217 nm. Keluar kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbans.
Persamaan Abs = 0,047373 Conc + 0,00000 dengan nilai r = 0,9996.
b. Diambil 5 buah labu takar masing-masing diisi dengan 0,5 ppm; 1,0
ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm, dan 5,0 ppm larutan standar Cu 50 ppm
ditambahkan air bebas ion hingga tanda batas. Masing-masing larutan
standar diukur dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang
324,8 nm. Keluar kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbans dengan
persamaan Abs = 0,10407 Conc + 0,013980 dan nilai r = 0,9996.
c. Diambil 5 buah labu takar masing-masing diisi dengan 0,2 ppm; 0,4
ppm; 0,6 ppm; 0,8 ppm; dan 1,2 ppm larutan standar Zn 50 ppm
ditambahkan air bebas ion hingga tanda batas. Masing-masing larutan
standar diukur dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang
213 nm. Keluar kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbans dengan
5. Setelah konsentrasi pengukuran diketahui maka kandungan Pb, Cu, dan Zn
dalam sampel ditentukan dengan perhitungan menggunakan rumus:
Keterangan :
M = Kandungan logam dalam sampel (μg/g)
C = Konsentrasi yang diperoleh dari kurva standar (μg/mL) V = Volume larutan sampel (mL)
F = Faktor pengenceran
B = Bobot sampel (g)
Analisis Statistik
Kadar logam yang diperoleh dari hasil uji SSA untuk seluruh sampel
dianalisis secara statistik menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA)
berdasarkan jenis tanaman, bagian-bagian tanaman, dan tanah sekitar pohonnya.
Analisis korelasi antar konsentrasi logam berat terhadap bagian tanaman, tanah
dengan jenis tanaman maupun lokasi kepadatan lalulintas dilakukan menggunakan
uji Pearson SPSS versi 11,0 ( Forte et al. 2005). Korelasi antar dua faktor
dinyatakan nyata secara statistika bila nilai signifikan atau p<0,05. Analisis
HASIL
Kandungan Logam Pb, Cu, dan Zn Berdasarkan Kepadatan Lalulintas
Konsentrasi Pb pada tanaman pelindung di lokasi kepadatan lalulintas
rendah, didapatkan tertinggi pada tanah di sekitar pohon angsana sebesar 67,889
ppm; terendah pada daun glodogan sebesar 0,313 ppm. Kadar Cu tertinggi pada
tanah sekitar pohon mahoni sebesar 62,462 ppm dan terendah pada batang mahoni
sebesar 1,188 ppm, sedangkan kadar Zn tertinggi pada akar angsana sebesar
159,535 ppm dan terendah pada batang glodogan sebesar 36,935 ppm.
Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada lokasi kepadatan lalulintas rendah dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7 Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada tanaman angsana, mahoni dan glodogan di lokasi kepadatan lalulintas rendah
Konsentrasi logam di lokasi kepadatan lalulintas sedang, untuk Pb
didapatkan tertinggi pada tanah sekitar glodogan sebesar 55,800 ppm dan
terendah pada daun glodogan sebesar 0,606 ppm. Untuk logam Cu, diperoleh
konsentrasi Cu tertinggi pada tanah sekitar mahoni sebesar 32,069 ppm dan
terendah pada batang mahoni sebesar 3,083 ppm, dan konsentrasi Zn tertinggi
pada daun angsana sebesar 166,238 ppm dan terendah pada batang glodogan
Gambar 8 Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan
glodogan di lokasi kepadatan lalulintas sedang
Konsentrasi logam berat di lokasi kepadatan lalulintas tinggi dapat dilihat
pada Gambar 9. Untuk Pb tertinggi pada tanah lokasi angsana sebesar 137,663
ppm dan terendah pada daun angsana sebesar 0,387 ppm. Untuk konsentrasi Cu,
tertinggi pada tanah lokasi mahoni sebesar 84,487 ppm dan terendah pada batang
mahoni sebesar 5,521 ppm. Konsentrasi logam Zn tertinggi pada akar angsana
sebesar 171,119 ppm dan terendah pada batang mahoni sebesar 34,077 ppm.
Konsentrasi logam berat pada lokasi kontrol, untuk Pb tertinggi pada tanah
sekitar angsana sebesar 20,010 ppm dan pada bagian-bagian ketiga tanaman tidak
terdeteksi logam Pb. Konsentrasi Cu tertinggi pada tanah sekitar glodogan sebesar
23,847 ppm dan terendah pada batang mahoni 0,767 ppm, sedangkan konsentrasi
Zn tertinggi pada tanah sekitar angsana sebesar 68,195 ppm dan terendah pada
batang glodogan sebesar 13,205 ppm. Konsentrasi logam untuk ketiga jenis
tanaman dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan glodogan di lokasi Kontrol
Kandungan Logam Pb, Cu, dan Zn Berdasarkan Jenis Tanaman
Rerata konsentrasi ketiga logam pada seluruh lokasi pengambilan sampel
digabungkan berdasarkan ketiga jenis tanaman, yaitu angsana, mahoni, dan
glodogan. Hasil penggabungan dapat dilihat pada Gambar 11. Rerata konsentrasi
untuk logam Pb dan Zn diperoleh paling banyak pada tanaman angsana secara
berurutan, yaitu 36,871 ppm dan 99,429 ppm. Konsentrasi untuk Cu pada pohon
angsana dan mahoni tidak terlalu berbeda secara berurutan, yaitu 23,710 ppm dan
22,625 ppm.
Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa untuk kandungan
tertinggi ditemukan pada tanaman angsana, sedangkan untuk kandungan logam
Cu tidak berbeda nyata antar jenis tanaman.
Gambar 11 Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan jenis tanaman pelindung angsana, mahoni, dan glodogan (* P<0.05)
Kandungan Logam Berdasarkan Bagian Tanaman
Berdasarkan bagian tanaman dan tanah sekitar ketiga jenis pohon dari
semua lokasi kepadatan lalulintas dan kontrol ditampilkan pada Gambar 12.
Konsentrasi tertinggi untuk logam Pb diperoleh pada tanah sekitar pohon dan
kedua pada akar pohon secara berurutan 63,175 ppm dan 48,185 ppm. Hasil ini
berdasarkan analisis statistik berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan bagian daun
dan batang. Demikian pula hasil untuk konsentrasi Cu paling tinggi di tanah
sekitar pohon, yaitu 40,731 ppm yang berbeda nyata dibandingkan ketiga bagian
lainnya dari pohon (p<0,05). Konsentrasi untuk logam Zn pada batang jauh lebih
Gambar 12 Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan bagian-bagian tanaman dan tanah sekitarnya. (* p<0.05)
Korelasi Kandungan Logam dengan Jenis Tanaman dan Lokasi
Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa jenis tamanan
terhadap logam Pb menunjukkan perbedaan yang nyata dan lokasi kepadatan
lalulintas kandungan Pb pada tanah sekitar pohon juga memberi hasil berbeda
nyata (p≤0,05). Hasil analisis untuk logam Cu, berdasarkan jenis tanaman berbeda
nyata pada bagian daun dan batang (p<0,05), untuk lokasi kepadatan lalulintas
semua berbeda nyata kecuali untuk tanah sekitar tanaman. Terhadap kandungan
Zn, jenis tanaman pelindung berbeda nyata pada daun dan akar (p≤0,05),
sedangkan untuk lokasinya berbeda nyata pada semua bagian tanaman kecuali
batang dari pohon pelindung.
Hasil analisis korelasi terhadap ketiga logam berat dengan bagian-bagian
tanaman serta tanah disekitar semua pohon ditunjukkan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil dari matriks korelasi untuk logam Pb diperoleh bahwa tanah
disekitar pohon memberi korelasi yang nyata dengan akar. Demikian pula untuk
konsentrasi Cu, memberi korelasi yang sama dengan Pb, sedangkan untuk logam
Zn terdapat korelasi yang nyata antara batang dan tanah dengan daun, sedangkan
PEMBAHASAN
Kandungan Logam Berdasarkan Lokasi Sampel
Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada tanaman pelindung diperoleh terbesar
pada lokasi kepadatan lalulintas tinggi, sedangkan terkecil pada lokasi kontrol.
Lokasi jalur lalulintas dengan kepadatan tinggi merupakan persimpangan lima
sehingga jumlah kendaraan bermotor yang melewati lokasi ini sangat tinggi
dibandingkan lokasi lainnya. Hal ini didukung penelitian Kord et al. (2010),
Cektere dan Osvalde (2008), dan Sulasmini et al. (2007) yang menyatakan bahwa
jalur hijau padat lalulintas maupun industri terdapat akumulasi logam pada
tanaman sangat tinggi. Hal ini juga didukung hasil analisis statistik bahwa ketiga
logam sangat dipengaruhi oleh lokasi kepadatan lalulintas. Berdasarkan hasil ini,
dapat dikatakan bahwa akumulasi logam khususnya hasil emisi kendaraan akan
mempengaruhi tanaman pelindung pada jalur lalulintas.
Kandungan Logam Pb, Cu, dan Zn Berdasarkan Jenis Tanaman
Hasil penelitian didapatkan bahwa urutan serapan pada jenis tanaman
terhadap kandungan Pb, Cu, dan Zn berturut-turut dari yang rendah ke tinggi,
yaitu glodogan, mahoni, dan angsana. Besarnya serapan tanaman angsana
terhadap logam Pb, Cu, dan Zn, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
tingginya pohon, morfologi daun, dan lebarnya tajuk sesuai dengan pendapat
Dahlan (2004).
Pohon dari tanaman angsana lebih tinggi, bentuk daun dan tajuknya lebih
lebar dibandingkan mahoni dan glodogan, sehingga lebih mampu menyerap
polutan dari bagian atas dan menyebabkan kandungan logam Pb, Cu, dan Zn pada
tanaman angsana lebih besar dibandingkan pada mahoni dan glodogan dalam
penelitian ini. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Darmono (2008) bahwa
tanaman yang memiliki pohon tinggi akan lebih besar menyerap gas dan partikel
logam berat yang menempel pada permukaan daunnya dibandingkan tanaman
yang pohonnya lebih rendah. Berdasarkan analisis statistik, jenis tanaman
ada hubungannya dengan fungsi dari masing-masing logam tersebut terhadap
pertumbuhan tanaman yaitu:
Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat beracun pada seluruh
aspek kehidupan. Logam Pb berperan sebagai mobilitas pada proses penyerapan
logam dari akar tanaman menuju daun. Pencemaran logam timbal dapat
menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil karena sebagian besar diakumulasi
oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan tanah sekitar tanaman. Tanaman
dapat menyerap logam timbal pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan
organik tanah rendah, pada keadaan ini Pb akan terlepas dari ikatan tanah berupa
ion dan bergerak bebas dalam larutan tanah maka akan terjadi serapan Pb oleh
akar tanaman. Kemudian ditransfer ke bagian lain dari tanaman yaitu batang,
ranting, dan daun, tapi pada konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) dapat
mengakibatkan pengaruh toksik terhadap proses fotosintesis sehingga
pertumbuhan akan terhambat (Widowati et al. 2008).
Logam tembaga (Cu) pada konsentrasi rendah sangat berperan dalam
pembentukan protein, fosforilasi oksidatif dan mobilisasi besi. Kelebihan tembaga
akan mengganggu aktivitas dari beberapa enzim. Dalam beberapa aspek lain yang
terkait dengan fotosintesis, pigmen sintesis, metabolisme asam lemak dan protein,
proses fiksasi N dan integritas membran (Widowati et al. 2008). Beberapa protein
kloroplas dan enzim glutamin sintase (GS) dan glutamat ferredoxin-tergantung
sintase (Fd-GOGAT), terlibat dalam asimilasi NH4+, sangat rentan terhadap
keracunan logam berat, terutama Fd-GOGAT terhadap kelebihan Cu. Efek yang
paling penting adalah penurunan sistem transfer elektron pada proses fotosintesis
yang menyebabkan produksi radikal pada saat memulai reaksi dari rantai
peroksidase, melibatkan membran lipid. Logam Cu diserap oleh akar tanaman
dalam bentuk Cu2+ yang berperan dalam proses oksidasi, reduksi, dan
pembentukan enzim (Lahuddin 2007).
Sebagian besar Cu diserap oleh tanaman dan disimpan dalam akar.
Meskipun merupakan unsur hara penting, ketika diserap dalam jumlah besar akan
menjadi toksik terhadap pertumbuhan tanaman dan terjadi kerusakan pada
tanaman yaitu terjadi kelainan pada bagian daun, ujung daun layu, dan daun yang
muda menjadi klorosis (Lahuddin 2007
Zink (Zn) merupakan unsur mikro esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi.
Zn berfungsi sebagai penyusun pati dan aktivator enzim (aldolase, asam aksalat
dekarboksilase, histidin, superoksida demutase dan lain-lain), pembentukan
klorofil, dan metabolisme karbohidrat (Lahuddin 2007). ).
Logam Zn merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan semua jenis hewan
dan tumbuhan. Zn ditemukan hampir pada semua sel dan merupakan unsur yang
sangat penting untuk pertumbuhan manusia, hewan, maupun tanaman yang
menempati urutan nomor dua setelah Fe. Metebolisme sel dipengaruhi dan
ditentukan oleh Zn. Peran Zn dalam peran katalitik, yaitu hampir 100 jenis enzim
memiliki kemampuan katalisator dalam reaksi kimia tergantung pada Zn. Zn juga
berperan penting dalam menyusun dan menstabilkan struktur protein juga struktur
membran sel, katalisator enzim superoksida (CuZnSOD). Keracunan Zn
menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar tanaman dan pelebaran daun
diikuti klorosis dan nekrosis. Kadar Zn yang tinggi menekan serapan P dan Fe
oleh tanaman (Widowati et al. 2008).
Kandungan Logam Berdasarkan Bagian Tanaman
dan Tanah Sekitar Tanaman
Akumulasi logam Pb, Cu, dan Zn menunjukkan bahwa bagian-bagian dari
semua jenis tanaman dan semua lokasi sampel ditemukan Pb, Cu, dan Zn tertinggi
pada akar tanaman, tetapi urutan tertinggi pertama adalah pada tanah sekitar
pohon. Tingginya kandungan logam pada tanah khususnya Pb dan Zn di lokasi
kepadatan lalulintas tinggi sudah melewati ambang batas normalnya. Hal ini
dipengaruhi oleh pH tanah karena jika pH tanah tinggi maka keasaman berkurang
sehingga logam yang ada di dalam tanah tidak akan larut dan tidak bisa ditransfer
ke lokasi lain juga ke dalam jaringan tanaman yang tumbuh di sekitarnya
(Lahuddin 2007).
Rentang pH normal untuk tanah produktif adalah dari 6,5 hingga 8,4
sedangkan pH tanah di kawasan penelitian berkisar antara 7,47 sampai 9,30.
dibandingkan pH normalnya sehingga konsentrasi logam pada tanah lebih tinggi
dibandingkan pada bagian tanamannya. Hal ini didukung Lahuddin (2007) dan
Widowati et al. (2008) bahwa akumulasi logam dalam tanah dipengaruhi oleh pH
tanah, sifat logam, dan jenis logam.
Akumulasi logam pada bagian tanaman didapatkan tertinggi pada akar. Akar
merupakan organ tanaman yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara atau unsur
yang dibutuhkan tanaman dan sekaligus organ yang kontak langsung dengan
media tanam. Oleh karena akar merupakan organ yang kontak langsung dengan
tanah, maka tingginya konsentrasi logam pada tanah akan mempengaruhi tinginya
kandungan logam pada akar tanaman yang ada di dalamnya (Lahuddin 2007).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Shanker (2005)
bahwa logam berat lebih banyak diserap pada bagian akar daripada bagian daun.
Didukung juga hasil penelitian Lubis dan Suseno (2002) tentang
Kandungan Pb, Cu, dan Zn terendah pada daun dan batang; Penyerapan
logam pada permukaan daun tanaman bersama debu dapat terjadi bila tidak
tercuci oleh air hujan. Partikel logam yang jatuh dari udara dan mengendap pada
permukaan daun bagian atas, sedangkan kebanyakan stomata tanaman terletak di
bagian bawah daun. Partikel yang menempel pada daun tanaman akhirnya terbawa
ke tanah oleh air hujan, sehingga tidak sempat mengotori bagian bawah daun dan
tidak sempat terserap ke dalam jaringan tanaman (Lakitan 2010).
penyerapan Pb
oleh tanaman berakar gantung bahwa kandungan Pb dalam daun, kulit batang, dan
akar gantung dari tanaman monokotil, dikotil dan merambat bukan berasal dari
penyerapan oleh daun maupun akar gantung, namun secara keseluruhan berasal
dari penyerapan oleh akar tanaman. Besarnya penyerapan kadar Pb, Cu, dan Zn
pada akar tanaman juga dikarenakan akar mempunyai sistem penghentian transpor
logam menuju daun sehingga ada penumpukkan logam di akar (Yoon et al 2006).
Berdasarkan analisis statistik bahwa jenis tanaman dan lokasi kepadatan lalulintas
berpengaruh nyata pada akar dan tanah terhadap kandungan logam Pb, Cu, dan
Zn, serta sangat berkorelasi antara akar dan tanah untuk semua jenis logam, semua
jenis tanaman, dan semua lokasi kepadatan lalulintas.
Air hujan bersifat asam, penambahan keasaman biasanya disebabkan oleh
Logam Pb, Cu, dan Zn merupakan logam berat yang memiliki sifat larut dalam
larutan asam, sehingga besar kemungkinan bahwa hal tersebut merupakan suatu
penyebab rendahnya kandungan logam Pb, Cu, dan Zn pada daun angsana,
mahoni, dan glodogan dalam penelitian ini. Rendahnya kadar Pb, Cu, dan Zn yang
pada daun disebabkan juga oleh permukaan daun yang licin, kecil, dan kaku
seperti pada daun glodogan, karena pada permukaan daun yang licin lebih mudah
tercuci oleh air hujan dan diterbangkan angin. Hal ini dikaitkan dengan analisis
statistik bahwa bagian daun dan batang dari tanaman tidak berpengaruh nyata
serta tidak berkorelasi terhadap logam Pb, Cu, dan Zn pada bagian akar tanaman
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa akumulasi logam Pb dan Zn
tertinggi pada tanaman angsana dan terendah pada tanaman glodogan, untuk
bagian tanaman tertinggi pada akar dan tanah sekitar tanaman. Akumulasi logam
Pb dan Zn berbeda nyata untuk jenis tanaman pelindung, sedangkan logam Cu
tidak berbeda nyata pada jenis tanaman, namun semua jenis logam berbeda nyata
terhadap lokasi kepadatan lalulintas. Bagian akar dari tanaman dan tanah di
sekitarnya untuk semua lokasi sangat berkorelasi dalam akumulasi logam, maka
bagian tersebut dapat dijadikan bioindikator tingkat akumulasi logam.
.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan musim
dan pH tanah sekitar tanaman pelindung, serta meneliti jenis tanaman pelindung
DAFTAR PUSTAKA
Alloway BJ. 1995. Heavy Metal in Soils. London: Blackie Academic and
Profesional.
Cekstere G, Osvalde A. 2008. A study of heavy metal accumulation in street
greenery of Riga (Latvia) in relation to trees status. Natural Research 7-23.
Celik A, Kartal A, Akdogan A, Kaska Y. 2005. Determination of heavy metal
pollution in Denizli (Turkey) by using Robinio Pseudo-acacia L, Environ. 1:
105-112.
Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB
Press.
Darmono. 2008. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: UI-Press.
El-Gamal. 2000. Distribution pattern of some heavy metal in soil and plant along
El-Moukattam Highway. Study and Research 518-520.
Forte G. 2005. Calcium, copper, iron, magnesium, silicon and zink content of hair
in Parkinson’s disease. J. Trace elements Med Biol 19:195–201.
Kord B, Mataji A, Babaie S. 2010. Pine (Pinus eldarica Medw) needles as
indicator for heavy metals pollution, Journal Environment Sciences
Technology 71: 79-84.
Lahuddin M. 2007. Aspek Unsur Mikro dalam Kesuburan Tanah. Medan: USU
Press.
Lakitan B. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Rajawali Pers.
Lubis E, Suseno H. 2002. Penyerapan timbal oleh tanaman berakar gantung, Hasil Penelitian Pusat Pengembangan Pengelolaan limbah Radioaktif.
Priyanto B, Prayitno J. 2006. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan
Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Melalui
Shanker AK, Cervantes C, Loza-Tavera H, Avudainayagam S. 2005. Chromium
toxicity in plants.Enveiron. Int 5: 739-753.
Sulasmini LK. 2007. Peranan tanaman penghijauan angsana, bungur, dan daun kupu-kupu sebagai penyerap emisi Pb dan debu kendaraan bermotor di jalan
Cokroaminoto, Melati, Cut Nyak Dien di Kota Denpasar. Ecotrophic 2: 1-11.
Tzalev DL, Zapri ZK. 1995. Atomic Absorpsion Spectrometri in Occupational and
Yoon JC, Xinde Z, Qixing, Ma LQ, 2006. Accumulation of Pb, Cu, and Zn in
Native Plants Growing on a Contaminated Florida Site. Science of the Total
Environment: 456-464.
Wardhana. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Yogyakarta:
Andi Offset.
Widowati W, Sastiono A, Jusuf R. 2008. Efek Toksik Logam, Pencegahan dan
Lampiran 1 Peta lokasi pengambilan sampel
Kepadatan Lalulintas Rendah
Kepadatan Lalulintas tinggi
Kepadatan Lalulintas Sedang
1 Lampiran 2 Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan bobot kering (ppm).
Jenis Bagian Lokasi Kontrol Lokasi Lalulintas Rendah Lokasi Lalulintas Sedang Lokasi Lalulintas Tinggi
Tanaman Tanaman Pb Cu Zn Pb Cu Zn Pb Cu Zn Pb Cu Zn
Angsana Daun 0,000 12,161 36,080 3,151 29,690 131,121 5,127 21,441 166,238 10,387 23,210 71,781
Batang 0,000 4,546 23,959 8,912 27,468 43,155 10,052 29,056 108,060 10,798 27,068 37,952
Akar 12,010 10,877 61,074 39,121 25,078 159,535 118,889 21,631 109,797 122,075 26,162 171,119
Tanah 20,308 21,525 68,195 67,889 30,308 85,901 23,547 27,029 160,536 137,663 42,107 156,203
Mahoni Daun 0,000 7,151 25,324 1,175 12,116 85,034 3,091 9,907 138,313 1,323 7,346 58,038
Batang 0,000 0,767 16,019 2,771 1,188 73,983 0,872 3,083 48,486 8,159 5,521 34,077
Akar 11,142 2,813 42,384 17,136 48,595 130,641 15,789 22,890 80,133 88,041 50,641 126,368
Tanah 15,910 10,955 63,016 45,527 62,462 134,043 54,040 32,069 134,554 113,470 84,487 122,800
Glodogan Daun 0,000 10,350 24,810 0,313 6,421 47,699 0,606 7,062 49,416 1,786 12,991 50,201
Batang 1,814 8,870 13,205 0,874 10,682 36,935 1,195 11,645 46,199 1,953 14,813 37,322
Akar 4,646 13,909 21,843 8,957 16,597 89,938 10,705 17,048 61,032 12,952 20,180 88,832
RUHAIBAH. Accumulation of Pb, Cu, and Zn Along The Roadside of Banda Aceh. Under Direction of IRMA HERAWATI SUPARTO AND TETTY KEMALA
The city of Banda Aceh planted several types of trees along the roadside as shade and protector, such as Pterocarpus indicus (angsana), Swetenia mahagoni
(mahoni), and Polyalthia longifolia (glodogan). These trees were planted also as an effort in solving environmental issues to reduce air pollution. Therefore, the objective of this study was to analyze the concentration of Pb, Cu, and Zn on those three types of trees along the roadside of Banda Aceh, also to evaluate the correlation of the types of tree and the location based on different traffic density. The samples were analyzed for Pb, Cu, and Zn from the leaves, stems, roots, and soils around the trees taken at four locations with different density of traffic. All types of sample were analyzed by Atomic Absorption Spectrometry. Based on the concentration of Pb, Cu, and Zn, the highest accumulation was at location of high traffic density and the lowest at the control sites. For the type of tree, angsana has the highest accumulation of Pb and Zn compared to mahoni and glodogan trees. There were significant correlation for Pb and Cu concentration with accumulation in the soil and the roots, whereas Zn concentration correlated
almost with all parts of the trees and its soil.
Keywords: Heavy metal,
longifolia, correlation.