• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Sumberdaya Manusia

Menurut Simanjuntak (1998) sumberdaya manusia (human resource)

memiliki dua pengertian. Pertama, sumberdaya manusia merupakan usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi yang mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam batas waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, menyangkut kemampuan bekerja dalam memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat. Kedua pengertian diatas mengandung aspek kuantitas dalam arti jumlah penduduk yang mampu bekerja dan aspek kualitas dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan dalam proses produksi, dengan kata lain sumberdaya manusia merupakan faktor produksi selain tanah dan modal fisik.

Menurut Simamora dalam Zusana (2000) sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang paling penting bagi organisasi. Hal ini terjadi karena sumberdaya manusia mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi serta sumberdaya manusia juga merupakan pengeluaran pokok perusahaan dalam menjalankan bisnis. Sumberdaya manusia merancang dan memproduksi barang dan jasa, mengawasi kualitasnya, memasarkan produk, mengalokasikan sumberdaya finansial dan menentukan seluruh tujuan dan strategi organisasi, sehingga sumberdaya manusia perlu dikembangkan. Pengembangan sumberdaya manusia adalah usaha meningkatkan kemampuan ketrampilan dan produktivitas

kerja, sehingga dapat mengurangi dan menghapus pengangguran dan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Tenaga kerja adalah penduduk yang telah bekerja, sedang bekerja, mencari kerja dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur minimum di Indonesia dapat disebut tenaga kerja pada mulanya adalah 10 tahun tanpa batasan maksimum karena Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional dan atas pertimbangan meningkatnya kegiatan pendidikan maka usia minimum untuk menjadi tenaga kerja adalah 15 tahun berdasarkan UU

No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan. Tenaga kerja atau manpower terdiri

dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah pekerja, penganggur dan pencari pekerjaan. Menurut BPS (2001) , angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang disebut bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan. Angkatan kerja dapat dibagi

menjadi tiga golongan yaitu; menganggur, yaitu orang yang sama sekali tidak

bekerja (open unemployed) dan berusaha mencari pekerjaan; setengah

menganggur (under-employed), yaitu mereka yang kurang dimanfaatkan dalam

bekerja (under-utilized) dilihat dari jumlah jam bekerja, produktivitas kerja dan

pendapatan; bekerja penuh atau yang cukup dimanfaatkan. (Simanjuntak, 1998).

Menurut Hauser dalam Mumu (1992), angkatan kerja dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu:

a. Unemployed : Angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan selama referensi waktu penelitian

b. Low Hour : Bila seorang bekerja kurang dari 35 jam per minggu

c. Low Income (individu) : Seseorang mencurahkan waktunya untuk bekerja sama atau lebih besar dengan 35 jam per minggu, tetapi pendapatannya tidak cukup untuk menghidupi satu orang anggota keluarga

d. Low Income (household) : Seseorang mencurahkan waktunya untuk bekerja sama atau lebih besar dengan 35 jam per minggu, tetapi pendapatannya tidak cukup untuk menghidupi anggota keluarga

e. Adequately utilized : Seseorang mencurahkan waktunya untuk bekerja 35 jam per minggu dengan pendapatan yang mencukupi untuk menghidupi anggota keluarga

Tabel 2. Tenaga Kerja, Angkatan Kerja, Bukan Angkatan Kerja di Indonesia Tahun 1999-2003

Uraian 1999 2000 2001 2002 2003

Tenaga Kerja (Juta Orang) 141.0 141.1 144.0 148.7 152.7 Angkatan Kerja (AK-Juta Orang)) 94.5 95.6 98.8 100.7 100.4 AK terhadap Penduduk Usia Kerja (%) 67.76 67.76 68.60 67.76 65.72 Bekerja (Juta Orang) 88.8 89.9 90.8 91.6 90.8 Bekerja terhadap Angkatan Kerja (%) 93.92 93.92 91.90 90.94 90.50 Bukan Angkatan Kerja (Juta Orang) 46.2 45.5 45.2 47.9 52.4 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2001, 2002, 2003

Dari Tabel 2, terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia, demikian pula dengan jumlah angkatan kerja, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2003 sebesar 2.04 persen. Jumlah penduduk yang bekerja juga mengalami peningkatan. Dengan begitu diperlukan usaha untuk

meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.2. Teori Human Capital

Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital

investment) yang menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), telah ada sejak jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainnya sebelum abad ke-19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia. Schultz (1961) dan Deninson (1962) kemudian memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan sumberdaya manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan (Nurulpaik, 2005).

Human capital merupakan stock dari kemampuan dan pengetahuan

produktif yang terdapat pada masyarakat. Alfred Marshal pernah berkata “the

most valuable of all capital is tha t invested in human beings” (Becker, 1975).

Dalam hal ini human capital merupakan investasi jangka panjang pada

pengembangan sumberdaya manusia untuk meningkatkan produktivitas.

Pentingnya human capital adalah pengetahuan yang ada pada sumberdaya

manusia merupakan basis penggerak dalam peningkatan produktivitas. Menurut

Simanjuntak (1998) human capital dapat diterapkan dalam hal pendidikan dan

Menurut Olgaard dalam Ananta dan Djadjanegara (1986) terdapat tiga

jenis perubahan kualitas human capital, yaitu:

a. Efek Tahunan. Efek ini berarti bahwa semua tenaga kerja mempunyai kualitas

human capital yang lebih tinggi seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan kesehatan dan lingkungan.

b. Efek Kohor. Tenaga kerja dengan usia yang lebih muda (kohor muda) kualitas

human capital yang dimilikinya lebih baik karena perbaikan fasilitas pelayanan pendidikan.

c. Efek Usia. Peningkatan usia dapat meningkatkan kualitas human capital dalam

usia yang relatif muda, sedangkan pada usia yang lebih tua akan menurunkan

kualitas human capital

2.2.1. Pendidikan dan Latihan

Pendidikan dan latihan merupakan usaha dalam pengembangan sumberdaya manusia, terutama aspek kemampuan intelektual dan kepribadiannya (Notoatmojo dalam Zusana, 2000). Upaya meningkatkan pendidikan dan pelatihan merupakan karakteristik dari investasi sumberdaya manusia yang

membutuhkan opportunity cost yang tidak sedikit.

Dalam Dictionary of Education, pengertian pendidikan adalah:

a. Proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk

tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup.

b. Proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang

atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.

Tilaar dalam Bahri (2001) menyatakan bahwa pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan yang berkualitas bukan saja pendidikan yang meningkatkan kualitas intelejensi akademik tetapi juga meliputi berbagai aspek kehidupan lainnya. Selain itu pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kebudayaan pada masyarakat lokal, bangsa dan masyarakat global. Dengan demikian fungsi pendidikan tidak hanya untuk menggali potensi yang ada pada manusia tetapi juga mengontrol potensi tersebut agar dapat dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat (Raharto, dalam Bahri 2001). Semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja semakin tinggi tingkat produktivitasnya dan semakin tinggi tingkat pendapatan, tetapi tingginya tingkat pendapatan ini tidak hanya dipengaruhi ole h faktor tenaga kerja saja, tetapi juga tergantung pada faktor lain seperti: lingkungan eksternal, lingkungan internal dan sebagainya. Pendidikan dan pelatihan juga merupakan sebuah indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan.

Combs dalam Latif (1990) mengklasifikasikan pendidikan kedalam tiga bagian, yaitu:

a. Pendidikan Informal, yaitu: proses pendidikan yang diperoleh seseorang

dari pengalaman sehari-hari dengan sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistimatik, sejak seorang lahir sampai kemudian meninggal, seperti dalam keluarga, lingkungan tempat tinggal dan sebagainya

b. Pendidikan Formal, yaitu: pendidikan disekolah yang teratur, sistimatis, mempunyai jenjang dan dibagi dalam waktu tertentu dari Taman Kanak- Kanak sampai Perguruan Tinggi

c. Pendidikan Nonformal, yaitu: semua bentuk pendidikan yang

diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar kegiatan persekolahan.

Pelatihan adalah bagian dari pendidikan. Menurut Becker (1975) pelatihan

terdiri dari General Training dan Specific Tra ining dengan tujuan untuk

meningkatkan produktivitas yang tercermin dalam tingkat pendapatan. Latihan dapat diartikan sebagai proses pendidikan dalam jangka pendek yang ditujukan pada tenaga kerja bukan manajer. Pelatihan merupakan kunci untuk menggali potensi tenaga kerja yang tersimpan.

Menurut Moelyono (1990) tujuan dilaksanakan latihan adalah:

a. Peningkatan produktivitas

Kegiatan latihan dan pengembangan tidak saja bermanfaat bagi tenaga kerja baru, tetapi juga pada buruh yang sudah lama bekerja. Hal ini dapat meningkatkan prestasi kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas.

b. Peningkatan kualitas

Program pelatihan dapat membantu tenaga kerja dalam memperbaiki hasil yang lebih tinggi kualitasnya, dapat juga mengurangi kesalahan dalam bekerja.

Ketika terjadi permasalahan dalam jumlah tenaga kerja yang bekerja atau pergantian tenaga kerja secara mendadak, maka perusahaan akan dapat mencari penggantinya dengan lebih mudah karena adanya program latihan

d. Memperbaiki etika kerja

Iklim kerja biasanya mudah diperbaiki apabila program pelatihan dapat dilaksanakan. Reaksi-reaksi positif akan tumbuh dari program pelatihan yang terencana dengan baik yang pada gilirannya akan membentuk etika kerja yang lebih baik.

e. Kompensasi tidak langsung

Pelatihan bagi tenaga kerja merupakan bagian balas jasa tehadap pekerjaanya. Mereka mengharapkan perusahaan membayar biaya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka.

f. Kesehatan dan keselamatan

Latihan yang tepat akan mencegah kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang segar dan dapat mengarahkan sikap mental tenaga kerja yang stabil

g. Mencegah keausan

Mengadakan pelatihan yang berkesinambungan perlu agar tenaga kerja dapat tetap menguasai bidangnya masing-masing yang dapat mendorong menciptakan kreatifitas baru para buruh dalam berproduksi sehingga membantu dalam pencegahan keausan pengetahuan dan keterampilan.

h. Pengembangan pribadi

Kegiatan latihan sebenarnya meningkatkan proses nilai tambah dan member i keuntungan pada perusahaan dan merupakan pengembangan nilai

tambah pribadi karena berbagai pengalaman yang diperoleh selama mengikuti pelatihan.

Tabel 3. Struktur Angkatan Kerja Menurut Pendidikan (Jutaan Orang) di Indonesia Tahun 1999-2003 Pendidikan 1999 2000 2001 2002 2003 Tidak Bersekolah 7,603 7,129 6,995 6,849 5,066 Belum Lulus SD 16,107 14,633 15,591 15,245 12,589 SD 34,102 35,508 35,724 36,959 37,169 SLTP 14,035 15,364 16,851 17,490 20,570 SLTA Umum 11,571 13,378 11,489 12,212 14,156 SLTA Kejuruan 6,559 4,854 7,259 7,121 6,137 Diploma I/II/III 2,009 2,144 2,238 2,216 1,933 Universitas 2,366 2,294 2,669 2,686 2,698 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2001, 2002, 2003

Tabel 3, menunjukkan trend penurunan jumlah tenaga kerja yang tidak lulus SD dan peningkatan tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja , tetapi peningkatan ini tidak cukup menggembirakan karena 62 persen tenaga kerja di Indonesia hanya lulusan SD dan bahkan tidak lulus sama sekali. Tenaga kerja lulusan Perguruan Tinggi hanya berkisar 4.8 persen dari total tenaga kerja di Indonesia

Kualitas Pendidikan di Indonesia dapat diketahui dari Human

Development Index. Pada Tabel 4, terdapat peningkatan HDI (indeks pengembangan sumberdaya manusia) Indonesia pada tahun 2002, yaitu menjadi 0.692 dari 0.682 dari tahun 2001. Demikian juga dengan peringkat HDI Indonesia mengalami peningkatan satu peringkat.

Tabel 4. Perbandingan Indeks Penegembangan Sumberdaya Manusia Indonesia Dengan Beberapa Negara Dunia Tahun 2001-2002

Indices Indonesia World Developing

Countries

South Asia

East Asia & The Pacific HDI Value, 2002 0.692 0.729 0.663 0.584 0.740 HDI Rank, 2002 (177 Countries) 111 - - - - HDI Value, 2001 0.682 0.722 0.655 0.582 0.722 HDI Rank, 2001 (175 Countries) 112 - - - -

Sumber: Laporan UNDP, 2001-2002 2)

Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan-perbaikan dalam berbagai bidang yang mempengaruhi tingkat HDI terutama bidang pendidikan, walaupun tidak terjadi peningkatan secara drastis dan lebih tinggi lagi. Ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam dan konsep yang matang untuk meningkatakan kualitas pendidikan di Indonesia.

2.2.2. Pangan, Gizi dan Kesehatan

Manusia dalam pembangunan berkelanjutan adalah sebagai subjek dan sebagai objek. Sebagai subjek manusia harus mampu memberikan potensi terbaik yang ada pada dirinya. Sedangkan sebagai objek, pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia itu sendiri.

Kualitas manusia merupakan faktor utama dalam peningkatan kesejahteraan. Kualitas sumberdaya manus ia bersifat statis dan dinamis. Kualitas statis ini meliputi kemampuan dalam melaksanakan kegiatan fisik atau mental secara optimal untuk menghindari gangguan dan penyakit. Sedangkan kualitas bersifat dinamis adalah kemampuan untuk meningkatkan taraf ekonomi, sosial dan kecerdasan.

) http://hdrc.undp.org.in/APRI/hds/hdfct/indonsia.htm, 18 Mei 2005

Salah satu faktor penentu dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia

adalah pangan dan gizi. Pangan merupakan basic needs untuk memenuhi

kebutuhan manusia agar tetap melaksanakan kegiatannya yang secara langsung dapat mempengaruhi tingkat produktivitasnya. Demikian pula dengan kualitas yang dimiliki oleh pangan, juga harus lebih diperhatikan. Dengan kualitas pangan yang baik dan peningkatan gizi masyarakat Indonesia diharapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja yang nantinya akan meningkatkan pendapatan dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3. Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas merupakan istilah mencakup bidang yang luas dan menarik. Hingga saat ini belum ada definisi yang tepat tentang produktivitas. Menurut Mathis dan Jakson dalam Manubowo (2003), menyebutkan bahwa sistem manajemen produktivitas berusaha mendefinisikan, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap produktivitas karyawannya.

Filosofi dari produktivitas adalah keinginan dan usaha manusia untuk

meningkatkan mutu hidup dan penghidupannya. Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan sebenarnya. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang dan jasa. Produktivitas mengutarakan cara pemanfaatan sumberdaya secara baik dalam proses produksi (Sinungan dalam Tutuhatunewa,

1998). Dalam Koehler’s Dictionary for Accountants (1983) produktivitas

menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Pendefinisian tentang produktivitas sekarang ini tidak hanya mengacu pada proses produksi fisik saja tetapi lebih menenekan pada aspek sumberdaya manusia yang mengacu pada motivasi terhadap peningkatan taraf hidup.

Peningkatan produktivitas sifatnya sangat spesifik. Usaha peningkatan produktivitas tergantung pada setiap perusahaan dan setiap usaha yang dilakukan tidak bisa diterapkan begitu saja pada perusahaan lain. Usaha peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pemanfatan tenaga manusia secara maksimal dan pengefektifan pengelolaan kerja. Sumberdaya manusia merupakan unsur penting dalam proses peningkatan produktivitas, karena teknologi yang digunakan dalam proses produksi merupakan hasil karya manusia. Produktivitas tenaga kerja merupakan tingkat kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan produk. Perubahan kualitas tenaga kerja adalah perubahan produktivitas pekerja dalam jumlah tenaga kerja yang tidak berubah dan perubahan produktivitas yang terjadi karena perubahan jumlah satuan tenaga kerja tidak disebut sebagai perubahan kualitas tenaga kerja (Ananta dan Djadjanegara, 1986). Selain itu dalam teori ekonomi, produktivitas merupakan suatu pengukuran output yang merupakan pengukuran relatif (output terhadap input atau faktor produksi). Produktivitas tenaga kerja mengacu pada kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan output.

Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (Simanjuntak, 1998). Pada dasarnya, orang berproduktivitas rendah disebabkan oleh kurangnya

keterampilan, kurangnya sarana -sarana penunjang, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi, salah penempatan posisi kerja, rendahnya tingkat upah dan sebagainya.

Menurut Soeprihanto dalam Manubowo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah: bakat, pendidikan dan latihan, nutrisi, lingkungan dan fasilitas, iklim kerja, motivasi dan kemauan, hubungan industrial, teknologi, manajemen, kesempatan berprestasi, investasi, perijinan, moneter dan distribusi. Sedangkan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja adalah pengetahuan, keterampilan, abilitas, sikap dan perilaku karyawan (Bernadin dan Russel, 1993). Menurut Ananta dan Djadjanegara (1986) terdapat empat faktor yang mempengaruhi produktivitas.

a. Perubahan jumlah tenaga kerja

b. Perubahan jumlah jam kerja

c. Pergeseran fungsi produksi

d. Perubahan kondisi pasar

Pada abad ke 18, Adam Smith telah mengemukakan arti efisiensi dan spesialisasi yang pada hakikatnya merupakan faktor terpenting dala m peletakan dasar produktivitas dapat pula diartikan sebagai ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi dengan membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap atau seluruh sumber- sumber masukan yang dig unakan (Aroef dalam Tutuhatunewa, 1998). Efisiensi adalah penghematan penggunaan sumber-sumber dalam kegiatan produksi atau organisasi. Efektivitas merupakan pencapaian keluaran atau target.

Produktivitas = kan SumberMasu umber enggunaanS EfisiensiP nTugas sPelaksana Efektivita

Produktivitas = kan SumberMasu umber enggunaanS EfisiensiP n kanKeluara sMenghasil Efektivita

Menurut Ravianto dalam Tutuhatunewa (1998), peningkatan produktivitas dapat dilihat dari tiga cara, yaitu:

a. Jumlah produksi meningkat dengan menggunakan sumberdaya yang sama

b. Jumlah produksi yang sama atau meningkat dengan menggunakan

sumberdaya yang lebih sedikit

c. Jumlah produksi meningkat jauh lebih besar dengan menggunakan

sumberdaya yang relatif sedikit

Melalui pendekatan sistem, Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa faktor -faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas tenaga kerja adalah:

a. Kualitas dan kemampuan tenaga kerja, yang dapat dipengaruhi oleh

pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, sikap mental dan kondisi fisik tenaga kerja

b. Sarana pendukung tenaga kerja, mencakup lingkungan kerja dan

kesejahteraan tenaga kerja. Lingkungan kerja meliputi keselamatan dan kesehatan kerja, sarana produksi dan teknologi, sedangkan kesejahteraan tenaga kerja tercermin pada tingkat upah dan jaminan sosial

c. Supra sarana, yang meliputi kebijakan pemerintah, Hubungan Industrial

Pancasila dan kemampuan dalam mencapai kerja yang optimal.

Ross (1977) mengemukakan 9 faktor atau dorongan yang perlu diperhatikan dalam usaha peningkatan produktivitas, yaitu:

a. Kerja yang bersifat menantang, kreatif, menarik dan memberikan

b. Partisipasi dalam mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap individu

c. Kompensasi yang dikaitkan dengan produktivitas

d. Komunikasi dan saluran komando yang sederhana

e. Pengawasan yang kompeten

f. Pengakuan terhadap prestasi

g. Kesempatan untuk pengembangan diri

h. Kesempata n untuk memimpin

i. Pola atau tipe organisasi yang lebih fleksibel

2.4. Industri Besar dan Industri Sedang

Industrialisasi merupakan sebagian dari kegiatan pembagunan dunia. Lahirnya industrialisasi didorong laju perkembanagn evolusi budaya yang pesat yang secara timbal balik menghasilkan berbagai teknologi baru, yang kemudian dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan. Sektor Industri merupakan sektor utama penunjang perekonomian Indonesia. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia tahun 1999 (BPS, 2001). Peranan sektor Industri Pengolahan mencapai 25,8 persen dari pembentukan PDB pada tahun 1999 dan 26,11 persen pada tahun 2001, sedangkan sektor pertanian 19,4 persen tahun 1999 dan 16,39 persen tahun 2001. Terlihat penurunan yang cukup tinggi pada sektor pertanian dalam pembentukan PDB Indonesia.

BPS membagi Industri pengolahan menjadi empat kelompok berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat didalamnya tanpa memperhatikan penggunaan teknologi dan jumlah modal yang ditanamkan. Keempat kelompok tersebut yaitu, industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga.

a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempekerjakan 100 orang atau lebih jumlah tenaga kerja.

b. Industri Sedang adalah perusahaan yang mempekerjakan 20-99 orang

tenaga kerja.

c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempekerjakan 5-19 orang tenaga

kerja.

d. Industri Rumah Tangga adalah perusahaan yang mempekerjakan 1-4 orang

tenaga kerja.

Sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), ruang lingkup industri kecil sebagaimana halnya dengan industri besar dan menengah terdiri atas 10 sektor lapangan usaha (BPS, 2001) yaitu:

a. Pertanian dan petenakan, kehutanan, perkebunan dan perikanan

b. Pertambangan dan Penggalian

c. Industri Pengolahan, listrik, gas dan air

d. Bangunan/kontruksi

e. Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel

f. Angkutan/ penggudangan dan komunikasi

g. Keuangan, asuransi, usaha sewa banguna, tanah dan jasa perusahaan

h. Jasa kemasyarakatan, sosial dan dan perorangan

i. Kegiatan yang belum jelas batasnya

BPS Indonesia membagi Industri Pengolahan menjadi 9 bagian dengan kode masing-masing:

a. Industri makanan, minuman dan tembakau (3.1) b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (3.2)

c. Industri kayu dan barang-barang dari kayu termasuk perabot rumah tangga (3.3) d.Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan (3.4) e.Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara,

karet dan plastik (3.5)

f. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara (3.6) g. Industri logam dasar (3.7)

h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (3.8) i. Industri pengolahan lainnya (3.9)

Pada industri tekstil, pakaian jadi dan kulit termasuk kedalamnya industri konfeksi. Jenis produk yang mudah tumbuh dan berkembang yang merupakan produk andalan untuk komoditi ekpor dan pasaran lokal seperti pakaian jadi pria

dan wanita, blue jeans, baju santai, pakaian dalam, baju tidur dan busana muslim

cukup dominan permintaanya dari negara-negara Asia, Timur Tengah dan Eropa serta pasaran lokal sendiri. Sedangkan produk assesoris rumah tangga berupa sarung bantal, bed cover, taplak meja, pakaian anak- anak dan selimut kebanyakan untuk pasaran lokal antara lain untuk Tanah Abang dan Jatinegara serta pulau- pulau di luar Jawa.

2.5. Penelitian Terdahulu

Studi Bank Dunia tahun 1980 mengenai 83 negara sedang berkembang menunjukan bahwa di 10 negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan riil tertinggi dari GNP perkapita antara tahun 1960 dan 1977, adalah negara yang tingkat melek huruf pada tahun 1960 rata-rata 16 persen lebih tinggi daripada negara-negara lain. Juga telah digambarkan bahwa investasi dalam bidang pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktivitas individu dan

penghasilannya. Kebanyakan bukti berasal dari pertanian. Kajian antara petani yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan di negara-negara berpendapatan rendah menunjukkan, ketika masukan-masukan seperti pupuk dan bibit unggul tersedia untuk teknik-teknik usaha tani yang lebih baik, hasil tahunan seorang petani yang berpendidikan selama empat tahun rata-rata 13 persen lebih tinggi daripada seorang petani yang tidak berpendidikan. Meskipun masukan ini kurang, penghasilan para petani yang berpendidikan tetap lebih tinggi 8 persen (World Development Report, 1980).

Penelitian yang dilakukan Sulaeman (1996) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan pekerja pada industri kecil tas

Dokumen terkait