• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Industri Kecil

Industri kecil merupakan sektor industri di mana perusahaan atau badan- badan usaha yang beroperasi di dalamnya berukuran kecil, tenaga kerja dan faktor produksi lain yang digunakannya serba terbatas, sehingga kapasitas produksinya pun terbatas. Biasanya, mereka tidak mampu mencapai skala ekonomis (economies of scale) yang optimal. Meskipun demikian, dengan segala keterbatasannya, ternyata unit-unit usaha dalam sektor industri kecil itu mampu mendayagunakan sumber-sumber daya fisik, manusia, dan modal finansialnya secara lebih efisien daripada kebanyakan perusahaan yang berukuran besar (Depkop, 2005)1.

Dalam struktur perindustrian dikenal adanya 3 sub sektor, yaitu : (1) industri kecil, (2) industri sedang atau menengah, dan (3) industri besar. Perbedaan antara ketiga subsektor industri tersebut didasarkan atas besar kecilnya modal yang digunakan, jumlah tenaga kerja yang dipakai, pengelolaan perusahaan, teknologi dan jenis produk yang dihasilkan.

Industri kecil merupakan bagian dari industri nasional yang mempunyai misi utama adalah penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan barang dan jasa serta berbagai komposisi baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Industri kecil merupakan industri padat karya dengan penggunaan teknologi yang sederhana yang tersebar di pedesaan maupun perkotaan.

1

Departemen Perindustrian dan Perdagangan menyempurnakan batasan industri melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999 yang menyatakan bahwa industri kecil merupakan suatu industri dengan nilai kekayaan perusahaan tidak lebih dari Rp 1 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha.

Industri kecil merupakan bagian dari industri nasional yang mempunyai misi utama menyerap tenaga kerja dan memperluas kesempatan berusaha, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan penyediaan barang dan jasa serta berbagai komponen baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penggolongan industri kecil menurut Deperindag (1999) adalah sebagai berikut :

1. Industri kecil pangan, yang meliputi kerupuk emping, makanan ringan, dan lain-lain.

2. Industri kecil kimia,agro non pangan dan hasil hutan, yang meliputi industri minyak astiri, industri vulaknisir ban, industri kayu, industri komponen karet dan lain-lain.

3. Industri kecil logam, mesin dan elektronik, yang meliputi industri pengelolaan logam, industri komponen dan suku cadang.

4. Industri kecil sandang, kulit dan aneka, meliputi konveksi/pakaian jadi, tenun adat, tenun ikat, bordir serta industri barang dari kulit.

5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri anyam-anyaman, industri kerajinan ukiran, dan lain-lain.

Karakteristik industri kecil menurut Direktorat Jendral Industri Kecil (1999) adalah :

1. Jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.

2. Mencakup bagian terbesar dari kelompok masyarakat golongan ekonomi lemah.

3. Mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong miskin.

4. Mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan komparatif berupa ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya alam.

5. Dapat hidup walau dengan modal yang terbatas.

Sebagai suatu area usaha dimana banyak orang menggantungkan hidupnya, industri kecil harus tetap tumbuh dan berkembang. Industri kecil harus dapat terus tumbuh dan berkembang karena industri kecil itu sendiri memiliki beberapa keunggulan. Menurut Soesanto (2002)2 keunggulan-keunggulan industri kecil adalah (1) mampu menjalankan usahanya dengan modal pribadi dan bukan kredit atau pinjaman dari bank seperti yang dilakukan oleh industri besar, (2) banyak orang yang dapat bergerak dalam industri kecil karena alat dan modalnya sederhana, (3) industri kecil bersifat kekeluargaan sehingga segala permasalahan dengan pekerja dapat diatasi dengan mudah, (4) teknologi yang digunakan adalah teknologi yang sederhana dan cukup bermutu, dan (5) standarisasi dalam industri kecil tidak ketat sehingga jika sewaktu-waktu ada masalah tidak akan hancur seluruhnya.

2

Selain memiliki keunggulan, industri kecil pada kondisi sebenarnya banyak mengalami masalah dan memiliki beberapa kelemahan. Adapun kelemahan yang dimiliki oleh ind ustri kecil adalah (1) keseragaman produk khususnya kualitas, (2) masalah sanitasi yang kurang diperhatikan karena usaha mereka pada umumnya adalah home industry sehingga jarang memperhatikan sanitasi, dan (3) permodalan (Soesanto, 2002). Sementara itu, Wardhono (2001)3 menyatakan bahwa hambatan klasik yang biasa ditemui bagi munculnya industri kecil yang tangguh adalah sektor permodalan. Sektor permodalan yang dimaksud adalah hubungan pengusaha dalam rangka mengembangkan usaha yang berkaitan dengan dunia perbankan dengan berbagai fasilitasnya kepada industri kecil, baik itu bank swasta ataupun pemerintah. Di samping itu, industri kecil juga memiliki kelemahan dalam bidang manajerial serta belum kuatnya jaringan di tingkat bawah.

Sementara itu, menurut Tamb unan (2002) permasalahan utama yang dihadapi industri kecil adalah (a) lemah dalam teknologi produk dan proses produksi, (b) kurangnya akses terhadap pasar, (c) manajemen dan entrepreneur kurang tangguh, (d) akses terhadap pasar finansial / kemampuan dalam pembentukkan modal sangat kurang, dan (e) dukungan kebijaksanaan terhadap industri masih belum sekuat dukungan kepada industri besar dan sedang.

2.2. Industri Tahu

Hasil kajian Badan Pusat Statistik (2004) menunjukkan bahwa sekitar 88 persen kebutuhan kedelai dalam negeri diserap oleh industri pengolahan tahu dan tempe. Berdasarkan proporsi alokasi kedelai asal impor yang disalurkan oleh

3

Badan Urusan Logistik (BULOG) beberapa tahun terakhir, sekitar 55 persen kedelai impor disalurkan kepada pengrajin tahu dan tempe yang tergabung dalam Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI), dan 45 persen kedelai tersebut disalurkan kepada perusahaan-perusahaan lainnya. Sebagian kedelai yang disalurkan kepada perusahaan-perusahaan di luar KOPTI juga dipakai untuk bahan baku tahu dan tempe.

2.2.1. Kedelai

Kedelai (Glycine max L. (Mess)) dapat tumbuh subur di daerah tropis. Kedelai termasuk ordo Leguminoceae (polong-polongan ), famili Papiloneceae.

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150 cm), menyemak, berbulu halus, dengan sistem perakaran luas.

Kedelai memiliki bintil-bintil pada akar, yang mampu menangkap nitrogen dari udara untuk kemudian dinitrifikasi menjadi senyawa-senyawa nitrogen yang larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman. Karena itu kedelai sangat baik ditanam pada lahan sawah sebagai tanaman penggilir, karena menghasilkan cadangan senyawa nitrogen (pengganti pupuk urea) dalam tanah dimana setelah pemanenannya tanah akan menjadi subur sehingga ketergantungan pada urea buatan dapat dikurangi. Jadi penanaman kedelai mempunyai nilai ekonomis tambahan sebagai penghasil cadangan senyawa hidrogen dalam tanah.

Kedelai dan tanaman polong-polongan lainnya mengandung zat anti nutrisi yang disebut asam fitat (inositolheksafosfat). Asam fitat ini merupakan salah satu cadangan fosfat untuk menghasilkan ATP pada proses perkecambahan. Asam fitat jika dikonsumsi terus menerus akan berbahaya, karena kemampuan asam fitat mengikat ion-ion logam polivalen seperti kalsium, magnesium dan besi

maka kehadirannya di usus akan mengikat dan mengendapkan logam-logam tersebut yang akhirnya terbuang bersama feces.

Ion-ion besi sangat berperan dalam pembentukan sel darah merah, sehingga apabila hal ini terus menerus terjadi akan mengakibatkan anemia. Kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan koenzim dari beberapa enzim dalam tubuh, dan magnesium berperan pula sebagai koenzim, sehingga tubuh tidak akan kekurangan magnesium, kalsium, dan besi.

Dengan demikian, asam fitat digolongkan sebagai zat anti gizi, dan dalam tubuh manusia termasuk juga mamalia, tidak mempunyai enzim fitase.

Enzim fitasse terdapat pada tanaman polong-polongan termasuk kedelai. Enzim fitase mampu memecah asam fitat menjadi inositol dan fosfat bebas. Enzim ini sangat aktif pada kisaran pH 4.5 dan suhu kamar sampai 50 derajat celcius. Cara menghilangkan asama fitat pada kedelai adalah dengan pengolahan yaitu pemanasan, perendaman, pengasaman dan fermentasi.

2.2.2. Komoditi Tahu

Tahu berasal dari negara Cina. Asal katanya adalah tao-hu, teu-hu atau tokwa. Kata tao atau teu berarti kacang, sedangkan hu atau kwa artinya rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Jika kedua kata tersebut digabungkan akan memberikan pengertian makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1994).

Dalam perdagangan kedelai dikenal beberapa jenis tahu diantaranya tahu biasa (tahu potong), tahu goreng, tahu kuning, tahu cina, tahu sutra (fucuk), tahu sumedang, dan kerupuk tahu. Tahu biasa atau tahu potong merupakan tahu yang umum diproduksi oleh sebagian besar industri tahu. Jenis penggumpal yang

digunakan adalah whey (biang) dan melalui proses produksi tahu secara umum.. Tahu goreng merupakan tahu biasa atau tahu potong yang digoreng terlebih dahulu sebelum dijual. Tahu kuning merupakan tahu biasa atau tahu potong yang pada proses perebusan terakhirnya menggunakan kunyit.

Tahu Cina merupakan tahu yang memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran tahu biasa. Penggumpal yang digunakan adalah penggumpal sioko (CHSO42H2O). Tahu sutra (fucuk) atau lebih dikenal dengan sebutan kembang tahu, merupakan tahu dengan tekstur yang sangat lunak dan berwarna putih. Pada proses pembuatannya tidak dilakukan pemisahan gumpalan dan whey atau biang, sehingga tekstur tahu me nyerupai agar-agar. Sedangkan tahu sumedang merupakan tahu yang memiliki rasa, aroma, dan kekenyalan yang khas dengan menggunakan penggumpal whey atau biang. Kerupuk tahu merupakan kulit tahu kering yang digoreng.Tahu yang dihasilkan pengrajin di daerah Bogor Barat merupakan jenis tahu biasa dengan rasa dan aroma yang khas tanpa menggunakan bahan pengawet.

2.2.3. Nilai Gizi Tahu

Tahu mengandung beberapa zat gizi yang berguna bagi tubuh menurut Standar Nasional Indonesia. Komposisi zat gizi tahu dapat diliha t pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Zat Gizi Tahu per 100 gram Bahan Zat Gizi

Zat Gizi Jumlah

Energi (kalori) 68.00 Protein (gram) 7.80 Lemak (gram) 4.6 Karbohidrat (gram) 1.6 Kalsium (mg) 124.00 Fosfor (mg) 63.00 Besi (mg) 0 Vitamin A ( RE) 0 Vitamin B (mg) 0 Vitamin C (mg) 0.06 Air (gram) 84.80 Abu (gram) 0.70

Sumber : Standar Nasional Indonesia

Menurut Standar Nasional Indonesia, tahu merupakan produk makanan yang berbentuk lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai dengan cara pengendapan proteinnya dengan atau tanpa tambahan bahan lain yang diizinkan. Syarat mutu tahu adalah sebagai berikut :

1. Bau dan rasa : normal

2. Warna : putih atau kuning bersih 3. Kadar abu (%) : maksimum 1

4. Kadar protein (%) : minimum 9 5. Kadar serat kasar (%) : maksimum 0.1

2.3. Kajian Penelitian Terdahulu

2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Pemasaran

Silvanie (2003) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi saluran pemasaran wortel dan bawang daun di Desa Citeko dan Desa Batulayang,

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya adalah bahwa di Desa Citeko dan Desa Batulayang terdapat empat saluran pemasaran, yaitu : saluran I petani menjual hasil panennya melalui perantara tengkulak untuk disalurkan kembali kepada pedagang grosoir yang akan dibelik oleh pedagang pengecer. Saluran II, petani mejual hasil panennya ke tengkulak yang kemudian dijual kembali ke pedagang pengecer. Saluran pemasaran III, petani menjual hasil panennya langsung ke padagang grosir yang kemudian dijual kembali ke pedagang pengecer. Saluran pemasaran IV, petani menjual hasil panennya langsung ke pedagang pengecer tanpa melalui perantara apapun.

Sebagian besar petani menjual wortel dan bawang daun melalui tengkulak, hal ini dianggap lebih mudah karena petani tidak perlu melakukan kegiatan panen dan perbedaaan keuntungan yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan apabila petani menjual sendiri hasil panennya ke pasar. Berdasarkan perhitungan marjin pemasaran, saluran pemasaran wortel dan bawang daun yang paling efisien adalah sama-sama terdapat pada saluran pemasaran II karena memiliki marjin pemasaran terkecil. Namun rasio keuntungan biaya tertinggi dan keuntungan terbesar yang dapat diterima petani pada pemasaran wortel dan bawang daun sama-sama diperoleh dari saluran pemasran IV, maka saluran pemasaran IV merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani wortel dan bawang daun.

Efisiensi saluran pemasaran wortel dan bawang daun di Kecamatan Cisarua dapat tercapai jika saluran pemasaran yang digunakan adalah saluran pemasaran II, namun jika prioritas yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan petani maka alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan adalah

saluran pemasaran IV. Berdasarkan perhitungan farmer’s share dan rasio keuntungan biaya, komoditi bawang daun lebih menguntungakan untuk ditanam. Namun jika dibandingkan dengan produksi wortel di desa-desa lain di Kecamatan Cisarua, Desa Citeko dan Desa Batulayang memiliki jumlah produksi yang lebih besar sehingga wortel masih menguntungakn untuk ditanam.

2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Kecil

Krisis ekonomi yang terjadi sangat mempengaruhi kinerja industri kecil. Menurut Arliana (2002) dalam penelitiannya mengenai strategi pemasaran tahu pada perusahaan Tahu Yun Yi, Bogor, Jawa Barat, menyatakan bahwa meskipun negara mengalami resesi ekonomi yang cukup besar pada tahun 1997 dan 1998, namun volume penjualan dan tingkat pertumbuhan tetap menunjukkan angka yang positif. Hal ini tidak terlepas dari komitmen yang tetap menjaga kontinuitas dan kualitas produk.

Industri kecil mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Berdasarkan hasil penelitian Budi (2001), untuk menjadi tenaga kerja tetap di salah satu industri tahu, tidak diadasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Tingkat pendidikan sama sekali tidak diperhitungkan, melainkan tingkat kemahiran yang dimiliki oleh seorang karyawan. Walaupun para karyawan rata-rata masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik usaha, akan tetapi ada juga karyawan yang berasal dari desa-desa lain.

Penelitian terdahulu mengenai industri kecil menyebutkan bahwa adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah mempengaruhi kinerja industri kecil. Krisis ekonomi yang telah menurunkan volume penjualan mie dan roti diatasi dengan menurunkan produksi. Peningkatan nilai penjualan terjadi karena

kenaikan harga jual lebih besar daripada penurunan volume penjualannya. Jika melihat dari penelitian Arliana (2002), dimana salah satu perusahaan pada industri tahu tetap mampu bertahan dengan volume penjualan dan tingkat pertumbuhan yang positif walaupun negara sedang dilanda resesi ekonomi, maka dapat disimpulkan bahwa dengan komitmen perusahaan yang tetap menjaga kontinuitas dan kualitas produk maka perusahaan tetap mampu mempertahankan pangsa pasar sekalipun kondisi perekonomian negara sedang buruk.

2.4. Pemasaran

Pemasaran menurut Kohl dan Downey (1972) adalah semua aktivitas bisnis yang terlibat dalam aliran barang dan jasa mulai dari awal produksi sampai ke tangan konsumen akhir. Adapun pengertian pemasaran menurut Hammond dan Dahl (1977) adalah suatu proses penyampaian barang dari titik produksi ke titik konsumsi melalui fungsi pertukaran dalam upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dimaksud untuk lebih memudahkan konsumen dalam memilih barang sehingga dapat memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen.

Kotler (1995) menyatakan bahwa pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu

yang bernilai satu sama lain. Pemasaran muncul ketika orang memutuskan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui pertukaran. Selanjutnya menurut Kotler (1995) ada lima kondisi agar pertukaran dapat terjadi, yaitu :

1. Sekurang-kurangnya terdapat 2 pihak.

2. Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang berharga bagi pihak lain. 3. Masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan melakukan penyerahan. 4. Masing-masing pihak bebas menerima atau menolak pertukaran.

5. Masing-masing pihak yakin bahwa berunding dengan pihak lain adalah layak dan bermafaat.

2.5. Fungsi-fungsi Pemasaran

Adanya penyaluran input dan output dari produksi awal sampai konsumsi akhir menyebabkan fungsi-fungsi pemasaran perlu dibentuk. Menurut Kohl dan Downey (1972) fungsi pemasaran adalah sekumpulan kegiatan tertentu yang dilakukan dalam melaksanakan proses-proses pemasaran. Fungsi pemasaran tersebut meliputi :

1. Fungsi pertukaran yaitu kegiatan-kegiatan yang terlibat di dalam pemindahan hak milik barang dan jasa.

2. Fungsi fisik adalah kegiatan-kegiatan yang terlibat di dalam perlakuan perpindahan dan perubahan fisik secara aktual dari komoditas tertentu. Fungsi fisik ini terdiri dari fungsi penyimpanan, pengolahan, dan transportasi.

3. Fungsi fasilitas yaitu kegiatan untuk memperlancar pelaksanaan dari fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas ini terdiri dari fungsi

standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan fungsi informasi pasar.

2.6. Lembaga dan Saluran Pemasaran

Menurut Kohl dan Downey (1972) salah satu lembaga pemasaran adalah lembaga perantara baik sebagai individu maupun sebagai perusahaan bisnis yang berspesialisasi dalam membentuk berbagai fungsi pemasaran yang terlibat dalam pembelian dan penjualan barang dan jasa atau perpindahan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran disebut juga sebagai pelaku atau pelaksana aktivitas bisnis/fungsi-fungsi pemasaran. Lembaga perantara ini dikelompokkan ke dalam :

1. Pedagang perantara (merchant middlement) terdiri dari pengecer (retailers) dan grosir (wholesalers).

2. Agen perantara (agent middlement) terdiri dari brokers dan komisi (commision).

3. Pengolah (processors) dan pengusaha pabrik (manufacturers). 4. Organisasi fasilitas (fasilitative organizations).

Limbong dan Sitorus (1987) menjelaskan bahwa fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga tataniaga di dalam suatu saluran pemasaran. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melakukan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pola saluran pemasaran adalah :

1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir, potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli, volume pesanan.

2. Pertimbangan barang meliputi nilai barang per unit, besar, dan berat barang, kerusakan, sifat teknis barang dan apakah barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasar.

3. Pertimbangan intern perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran, dan pelayanan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara dan kesesuaian lembaga

perantara dengan kebijakan perusahaan, volume penjualan serta dengan pertimbangan biaya.

2.7. Struktur dan Tingkah Laku Pasar

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, seperti konsentrasi, deskripsi perusahaan, diferensiasi produk dan sebagainya. Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara penjual dan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terllibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan kondisi keluar masuk pasar.

Dahl dan Hammond (1987) menjelaskan bahwa dilihat dari strukturnya, ada pasar bersaing sempurna dengan ciri-ciri : banyak pembeli dan penjual, setiap pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga (price taker), barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen serta bebas keluar masuk industri atau pasar. Struktur pasar yang kedua adalah pasar bersaing tidak sempurna dengan

ciri-ciri yang dapat dilihat dari dua sisi penjual dan pembeli seperti terlihat pada Tabel 5.

Tingkah laku pasar menunjukkan pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar tersebut dilihat dari proses pembentukkan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahaan harga, biaya, marjin pemasaran, dan jumlah kuantitas yang diperdagangkan (Dahl and Hammond, 1977)

Tabel 5. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah Perusahaan

Sifat Produk Dari Sudut Penjual

Dari Sudut Pembeli

Banyak Standar/homogen Persaingan murni Persaingan murni Banyak Terdiferensiasi Persaingan

monopolistik

Persaingan monopolistik Sedikit Standar Oligopoli murni Ologopsoni murni Sedikit Terdiferensiasi Oligopoli

diferensiasi

Oligopsoni diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond, 1977 2.8. Efisiensi Pemasaran

Menurut Kohl dan Downey (1972) efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari rasio input dan output. Perubahan yang mengurangi biaya input

tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi. Ada dua ukuran yang dipakai untuk mengukur efisiensi, yaitu :

(a) Efisiensi operasional, efisiensi ini terjadi bila mengalirnya produk dari produsen ke konsumen, atau bilamana rasio input-output maksimal. Efisiensi ini menekankan pada minimisasi biaya untuk melakukan fungsi pemasaran.

(b) Efisiensi harga, efisiensi harga terjadi apabila masing-masing partisipan dalam sistem pemasaran responsif terhadap harga yang terajadi. Efisiensi ini menekankan pada harga antar berbagai tingkat lembaga pemasaran dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen yang disebabkan oleh perubahan tempat, waktu atau bentuk komoditas. Melalui efisiensi harga dapat dilihat integrasi pasar, yaitu seberapa jauh harga komoditas pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya.

Untuk melihat efisiensi pemasaran dapat digunakan kedua pendekatan tersebut atau menggunakan salah satu macam pendekatan. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh biaya pemasaran dan marjin pemasaran. Efisiensi harga dicerminkan oleh korelasi harga jual produk sebagai adanya pergerakan produk tersebut dari pasar yang satu ke pasar yang lainnya.

2.8.1. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Marjin pemasaran dapat

dikatakan sebagai salah satu indikator yang dianggap cukup berguna untuk mengukur suatu tingkat efisiensi.

Tomek dan Robinson (1977) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai berikut (a) marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara produsen dan konsumen, dan (b) marjin pemasaran merupakan kumpulan balas jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran. Dalam marjin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya pemasaran dan komponen keuntungan lembaga

Dokumen terkait