• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) Klasifikasi Nenas

Nenas (Ananas comosus (L) .Merr.) adalah salah satu anggota famili

Bromeliaceae. Ada tujuh spesies yang tergolong dalam genus Ananas. yaitu

Ananas comosus dan A. bracteatus (pina de playon), dibudidaya sebagai tanaman pagar atau untuk menghasilkan buah, A. lucidus (sebagai sumber serat, A. ananassoides, A. nanus, A. parguazensis, A. fritzmuelleri termasuk spesies liar. Genus yang berhubungan dengan Ananas adalah Pseudonanas,dengan monotipe, yaitu Pseudo sagenarius (Smith dan Down, 1979).

Menurut Samson (1980), kultivar nenas ada 6 golongan berdasarkan karakter buah, yaitu Hilo (buahnya padat, berat 2-3 lb, varian Hawaii dari smooth cayenne, buahnya lebih selindris, menghasilkan banyak tunas dan tidak menghasilkan slip), Kona Sugarloaf (berat buah 5-6 lb, daging buah putih tanpa berkayu dibagian tengah, permukaannya silindris, kandungan gula tinggi, tidak asam, dapat dipercaya buahnya enak), Natal Queen (berat buah 2-4 lb, daging buah kuning emas, tektur kering dan aromanya lembut enak, sangat baik untuk konsumsi segar, baik disimpan setelah matang dan daun berduri), Pernambuco

(berat buah 2-4 lb, daging buah berwarna kuning putih sampai putih, manis, berair, baik untuk buah segar, kurang cocok untuk dikapalkan, daun berduri), Red Spanish (berat buah 2-4 lb, buah berwarna kuning putih dengan aroma menyenangkan, permukaan persegi, cocok untuk pengapalan sebagai buah segar sampai ketempat pemasaran, daun berduri), dan Smooth Cayenne (berat buah 5-6 lb, daging buah kuning putih sampai kuning, permukaan buah silindris, kandungan gula dan asam tinggi, baik untuk nenas kalengan dan olahan, daun tidak berduri, varietas dari Hawaii dan lebih mudah diperoleh di toko-toko grosir di Amerika Serikat).

Daerah Penyebaran Nenas

Tanaman nenas berasal dari daerah tropis Amerika Selatan yang telah didomestikasi sebelum masa Kolombus. Pada abad ke-16 orang spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, dan barangkali juga

ke Indonesia. Tanaman ini kini dipelihara di seluruh daerah tropik dan subtropik. Penghasil buah nenas dunia pada umumnya terletak di daerah tropis yang terletak antara 300 LU dan 300 LS (Verheij and Coronel, 1992; Muljohardjo, 1983).

Di Indonesia, nenas hampir tersebar di seluruh provinsi dan dibudidayakan terutama di daerah dataran rendah. Sentra produksi nenas di Indonesia meliputi: Sumatera Utara (Tapanuli Selatan, Simalungan), Riau (Kampar, Siak, Dumsi), Jambi (Bungo, Batanghari), Sumatera Selatan (Ogan Ilir, Muara Enim, Prabumulih), Lampung (lampung Tengah, Tulang Bawang), Jawa Barat (Subang), Jawa Tengah (Pemalang, Wonosobo), Jawa Timur (Blitar, Kediri), Kalimantan Timur (Kutai Kartanegara), Kalimantan Barat (Sambas, Kota Pontianak), Kalimantan Tengah (Kapus, Kotawaringin), dan Sulawesi Utara (DBTB, 2006).

Karakter Vegetatif, Generatif, dan Pembungaan Nenas

Nenas termasuk tanaman herbaceous dari klas monokotil yang bersifat perenial. Tergantung pada varietasnya tanaman nenas dewasa dapat mencapai ketinggian 100 – 200 cm, dengan diameter tajuk 100 cm – 200 cm. Struktur utama morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens dan Leal, 2003).

Karakter Vegetatif

Batang nenas berbentuk ganda, dengan panjang 25-50 cm dan lebar 2-5 cm pada bagian dasar dan 5-8 cm pada bagian atas. Pada bagian atas lurus dan tegak, sementara permukaan bagian bawah tergantung bahan tanaman yang digunakan. Tanaman yang berasal dari tunas anakan atau tunas batang, bagian atas tumbuh lurus, bagian bawah tanaman tumbuhnya bengkok (Coppens and Leal, 2003). Batang terdiri dari ruas dan buku. Ruasnya pendek berkisar antara 1-10 cm, ruas yang panjang berada pada bagian tengah batang, yaitu batang yang pertumbuhannya paling cepat. Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat batang. Menghasilkan tunas ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Verheij dan Coronel, 1997; Nakasone dan Paull, 1998).

Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas ketiak pada batang tumbuh menjadi tunas batang. Tunas batang yang telah mencapai panjang 30-35 cm dapat dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanjangan

13

13 dari batang adalah tempat melekatnya bunga atau buah. Pada tangkai buah di bawah buah, terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan besarnya tunas dasar buah tergantung dari sifat keturunan tanaman nenas, dan kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai sekitar 26 cm dengan bobot antara 285 – 425 gram. Tunas dasar buah batangnya bengkok, dan pada waktu ditanam sebagai sebagai bibit juga masih tetap bengkok (Coppens and Leal, 2003; Verheij dan Coronel, 1997; Nakasone dan Paull, 1998; Collins, 1968).

Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di bagian atas permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata jumlah daun yang berfungsi dan aktif berkisar antara 70 – 80 dan berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 - 8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama. Daun di bagian bawah merupakan daun tua dan ukurannya pendek, di bagian tengah tanaman ukuran daun paling panjang dan daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga tanaman seakan-akan berbentuk hati. Phylllotaxy tanaman menunjukkan 5/13. Warna daun nenas sebelah atas ada hijau mengkilap, hijau tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari varietasnya, sedang permukaan daun bagian bawah berwarna putih seperti perak atau putih seperti ketombe. Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat jaringan penyimpan air (water-strorage tissue), yang terdiri dari sel-sel yang tidak berwarna, berbentuk tiang, dan terletak di bawah jarigan hypodermal bagian atas dan meluas ke bawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan air apabila terisi air akan menduduki setengah dari tebalnya daun. Pada musim kekeringan, tanaman nenas akan menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins, 1968).

Stomata terdapat pada permukaan daun bagian bawah. Jumlah stomata lebih kurang 70 – 85 per mm persegi. Jumlah stomata pada daun tanaman nenas jenis Cayenne adalah 180 per mm2, lebih sedikit dibandingkan hibrida triploid dan tetraploid. Jumlah ini sedikit dibandingkan pisang dan jeruk yang masing-masing berjumlah 220 per mm2 dan 500 per mm2. Stomata ini tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas

ini disebabkan nenas termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism). Karbondioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesa memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Ada tiga kelompok nenas berdasar keberadaan duri pada daun yaitu : 1) berduri di ujung daun, 2) berduri pada seluruh tepi daun dan 3) tidak berduri sama sekali, daunnya menggulung seperti pipa (“piping”). (Collins, 1968; Verheij dan Coronel, 1997; Samson, 1980).

Bagian vegetatif lain dari nenas yang perlu diketahui adalah sistem perakarannya. Berdasarkan cara terbentuknya perakaran nenas dikelompokkan menjadi akar primer, akar sekunder dan akar adventif. Akar primer berasal dari biji sebagai akar tunggang. Pada pertumbuhan bibit selanjutnya akar ini hilang dan berganti dengan akar adventif. Pada akar adventif selanjutnya bercabang menjadi akar sekunder yang dapat berupa rambut akar, epidermis, exodermis, korteks bagian luar dan dalam, endodermis, perisikel, floem, xylem dan sel-sel empulur. Tanaman nenas hanya mempunyai sistem perakaran serabut yang sebarannya ke arah horizontal dan vertikal mencapai ukuran radius 50 cm (Collins, 1968 ; Samson, 1980; Nakasone dan Paull, 1998).

Bagian vegetatif tanaman yang tumbuh di atas puncak buah nenas memiliki batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya disebut mahkota. Mahkota ini merupakan lanjutan meristem sumbu utama dari tanaman sesudah mengalami pembentukan buah. Pertumbuhan mahkota berlangsung selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota dapat ditanam sebagai bahan bibit tanaman baru. Pada ujung mahkota terdapat meristem pembentuk daun. Peningkatan pertumbuhan mahkota kira-kira 30-45 hari setelah pertumbuhan buah telah dimulai (Collins, 1968; Nakasone dan Paull, 1998). Karakter Generatif

Dari meristem ujung terbentuk tangkai buah dan bunga. Bunga nenas muncul sebanyak 50 sampai 200 bunga pada setiap individu ditandai dengan berubahnya dasar pangkal batang dari merah muda menjadi merah pelut (Okimoto, 1984 dalam Leal dan Coppens, 1996). Bunga nenas termasuk bunga majemuk, mekar sebanyak 5 sampai 10 bunga setiap hari (Samson, 1980).

15

15 Masing-masing bunga dibarengi oleh satu daun pelindung (bractea) yang lancip, mempunyai 3 helai daun kelopak, pendek dan berdaging terdapat 3 helai daun mahkota, membentuk tabung yang mengelilingi 6 lembar benangsari dan satu lembar tangkai putik yang sempit berisi kepala putik yang bercabang tiga (Verheij dan Coronel, 1997). Masa reseptif dan anthesis hampir bersamaan, bervariasi pada setiap kultivar mulai satu minggu sampai dua bulan setelah inisiasi bunga, akan tetapi persilangan sendiri tidak terjadi karena adanya self-incompatibilitas karena terhambatnya pertumbuhan pollen tube pada stilus (Kerns et al., 1932)

dalam Leal dan Coppens, 1996). Self inkompatibel pada nenas menurut Brewbaker dan Gornes (1967) dalam Leal dan Coppens (1996), tergolong inkompatibilitas gametofitik.

Buah nenas termasuk buah senokarp (cenocarfium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan dari peleburan masing-masing bunga yang kecil, kulit buahnya yang keras terbentuk dari kelopak-kelopak dan braktea yang tidak rontok. Berat buah meningkat sekitar 20 kali lipat dari pembungaan sampai maturation (pertumbuhan maksimum). Studi perkembangan buah menunjukkan bahwa berat buah dan komponen-komponen buah lainnya (hati, fruitlets, daging keseluruhan, kulit buah) meningkat berupa sigmoid setelah inisiasi pembungaan. Dalam buah yang normal, buah kecil tersusun dalam deretan ke kiri dan ke kanan secara teratur. Dalam deretan yang memutar ke kiri terdapat delapan deretan dan deretan yang memutar kekanan terdapat 13 deretan. Sejak munculnya bunga sampai saat buah masak diperlukan waktu lebih kurang lima sampai enam bulan (Coppens and Leal, 2003; Collins, 1968; Verheij and Coronel, 1997; Nakasone dan Paull, 1998).

Genetika dan Pemuliaan Tanaman Nenas Genetika

Informasi genetik nenas dimulai dari studi yang diselenggarakan Institut Riset Pineapple Hawaii. Jumlah kromosom dari kulitvar “Cayenne”, “Queen”, Spiny Samoa”, “Ruby” dan Hibrid F1 antara “Cayenne” dengan tipe liar dari Brasil yang tidak diketahui dan Bromelia pinguin L, menunjukkan kultivar-kultivar nenas memiliki suatu kromosom n=25 dan B. Pinguin n=48, dengan ketidakteraturan meiosis (Collins, 1960 dalam Nakasone dan Paull, 1998).

Beberapa tanaman triploid dengan kromosom n=75 ditemukan di antara hibrida-hibrida F1. Triploid-triploid nampak hasilnya berkonjugasi antara suatu sel telur yang tidak berkurang dengan kromosom n=50 dan suatu pollen haploid tipe liar Brazilian. Kulitvar komersial “Cabezona” adalah triploid alami dengan kromosom n=75 (Collins, 1933 dalam Nakasone dan Paull, 1998).

Collins dan Kern (1938) dalam Nakasone dan Paull, (1998), menguraikan sekitar 30 turunan bentuk-bentuk mutan dalam “Smooth Cayenne” di lapangan, kebanyakan tidak diinginkan. Salah satu yang dikehendaki dalam proses pembentukan mutan adalah buah memanjang. Slips merupakan tunas yang tumbuh pada dasar buah, jika berlebihan jumlahnya akan mempengaruhi kuantitas buah. Karakter ini dominan dan terjadi dalam keadaan heterozigot pada “Smooth Cayenne”. Daun berduri berkaitan dengan gen homozigot resesif dan kondisi daun tidak berduri dari “Smooth Cayenne” dibawa oleh suatu gen heterozigot dominan. Terjadi ketidakstabilan frekuensi mutasi yang ada pada tipe daun berduri, keadaan berduri lainnya juga demikian.

Jenis tepi daun nenas dikendalikan oleh sepasang alel, yaitu S (dominan) dan s (resesif). Oleh karena itu, Ananas comosus yang berduri pada seluruh tepi daun adalah homosigot resesif (ss) dan yang berduri di ujung daun adalah homozigot dominan (SS) atau heterosigot (Ss), dan Smooth Cayenne adalah heterosigot (Ss) (Collin, 1968). Self-incompatibility pada nenas membantu produk komersil sehingga buah tidak berbiji dan mengakibatkan terjadi penyerbukan silang pada nenas jenis tertentu. Viabilitas pollen tampak baik untuk beberapa kultivar, kecuali untuk triploid “Cabezona”. Suatu lokus S tunggal dengan alel ganda, yang dikendalikan secara gametopitik oleh fenotipe pollen menyebabkan SI (Brewbaker dan Gorrez, 1967 dalam Nakasone dan Paull, (1998).

Umumnya yang dimaksud orang nenas adalah Ananas comosus L. (Merr.) yang rasanya manis segar. Kultivar ini pada dasarnya dibagi lima golongan besar (Cayenne, Queen, Spanish, Red Spanish dan Abacaxi-Pernambuco) yang tersebar luas dengan nama yang berbeda di tiap daerah. Sebanyak 70% produksi nenas dunia hasil dari budidaya nenas “Smooth Cayenne” dan 90% diperdagangkan secara internasional (Coppens and Duval, 1991).

17

17 Di Indonesia terdapat berbagai kultivar nenas dengan nama daerah yang berbeda-beda. Hume dan Miller (1904) dalam Aradya et al. (1994) membagi kultivar nenas ke dalam tiga kelompok, yaitu Cayenne, Queen, dan Spanish. Pembagian tersebut didasarkan pada kesamaan morfologi daun, ada/tidaknya duri daun, warna bunga, serta bentuk dan ukuran buah. Py et al., (1987) mengelompokkan nenas ke dalam lima kelompok dengan menambahkan pada kelompok yang sudah ada dengan Abacaxi atau Pemambuco dan Perola. Muljohardjo (1984), membagi Cayenne menjadi dua subkelompok, yaitu Hilo dan Hawaian Smooth Cayenne. Hilo tidak mempunyai tunas tangkai buah, tetapi Hawaian Smooth Cayenne mempunyai tunas tangkai buah. Namun kultivar yang dianjurkan Departemen Pertanian untuk dibudidayakan hanya terdiri dari kelompok Queen (nenas bogor dan palembang) dan kelompok Cayenne (Smooth dan Lisse) untuk buah olahan, sehingga plasma nuftah nenas diduga memiliki keragaman genetik yang rendah (DTP, 1994). Walaupun demikian dijumpai berbagai kultivar nenas dengan penampakan fenotipik yang berbeda. Hasil analisis keragaman genetik berdasarkan analisis isozim diperoleh empat kelompok nenas (klon merah dan hijau, klon merah pagar, klon Queen, dan klon Cayenne) pada kemiripan genetik 0,63 (Hadiati et al., 2002).

Pemuliaan Tanaman Nenas

Koleksi pertama nenas (saat ini 161 aksesi) terdapat di Kebun Hawaii antara 1914 dan 1975 untuk mendukung kepentingan program pemuliaan di Pineapple Research Institute. Dimulai dengan memperluas import varietas melalui penanaman nenas pioner dan kemudian dilengkapi dengan bahan koleksi dari Amerika Selatan (terutama dari Brasil) melalui Baker dan Collins, 1993. Beberapa materi pemuliaan juga dimasukkan. Koleksi-koleksi tersebut telah diganti oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) pada tahun 1986 (Willams dan Fleisch, 1993). Sekarang telah dilestarikan dalam pot, di rumah kaca, dan pada skala in vitro (Coppens dan Duval. 1991).

Tujuan pemuliaan seleksi tanaman nenas berbeda-beda di setiap tempat, tetapi biasanya menekankan pada resistensi terhadap hama dan penyakit (Leal dan Coppens, 1996). Saat ini, pengembangan kultivar untuk konsumsi buah segar telah menjadi perhatian utama. Populasi yang diperoleh dari persilangan

untuk memungkinkan di seleksi tipe-tipe yang lebih baik. Dalam seleksi ini melibatkan sifat-sifat yang jelek dalam mutasi dan yang diseleksi tipe superior. Mutasi tetap terjadi pada klon-klon terpilih, pengaruh seleksi tidak permanen dan tanpa seleksi lebih lanjut, klon-klon komersil di lapang dapat kembali ke kondisi seperti populasi yang sebelum diseleksi (Nakasone dan Paull, (1998).

Di Hawaii, kemajuan klon-klon hibrida diperoleh dari pemuliaan beberapa tahun dimana sekarang pengembangannya memasuki tahap pengujian dengan penanaman secara individu. Di Australia sumber plasma nuftah terdiri daril klon-klon “Cayenne” yang berasal dari Queensland, populasi hibrida, tanaman kultur meristem dari klon-klon yang diketahui dan introduksi dari negara-negara lain (Winks and Glennie, 1981 dalam Nakasone dan Paull, 1998). Seleksi hibrida yang berasal dari persilangan ‘Cayenne’ dengan jenis daun yang berduri, seperti ‘Queen’, ‘Ripley Queen’, ‘MacGregor’, ‘Alexandra’ dan ‘Collard’. Tanaman ‘Singapore Spanish’ tanaman nenas tidak berduri dengan kualitas buah bagus, telah digunakan secara luas dalam program pemuliaan di Australia. Hal yang sama Malaysia menggunakan ‘Smooth Cayenne’ dan ‘Singapore Spanish’ dalam program pemuliaan hibridnya (Chan and Lee, 1985).

‘Smooth Cayenne’ adalah sangat peka terhadap hama yang menyebabkan tanaman layu, walaupun beberapa klon lainnya sudah memperlihatkan resistensinya yang dapat dipindahkan dalam program penggunaan benih. ‘Spanis’, ‘Queen’ dan kultivar-kultivar lain juga memperlihatkan resistensi. Bersamaan dengan pemuliaan resistensi hama dan penyakit telah diusahakan pengembangan kultivar yang sesuai untuk ekspor nenas segar. Ketersediaan klon yang mempunyai hasil tinggi, gula tinggi, keseimbangan gula dan asam, asam askorbik tinggi, dan aroma menarik. Ini harus disatukan ke dalam klon yang mempunyai resistensi terhadap penyakit, bentuk dan berat buah (Nakasone dan Paull, 1998).

Kegiatan hibridisasi nenas pertama kali dikerjakan dan mengambil tempat di Florida sebagai usaha untuk menghasilkan cultivar yang adaptif pada kondisi lokal sehingga bisa bersaing dengan nenas impor dari India Barat untuk pasar nenas segar (William dan Feisch, 1993 dalam Leal dan Coppens, 1996). Pemulian nenas dalam skala besar diselenggarakan dari tahun 1914 sampai tahun

19

19 1972 oleh Pineapple Growers Association of Hawaii (PGAH) di station percobaannya, Pineapple Research Institut (PRI), di bawah pimpinan K. Kern dan J.L. Collins. Sasaran awal akan memperlebar dasar genetik dari agroindustrial Hawaiian yang kompleks disebabkan karena resiko penggunaan cultivar tunggal, tetapi itu segera dialihkan untuk pengembangan suatu kultivar yang melebihi “Smooth Cayenne”. Program ini sangat lengkap dan meliputi studi biologi bunga (sitologi, sitogenetik, self incompatibility), pengembangan uji resistensi hama dan penyakit, pewarisan karakter yang diseleksi, prospek plasma nuftah, dan evaluasi. Hasilnya masih menjadi dasar acuan yang diwajibkan dalam pengetahuan genetika nanas saat ini (Leal dan Coppens, 1996).

Nenas yang berkembang paling umum ‘Smooth Cayenne’ yang telah digunakan sebagai tetua utama dalam program pemuliaan untuk meningkatkan kualitas seperti resisten terhadap hama dan penyakit. Hibridisasi ini menghasilkan lebih dari 17 kultivar hibrida, keduanya interspesifik dan intergenerik, menggunakan ‘Smooth Cayenne’, ‘Monte Lorio’, dan ‘Rondon’ dengan spesies yang tersedia pada saat itu. Banyak hibrida yang dihasilkan, tetapi semuanya dibuang sebab umumnya cacat, secara umum berhubungan dengan hama dan penyakit atau penerimaan konsumen (Nakasone dan Paull, 1998).

Pendugaan Parameter Genetik Heritabilitas dan Kriteria seleksi

Heritabilitas merupakan nisbah ragam genotipe terhadap ragam fenotipe dan tolok ukur untuk menentukan perbedaan penampilan suatu sifat yang disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996). Seleksi terhadap populasi yang memiliki heritabilitas tinggi lebih efektif dibandingkan dengan populasi dengan heritabilitas rendah.

Liu (1998), menjelaskan bahwa heritabilitas didefenisikan sebagai

perbandingan antara keragaman genotipik dan fenotipik, dengan rumus h2 = 2g/ 2f; 2f = 2g + 2e. Persamaan ini disebut heritabilitas dalam arti luas.

Sedangkan heritabilitas dalam arti sempit didefinisikan sebagai proporsi besaran

ragam adiktif terhadap ragam fenotipik, dengan rumus h2 = 2a/ 2f ;

2

f = 2a/ ( 2a+ 2d+ 2l+ 2e), dimana 2d dan 2l adalah keragaman genotipik yang berhubungan dengan efek dominan dan interaksi epistasi. Jika digunakan rata-rata

fenotipik, kita dapat memperoleh heritabilitas berdasarkan rata-rata. h2 = ( 2g/ 2p)= 2g / ( 2g+ 2e/b) dimana b adalah jumlah ulangan.

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase. Nilai berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan 0 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh genotipe (Poespodarsono, 1988). Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa ragam genetik besar dan ragam lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997). Nilai penduga heritabilitas akan kurang bermakna tanpa keterangan tentang populasi, metode yang digunakan serta ragam dari nilai heritabilitas tersebut (Sjamsuddin, 1990; Rachmadi, 1990).

Menurut Falconer dan Mackay (1996), bahwa kemajuan genetik diartikan sebagai beda nilai rata-rata populasi yang diseleksi sebagai populasi awal. Makin beragam populasi awal, makin besar beda nilai rata-rata yang dihasilkan antara kedua populasi tersebut. Ada hubungan erat antara kemajuan genetik dengan heritabilitas suatu sifat yang ditangani. Hubungan tersebut terlihat dalam rumus : h2 = R/S dan i = S/ p. Dalam hal ini heritabilitas adalah perbandingan antara respon seleksi (R) dan deferensial seleksi (S), sedangkan intensitas seleksi (i) adalah hasil bagi deferensial seleksi dengan simpangan baku fenotipenya ( p). Dengan demikian, h2= R/i p dan R = h2i p. Jadi respon seleksi (kemajuan seleksi) adalah hasil kali heritabilitas, intensitas seleksi dan simpangan baku fenotipiknya.

Intensitas seleksi merupakan selisih rata-rata populasi hasil seleksi dengan populasi awal dalam bentuk simpangan bakunya. Besarnya nilai intensitas seleksi tergantung persentase tanaman terseleksi dan simpangan baku fenotipiknya (Singh and Chaudary, 1979). Selain itu, intensitas seleksi ditentukan pula oleh keragaman genetik dan jumlah individu dalam populasinya. Seleksi pada populasi dengan keragaman genetik tinggi memerlukan intensitas seleksi rendah. Sebaliknya, populasi dengan keragaman genetik rendah justru intensitas seleksinya harus tinggi (Dudley and Moll 1969; Poepodarsono, 1989).

Untuk materi pemuliaan yang diperbanyak secara vegetatif, heritabilitas dalam arti luas dapat digunakan untuk menduga perbaikan harapan dari suatu

21

21 seleksi. Alasannya adalah bahwa ragam genetik total tidak mengandung ragam adiktif. Jika klon diseleksi untuk perbanyakan vegetatif, perbaikan dapat diduga secara langsung dari rata-rata klon. Jika klon diseleksi untuk persilangan dalam kaitannya untuk membuat galur-galur baru, maka heritabilitas dalam arti sempit perlu digunakan. Basuki (1995), menjelaskan hubungan antara heritabilitas dengan penentuan metode seleksi sebagai berikut : (1). Bila heritabilitas dalam arti sempit, maka metode seleksi yang paling tepat digunakan adalah seleksi massa. Sebaliknya bila rendah digunakan seleksi silsilah, uji kekerabatan ( sib-test), dan uji keturunan (progeny test), (2) bila ragam epistasi tinggi, maka metode seleksi yang lebih tepat adalah seleksi diantar famili dan pemuliaan galur (line breeding), (3) bila peran gen dominan lebih terlalu menonjol, maka program pemuliaan diarahkan untuk pembuatan galur silang-dalam untuk membentuk hibrida, (4) Bila ragam interaksi lingkungan (GE) besar, maka sebaiknya program pemuliaan diarahkan untuk mendapatkan varietas yang sesuai dengan wilayah ekologis tertentu, (5) heritabilitas dalam arti sempit dapat digunakan untuk kemajuan genetik harapan akibat seleksi.

Leal dan Coppens (1996), menguraikan untuk perbaikan genetik tanaman nenas dikenal pemuliaan karakter-karakter spesifik, diantaranya karakter yang menyangkut vigor, hasil, ukuran tanaman, jenis tepi daun, pigmen anthocyanin, bentuk mahkota, ukuran buah, dan kualitas buah (kadar gula, kadar asam, nilai Brix, aroma, dan tekstur), serta ketahanan hama dan penyakit. Untuk mendapatkan nenas genotipe baru dengan berbagai karakter di atas, tentu tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena keragaman genetik relatif cukup besar dibandingkan dengan spesies tanaman menyerbuk sendiri. Salah satu kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi adalah nilai duga heritabilitas, makin besar nilai heritabilitas makin besar kemungkinan suatu karakter dapat diwariskan ke generasi selanjutnya.

Heterosis

Salah satu kriteria keberhasilan persilangan pada tanaman menyerbuk silang adalah diperoleh nilai heterosis dari karakter yang diinginkan. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai atau kisaran

kedua tetuanya. Sifat unggul ini digunakan untuk memperoleh keuntungan komersil dari tanaman yang diusahakan petani (Poespodarsono, 1988).