TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penelitian Terdahulu
1. Lindrianasari (2009)
Judul :
“ Analisis Komparatif Volume Perdagangan Saham Dan Return Saham Sebelum Dan Sesudah Pengumuman Earning “.
Permasalahan :
1) Apakah ada perbedaan rata – rata volume perdagangan saham
sebelum dan setelah peristiwa publikasi earnings ?
2) Apakah ada perbedaan rata- rata return saham sebelum dan setelah
peristiwa publikasi earnings ? Kesimpulan :
Bahwa volume perdagangan saham tidak dapat menjelaskan respon
investor terhadap pengumuman earning. Dan secara statistika memperlihatkan adanya signifikansi dari pengumuman earning terhadap perubahan return saham. Terbukti positif dilihat dari volume perdagangan (meskipun tidak signifikan) dan return saham. Kondisi ini memperlihatkan adanya kenaikan harga rata –
rata yang signifikan setelah pengumuman earnings dan diikuti dengan bertambahnya volume perdagangan saham, meskipun
2. Khresna dan Sulistyanto (2005)
Judul :
“ Pengaruh Earnings Per Share Dan Dividen Per Share Pada Pemecahan Saham Terhadap Perubahan Harga Saham “.
Permasalahan :
1) Apakah earnings per share berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham ?
2) Apakah dividen per share berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham ?
Kesimpulan :
EPS tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
harga saham, dengan signifikan 0,191 > a = 0,05. DPS tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga saham, dengan
signifikan 0,621 > a = 0,05. Secara bersama-sama EPS dan DPS tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengaruh harga saham.
3. Khomsiyah dan Sulistyo (2001)
Judul : “ Faktor Tingkat Kemahalan Harga Saham, Kinerja Keuangan
Perusahaan dan Keputusan pemecahan Saham (stock slpit): Aplikasi Analisis Diskriminasi”
Permasalahan :
a) Apakah ada pengaruh yang paling dominan antara tingkat
kemahalan harga saham dan kinerja keuangan pada perusahaan
yang melakukan pemecahan saham di Bursa efek Jakarta ?
b) Apakah ada perbedaan antara tingkat kemahalan harga saham dan
kinerja keuangan pada perusahaan yang melakukan pemecahan
saham dan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham di
Bursa Efek Jakarta ?
Kesimpulan :
a. Penelitian ini menggunakan dua teori yang mendasari keputusan
pemecahan saham yaitu pertama trading range theori yang menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami harga saham yang
terlalu mahal cenderung untuk melakukan pemecahaan saham.
Produksi tingkat kemahalan harga saham ini yaitu Price Earning Ratio dan Price to Book Value. Teori kedua adalah signaling theory yang menyatakan bahwa kinerja perusahaan menjadi penyebab perusahaan melakukan keputusan pemecahaan saham.
Dalam ini produksi kinerja yaitu Earning Per Share dan tingkat pertumbuhan laba.
b. Dengan menggunakan analisis diskriminasi, ditinjau dari signaling theory, menunjukkan bahwa Earning Per Share merupakan faktor keputusan pemecahan saham, namun tidak berhasil menunjukkan
saham. Sedangkan berdasarkan trading theory, menunjukkan bahwa Price Earning Ratio merupakan variabel yang membedakan dua kelompok perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan yang tidak melakukan stock split.
4. Marwata (2001)
Judul :
“ Kinerja Keuangan, Harga Saham, Dan Pemecahan Saham “
Permasalahan :
a. Apakah ada perbedaan kinerja keuangan antara perusahaan yang
melakukan pemecahan saham dan perusahaan yang tidak
melakukan pemecahan saham?
b. Apakah perbedaan kemahalan harga saham antara perusahaan
yang melakukan pemecahan saham dan perusahaan yang tidak
melakukan pemecahan saham?
c. Apakah perusahaan yang melakukan pemecahan saham
mengalami peningkatan laba sebelum pemecahan saham
dilakukan?
Kesimpulan :
a. Kinerja keuangan yang melakukan pemecahan saham yang diukur
dengan laba bersih maupun laba per saham, tidak lebih tinggi
b. Harga saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang
diukur dengan rasio harga terhadap nilai buku (PBV), tetapi tidak
rasio harga terhadap laba (PER), lebih mahal daripada perusahaan
yang tidak melakukan pemecahan saham.
c. Perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami
peningkatan laba yang signifikan untuk tiga tahun sebelum
pemecahan saham terjadi.
5. Bandi dan Jogiyanto Hartono (2000).
Judul :
“ Perilaku Reaksi Harga dan Volume Perdagangan Saham Terhadap
Pengumuman Dividen”.
Permasalahan :
Apakah ada pengaruh antara perilaku reaksi harga dan volume
perdagangan saham terhadap pengumuman dividen ?
Kesimpulan :
a. Reaksi harga dan reaksi volume perdagangan secara statistik
terjadi secara dependen, dan hubungan antara reaksi harga dan
volume perdagangan lebih dekat pada dependensi daripada
keeratan hubungan keduanya.
b. Pengumuman dividen menghasilkan reaksi volume yang berbeda
c. Terdapat hubungan yang signifikan antara reaksi volume dan
reaksi harga.
6. Fatmawati dan Marwan (1999)
Judul :
“ Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas Saham Yang Diukur dengan Besarnya Bid-Ask Spread di Bursa Efek Jakarta”
Permasalahan ;
Apakah ada perbedaan antara likuiditas saham sebelum dan sesudah stock split bila diukur dengan besarnya bid-askspread di Bursa Efek Jakarta Kesimpulan :
a. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara likuiditas saham
sebelum dan sesudah stock split bila diukur dengan besarnya bid-ask spread di bursa efek Jakarta
b. Likuiditas saham sebelum stock split lebih besar dibandingkan dengan sesudah stock split.
7. Budiarto dan Zaki Baridwan (1999)
Judul :
“ Pengaruh Pengumuman Right Issue terhadap Tingkat Keuntungan dan Likuiditas Saham di Bursa Efek Jakarta Periode 1994-1996 “
Permasalahan :
Apakah ada pengaruh pengumuman right issue terhadap tingkat keuntungan saham dan likuiditas saham di bursa efek Jakarta Periode
1994-1996 ?
Kesimpulan :
a. Hasil analisis pengaruh pengumuman right issue terhadap tingkat keuntungan saham dan likuiditas saham di Bursa efek Jakarta
periode 1994-1996 menghasilkan bukti yang tidak mendukung
teori yang melandasinya.
b. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya faktor mikro di
pasar modal Indonesia yang mempunyai struktur pasar modal di
luar negeri, dan faktor makro lainnya yang berpengaruh terhadap
hasil pengumuman.
8. Sudana dan Agus Pradityo (1999)
Judul :
“ Analisis Volume Dan Nilai Transaksi Saham Sebelum Dan Sesudah
Kebijaksanaan 4 September 1997 Di Bursa Efek Jakarta “
Permasalahan :
Apakah ada pengaruh antara volume dan nilai transaksi saham sebelum
Kesimpulan :
a. Volume transaksi saham sesudah kebujaksanaan 4 September 1997
lebih besar secara berarti daripada volume transaksi saham
sebelum kebijaksanaan 4 September 1997 tentang pencabutan batas
49 % porsi asing di BEJ.
b. Nilai transaksi saham sesudah kebijaksanaan 4 september 1997
lebih kecil secara tidak berarti daripada nilai transaksi saham
sebelum kebijaksanaan 4 September 1997 tentang pencabutan batas
49 % porsi asing di BEJ.
c. Terjadinya peningkatan volume transaksi saham secara berarti
disebabkan oleh peningkatan perdagangan saham pada pertengahan
periode sesudah kebijaksanaan 4 September 1997 tentang
pencabutan batas 49 % porsi asing di BEJ, dengan didorong oleh
adanya aksi jual oleh investor asing di Bursa Efek Jakarta.
d. Terjadinya penurunan nilai trsnsaksi saham secara tidak berarti
pada periode sesudah kebijaksanaan 4 September 1997 tentang
pencabutan batas 49 % porsi asing di BEJ diduga disebabkan
antara lain oleh harga saham mengalami penurunan yang tajam,
sehingga bertambahnya volume transaksi saham tidak mampu
meningkatkan nilai transaksi saham, serta tingkat suku bunga yang
meningkatkan sebagai dampak dari gejolak nilai tukar mata uang
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan pengetatan likuiditas
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pasar Modal
2.2.1.1. Pengertian Pasar modal
Definisi tentang pasar modal menurut beberapa ahli berbeda – beda
akan tetapi pada prinsipnya sama. Berikut ini beberapa ahli akan
mengemukakan pendapat tentang pasar modal.
Menurut Tandelilin (2001 : 13) pasar modal adalah tempat
pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang
membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.
Menurut Jogiyanto (2000 : 11) pasar modal merupakan tempat
bertemunya antara pembeli dan penjual sebagai resiko untung dan rugi.
Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan
dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi.
Selain itu Sunariyah (2003: 4) membagi dua definisi mengenai
pasar modal :
a. Secara umum
Pasar modal adalah suatu tempat keuangan yang terorganisasi. Termasuk
didalamnya adalah bank – bank komersial dan semua lembaga perantara di
bidang keuangan, serta keseluruan surat – surat berharga yang beredar.
b. Dalam arti sempit
Pasar modal adalah suatu pasar yang disiapkan guna memperdagangkan
saham – saham, obligasi dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai
Definisi mengenai pasar modal di Indonesia telah diatur dalam
Undang – Undang No 8 Tahun 1995, yaitu : “ Pasar modal adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek.
Perusahaan publik yang bersangkutan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Anonim, 2008).
2.2.1.1. Pasar Modal Efisien
Pada umumnya, situasi pasar modal efisien menunjukkan
hubungan antara harga pasar dan bentuk pasar. Efisien pasar modal
ditentukan oleh seberapa besar pengaruh informasi yang relevan
yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi,
adanya berbagai situasi maupun kondisi yang berbeda dengan yang
lainnya. Menyebabkan efisiensi pasar pada suatu Negara akan
berbeda dengan Negara lain.
Menurut Husnan (1994 : 246) mendefinisikan pasar modal
yang efisien sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah
mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat
informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar
modal tersebut. Apabila harga-harga selalu mencerminkan semua
informasi yang relevan, maka harga-harga tersebut berubah pada saat
informasi baru muncul.
Bentuk efisien pasar ditentukan oleh informasi yang tersedia.
bentuk pasar efisien yang dapat dicapai. Tentu saja tingkat efisien ini
tidak semata-mata merupakan kinerja suatu perusahaan sendiri, atau
kinerja lembaga keuangan, Bapepam, Pemerintah ataupun kinerja
lembaga lainnya, akan tetapi efisien pasar merupakan kinerja
keseluruhan pelaku pasar modal yang secara teoritical dikenal
dengan bentuk pasar modal yang efisien. Jadi, suatu pasar modal
dapat di katakan efisien apabila informasi baru dan relevan dapat
diterima secara cepat dan menyebabkan perubahan harga saham.
Dalam Sunariyah (2003 : 169) dikenal tiga bentuk pasar
modal yang efisien, yaitu :
1) Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah (The Weak Form Efficient Market Hypothesis), adalah suatu pasar modal dimana harga saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu, lebih
lanjut informasi masa lalu dihubungkan dengan harga saham
untuk membantu menentukan harga saham sekarang. Berbagai
kecenderungan harga saham dapat ditentukan oleh analisis
kecenderungan informasi masa lalu. Pada pasar modal bentuk
lemah, harga saham mengikuti kecenderungan tersebut. Investor
dan perusahaan efek akan merelisasi kecenderungan tersebut dan
cenderung menggunakannya untuk menentukan harga saham.
2) Hipotesis Pasar Efisiensi Bentuk Setengah Kuat (Semistrong Form Efficient Market Hypothesis), Harga saham pada suatu modal menggambarkan semua informasi yang dipblikasikan
sampai ke masyarakat keuangan. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi perusahaan, dan
dimaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan kebenaran
nilai dari suatu efek yang telah dikeluarkan oleh suatu institusi.
Jenis informasi yang dipublikasikan termasuk semua informasi
dalam laporan keuangan. Laporan tahunan atau informasi yang
disajiakan dalam prospectus, informasi mengenai posisi
perusahaan pesaing, maupun harga saham histories.
3) Hipotesis Pasar Modal Bentuk Kuat (Strong Form Efficient Market Hypothesis), Pasar modal yang efisien dalam bentuk kuat merupakan tingkat efisiensi pasar yang tertinggi. Konsep pasar
efisien bentuk kuat mengandung arti bahwa semua informasi
direfleksikan dalam harga saham, baik informasi yang
dipublikasikan maupun informasi yang tidak dipublikasikan (non public atau private information). Private information adalah informasi yang hanya diketahui oleh orang dalam dan bersifat
rahasia karena alas an strategi. Bentuk pasar semacam ini akan
sulit dicapai, bahkan di Negara maju sekalipun. Pada pasar
bebtuk kuat berarti sudah mencapai efisiensi bentuk sempurna,
karena dalam pasar efisiensi ini mencakup semua informasi, baik
itu informasi histories, informasi yang dipublikasikan maupun
2.2.1.3. Manfaat Pasar Modal
Manfaat pasar modal menurut Sartono (2001 : 38-40) adalah
sebagai berikut :
Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu :
a. Jumlah dana yang dihimpun bisa berjumlah besar
b. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana
selesai.
c. Tidak ada “convement” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam mengelola dana yang diperoleh perusahaan. Yang dimaksud
dengan converment (akad/perjanjian) adalah persyaratan yang dimuat dalam akad kredit. Akad tersebut dirancang agar dapat
melindungi pemberi pinjaman dengan memasukkan hal-hal seperti
pembatasan jumlah hutang, pembatasan pembagian dividen, rasio
aktiva lancer minimum dan persyaratan serupa lainnya.
d. Solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk membayar semua
hutang-hutang perusahaan tinggi, sehingga memperbaiki citra
perusahaan.
e. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.
f. Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal perusahaan.
g. Emisi saham cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko
tinggi.
i. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas.
j. Tidak dikaitkan dengan kekayaan sebagai jaminan tertentu.
k. Profesionalisme dalam manajemen meningkat.
Manfaat pasar modal bagi investor / pemodal yaitu :
a. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham
yang menjadi capital gain.
b. Sebagai pemegang saham investor memperoleh dividen dan
sebagai pemegang obligasi investor memperoleh bunga tetap setiap
tahun.
c. Mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) bagi pemegang saham, mempunyai hak suara dalam Rapat
Umum Pemegang Obligasi (RUPO) bila diadakan bagi pemegang
obligasi.
d. Dapat mudah mengganti instrument investasi, misalnya dari saham
A ke saham B sehingga dapat menimbulkan keuntungan atau
mengurangi resiko.
e. Dapat sekaligus melakukan investasi dala beberapa instrument
yang mengurangi resiko secara keseluruhan dan mamaksimumkan
keuntungan.
Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang :
a. Menuju kearah professional di dalam memberikan pelayanan
b. Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel.
c. Semakin bervariasinya jenis lembaga penunjang.
d. Likuiditas efek semakin tinggi.
Manfaat pasar modal bagi pemerintah :
a. Mendorong laju pembangunan.
b. Mendorong investasi.
c. Penciptaan lapangan kerja.
d. Sebagai sumber pembiayaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
sehingga tidak lagi tergantung pada subsidi pemerintah.
2.2.2. Saham Dan Harga Saham
2.2.2.1. Pengertian Saham
Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk
saham. Menurut Munandar (1996 : 3) definisi saham sebagai berikut :
“ Saham adalah surat tanda ikut serta memasukkan modal ke dalam
perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut, yang berarti ikut serta
menjadi pemilik perusahaan tersebut. Sehingga dengan sendirinya
mempunyai hak – hak dan kewajiban – kewajiban tertentu sebagai seorang
pemilik perusahaan (misalnya : hak ikut serta menentukan kebijaksanaan –
kebijaksanaan perusahaan, hak menikmati bagian– bagian dari keuntungan
perusahaan, kewajiban memikul kerugian–kerugian perusahaan sampai
2.2.2.2. Harga Saham
Menurut Widoatmodjo (1990 : 43-44) harga saham adalah nilai
dari penyertaan atau kepemilikan seseorang dalam suatu perusahaan.
Dalam pasar modal terdapat beberapa jenis harga saham.
Jenis – jenis harga saham sebagai berikut :
1. Harga Nominal
Harga nominal merupakan nilai yang telah ditetapkan oleh emiten,
untuk menilai setiap lembar saham yang dukeluarkannya. Harga
nominal itu tercantum dalam lembar saham tersebut.
2. Harga Perdana
Harga perdana merupakan harga sebelum saham tersebut
dicatatkan di bursa efek. Besarnya harga perdana ini tergantung
dari persetujuan antara emiten (perusahaan penerbit saham) dan
penjamin saham (underwriter). 3. Harga Pasar
Harga pasar merupakan harga jual dari investor yang lain. Harga
pasar terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa efek. Harga
ini yang benar – benar mewakili harga perusahaan penerbitnya,
karena kecil sekali kemungkinan terjadi negosiasi antara investor
dan perusahaan penerbit. Harga yang diterbitkan setiap hari adalah
4. Harga Pembukaan
Harga pembukaan adalah harga yang diminta oleh penjual dari
pembeli pada saat jam bursa dibuka.
5. Harga Penutupan
Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual dan
pembeli pada saat akhir hari bursa.
6. Harga Tertinggi
Transaksi suatu saham tidak hanya sekali atau dua kali terjadi
dalam satu hari, tetapi bisa berkali –kali dalam satu hari dan tidak
terjadi pada harga yang sama. Dari harga – harga yang terjadi tentu
ada harga yang paling pada satu hari bursa tersebut, harga itu
disebut harga tertinggi.
7. Harga Terendah
Harga terendah merupakan kebalikan dari harga tertinggi, yaitu
harga paling rendah pada satu hari bursa.
8. Harga Rata – rata
Harga rata – rata merupakan rata – rata dari harga tertinggi dan h.
Harga ini bisa dicatat untuk transaksi harian, bulanan, atau
tahunan.
9. Indeks Harga Saham
Indeks harga saham mencerminkan situasi umum bursa efek, sebab
indeks harga saham merupakan ringkasan atas berbagai faktor yang
politik. Indeks harga saham adalah angka indeks harga saham yang
telah disusun dan dihitung sedemikian rupa sehingga diharapkan
menghasilkan trend.
2.2.3. Volume Perdagangan
Menurut Bamber dan Cheon, (1995) dalam Jogiyanto dan Bandi,
(2000 : 203) volume perdagangan saham merupakan petunjuk ukuran yang
substitusi tentang reaksi pasar. Konsep ini menganggap bahwa kenaikan
atau penurunan pergerakan pasar saham yang disertai dengan volume
perdagangan yang besar merupakan tanda kekuatan pasar, sedangkan jika
tidak disertai dengan volume yang relatif besar merupakan tanda pasar
yang lemah.
Volume perdagangan saham merupakan jumlah lembar saham
yang ditransaksikan oleh para investor di perdagangan saham. Volume
permintaan saham dari perusahaan adalah jumlah transaksi – transaksi dari
permintaan saham tiap perusahaan pada hari yang sama di perdagangan
saham. Perubahan permintaan saham mempunyai pengaruh terhadap
volume perdagangan saham, karena perkembangan pasar modal terutama
di pasar sekunder tidak lepas dari peran para investor (sisi permintaan di
pasar modal). Semakin banyak dan semakin besar para investor
menginvestasikan modalnya pada saham akan menjadikan saham – saham
yang diperdagangkan semakin likuid. Dengan semakin likuidnya saham –
menginvestasikan modalnya di saham, dan hal tersebut akan menarik
banyak perusahaan untuk go publik (Sudana dan Pradityo, 1999 : 31).
Menurut Ying (1966) dalam (Bandi dan Hartono, 2000 : 206)
meneliti hubungan antara harga saham dan volume perdagangan saham
yang didasarkan pada anggapan bahwa keduanya merupakan produk
bersama dari mekanisme pasar tunggal. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa :
1) Ketika volume perdagangan kecil terus menerus harga biasanya
jatuh.
2) Ketika volume perdagangan besar terus menerus harga biasanya
naik.
3) Apabila volume perdagangan telah mulai menurun secara
berurutan selama periode 5 hari perdagangan, maka akan ada suatu
tendensi bagi harga akan jatuh selama 4 hari perdagangan
berikutnya.
4) Apabila volume perdagangan telah mulai meningkangkat secara
berurutan selama 5 hari perdagangan, maka akan ada suatu
tendensi bagi harga untuk naik selama 4 hari perdagangan
berikutnya.
Secara toeritis setelah stock split seharusnya volume perdagangan saham naik dikarenakan volume perdagangan atau volume saham
berarti akan meningkatnya tingkat likuiditas perusahaan, karena likuiditas
merupakan sebagai motivasi pemecahan saham.
2.2.4. Likuiditas Saham
Menurut Jogiyanto, (2000 : 57) likuiditas saham merupakan
kemudahan untuk membeli dan menjual efek. Saham yang mudah
diperjualbelikan dalam jangka waktu yang relatif singkat akan diminati
oleh banyak orang. Agar mudah diperjualbelikan, tentu saja saham
tersebut harus mempunyai daya tarik tersendiri, misalnya harga yang
murah dan biaya komisi untuk transaksi jual beli yang relatif kecil.
Menurut Fatmawati dan Asri (1999 : 106) bahwa manajemen
perusahaan berkeinginan untuk meningkatkan likuiditas saham. Hal ini
didukung dengan adanya pandangan bahwa perusahaan yang melakukan
stock split akan menambah daya tarik investor akibat penurunan harga saham pada saat stock split. Kondisi ini menyebabkan semakin bertambahnya jumlah saham yang diperdagangkan dan juga jumlah
pemegang saham. Peningkatan pada kedua variabel tersebut dapat
mempengaruhi likuiditas saham setelah stock split yaitu meningkat.
Surat berharga atau efek yang telah dijual di pasar perdana
selanjutnya akan dijual di pasar sekunder. Sebab apabila ditinjau dari sudut
investor, pasar sekunder dapat menjamin likuiditas efek. Karena, investor
dapat membeli kembali sekuritas untuk mendapatkan uang tunai.
wadah untuk menghimpun para investor, baik investor lembaga maupun
perorangan. Jika pasar sekunder tidak cukup likuid, maka tentunya
investor tidak akan membeli efek–efek pasar perdana (Pandji dan Piji,
2003: 26).
Dalam hal instrument keuangan, mudah dipasarkan saham diukur
dengan dapatnya dijual sejumlah besar surat – surat berharga tersebut
dalam waktu yang singkat dengan pengorbanan harga yang kecil. Semakin
mudah surat berharga dipasarkan, semakin tinggi kemampuan untuk
melakukan transaksi besar dengan harga yang dikehendaki. Secara umum,
semakin sukarnya surat – surat berharga dipasarkan, semakin besar hasil
(return) yang diperlukan untuk menarik investor. Namun, untuk Saat ini masih belum ada suatu standar mengenai likuiditas saham di pasar modal
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pendapat mengenai
likuiditas saham. Pernyataan pokok dalam hal ini adalah standar apa yang
digunakan untuk menentukan likuid tidaknya suatu saham.
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sampai saat
ini belum ada suatu standard mengenai likuiditas saham di pasar modal
Indonesia dan belum terdapat keseragaman dalam kriteria likuiditas
saham. Namun secara umum, likuiditas saham ditentukan oleh frekuensi
saham yang bersangkutan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
volume dan nilai transaksinya. Namun demikian, meskipun volume dan
nilai transaksi dipengaruhi oleh frekuensi transaksi, volume dan nilai
Semakin likuid suatu saham, tentunya harus ditunjukkan oleh semakin
banyaknya volume transaksi. Demikian juga dengan nilai transaksi,