• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Estetika Lanskap Kota

Estetika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu pengetahuan tentang keindahan atau pembelajaran keselarasan terhadap alam atau seni (Daniel, 2001). Estetika juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan harmonis yang jelas dari berbagai bagian dari suatu hal yang kita lihat atau alami (Simonds, 1983). Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penilaian suatu obyek melalui penampakan visual sangat mudah ditangkap oleh indera manusia. Kualitas visual estetik merupakan hasil pertemuan antara unsur fisik lanskap dan proses psikologis (perseptual, kognitif, dan emosional) dari pengamat (Daniel, 2001).

Kualitas estetika sangat berperan dalam membentuk karakter dan identitas suatu tempat. Menurut Nasar (1988), kualitas estetika suatu lanskap dapat ditentukan oleh dua macam penilaian estetika, yaitu formal dan simbolik. Estetika formal menilai suatu obyek berdasarkan bentuk, ukuran, warna, kompleksitas, dan keseimbangan suatu obyek. Sedangkan estetika simbolik menilai suatu obyek berdasarkan pada makna konotatif dari obyek tersebut setelah dialami oleh pengamat.

Menurut Branch (1995), suatu kawasan disebut kota jika telah memiliki keaktifan, keanekaragaman, dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya. Dengan demikian pembangunan kawasan perkotaan cenderung terfokus pada pemenuhan kepentingan hidup manusia. Kawasan perkotaan merupakan bentuk lanskap buatan manusia akibat aktifitas manusia mengelola kepentingan hidup manusianya (Simonds, 1983). Hal ini dapat dilihat dari adanya pembangunan kawasan perdagangan (Central Business Distric, CBD), perkantoran, pemukiman serta fasilitas rekreasi. Pembangunan yang diimbangi dengan penataan lingkungan yang estetis, akan dapat memperindah kawasan perkotaan sekaligus membentuk kota yang bersih dan sehat.

Unsur fisik yang mendukung kualitas estetika kota diantaranya kebersihan kota, bangunan, ruang terbuka, vegetasi dan perancangan perkotaan (Branch, 1985). Kualitas estetika lanskap kota juga dipengaruhi oleh elemen-elemen dasar

pembentuk lanskap. Suatu kawasan lanskap kota dikatakan memiliki kualitas estetika tinggi, jika elemen pembentuk lanskap kota berkualitas baik pula. Kawasan yang didominasi oleh elemen vegetasi, elemen air, dan sedikit elemen bangunan lebih disukai, sehingga memiliki kualitas estetika yang cukup tinggi (Meliawati, 2003).

Elemen Lanskap

Elemen lanskap sebagai pembentuk lanskap kota memiliki peranan yang cukup besar dalam pembentukan kualitas estetika. Elemen lanskap meliputi segala bentuk tanaman atau vegetasi, segala sesuatu di atas permukaan tana h maupun air, serta konstruksi baik bangunan maupun elemen taman (Eckbo, 1964). Elemen dasar lanskap menurut Booth (1983) adalah landform, vegetasi, bangunan, perkerasan, site structure, dan air. Elemen tersebut adalah komponen fisik dasar pembentuk lanskap dan merupakan media yang digunakan oleh para arsitek lanskap dalam membentuk suatu ruang. Setiap elemen memiliki karakter yang berbeda-beda namun dengan keunikan yang dimilikinya, saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain membentuk suatu lanskap ya ng estetis. Melalui seni ilmu merancang, merencana, serta mengelola dalam arsitektur lanskap, akan tercipta lanskap kota yang secara estetika indah, secara fungsional berguna dan secara ekologi tercipta lingkungan yang berkelanjutan.

Penggunaan elemen lanskap sangat penting dalam membentuk pemandangan keseluruhan yang estetik (Booth, 1983). Oleh karena itu penggunaan elemen lanskap harus dipertimbangkan agar sesuai dengan fungsi dan estetika yang diinginkan. Berdasarkan penelitian Meliawati (2003), elemen lanskap yang paling dominan terhadap kualitas estetika lanskap kota adalah vegetasi, bangunan, perkerasan, air dan langit. Proporsi tertentu dari masing-masing elemen akan memberi penilaian terhadap kualitas estetika lanskap kota yang berbeda pula.

Eleme n Vegetasi

Vegetasi merupakan salah satu elemen fisik tapak yang penting dalam disain dan pengelolaan lingkungan. Menurut Booth (1983), vegetasi memiliki tiga

fungsi utama yaitu fungsi struktural, fungsi lingkungan dan fungsi visual. Vegetasi sebagai eleme n struktural dapat berperan sebagai pembentuk dan pengatur ruang, mempengaruhi pemandangan, dan mempengaruhi arah pergerakan. Vegetasi sebagai fungsi lingkungan dapat berperan sebagai pembersih udara, penjaga kelembaban tanah, pencegah erosi, pengatur suhu, dan sebagai habitat satwa. Vegetasi sebagai elemen visual dapat berperan sebagai focal point dan penghubung visual terhadap karakter vegetasi berupa ukuran, bentuk, warna dan tekstur. Menurut Laurie (1984) karakter vegetasi dapat dilihat dari bunga, daun, bentuk keseluruhan tanaman serta variasi berdasarkan musim. Elemen vegetasi yang biasa digunakan dalam lanskap perkotaan adalah pohon, semak, dan tanaman penutup tanah.

Pengaruh elemen vegetasi terhadap kualitas estetika cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmawati (2002), Laila (2003), Meliawati (2003), dan Afrianita (2005) bahwa, lanskap dengan kualitas estetika tinggi didominasi oleh elemen vegetasi dengan penataan yang baik. Lestari (2005) dan Laila (2003) mengatakan bahwa, selain proporsi elemen vegetasi, bentuk pohon dan tinggi pohon juga mempengaruhi kualitas estetika lanskap. Bentuk pohon dengan skala horizontal dan tinggi lebih disukai karena memberi kesan sejuk pada area yang cukup luas. Maharta (2004) menambahkan, semakin beragam kompoisi vegetasi berupa tegakan pohon, semak daun maupun semak berbunga dan ground cover dapat meningkatkan kualitas estetika lanskap.

Elemen Bangunan

Pada lanskap perkotaan elemen bangunan seringkali lebih dominan dibandingkan dengan elemen tanaman. Elemen bangunan memiliki peranan penting dalam membentuk karakter suatu ruang. Kehadiran bangunan dalam suatu lanskap baik secara individu maupun berkelompok (cluster) dapat mempengaruhi pemandangan, membentuk ruang terbuka, memodifikasi iklim mikro, dan menambah nilai fungsional tapak (Booth, 1983). Kualitas estetika visual suatu bangunan juga dapat mempengaruhi nilai keindahan suatu lanskap kota. Pemukiman kumuh di perkotaan memiliki nilai keindahan visual yang rendah

(Siregar, 2004). Bangunan yang memiliki nilai keindahan tinggi adalah bangunan dengan arsitektur menarik baik dari segi warna, tekstur, maupun struktur.

Bangunan akan bernilai estetik bilamana ditata seimbang dengan vegetasi (Eckbo, 1964). Penampilan fisik bangunan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat, seperti halnya dalam bentuk, ukuran, serta warna. Konfigurasi perumahan masih cukup disukai oleh masyarakat, namun bangunan pertokoan dan pemukiman liar dianggap kurang indah dan kurang nyaman karena cenderung mendominasi dan terlalu padat (Gunawan dan Yoshida, 1994).

Elemen Perkerasan

Elemen perkerasan yang dimaksud adalah jalan, jalur pedestrian, area parkir, plaza, dan sebagainya. Perkerasan dibangun untuk mendukung sirkulasi manusia.

Jenis bahan perkerasan memberikan kesan keanekaragaman yang cukup berfungsi, akan tetapi keanekaragaman tersebut harus memperhatikan faktor kegunaan. Penggunaan jenis bahan perkerasan, terutama tekstur dan warna, dalam suatu desain menunjukkan adanya bahaya ataupun kemungkinan kecelakaan pada tertentu. Misalnya tepian kolam, bahu jalan, penyeberangan jalan, halaman rumput dan juga untuk memisahkan daerah-daerah kegunaan yang tidak cocok digabungkan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan pembentukan keanekaragaman, pola, dan daya tarik visual suatu perkerasan. Pemilihan bahan disesuaikan dengan tipe lalu lintas. Contoh seperti rumput dan beton merupakan dua jenis bahan penutup lahan yang sangat berbeda penggunaannya untuk jenis-jenis lalu lintas. Perkerasan aspal dan beton cor memberi kesan cepat, pergerakan yang tidak terhalangi, sedangkan permukaan kerikil memberi kesan lambat sehingga sesuai digunakan untuk jalur-jalur pejalan kaki dalam suatu taman (Laurie, 1984).

Pola perkerasan juga mempengaruhi kualitas estetika visual. Pola penyusunan bahan perkerasan mencerminkan atau memperkuat karakter suatu tempat dimana perkerasan itu menonjol dan terdapat suatu hubungan yang jelas antara bangunan-bangunan dengan ruang-ruang yang terdapat diantara bangunan tersebut (Laurie, 1984).

Elemen perkerasan mempengaruhi kualitas estetika seperti halnya dengan elemen bangunan. Berdasarkan hasil penelitian Meliawati (2003), semakin besar proporsi perkerasan dalam suatu lanskap akan menurunkan nilai keindahan lanskap tersebut.

Elemen Air

Air merupakan elemen lanskap yang cukup unik dan disenangi oleh manusia. Karakteristik berupa plastisitas, pergerakan, suara dan refleksivitas menjadi daya tarik yang menjadi ciri khas dari elemen air (Booth, 1983). Meliawati (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa secara umum semakin besar proporsi elemen air dalam suatu lanskap akan meningkatkan kualitas estetikanya.

Elemen Langit

Elemen langit merupakan media visualisasi bagi elemen lanskap, seperti vegetasi, bangunan, dan utilitas lainnya. Penataan elemen lanskap yang teratur dan menarik dapat terlihat semakin menarik jika terdapat latar belakang langit yang cerah, namun kehadirannya pada lanskap cenderung bersifat netral, dan tidak selalu dapat mempengaruhi penilaian kualitas estetika. Afrianita (2005) menyimpulkan bahwa, elemen langit memiliki korelasi yang rendah terhadap kualitas estetika, sehingga kenaikan proporsi elemen langit dalam suatu lanskap, tidak selalu dapat meningkatkan kualitas estetikanya. Meliawati (2003) juga menyatakan bahwa, elemen langit tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kualitas estetika, sehingga dapat diabaikan. Untuk itu, dalam penelitian ini elemen langit tidak dimasukkan dalam analisis data.

Kerapihan dan Kebersihan

Agar tercipta keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional, diperlukan suatu upaya pelestarian lingkungan. Salah satu upayanya adalah menjaga kebersihan lingkungan kota. Kebersihan dapat diartikan sebagai kondisi dimana lingkungan kota yang bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah.

Menurut Branch (1995), salah satu unsur fisik kota yang mempengaruhi kualitas estetika kota adalah kebersihan kota. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Meliawati (2003) bahwa, kualitas estetika lanskap suatu kota selain dipengaruhi oleh elemen lanskap, juga dipengaruhi oleh faktor kebersihan lingkungan, serta kerapihan penataan elemen vegetasi, elemen bangunan serta elemen lainnya. Sadik (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, kondisi fisik bangunan yang memberi penilaian kualitas estetika tinggi adalah bangunan yang memiliki warna menarik pada atap dan dinding serta penutupan vegetasi yang tertata baik di sekitarnya.

Scenic BeautyEstimation (SBE)

Keindahan pemandangan (Scenic Beauty) dapat diartikan sebagai keindahan alami, estetika lanskap atau sumber pemandangan (scenic resource), dan merupakan hasil tanggapan seseorang terhadap lanskap sekitar. Keindahan pemandangan atau kualitas estetika dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Salah satu upaya penilaian terhadap kula litas estetika suatu lanskap dapat dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) menurut Daniel dan Boster (1976), yaitu suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif. Terdapat tiga kategori dalam metode penilaian kualitas pemandangan, yaitu 1) Inventarisasi deskriptif, 2) Survei dan kuisioner, dan 3) Evaluasi berdasarkan preferensi.

Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan, 1988).

Model Statistik

Model merupakan representasi dari kondisi yang sebenarnya, model dapat didefinisikan sebagai metode untuk membangun hubungan logika antara lingkungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan suatu model diperlukan sejumlah variabel sebagai faktor yang menentukan nilai dan kualitas

suatu aspek. Dalam menentukan variabel sebaiknya dibuat batasan untuk memilih sejumlah variabel karena aspek yang berkaitan dengan subyek yang akan diteliti biasanya sangat banyak (Falero dan Alonzo, 1995 dalam Hidayat, 2004).

Model yang akan disusun dalam penelitian ini adalah model yang dapat memprediksi kualitas estetika lanskap kota berdasarkan elemen-elemen dasar lanskap. Penyusunan model menggunakan persamaan regresi berganda (Walpole, 1990) dengan menghubungkan nilai SBE sebagai variabel tak bebas (Y) dan elemen dasar lanskap sebagai variabel bebas (X). Elemen dasar lanskap meliputi elemen lanskap yang dominan mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota yaitu vegetasi (X1), bangunan (X2), perkerasan (X3), dan air (X4) (Meliawati, 2004).

Persamaan regresi berganda menurut Walpole (1990) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:

Y = a + b X1 + c X2 +... + n Xn

Dimana:

Y = Peubah tak bebas a,b...n = Koefisien pendugaan X = Peubah bebas

Sudarmanto (2005) menyatakan bahwa analisis regresi merupakan salah satu alat analisis yang menjelaskan tentang sebab-akibat dan besarnya akibat yang ditimbulkan oleh satu atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat (tidak bebas). Dalam analisis regresi, variabel bebas dapat pula disebut dengan istilah predikor dan variabel terikatnya sering disebut dengan istilah kriterium. Dalam aplikasi praktis, analisis regresi mempunyai kegunaan yang luas, akan tetapi beberapa kegunaan yang penting antara lain:

1. Mereduksi lebar selang kepercayaan dalam melakukan pendugaan beberapa nilai tengah populasi dengan mempertimbangkan efek dari peubah pengiring. 2. Untuk mengeliminasi efek lingkungan dari pendugaan kita terhadap efek

perlakuan.

3. Untuk memperkirakan nilai Y (peubah tak bebas) berdasarkan nilai- nilai X (peubah bebas) yang diketahui (Sudarmanto, 2005).

Pada penelitian ini digunakan pula analisis korelasi. Analisis korelasi juga merupakan suatu alat untuk menganalisis hubungan elemen lanskap dengan kualitas estetika lanskap. Namun demikian, analisis regresi dan analisis korelasi memiliki perbedaan yang sangat jelas. Analisis regresi memiliki variabel bebas atau prediktor dan variabel tergantung atau kriterium, namun pada analisis korelasi tidak ada sebutan variabel bebas dan variabel tergantung. Pada analisis korelasi, variabel X dan Y merupakan variabel yang simetris, sedangkan pada analisis regresi variabel X merupakan variabel bebas (elemen lanskap) dan variabel Y merupakan variabel tergantung (nilai SBE) yang tidak simetris satu sama lain (Sudarmanto, 2005).

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian analisis pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap Kota Depok mengambil lokasi di Kecamatan Beji, Kota Depok. Kegiatan studi dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juli 2006.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang terdiri dari tahap evaluasi kualitas estetika lanskap kota dengan metode Scenic Beauty Estimation (SBE), dan tahap analisis pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap kota dengan metode analisis kuantitatif.

Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota

Evaluasi kualitas estetika lanskap kota mengikuti prosedur metode Scenic Beauty Estimation (SBE) yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster (1976) sebagai berikut:

Pemotretan. Tahap ini diawali dengan pangamatan dari atas melalui foto udara untuk memudahkan penentuan vantage point saat turun lapang. Penentuan vantage point, yaitu titik dimana lanskap sekitarnya dipotret, didasarkan pada lanskap yang mewakili berbagai tata guna lahan utama dan tipe lanskap kota, seperti kawasan pemukiman, perkantoran, CBD (Central Business District), jalan, tepi sungai, rekreasi, dan ruang terbuka hijau (Gunawan, 2005). Setelah diperoleh 94 vantage point, dilakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk melakukan pemotretan. Pemotretan lanskap memperhatikan dominansi dan proporsi elemen lanskap, seperti bangunan, perkerasan, vegetasi, air dan sejenisnya. Foto hasil pemotretan akan diseleksi berdasarkan kualitas yang terbaik dari segi gambar, warna, serta keterwakilan elemen-elemen lanskap kota.

Penilaian oleh responden. Mempresentasikan foto hasil pemotretan dalam tampilan slide untuk memperoleh penilaian responden. Presentasi slide foto menggunakan program Microsoft Office Power Point 2003. Slide foto yang ditampilkan berjumlah 94 secara acak dengan waktu penayangan 8 detik untuk

tiap slide. Teknis pengisian kuisioner berupa pemberian skor 1 sampai 10 terhadap setiap slide yang ditampilkan. Skor 1 adalah lanskap yang paling tidak disukai sedangkan skor 10 adalah yang paling disukai. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 36 orang, yaitu mahasiswa S1 Departemen Arsitektur Lanskap IPB yang memiliki latar belakang serta wawasan mengenai ilmu arsitektur lanskap. Menurut Daniel dan Boster (1976), jumlah responden antara 20 sampai 30 sudah cukup mewakili dan mahasiswa merupakan perwakilan dari total populasi yang dianggap kritis dan peduli terhadap lingkungannya.

Perhitungan nilai SBE. Data yang telah terkumpul diolah dengan

menggunakan metode Scenic Beauty Estimation menurut Daniel dan Boster (1976). Data setiap lanskap diurutkan berdasarkan skala penilaian 1 sampai 10 kemudian dihitung frekuensinya (f), frekuensi kumulatif (cf), probabilitas kumulatif (cp) dan nilai Z berdasarkan tabel Z. Untuk nilai cp = 1,00 digunakan rumus cp = 1-1/(2n) dan untuk nilai cp = 0 (z = ± tak terhingga) menggunakan rumus cp = 1/(2n). Selanjutnya ditentukan nilai rata-rata z untuk setiap titik dan nilai rata-rata z sebagai standar untuk perhitungan SBE. Nilai rata-rata z standar ditentukan dari keseluruhan z untuk tiap titik yang mendekati nol. Rumus perhitungan nilai SBE adalah sebagai berikut:

SBEX = (ZLX-ZLS) x 100 Dimana :

SBEX = nilai SBE titik ke-x ZLX = nilai rata-rata z titik ke-x

ZLS = nilai rata-rata z yang digunakan sebagai standar

Seluruh nilai SBE yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kualitas estetika rendah, sedang, dan tinggi menggunakan sebaran normal (Lampiran 4) dengan parameter nilai tengah (µ) dan standar deviasi (σ ). Perhitungan sebagai berikut :

SBE rendah < µ −σ σ

µ − = SBE sedang = µ +σ

Analisis Pengaruh Elemen La nskap terhadap Nilai SBE

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besar keterikatan hubungan elemen lanskap terhadap nilai SBE serta seberapa besar pengaruh elemen lanskap sehingga dapat memprediksi kualitas estetika (nilai SBE) suatu lanskap kota. Elemen lanskap sebagai variabel bebas yang digunakan dalam analisis regresi adalah persentase elemen vegetasi, persentase elemen bangunan, persentase elemen perkerasan, persentase elemen air serta nilai kerapihan dan kebersihan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmawati (2002), Meliawati (2003), serta Siregar (2004) bahwa, vegetasi dan bangunan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penilaian kualitas estetika lanskap kota. Elemen langit diabaikan dalam analisis ini, karena berdasarkan penelitian Meliawati (2003), persentase elemen langit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai SBE.

Perhitungan Persentase Elemen Lanksap

Penentuan luasan elemen lanskap dapat dilakukan dengan metode digitasi AutoCAD. Metode ini cukup akurat karena dapat menghasilkan ukuran dengan tingkat kebenaran yang cukup tinggi (Siregar, 2004). Namun untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, diperlukan ketelitian yang cukup besar dalam mendigitasi foto. Luas elemen lanskap yang dihitung adalah elemen vegetasi, elemen bangunan, elemen perkerasan, serta elemen air. Rumus perhitungan persentase elemen lanskap adalah :

x100% lanskap elemen luasan Total lanskap elemen Luasan lanskap elemen Persentase =

Persentase elemen lanskap tiap seluruh lanskap yang telah diperoleh, selanjutnya dikelompokkan kedalam kisaran persentase 0%, 1% - 20%, 21% – 40%, 41% – 60%, 61% – 80%, dan 81% – 100% berdasarkan kualitas estetika (tinggi, sedang, rendah). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan pengaruh persentase elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap.

Penentuan Nilai Kerapihan dan Kebersihan

Tahap selanjutnya adalah menilai kerapihan dan kebersihan suatu lanskap. Nilai kerapihan dan kebersihan berkisar antara 1 sampai 3, dimana nilai 1 adalah rendah, nilai 2 adalah sedang, dan nilai 3 adalah tinggi. Kategori kerapihan dan kebersihan diuraikan lebih rinci pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Nilai Kerapihan dan Kebersihan Nilai kerapihan

dan kebersihan Ciri-ciri

1 (Rendah)

a. Vegetasi tidak tertata dengan baik b. Penataan bangunan tidak baik

c. Kualitas fisik bangunan tidak baik (warna, arsitektur dan sebagainya )

d. Tekstur perkerasan tidak baik

e. Terdapat sampah – tidak terdapat sampah

2 (Sedang)

a. Vegetasi tertata dengan cukup baik b. Penataan bangunan cukup baik c. Kualitas fisik bangunan cukup baik d. Tekstur perkerasan cukup baik e. Tidak terdapat sampah

3 (Tinggi)

a. Vegetasi tertata dengan sangat baik b. Penataan bangunan sangat baik c. Kualitas fisik bangunan sangat baik

d. Tekstur perkerasan sangat baik (aspal, paving block dan sebagainya )

e. Tidak terdapat sampah

Data persentase elemen vegetasi, bangunan, perkerasan, air serta nilai kerapihan dan kebersihan yang telah diperoleh tersebut ditabulasikan bersama dengan nilai SBE setiap lanskap. Tabulasi data dapat dilihat pada Lampiran 5. Selanjutnya menganalisa seluruh data tersebut secara kuantitatif dengan menggunakan program statistik SPSS 12.0.

Analisis Kuantitatif

Data dianalisa secara kuantitatif yaitu mengolah data hasil penelitian yang telah dinyatakan dalam suatu angka untuk dianalisis dengan perhitungan statistik terhadap variabel obyek yang diteliti (Rahayu, 2005). Dalam penelitian ini digunakan alat analisis korelasi dan analisis regresi berganda.

Analisis Korelasi

Analisis korelasi menggunakan korelasi pearson, yang dapat mengukur hubungan dua variabel yang bersifat linier dan data bersifat kuantitatif (Sulaiman, 2002). Analisis korelasi bertujuan mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi (Walpole, 1995). Nilai korelasi variabel X dan Y dilambangkan dengan r. Nilai korelasi (r) digunakan untuk mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus. Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka terdapat korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Akan tetapi, bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka antara kedua peubah terdapat korelasi negatif yang tinggi. Bila titik-titiknya mengikuti suatu pola yang acak atau tidak berpola, maka dapat dikatakan korelasi nol, yang artinya tidak ada hubungan linier antara X dan Y.

Tingkat keeratan hubungan atau derajat asosiasi mengikuti pengelompokkan menurut Sulaiman (2002), dimana:

0.7 = r < 1 (+/-) : derajat asosiasi tinggi

0.4 = r < 0.7 (+/-) : derajat asosiasi cukup substansial 0.2 = r < 0.4 (+/-) : derajat asosiasi rendah

r < 0.2 (+/-) : derajat asosiasi sangat rendah (tidak ada korelasi)

Analisis Regresi Berganda

Regresi berganda adalah suatu teknik untuk menentukan korelasi antara suatu variabel tak bebeas dengan kombinasi dari dua atau lebih variabel bebas (Rahayu, 2005). Analisis regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase

elemen-elemen lanskap terhadap nilai kua litas estetika. Nilai SBE sebagai variabel tak bebas (Y) dan variabel hasil seleksi (X) sebagai variabel bebas atau variabel penduga. Variabel bebas meliputi persentase elemen vegetasi (X1), bangunan (X2), perkerasan (X3), dan air (X4). Keempat variabel ini dipilih karena merupakan elemen lanskap utama yang cukup menonjol atau mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota (Meliawati, 2004). Tahap selanjutnya adalah menganalisis berdasarkan pengelompokan kerapihan dan kebersihan rendah, sedang, dan tinggi. Bentuk umum dari analisis regresi berganda (Walpole, 1990) adalah:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3+ b4 X4 Dimana:

Y = Penafsiran variable tak bebas (nilai SBE) X1 = Variabel bebas 1 (elemen vegetasi) X2 = Variabel bebas 2 (elemen bangunan) X3 = Variabel bebas 3 (elemen perkerasan) X4 = Variabel bebas 4 (elemen air)

a = Nilai konstanta

b1 = Koefisien regresi variabel bebas 1 b2 = Koefisien regresi variabel bebas 2 b3 = Koefisien regresi variabel bebas 3 b4 = Koefisien regresi variabel bebas 4

Namun, keempat variabel bebas tersebut belum tentu signifikan terhadap pendugaan kualitas estetika (nilai SBE). Hal ini berdasarkan pada pengujian-pengujian saat tahap analisis regresi. Dalam analisis regresi berganda ada beberapa uji hipotesis yang perlu dilakukan (Rahayu, 2005), yaitu:

a) Uji Keberartian Regresi

b) Uji Keberartian Tiap Koefisien Regresi

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui signifikansi harga koefisien korelasi ganda (R) variabel bebas X1, X2, X3, dan X4 terhadap variabel tak bebas Y. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut.

Ho : Tidak terdapat pengaruh variabel bebas secara signifikan terhadap variabel tak bebas.

Statistik uji yang digunakan dalam kriteria penolakan Ho pada uji keberartian regresi ini adalah signifikansi F-hitung.

Tolak H0 jika:

Sig Fh < alpha (a=0.05) Sig Fh = Nilai signifikansi F hitung a = Taraf nyata (signifikansi)

Penolakan Homenginformasikan bahwa paling sedikit satu variabel bebas X1,

Dokumen terkait