• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Definisi Makanan Tradisional

Seminar Sehari Trend Makanan Sehat Prebiotik dan Probiotik, 2002, mendefinisikan makanan tradisonal sebagai makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan- bahan yang diperoleh dari sumber lokal yang memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat.

Carmencita dalam Agustina (2004) mengklasifikasikan makanan tradisional Jawa Barat berdasarkan bahan baku yang digunakan dan berdasarkan proses pengolahannya menjadi beberapa kelompok yaitu :

1. Makanan tradisional yang menggunakan bahan dasar utama daging, ikan, dan telur : ayam goreng/pepes/bakar, ikan goreng/pepes/bakar, gepuk, sambel goreng, dendeng, lapir, semur, opor/kari daging, laksa ayam, soto ayam/daging, oseng ikan asin, pepes peda, pindang telur, semur telur, pindang lauk mas. 2. Makanan tradisional yang menggunakan bahan dasar utama sayuran dan buah-

buahan : karedok, tumis kangkung, tumis genjer, sayur asem, sayur kacang tanah, sayuran bening, lodeh, toge goreng, lalaban, asinan, rujak, manisan kering, dodol sirsak.

3. Makanan tradisional yang menggunakan bahan dasar utama padi-padian dan kacang-kacangan : leupet, kupat, lupis, dadar gulung, kue lapir, carabikang, kue ali, apem, bugis, talam, tahu sumedang, oncom, tempe, baso tahu.

4. Makanan tradisional yang menggunakan bahan dasar utama ubi-ubian dan pisang : katimus, comro, misro, peucang, colenak, talam ubi, carang ubi, keremes, kolek ubi/pisang, keripik pisang, sale.

5. Makanan tradisional yang menggunakan bahan dasar utama lainnya (kelapa) : serundeng, galendo.

Berdasarkan proses pengolahannya, makanan tradisional dikenal dengan sebutan:

1. Digoreng : ayam goreng, ikan goreng, gepuk, kerupuk, onde-onde. 2. Dikukus : kue mangkok, kelepon, lupis, apem, bugis, talam, nagasari. 3. Dipepes : pepes ikan, pepes ayam, pepes peda, oncom.

4. Direbus : soto, sayur asem, sayur lodeh, pindang telur, urap sayur, kupat. 5. Ditumis/oseng : sambal goreng, acar ikan/bonteng, tumis kangkung.

6. Dibakar/dipanggang : ayam/ikan bakar, carabikang, serabi, opak, ulen, sate. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka Gepuk dan Ikan Balita Karuhun termasuk dalam kelompok pertama karena menggunakan bahan dasar utama daging dan ikan. Menurut Farida dalam Agustina (2004), Gepuk Karuhun adalah suatu produk daging sejenis empal dengan pengolahan secara tradisional dan menggunakan bumbu-bumbu tradisional dengan proses utamanya digoreng sehingga dihasilkan produk yang memiliki citarasa universal. Sedangkan Ikan Balita Karuhun merupakan produk yang berasal dari ikan air tawar (ikan mas atau nila) yang masih berumur kurang lebih 15 hari.

2.2. Nilai Gizi Daging

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah

dicerna dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.

Tabel 4. Komposisi Beberapa Zat Gizi Daging Sapi, Kerbau dan Ayam per 100 Gram Bahan

Zat Gizi Daging

Sapi Kerbau Ayam

Protein (gram) 18,8 18,7 18,2 Energi (K) 207,0 84,0 302,0 Lemak (gram) 14,0 0,5 25,0 Kalsium (mg) 11,0 7,0 14,0 Besi (mg) 2,8 2,0 1,5 Vitamin A (SI) 30,0 0,0 810,0

Sumber : Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat Tahun 2004 (www.iptek.net.id)

Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging. Protein yang terkandung di dalam daging, seperti halnya susu dan telur, sangat tinggi mutunya. Asam amino esensial merupakan pembangun protein tubuh yang harus berasal dari makanan atau tidak dapat dibentuk di dalam tubuh. Kelengkapan komposisi asam amino esensial merupakan parameter penting penciri kualitas protein1). Pada Tabel 4 terlihat bahwa daging sapi memiliki kandungan protein dan zat besi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam dan kerbau. Untuk kandungan energi, lemak, kalsium, dan vitamin A pada daging sapi, kandungannya lebih rendah dari daging ayam namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan daging kerbau.

Selain dalam bentuk segar (empal, semur, sate, rawon, rendang, bistik), daging juga dapat dikonsumsi dalam bentuk berbagai produk olahan. Misalnya, daging cornet (cornet beef), daging asap (smoked beef), dendeng (dried meat), sosis (sausage), bakso (meat ball) dan lain-lain. Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan, beberapa produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan

1)

dengan daging segarnya. Produk olahan daging tersebut dapat juga digunakan sebagai alternatif sumber protein.

2.3. Nilai Gizi Ikan

Ikan terdiri dari ikan air tawar dan ikan laut. Keduanya adalah makanan sumber protein yang sangat penting untuk pertumbuhan tubuh. Ikan mengandung 18 persen protein terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu pemasakan. Kandungan lemaknya 1-20 persen lemak yang mudah dicerna serta langsung dapat digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol darah. Macam-macam ikan mengandung jumlah lemak yang bervariasi, ada yang lebih berlemak dan ada yang kurang berlemak. Lemak merupakan salah satu unsur besar dalam ikan, unsur lainnya adalah protein, vitamin, dan mineral.

Tabel 5. Kandungan Zat Gizi pada Ikan Mas, Kakap dan Kembung per 100 Gram Bahan

Zat Gizi Ikan

Mas Kakap Kembung

Air (gram) 80,0 77,0 76,0 Protein (gram) 16,0 20,0 22,0 Energi (K) 86,0 92,0 103,0 Lemak (gram) 2,0 0,7 1,0 Kalsium (mg) 20,0 20,0 20,0 Besi (mg) 2,0 1,0 1,5 Vitamin A (SI) 150,0 30,0 30,0

Sumber : Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat Tahun 2004 (www.iptek.net.id)

Hasil penelitian menunjukkan, ikan mengandung protein yang berkualitas tinggi. Protein dalam ikan tersusun dari asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan. Selain itu protein ikan sangat mudah dicerna dan diabsorpsi. Para ahli menemukan, komposisi asam-asam amino dalam bahan makanan hewani sesuai dengan

komposisi jaringan di dalam tubuh manusia. Oleh karena ada kesamaan ini maka protein dari ikan, daging, susu, unggas, dan telur mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tabel 5 memperlihatkan nilai gizi yang terkandung dalam Ikan Mas, Ikan Kakap, dan Ikan Kembung. Dilihat dari zat gizinya, Ikan Mas memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan kedua jenis ikan lainnya terutama untuk kandungan air, lemak, zat besi dan vitamin A.

2.4. Kajian Empirik

2.4.1. Penelitian Mengenai Strategi Pemasaran Gepuk dan Ikan Balita Karuhun Agustina (2004) dalam penelitiannya mengenai Analisis Strategi Pemasaran Makanan Tradisional Gepuk dan Ikan Balita Karuhun pada PT Intrafood Citarasa Nusantara menunjukkan bahwa perusahaan berada pada kondisi internal rata-rata dan respon perusahaan terhadap faktor-faktor eksternal yang dihadapi tergolong tinggi. Alternatif strategi yang diperoleh dari matriks SWOT terdiri atas (1) Menciptakan brand image bahwa makanan tradisional gepuk dan ikan balita khas Bogor adalah Gepuk dan Ikan Balita Karuhun serta mengorientasikan perusahaan sebagai market leader; (2) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk; (3) Memperluas pangsa pasar dengan melakukan penetrasi pasar; (4) Pembentukan bagian pemasaran dan litbang secara khusus; serta (5) Meningkatkan kegiatan promosi yang lebih agresif dan intensif.

Berdasarkan hasil analisis PHA maka strategi pemasaran jangka pendek yang disarankan bagi PT Intrafood yaitu agar perusahaan memfokuskan diri dalam pembenahan kondisi internal, terutama peningkatan kualitas produk dan pelayanan kepada konsumen, serta pembenahan manajemen dan SDM.

2.4.2. Penelitian Mengenai Perilaku Konsumen

Penelitian mengenai perilaku konsumen terhadap berbagai jenis produk sudah banyak dilakukan, berbagai macam atribut yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap suatu produk telah dicoba untuk dikaji dengan menggunakan berbagai metode analisis yang disesuaikan dengan kebutuhan. Alfian (2002) dalam Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Rumah Makan Tradisional Aceh dan Atribut Ideal Makanan Tradisional Aceh, mendasarkan penelitiannya pada perlunya kajian mengenai sikap konsumen terhadap produk yang telah disajikan pada Rumah Makan Tradisional Aceh. Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang bagaimana atribut ideal makanan tradisional Aceh yang diinginkan konsumen serta bagaimana penilaian konsumen terhadap atribut produk yang telah tersedia.

Alfian meneliti lima belas variabel pada penelitiannya yaitu (1) Kebersihan; (2) Citarasa; (3) Kelengkapan menu; (4) Kecepatan Pelayanan; (5) Pengaruh Penjual; (6) Lokasi; (7) Keramahan pelayan; (8) Rasa Lapar; (9) Pengalaman sebelumnya; (10) Pengaruh keluarga; (11) Harga; (12) Porsi makanan; (13) Kenyaman; (14) Pengaruh budaya; (15) Pengaruh teman. Kelima belas variabel ini diperoleh dari model teori perilaku konsumen Engel (1994), penelitian sebelumnya, dan juga dari hasil observasi di lapangan. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu tidak digunakannya analisis faktor untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian, peneliti menggunakan metode CHAID (Chi-Square Automatic Interaction Detection). Persamaannya terletak pada alat analisis yang digunakan untuk mengetahui atribut ideal yaitu model angka ideal.

Analisis faktor dan model angka ideal juga digunakan oleh Setiawan (2003) dalam penelitiannya mengenai analisis perilaku konsumen kapsul herbal Karyasari. Setiawan mendasarkan penelitiannya pada kenyataan masih cukup tingginya potensi

pengembangan obat-obatan herbal di Indonesia dan tingginya persaingan dalam industri obat-obatan tersebut. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini terletak pada alat analisis yang digunakan yaitu model angka ideal.

Ratnaningsih (2003) dalam Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Chicken Nugget, mendasarkan penelitiannya pada banyaknya perusahaan yang menggeluti dan mengembangkan bisnis makanan ini. Oleh karena itu penting sekali untuk mengetahui preferensi konsumen tentang produk yang paling banyak dipilih konsumen dalam keputusannya. Terdapat duabelas variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu (1) Rasa; (2) Komposisi produk; (3) Ukuran isi; (4) Kemasan; (5) Harga yang dikaitkan dengan kualitas; (6) Kemudahan memperoleh produk; (7) Kemudahan penggunaan; (8) Kejelasan tanggal kadaluarsa; (9) Izin Departemen Kesehatan; (10) Halal; (11) Iklan; (12) Kepopuleran merek. Tidak berbeda dengan Alfian, variabel- variabel tersebut diperoleh melalui acuan teoritis, penelitian terdahulu dan observasi di lapangan.

Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada alat analisis yang digunakan dimana Ratnaningsih menggunakan analisis Thurston dan Important Performance Analysis. Persamaannya terletak pada beberapa variabel yang diteliti seperti rasa, ukuran isi (porsi), kemasan, harga, kemudahan memperoleh, kejelasan tanggal kadaluarsa, izin Departemen Kesehatan dan halal.

Sutini (2003) dalam Preferensi Konsumen terhadap Atribut Asinan Bogor, mendasarkan penelitiannya pada masih kecilnya nilai perdagangan dalam negeri industri kecil asinan Bogor jika dibandingkan dengan industri kecil manisan pala. Kecilnya nilai perdagangan asinan Bogor diduga akibat rendahnya volume perdagangan. Oleh karena itu perlu diketahui apakah harapan konsumen terhadap

produk asinan Bogor telah terpenuhi atau belum dan apakah konsumen telah merasa puas atau belum terhadap atribut asinan Bogor.

Terdapat tujuh belas atribut yang diteliti dalam penelitian mengenai asinan Bogor ini yaitu (1) Lokasi toko yang mudah dijangkau; (2) Keragaman jenis asinan; (3) Keragaman sayuran dan buah; (4) Citarasa asinan yang enak; (5) Kelengkapan atribut yang lengkap; (6) Pemberian bahan pengawet; (7) Pemberian pemanis buatan; (8) Pemberian pewarna buatan; (9) Harga < Rp 7000; (10) Iklan dan promosi; (11) Kecepatan pelayanan; (12) Keramahan pelayanan; (13) Kebersihan toko; (14) Toilet; (15) Dine-in; (16) Tempat parkir; (17) Penataan produk di toko. Ketujuh belas variabel ini juga diperoleh dari acuan teoritis, penelitian terdahulu, dan observasi. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu Sutini menggunakan Model Fishbein, analisis varian dua- arah Friedman dan uji perbandingan berganda untuk menganalisis data yang diperoleh. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti salah satu jenis makanan yang merupakan ciri khas Kota Bogor.

Sobariah (2004) dalam Analisis Sikap Konsumen Bunga Potong Krisan (Chrysantheum) di Kios Bunga Suryakencana Kota Bogor mendasarkan penelitiannya pada semakin meningkatnya permintaan terhadap bunga potong, oleh karena itu pengetahuan tentang konsumen dari bunga potong dirasakan sangat dibutuhkan untuk mengetahui atribut apakah yang paling mempengaruhi konsumen dalam membeli bunga potong krisan. Terdapat enam belas atribut yang diteliti dalam penelitian mengenai bunga potong ini yaitu (1) Harga; (2) Warna; (3) Kemudahan memperoleh; (4) Pengaruh keluarga; (5) Pengaruh teman; (6) Pelayanan penjual; (7) Motivasi membeli/selera; (8) Pendapatan; (9) Kesegaran; (10) Tahan lama; (11) Keindahan; (12) Budaya/perayaan; (13) Bentuk; (14) Kemasan; (15) Promosi; (16) Loyalitas/seni.

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada alat analisis yang digunakan yaitu metode CHAID.

Pada penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti berusaha menganalisis lima belas variabel yaitu (1) Citarasa makanan; (2) Porsi; (3) Harga; (4) Kemasan; (5) Kecepatan pelayanan; (6) Lokasi; (7) Pengaruh orang lain; (8) Kemudahan memperoleh; (9) Iklan TV/Radio; (10) Promosi selain iklan TV/Radio; (11) Jumlah anggota keluarga; (12) Kejelasan tanggal kadaluarsa; (13) Izin Departemen Kesehatan; (14) Kehalalan; (15) Pendapatan. Selain itu dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui produk gepuk dan ikan balita yang ideal menurut responden sehingga pihak manajemen dapat meningkatkan kualitas dari produk Gepuk dan Ikan Balita Karuhun yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Variabel rasa dan porsi dipilih karena rasa dan porsi umumnya dapat mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk makanan. Gepuk dan Ikan Balita Karuhun itu sendiri memiliki rasa yang khas dan melalui penelitian ini akan dapat diketahui apakah rasa dan porsi itu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelian yang dilakukan para konsumen. Variabel kemasan dipilih dengan alasan kemasan produk Karuhun memiliki bentuk yang khas/unik, variabel kejelasan tanggal kadaluarsa dipilih mengingat produk Karuhun ini adalah produk yang tidak tahan lama sehingga penulis ingin mengetahui apakah kemasan dan kejelasan tanggal kadaluarsa ini secara signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

Izin Departemen Kesehatan, dan halal merupakan variabel-variabel yang dewasa ini menjadi hal yang cukup mendapat perhatian oleh konsumen yang semakin cerdas dalam membeli suatu produk. Hal ini dikarenakan kedua variabel tersebut terkait dengan masalah keamanan, bila izin Departemen Kesehatan berhubungan dengan keamanan yang berkenaan dengan kesehatan maka masalah kehalalan terkait hukum

suatu agama (Islam). Oleh karena itu penulis memilih kedua variabel tersebut untuk dapat diketahui apakah pembelian produk Karuhun secara signifikan dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. Variabel lokasi dan kemudahan memperoleh dalam bauran pemasaran berhubungan dengan masalah tempat/place dan penulis juga ingin mengetahui apakah kedua variabel ini secara nyata mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk Karuhun.

Variabel harga dipilih mengingat harga dari produk Karuhun yang relatif cukup mahal. Variabel pendapatan dipilih karena besar atau kecilnya pendapatan tentunya akan berpengaruh terhadap kesediaan konsumen untuk membeli suatu produk dengan harga yang telah ditetapkan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah harga dan pendapatan ini secara signifikan mempengaruhi konsumen dalam membeli produk Karuhun. Variabel iklan TV/Radio dan promosi selain iklan TV/Radio dalam bauran pemasaran berhubungan dengan masalah promosi, mengingat keberhasilan suatu produk di pasaran sangat tergantung dari promosi maka penulis ingin mengetahui apakah pembelian produk Karuhun ini secara nyata dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut. Variabel pengaruh orang lain, jumlah anggota keluarga, dan kecepatan pelayanan dipilih karena penulis mengasumsikan ketiga variabel tersebut mewakili faktor-faktor yang berasal dari pengaruh lingkungan dimana lingkungan ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap individu dalam melakukan pembelian suatu produk. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui apakah ketiga variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian dari produk Karuhun.

Penelitian ini menggunakan metode CHAID (Chi-Square Test Independensi), model sikap multiatribut (model angka ideal), dan analisis deskriptif. Metode CHAID digunakan untuk menganalisis kelimabelas variabel yang mempengaruhi keputusan pembelian dimana setiap variabel diberi nilai oleh responden berdasarkan tingkat

keterpengaruhannya (sangat tidak mempengaruhi, tidak mempengaruhi, agak mempengaruhi, mempengaruhi, dan sangat mempengaruhi). Selanjutnya untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel tertentu dianalisis dengan Chi-Square Test Independensi. Model sikap multiatribut yaitu model angka ideal digunakan untuk mengetahui produk ideal dari gepuk dan ikan balita yang diinginkan konsumen. Analisis deskriptif digunakan untuk memperkuat hasil alat analisis tersebut di atas.

Dokumen terkait