• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Usaha Ternak Domba

Usaha ternak domba yang dikelola masyarakat pedesaan secara umum masih merupakan usaha pola budidaya yang sifatnya sebagai tabungan, yang pengolahannya bersifat usaha campuran (diversifikasi) dan berperan mendukung keberlanjutan ekonomi rumah tangga. Kondisi demikian memperlihatkan kecenderungan peternak memelihara ternak belum mempertimbangkan manajemen pengelolaan sehingga optimalisasi sebagai sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih berbasis sumberdaya pakan yang tersedia di lokasi tanpa diikuti dengan upaya peningkatan mutunya, modal biaya rendah (Low External Input), bahkan dapat dinyatakan tanpa adanya biaya produksi (zero cost) (Priyanto et al., 2004).

Berdasarkan data survei BPS Sumatera Utara mengenai rumah tangga usaha peternakan yang mengusahakan ternak domba di Provinsi Sumatera Utara dan Indonesia tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rumah tangga usaha peternakan yang mengusahakan ternak domba di Provinsi Sumatera Utara dan Indonesia tahun 2007

Uraian Sumatera Utara Indonesia

1 2 3

1. Jumlah rumah tangga usaha ternak (RT) 1. 340 392.179 2. Tujuan rumah tangga usaha peternakan

dalam pengusahaan ternak

-Menghasilkan/memproduksi anak ternak/ 1.316 345.427 memperbanyak jumlah ternak (RT)

-Penggemukan ternak (RT) 24,00 46.752 3.Persentase ternak yang dikuasai rumah

tangga usaha peternakan pada saat pencacahan

-Anak (%) 27,80 28,57 -Muda (%) 21,03 25,53 -Dewasa /Tua(%) 51,17 45,90

-Total (%) 100,00 100,00 4.Estimasi populasi ternak di rumah tangga

peternakan

-Populasi awal survei ternak 2003 (ekor) 232.391 7.058.548 -Tahun 2007 (ekor) 272.618 8.493.058 -Tahun 2008 (ekor) 319.808 10.415.058 5. Persentasi mutasi ternak terhadap stok

awal selama setahun yang lalu

-Penjualan (%) 31,99 35,02 -Pemotongan (%) 0,15 2,17 -Kematian (%) 2,07 5,55 -Pengurangan lain (%) 0,29 1,18 -Pembelian (%) 7,38 10,38 -Kelahiran (%) 44,14 50,16 -Penambahan lain (%) 0,29 2,72 Sumber : Mulyasari dan Franata, (2007) BPS Sumatera Utara

Sodiq dan Abidin (2002) menyatakan bahwa berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, usaha peternakan di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Peternakan sebagai usaha sambilan yaitu pendapatan petani dari usaha ternaknya tidak lebih tinggi dari 30% total pendapatannya.

2. Peternakan sebagai cabang usaha yaitu petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan usaha ternak sebagai cabang usaha lainnya, pendapatan petani berkisar antara 30%-70% dari total pendapatan usaha ternak secara keseluruhan.

3. Peternak sebagai pokok usaha yaitu usaha ternak menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya hanya sebagai usaha sambilan. Tingkat pendapatan petani berkisar antara 70%-100% dari usah ternak.

4. Peternakan sebagai usaha industri yaitu usaha peternakan sudah menjadi usaha pemeliharaan ternak dengan komoditas ternak (special farming) dengan tingkat pendapatan 100%.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari beternak domba. Namun, pengembangan domba sebagai salah satu ternak potong masih banyak mengalami hambatan karena pemeliharaan domba dilakukan secara tradisional. Pemberian pakannya pun hanya sekedarnya saja tanpa memperhitungkan kebutuhan standar gizi (Cahyono, 1998).

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan – perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988).

Analisis Laba-Rugi (Keuntungan-Kerugian)

Keuntungan adalah setiap tujuan usaha, keuntungan dapat dicapai jika pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari pada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya adalah agar peternak

atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).

Analisa pendapatan usaha digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha. Pendapatan dapat didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

π: Keuntungan (Benefit)

TR : Penerimaan Total (Total Revenue) TC : Biaya Total (Total Cost)

Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi dibagi dua, yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan) dan biaya variabel (domba bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga bank) (Soekartawi, 1994).

Analisis B/C Ratio (Benefit cost ratio)

Untuk mengetahui berapa besar penerimaan yang akan diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan oleh petani ternak dalam kegiatan usaha penggemukan domba dapat dilihat dari rasio penerimaan terhadap biaya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus:

Dimana:

B/C : Timbangan penerimaan dan biaya TR : Total Penerimaan (Total Revenue) TC : Total Biaya (Total Cost)

(Gittinger, 1986).

Biaya Produksi

Biaya produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap (Fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya investasi yang besarnya tidak pernah berubah meskipun perolehan hasil produksinya berubah. Termasuk dalam biaya tetap ini adalah sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan. Biaya variabel jumlahnya dapat berubah sesuai hasil produksi atau harga di pasaran pada waktu itu. Termasuk biaya variabel adalah domba bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga modal/bunga bank jika meminjam dari bank (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Biaya produksi adalah segala sesuatu yang diinvestasikan, baik berupa uang, tanah dan bangunan, tenaga kerja serta asset-aset lain yang diperlukan dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Besaran biaya yang dikeluarkan salama proses produksi akan menjadi acuan dalam penentuan

harga pokok penjualan dan mempengaruhi kelayakan usaha (Sutama dan Budiarsana, 2009).

Hasil Produksi (Pendapatan)

Pendapatan usaha ialah seluruh pendapatan yang diperoleh dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan domba dari kegiatan usaha penggemukan domba dan pendapatan berupa hasil ikutan (by product), misalnya pupuk kandang (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan (Sutama dan Budiarsana, 2009).

Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yaitu semua hal yang harus di keluarkan untuk membuat suatu produk, yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1988). Biaya tetap (fixed cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah–ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan (Widjaja, 1999 ).

Income Over Feed Cost (IOFC)

IOFC (Income Over Feed Cost) adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan dibandingkan dengan biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Pengusahaan Ternak Domba

Potensi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar diantaranya : badan ternak domba relatif kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan yang tinggi, pemeliharaan domba tidak memerlukan lahan yang luas, karkas

domba yang kecil lebih mudah dijual sehingga relatif lebih cepat dikonsumsi (Murtidjo, 1993).

Disamping produksi ternak yang tinggi, peternak juga mengharapkan produktivitas ternak yang baik. Produktivitas ternak domba serta harga jual yang baik bagi produktivitas domba tersebut sangat mempengaruhi peningkatan penerimaan bagi peternakan (Soekartawi et al.,1986).

Usaha penggemukan domba merupakan salah satu usaha tersendiri. Di Indonesia, usaha penggemukan domba biasanya dilakukan petani-peternak dengan cara sederhana. Usaha penggemukan domba pada dasarnya dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:

a. Pasture fattening b. Dry Lot fattening

c. Kombinasi dry lot fattening dan pasture fattening (Murtidjo, 1993).

Pengusahaan domba di Indonesia memiliki prospek yang cerah, mengingat keuntungannya sebagai berikut:

a. Daging domba seperti halnya daging ayam, dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.

b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan pendapatan yang cukup akan mendorong penduduk untuk memenuhi gizi, khususnya protein hewani (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Skala Usaha dan Skala Kepemilikan Ternak Domba

Ternak domba di Indonesia kebanyakan diusahakan oleh peternak di daerah pedesaan. Domba yang diusahakan umumnya dalam jumlah kecil, 3-5

ekor per kedagingga, dipelihara secara tradisional dan merupakan bagian dari

usaha tani sehingga tingkat pendapatan yang diperoleh pun sangat kecil (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Domba Lokal

Domba lokal lebih dikenal oleh masyarakat sebagai domba kampung atau lokal. Domba jenis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial, karena karkas (daging) yang dihasilkan sangat rendah. Demikian pula, bulunya kurang mempunyai mutu yang baik. Jenis domba ini banyak diusahakan oleh masyarakat dipedesan sebagai sampingan saja. Ciri-ciri domba lokal/kacang/kampung Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Ukuran badan kecil 2. Pertumbuhannya lambat

3. Bobot badan domba jantan 30 kg – 40 kg dan domba betina 15 kg – 20 kg 4. Warna bulu dan tanda-tandanya sangat beragam

5. Bulunya kasar dan agak panjang 6. Telinganya kecil dan pendek

7. Domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk 8. Ekornya kecil dan pendek

Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli Indonesia. Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit (Murtidjo, 1992).

Domba lokal, domba kampung, domba Negeri atau domba kacang memiliki tubuh yang kecil. Domba jantan bertanduk kecil, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Berat domba jantan berkisar 30-40 kg, yang betina berkisar 15-20 kg, tahan hidup di daerah yang kurang baik. Pertumbuhan domba ini sangat lambat (Sumoprastowo, 1993).

Karakteristik Domba Lokal

Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama. Adapun klasifikasi domba tersebut yaitu: Kingdom: Anamalia; Filum : Chordata; Kelas : Mamalia; Ordo :

Artiodactyla; Sub-family : Caprinae; Genus : Ovis aries; Spesies : Ovis mouffon, ovis orientalis dan Ovis vignei (Blakely dan Bade, 1998)

Domba yang kita sekarang merupakan hasil domestikasi yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu:

1. Mouflon (Ovis musimon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia kecil.

2. Argali (Ovis ammon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Tengah dan memiliki tubuh besar yang mencapai tinggi 1,20 m.

3. Urial (Ovis vignei), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia (Murtidjo, 1992).

Pertumbuhan Domba Lokal

Seperti halnya pada umumnya, domba mengalami proses pertumbuhan yang sama, yakni pada awalnya berlangsung lambat, kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba itu berumur 3-4 bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lebih lambat pada saat domba itu mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Sistem Pencernaan Domba

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik atau pun kimiawi. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1991).

Potensi dan Produktivitas Domba

Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lain, yakni:

- Badan ternak domba relatif kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi yang cukup tinggi.

- Domba merupakan ternak rumanansia kecil yang dalam pemeliharaan tidak memerlukan lahan atau tanah yang luas.

- Investasi usaha ternak domba membutuhkan modal relatif lebih kecil, sehingga setiap investasi lebih banyak unit produksi yang dapat tercapai. - Modal usaha untuk ternak domba lebih cepat berputarnya.

- Domba memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaanya.

(Murtidjo, 1992).

Pakan Domba

Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air (Parakkasi, 1995).

Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba (%)

Berat Konsumsi Energi Protein Ca P

Badan TDN DE ME

(Kg) (Kg) (%) (Mcal) (Kg) (%) (%) (%)

Domba Jantan Muda digemukkan

30 1,30 64 2,80 2,30 11,00 0,37 0,23

40 1,60 70 3,10 2,50 11,00 0,31 0,19

50 1,80 70 3,10 2,50 11,00 0,28 0,17

Domba Jantan Muda disapih awal

10 0,60 73 3,20 2,60 16,00 0,40 0,27

30 1,40 73 3,20 2,60 14,00 0,36 0,24

Sumber : NRC (1975)

Pemberian makanan harus dilandasi beberapa kebutuhan sebagai berikut: 1. Kebutuhan hidup pokok

2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan makanan yang diperlukan ternak domba untuk memproduksi jaringan tubuh dan

3. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan untuk proses reproduksi misalnya kebuntingan

4. Kebutuhan untuk laktasi, yaitu kebutuhan untuk memproduksi air susu (Murtidjo, 1992).

Disamping mempengaruhi produktivitas ternak, pakan juga merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi. Dengan demikian, dalam memproduksi pakan tidak hanya perlu memperhatikan kualitasnya saja, tetapi harga pakan juga harus ekonomis, murah dan terjangkau oleh kemampuan peternak (Siregar, 1994).

Hijauan

Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral. Hijauan pakan dapat menunjang kehidupan ternak, mempunyai nilai gizi yang cukup untuk kebutuhan hidupnya. Kebanyakan untuk menilai gizi suatu hijauan pakan didasarkan pada kandungan protein. Karena protein merupakan suatu zat yang banyak berperan didalam kehidupan ternak (Murtidjo, 1992).

Amoniasi

Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Proses amoniasi lebih lanjut juga akan memberikan keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7)

akan lebih banyak terdapat sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat merenggut putus ikatan hidrogen antara Oksigen Karbon nomor 2 melekul glukosa satu dengan Oksigen Karbon nomor 6 molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil alkali, yaitu dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan memuai dengan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pemuaian pakan selanjutnya akan melarutkan deposit lignin yang terdapat pada dinding dan ruang antar sel. Berarti amoniasi juga menurunkan kadar zat makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh ternak, yang berakibat meningkatkan kecernaan pakan lebih jauh. Dari hasil percobaan Chuzaemi (1987) dengan level urea yang lebih tinggi yaitu 6 dan 8% secara in vivo selain dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik juga energinya. Energi tercerna (DE) meningkat dari 6,07 MJ menjadi 8,32 dan 9,54 MJ.

Kulit Daging Buah Kopi

Klasifikasi ilmiah, Kerajaan: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio:

Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Bangsa: Rubiales, Suku: Rubiaceae,

Marga: Coffea, Jenis: Coffea arabica L

(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).

Kulit daging buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan zat makanan kulit daging buah kopi dipengaruhi metode pengolahannya apakah secara basah atau kering. Dalam keadaan segar kulit daging buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%, kulit biji 5% dan biji

40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit daging buah kopi diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan pengangkutan. Karena itu kulit daging buah kopi harus sesegera mungkin dikeringkan guna menghindari penjamuran (Murni et al., 2008).

Tabel 3. Kandungan nilai gizi kulit daging buah kopi tanpa amoniasi dan kulit daging buah kopi amoniasi dengan menggunakan urea

Kandungan Kimia Kulit daging buah kopi Kulit daging buah kopi

tanpa amoniasi diamoniasi

BK (%BK) 56,79a 98,84a

PK (%PK) 13,46a 22,47a

LK (%LK) 1,45a 1,02a

SK (%LK) 34,11b 27,52b

Sumber: a. Laboratorium dan Teknologi Pakan IPB Bogor (2010)

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2010).

Bungkil Inti Sawit

Silitonga (1993) melaporkan bahwa semakin tinggi persen bungkil inti sawit dalam konsentrat maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun pemberian yang optimal dari bungkil inti sawit adalah 1,5% dari berat badan untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 92,6 Protein kasar 16,5 Lemak kasar 7 Serat kasar 15,5 Ca 0,58 Phosphor 0,31

Energi metabolisme (Kkal/kg) 1.670

Lumpur Sawit

Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ekstraksi minyak, mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah mendapat perlakuan (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982). Tabel 5. Kandungan nilai gizi lumpur sawit

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 83,6b Protein kasar 6,5b Lemak kasar 13a Serat kasar 16,2b Abu 13,9b TDN 79a

Sumber : a. Laboratorium Makanan Ternak IPB Bogor (2000)

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2005)

Onggok

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan

mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka. Moertinah (1984) melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan

15-20 % dan 5-20 % onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %.

Tabel 6. Kandungan nilai gizi onggok Uraian Kandungan (%) Berat kering 81,7 Protein Kasar 0,6 Lemak kasar 0,4 Serat kasar 12 TDN 76

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian daging yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).

Tabel 7. Kandungan nilai gizi dedak padi

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 89,10 Protein kasar 13,80 Lemak kasar 7 Serat kasar 8 TDN 64,30 Sumber : NRC (1985) Molases

Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak

pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa mempebaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).

Tabel 8. Kandungan nilai gizi molasses

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 92,60 Protein kasar 3,80 Lemak kasar 0,08 Serat kasar 0,38 TDN 81

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)

Urea

Murtidjo (1992) menyatakan bahwa urea mempunyai kandungan Nitrogen (N) kurang lebih 45 persen. Karena Nitrogen mewakili 16 persen dari protein atau bila dijabarkan setara dengan 6,25 kali kandungan Nitrogen, maka jika ternak domba rata-rata diberi 5 gr/ekor/hari akan sebanding dengan 14,63 gr protein kasar. Dosis urea yang akan diberikan dalam makanan ternak domba sebelumnya harus diketahui berat tubuh ternak domba. Sebagai contoh, domba dengan berat

tubuh 10-15 kg, maka pada minggu 1-2 dapat diberi urea sebanyak 1,6 gr/ekor/hari, dan pemberian urea tersebut dapat dilihat dari tabel 9 berikut:

Tabel 9. Takaran pemberian urea pada ternak domba

Minggu ke-

Berat tubuh domba (kg)

10-15 15-20 20-25 25-30 30-35 35-40 40 Urea diberikan (gr) 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10 11-12 12-dst 1,6 1,8 2,0 2,2 2,5 3,0 3,5 2,0 2,2 2,4 2,8 3,2 3,6 4,0 2,5 2,7 3,0 3,3 3,6 4,0 4,5 3,0 3,2 3,4 3,8 4,2 4,6 5,0 3,5 3,7 4,0 4,5 5,0 6,0 6,5 4,5 4,7 5,0 5,5 6,0 7,0 7,5 4,5 4,7 5,0 5,5 6,0 7,0 7,5 Sumber : Murtidjo, 1992.

Garam

Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan hebivora daripada hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Ultra Mineral

Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam

pakan ternak dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan Inouno, 1991).

Dokumen terkait