• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri Bintil Akar

Salah satu interaksi bakteri dengan tanaman yang paling penting dan menarik adalah antara tanaman legum dan bakteri dari genus Rhizobium,

Bradyrhizobium, Shinorhizobium, Mesorhizobium dan Azorhizobium. Legum merupakan suatu kelompok besar tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting seperti kedelai, semanggi (clover), alfafa, buncis, dan kapri. Rhizobium,

Bradyrhizobium, Shinorhizobium, Mesorhizobium dan Azorhizobium adalah bakteri gram negatif motil yang berbentuk batang. Infeksi akar tanaman legum oleh spesies yang cocok dengan salah satu genus tersebut mengarah pada pembentukan bintil akar yang dapat mengubah nitrogen yang berupa gas menjadi nitrogen terikat, dan proses ini dinamakan fiksasi nitrogen. Pada umumnya bintil terbentuk pada akar tanaman, namun bintil juga dapat terbentuk pada batang, misalnya pada legum tropis Sesbania yang dinodulasi oleh Azorhizobium caulinodans. Tanaman ini tersebar di daerah tropis yang tanahnya seringkali mengalami defisiensi nitrogen (Madigan et al. 2003).

Sekitar 90% dari seluruh spesies tanaman legum dapat mengalami nodulasi. Namun, terdapat spesifisitas antara legum dan galur Rhizobium. Suatu galur Rhizobium umumnya dapat menginfeksi spesies legum tertentu dan tidak pada spesies lainnya. Sekelompok galur Rhizobium yang dapat menginfeksi kelompok legum yang berkerabat dinamakan kelompok inokulasi silang. Walaupun galur Rhizobium mampu menginfeksi legum tertentu, tetapi tidak selalu dapat menghasilkan bintil yang memfiksasi nitrogen (Madigan et al. 2003).

Genus Bradyrhizobium hanya memiliki satu tipe spesies, yaitu

Bradyrhizobium japonicum (Holt et al. 1994). Menurut Perret et al. (2000), B. japonicum termasuk salah satu anggota famili Rhizobiaceae yang memiliki kisaran inang yang luas seperti pada tanaman anggota kelompok Aeschynomeneae (Papilionoideae), Arachis spp., Phaseoleae (Papilionoideae),

Macroptilium, dan Vigna spp. Namun pada umumnya B. japonicum membentuk bintil akar pada jenis legum anggota kelompok Phaseoleae (Papilionoideae) dan

B. japonicum memiliki karakteristik antara lain berbentuk batang dengan ukuran 0.5-0.9 x 1.2-3.0 µm, tidak membentuk spora, dapat membentuk granul poly-β-hidroksibutirat, motil dengan satu flagela polar atau subpolar, dan bersifat aerobik. Temperatur optimum pertumbuhannya berkisar antara 25-30 oC sedang- kan pH optimumnya 6-7 meskipun demikian galur yang berasal dari tanah asam dapat hidup di bawah pH optimum (Holt et al. 1994).

Toleransi Bakteri Bintil Akar terhadap Cekaman Lingkungan Asam

Simbiosis Rhizobium-legum dipengaruhi oleh penurunan pH tanah. Penurunan pH tanah tidak hanya menimbulkan peningkatan konsentrasi proton, tetapi juga kelarutan logam seperti aluminium yang bersifat toksik terhadap BBA. Respon BBA terhadap tanah asam tergantung pada interaksi sejumlah faktor diantaranya konsentrasi H+, aktivitas Al3+ dan kemampuan kompetisi dan persistensi dari galur Rhizobium (Tiwari et al.1992).

Isolasi dan karakterisasi BBA dilakukan untuk memperoleh galur yang toleran terhadap lingkungan asam. Adanya BBA yang toleran asam-Al menjadi sumber eksplorasi materi genetik yang berperan dalam respon toleransi bakteri tersebut pada lingkungan asam. Telaah molekuler dilakukan dengan menggu- nakan mutan yang dihasilkan melalui mutagenesis dengan transposon seperti Tn5. Goss et al. (1990) melakukan karakterisasi mutan galur Rhizobium meliloti

WSM419 yang dihasilkan melalui mutagenesis dengan Tn5. Galur liar R. meliloti

WSM419 dapat bertahan hidup dan memiliki kemampuan nodulasi pada tanah asam (pH 5.6). Sementara itu galur mutannya menjadi sensitif terhadap asam dan tidak mampu tumbuh pada pH 5.6. Hal ini menunjukkan pada galur mutan telah kehilangan kemampuan untuk memelihara pH intraselulernya (pHi). Hasil analisis fragmen DNA yang membawa Tn5 dan klon sekuen pengapit dari mutan tersebut menunjukkan lokus act (untuk acid tolerance) berada pada 4.4 kb dari fragmen yang dipotong dengan EcoRI. Selanjutnya Tiwari et al. (1992) melakukan karakterisasi mutan yang diinduksi dengan Tn5 dari galur-galur R. meliloti WSM419 dan R. leguminosarum WSM710. Hasil pemetaan melalui pemotongan dengan enzim restriksi pada WSM419 menunjukkan bahwa gen yang berperan dalam toleransi terhadap asam berada pada empat fragmen unik hasil

6 pemotongan dengan EcoRI. Pada galur mutan yang sensitif terhadap pH media di bawah 6.0 (TG2-6) dengan kandungan Ca 1 mM, dapat diperbaiki kemampuan ketahanan hidupnya pada pH media 5.5 dengan penambahan Ca 50 mM. Pada galur ini peningkatan konsentrasi Ca media dapat memperkecil penurunan pHi. Sementara itu pada WSM710, dua gen yang berperan dalam toleransi terhadap asam berada pada fragmen hasil pemotongan dengan EcoRI yang terpisah yaitu pada 12 kb dan 16 kb. Karena galur-galur R. leguminosarum lebih toleran terhadap asam daripada WSM419, maka terdapat kemungkinan untuk transfer materi genetik dari galur yang lebih toleran ke galur yang kurang toleran.

Analisis sekuen DNA yang terlibat dalam respon toleransi BBA terhadap lingkungan asam telah dipelajari pada R. tropici (Ricillo et al. 2000), R. leguminosarum bv. viciae, dan S. meliloti (Reeve et al. 2002). Hasil analisis gen yang mengalami penyisipan oleh Tn5-luxAB pada galur mutan R. tropici

CIAT899-13T2 yang tidak mampu tumbuh pada kondisi asam, menunjukkan similaritas yang tinggi dengan gen gsh dari E. coli yang menyandikan enzim

glutathion synthetase. Kelimpahan Kalium dan pHi pada galur mutan tersebut lebih rendah dibandingkan tipe liarnya (Ricillo et al. 2000). Pada galur mutan R. leguminosarum bv. viciae, dan S. meliloti yang mengalami transposisi Tn5 pada gen actP mengalami hambatan ekspresi dari P-type ATPase yang termasuk subfamili CPx yang berperan dalam transport logam berat. Pada mutan yang mengalami knockout pada gen actP tersebut menunjukkan sensitivitas terhadap Cu. Hal ini menunjukkan adanya keterlibatan logam berat tersebut dalam mempertahankan pH media pada kondisi asam (Reeve et al. 2002).

Selain itu ketahanan terhadap pH juga dipelajari pada E. coli yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungannya. E. coli dapat tumbuh pada kisaran pH eksternal yang luas yaitu antara 5-9. Pada E. coli

homeostasis pH tergantung pada konsentrasi K+ eksternal (White et al. 1992). Arginin dekarboksilase yang disandikan oleh gen adi mengalami induksi pada pH asam, anaerobiosis, dan media kaya. Hasil analisis sekuen DNA yang berukuran 3 kb dari kromosom E. coli yang menyandikan arginin dekarboksilase menunjukkan bahwa sekuen ini menyandikan protein yang terdiri atas 755 asam amino dan berukuran 84420 Da, serta memiliki homologi dengan dekarboksilase

lain dari E. coli yaitu CadA (lisin dekarboksilase), SpeC (ornitin dekarboksilase biosintetik) dan SpeF (ornitin dekarboksilase biodegradatif) (Stim & Bennet 1993).

Mutagenesis dengan Transposon pada Bakteri

Masing-masing tipe bakteri membawa transposon yang unik, berikut ini adalah beberapa tipe transposon yang umum terdapat pada bakteri antara lain: (i)

insertion sequence elements (elemen IS), (ii) transposon komposit, dan (iii) transposon nonkomposit (Snyder & Champness 1997).

Elemen IS adalah transposon bakteri terkecil yang biasanya hanya berukuran 750-2000 bp dan hanya mengkode enzim transposase yang dibutuhkan dalam transposisinya. Elemen IS tidak membawa gen penanda seleksi dan ditemukan hanya karena elemen ini menimbulkan inaktivasi dari gen yang disisipinya. Pada E. coli secara alami ditemukan empat elemen IS yang berbeda yaitu IS1, IS2, IS3, dan IS4. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 700 elemen IS pada bakteri, meskipun kebanyakan dapat digolongkan dalam 20 famili.

Kadang-kadang dua elemen IS dari tipe yang sama membentuk transposon yang lebih besar, disebut tranposon komposit dengan membawa gen lain. Contoh tipe transposon komposit yaitu Tn5, Tn9, dan Tn10. Untuk transposon komposit Tn5 misalnya terdiri atas gen untuk resistensi terhadap kanamisin (Kanr) dan resistensi streptomisin (Strr) yang diapit oleh elemen IS yang disebut IS50.

Transposon komposit bukan satu-satunya tipe transposon yang membawa gen-gen resistensi terhadap antibiotik. Gen-gen tersebut juga dapat menjadi bagian dari transposon nonkomposit. Gen-gen pada transposon nonkomposit diapit oleh suatu inverted repeat dan tipe transposon ini minimal terdiri atas satu gen resistensi saja. Contoh transposon nonkomposit adalah Tn3 yang memiliki gen resistensi terhadap ampisilin.

Tidak semua tipe transposon dapat digunakan untuk mutagenesis. Suatu transposon yang digunakan dalam mutagenesis harus memiliki kelengkapan berikut ini: (i) memiliki kemampuan untuk berpindah dengan frekuensi yang tinggi, (ii) pemilihan sekuen targetnya tidak terlalu selektif, (iii) membawa gen

8 penanda seleksi sederhana, seperti resistensi terhadap antibiotik, dan (iv) dapat digunakan untuk transposisi ke berbagai macam bakteri yang berbeda (broad host range). Tn5 ideal digunakan untuk mutagenesis acak pada bakteri gram negatif karena memiliki kelengkapan di atas. Tn5 tidak hanya berpindah dengan frekuensi yang relatif tinggi, tetapi juga transposon ini hampir tidak ada spesifisitas dalam pemilihan targetnya dan mampu bertransposisi pada setiap bakteri gram negatif. Tn5 juga membawa gen resistensi terhadap kanamisin yang dapat terekspresi pada hampir semua bakteri gram negatif (Snyder & Champness 1997).

Pada penelitian ini digunakan transposon mini-Tn5 yang merupakan turunan dari transposon Tn5. Keistimewaan transposon ini adalah tidak membawa gen transposase yang berperan dalam proses transposisinya. Untuk proses transposisi dari mini-Tn5, gen transposase dikonstruksi pada plasmid yang membawanya yaitu pUT (pUTmini-Tn5) (Herrero et al. 1990). Setelah mini-Tn5

mengalami transposisi (berpindah) dalam hal ini dari plasmid ke kromosom, tidak dapat melakukan transposisi kembali karena gen transposase-nya tetap berada di dalam plasmid pUT.

Plasmid pUT merupakan turunan dari plasmid pGP704 dan memiliki

origin of replication dari plasmid R6K yang hanya dapat dipelihara pada bakteri penghasil π protein. Plasmid ini juga membawa origin of transfer (oriT) dari plasmid RP4, yang dapat menghasilkan transfer yang efisien ke sel resipien dari galur donor yang mengekspresikan fungsi konjugatif dari RP4 seperti E. coli

SM10 (λ pir). pUT membawa gen tnp*, suatu mutan gen tnp dari IS50R yang tidak memiliki situs NotI dan menyandikan transposase yang dibutuhkan untuk transposisi dari elemen mini-Tn5 (Lorenzo et al. 1990). Penghilangan situs NotI tersebut tidak merubah struktur dari produk gen tnp. Gen transposase yang dimodifikasi (dengan menghilangkan situs NotI), dinamakan gen tnp* dan diklon pada situs SalI dari pGP704 derivatif dengan orientasi yang dapat mengatur proses transposisi secara optimal. Konstruksi ini dinamakan pUTKm. Plasmid pUTKm mengendalikan donor minitransposon dengan penanda resistensi terhadap antibiotik kanamisin (Herrero et al. 1990). Mini-Tn5 diapit oleh ujung I dan O yang terdiri atas 19 pasang basa. Elemen mini-Tn5 kanamisin pada

pUT/Km terdiri atas tiga Kmr derivatif. Dua gen resistensi kanamisin berasal dari transposon Tn903 dengan orientasi yang berlawanan, sedangkan yang ketiga diisolasi dari Tn5 sendiri. Salah satu ciri penting dari elemen tersebut adalah hilangnya inhibitor transposase bersama dengan pUT setelah transposisi, sehingga satu galur resipien dapat digunakan untuk proses insersi berulang dengan menggunakan minitransposon yang memiliki penanda seleksi yang berbeda (Lorenzo et al. 1990). Gambar 1 menampilkan peta plasmid pUTmini-Tn5Km1 beserta transposon mini-Tn5Km1 yang digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan mutagenesis dengan transposon melalui proses konjugasi.

Gambar 1 (A) Peta plasmid pUTmini-Tn5Km1 (7.055 bp). (B) Transposon mini- Tn5Km1.

Herrero et al. (1990) melaporkan hasil insersi transposon pada kromosom melalui proses konjugasi antara E. coli SM10(λ pir) dengan Pseudomonas putida. Dari hasil analisis pada 8 koloni ekskonjugan menunjukkan bahwa terjadi insersi tunggal pada masing-masing ekskonjugan, insersi transposon pada kromosom ekskonjugan terjadi pada lokasi yang berbeda, dan gen transposase tidak terdapat

A)

B)

pUTmini-Tn5Km1 7.055 kb

10 pada ekskonjugan. Pada penelitian ini dilakukan mutagenesis dengan transposon mini-Tn5Km1 dari E. coli S17-1 (λ pir) ke B. japonicum toleran asam-Al melalui proses konjugasi dan dari ekskonjugan yang diperoleh diharapkan terdapat mutan sensitif asam-Al. Selanjutnya dari galur mutan sensitif dilakukan isolasi gen yang terlibat dalam toleransi asam-Al pada B. japonicum.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Research Center for Microbial Diversity (RCMD), Departemen Biologi, FMIPA, IPB dari bulan Januari sampai dengan Nopember 2005.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga galur B. japonicum

toleran asam-aluminium dengan nomor sandi galur BJ11, BJ38, dan KDR15. Ketiga galur tersebut digunakan sebagai resipien dalam konjugasi dan Escherichia coli S17-1 (λ pir) (pUTmini-Tn5Km1) digunakan sebagai donor dalam mutagenesis dengan transposon. Galur E. coli DH5 α digunakan sebagai inang dalam kloning fragmen DNA. Vektor plasmid pGEM-T Easy digunakan untuk TA-cloning fragmen DNA genom yang terlibat dalam toleransi asam-Al.

Metode Media dan Kondisi Pertumbuhan

E. coli DH5 α secara rutin ditumbuhkan pada media Luria Bertani broth

(LB) (tryptone 10.0 g/l, NaCl 10.0 g/l, yeast extract 5.0 g/l) tanpa antibiotik. E. coli S17-1 λ pir (pUTmini-Tn5Km1) secara rutin ditumbuhkan pada media LB yang mengandung ampisilin (100 µg/ml) dan kanamisin (50 µg/ml) pada suhu 37 o

C. E.coli DH5 α yang membawa plasmid rekombinan pGEM-T dikulturkan pada media LB yang mengandung ampisilin (100 µg/ml) dan kanamisin (50 µg/ml) pada suhu 37 oC. Galur BJ11, BJ38, dan KDR15 dikulturkan secara aerobik pada media yeast extract mannitol agar (YMA) (manitol 10.0 g/l, K2HPO4 0.5 g/l, MgSO4·7H2O 0.2 g/l, NaCl 0.2 g/l, yeast extract 1.0 g/l).

Penentuan Resistensi terhadap Antibiotik

Tiga galur B. japonicum yang digunakan dalam penelitian ini dengan sandi BJ11, BJ38, dan KDR15 terlebih dahulu harus diketahui sensitivitasnya terhadap

12 beberapa antibiotik untuk menentukan penanda antibiotik yang akan dipakai dalam seleksi transkonjugan.

Sebelum dilakukan pengujian pada media dengan antibiotik terlebih dahulu ketiga galur tersebut diremajakan pada media agar cawan YMA selama 7- 8 hari pada suhu ruang. Selanjutnya masing-masing biakan tersebut digoreskan pada agar cawan YMA + Congo Red (CR) 0.0025% + antibiotik. Antibiotik yang digunakan dalam pengujian ketiga galur tersebut yaitu ampisilin 50 µg/ml dan 100 µg/ml, kanamisin 25 µg/ml dan 50 µg/ml, rifampisin 25 µg/ml dan 50 µg/ml, serta tetrasiklin 25 µg/ml dan 50 µg/ml. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 7- 8 hari dan diamati pertumbuhannya. Biakan yang tumbuh berarti resisten, sedangkan yang tidak tumbuh berarti sensitif terhadap antibiotik yang digunakan. Pengujian resistensi terhadap antibiotik tersebut juga dilakukan pada E. coli S17-1 (λ pir) pada media agar cawan Luria agar (LA).

Penyiapan Kultur untuk Konjugasi

Galur BJ11, BJ38, dan KDR15 masing-masing ditumbuhkan pada 50 ml media yeast extract mannitol broth (YMB) yang ditambah Rifampisin (50 µg/ml) dan dikocok dengan mesin pengocok (shaker) kecepatan 200 rpm pada suhu ruang dengan waktu inkubasi 60 jam sampai sel mencapai fase logaritmik (∼108 sel/ml). Galur E. coli S17-1 (λ pir) (pUTmini-Tn5Km1) ditumbuhkan pada 25 ml LB yang ditambah dengan kanamisin (50 µg/ml). Pengocokan dilakukan dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 37 oC selama 18-20 jam.

Mutagenesis dengan Transposon

Introduksi transposon mini-Tn5Km1 (pUTmini-Tn5Km1, 7055 bp) (Gambar 1) ke dalam sel B. japonicum dilakukan melalui konjugasi. Kultur B. japonicum dan E. coli yang telah mencapai fase logaritmik disentrifugasi dengan kecepatan 2300 g selama 3 menit dan peletnya dicuci sebanyak tiga kali dengan NaCl 0.85% untuk membersihkan sel dari sisa antibiotik. Pelet sel donor disuspensikan dalam 40 µl kaldu LB modifikasi (tryptone 5.0 g/l, NaCl 1.0 g/l,

yeast extract 5.0 g/l) dan dicampurkan dengan pelet sel resipien dengan perbandingan yang sama (1:1) masing-masing dengan konsentrasi sekitar 108

sel/ml. Campuran ini selanjutnya diletakkan di atas filter nitroselulosa steril (ukuran pori 0.45 µm) pada media LA modifikasi. Pada media tersebut dibuat tiga juring sehingga pada tiap juring dapat diletakkan satu buah filter, masing- masing untuk donor (D), resipien (R), dan campuran antara D dan R (M). Gambar 2 memperlihatkan diagram skematik dalam melakukan mutagenesis dengan transposon. Mating dilakukan secara aerobik pada suhu ruang dengan tiga waktu lama inkubasi yaitu 12, 18, dan 24 jam. Selanjutnya filter diangkat dan dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi 1 ml garam fisiologis (NaCl 0.85%) dan divorteks. Masing-masing suspensi sel sebanyak 100 µl disebarkan pada media YMA ditambah kanamisin (50 µg/ml) dan rifampisin (50 µg/ml). Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 5-8 hari dan dihitung frekuensi transkonjugasinya.

Gambar 2 Mutagenesis dengan transposon dari sel E. coli S17-1 (λ pir) (pUTmini-Tn5Km1) ke sel B. japonicum melalui proses konjugasi.

14

Seleksi Mutan B. japonicum Sensitif asam-Al

Koloni transkonjugan hasil sebar yang telah tumbuh pada media YMA + CR 0.0025% + rifampisin (50 µg/ml) + kanamisin (50 µg/ml) direplika pada media yang sama dan diseleksi sensitivitasnya terhadap asam-Al dengan menggunakan media agar asam-Al Ayanaba (pH 4.5 ditambah 50 µM Al) yang komposisinya dibuat sesuai dengan komposisi Ayanaba et al. (1983) (Tabel Lampiran 1). Transkonjugan yang tidak tumbuh pada media tersebut adalah mutan dari B. japonicum yang sensitif asam-Al.

Uji Pembentukan Bintil Akar

Galur-galur mutan B. japonicum sensitif asam-Al hasil konjugasi, masing- masing diuji kemampuannya untuk membentuk bintil akar. Uji pembentukan bintil akar pada tanaman siratro (Macroptilium atropupureum) menggunakan metode tabung sedangkan untuk pembentukan bintil akar pada tanaman kedelai (Glycine max) digunakan botol Leonard berdasarkan metode Vincent yang dimodifikasi seperti yang telah dilaporkan Wahyudi (1998).

Uji Pembentukan Bintil Akar pada Tanaman Siratro. Biji siratro yang telah dipilih (tidak luka, tidak keriput, tidak terapung, dan memiliki ukuran seragam) ditoreh kulit bijinya dengan silet untuk menghilangkan masa dormansinya. Sterilisasi permukaan biji dilakukan dengan cara merendam biji berturut-turut dalam alkohol 95% selama 10 detik, H2O2 5% selama 5 menit, dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 7 kali. Biji selanjutnya dikecambahkan dalam cawan petri berisi kertas saring steril yang telah dibasahi akuades steril. Perkecambahan dilakukan selama 2 hari pada suhu ruang dalam keadaan gelap. Sementara itu media agar tegak (20 ml) disiapkan dalam tabung berukuran 25x200 mm. Media agar tersebut terdiri atas larutan hara yang komposisinya dibuat berdasarkan komposisi Ahmed & Evans (Speidel & Wollum 1980) (Tabel Lampiran 2) yang telah dimodifikasi dan ditambahkan agar Bacto 0.85%. Kecambah siratro yang berumur 2 hari ditanam secara aseptik pada tabung agar tegak tersebut masing-masing satu kecambah. Setelah kecambah berumur 2 hari di dalam tabung (4 hari) dilakukan inokulasi B. japonicum mutan dan galur liarnya. Suspensi inokulum disiapkan dengan cara meremajakan galur pada

media agar YMA miring selama 8 hari. Selanjutnya ke dalam biakan ditambahkan 1 ml garam fisiologis steril untuk mendapatkan seluruh suspensi dengan tingkat kekeruhan sekitar 109 sel/ml dan diinokulasikan ke dalam tabung agar tegak yang telah ditumbuhi kecambah siratro. Tabung-tabung tersebut kemudian dibenamkan kurang lebih setinggi media agar tegak dalam bak pasir yang telah dibasahi air dan disimpan di rumah kaca. Suhu pasir dijaga agar tidak lebih dari 30 oC dengan cara menyiram pasir setiap 2-3 hari sekali. Pengamatan bintil akar yang terbentuk dilakukan mulai hari ke-5 sampai ke-30 setelah inokulasi.

Uji Pembentukan Bintil Akar pada Tanaman Kedelai. Biji kedelai dipilih, disterilisasi, dan dikecambahkan dengan perlakuan yang sama seperti yang dilakukan pada biji siratro. Kecambah yang berumur dua hari selanjutnya ditanam dalam botol Leonard. Media yang digunakan berupa pasir dan arang. Pasir yang digunakan adalah yang tertahan ayakan yang berukuran 50 mesh (0.31 mm) dan lolos ayakan 30 mesh (0.52 mm), yang sebelumnya telah dicuci dengan air bersih 10 kali dan dikeringkan. Arang yang digunakan adalah tumbukan arang yang tertahan ayakan 28 mesh dan lolos ayakan 3 mm. Perbandingan pasir dan arang 3:1 dan setiap botol diisi 480 gram. Botol Leonard modifikasi terdiri atas dua botol kecap atau bir volume 700 ml. Salah satu botol dipotong dan pada bagian dasarnya digunakan untuk media penumbuhan yang berisi pasir dan arang. Botol lainnya dipotong pada bagian leher dan digunakan sebagai tandon untuk larutan hara. Botol yang berisi campuran pasir dan arang diletakkan di atas botol tandon yang berisi larutan hara. Masing-masing botol diisi 300 ml larutan hara bebas N menurut Alva et al. (1988) (Tabel Lampiran 3) dan 100 ml disiramkan ke atas campuran pasir dan arang. Botol bagian atas ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya seluruh botol ditutup dengan kertas semen dan dilakukan sterilisasi pada suhu 121 oC selama 2 jam. Biji kedelai yang dikecambahkan ditanam pada media pasir-arang dengan tandon yang berisi larutan hara dalam botol Leonard. Untuk tiap botol ditanam dua kecambah. Bersamaan dengan penanaman juga diinokulasikan suspensi B. japonicum mutan dan tipe liarnya sebanyak 1 ml (dengan menambahkan garam fisiologis pada biakan hingga kepekatan sel sekitar 109 sel/ml). Permukaan botol selanjutnya ditutup kembali dengan aluminium foil

16 dan diletakkan dalam ruangan pada suhu kamar 2-3 hari (sampai ujung atas kecambah menyentuh aluminium foil). Permukaan aluminium foil dibuka dan selanjutnya botol tersebut diletakkan di rumah kaca. Larutan hara bebas N ditambahkan setiap dua hari sekali dan tanaman dipelihara hingga 30 hari setelah inokulasi.

Isolasi DNA Genom Mutan B. japonicum Sensitif Asam-Al

Mutan B. japonicum dikulturkan pada media YMB (50 ml) yang ditambah kanamisin (50 µg/ml) dan rifampisin (50 µg/ml), dan diinkubasi pada suhu ruang sampai mencapai fase logaritmik. Selanjutnya isolasi DNA genom dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Sambrook & Russel 2001).

Sel kemudian dipanen dengan mengambil sebanyak 50 ml kultur dan disentrifugasi dengan kecepatan 9000 g selama 10 menit. Kemudian pelet dipindahkan pada tabung eppendorf steril dan dicuci 2-3 kali dengan 250 µl buffer TE 1x. Pelet diresuspensi dalam 250 µl buffer TE 1x, 50 µl SDS 10%, dan 10 µl proteinase K (10 mg/ml), dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam. Selan- jutnya suspensi ditambah dengan 80 µl NaCl 5 M dan 100 µl CTAB (suhu 65 oC), dan diinkubasi selama 20 menit dalam penangas air pada suhu 65 oC. Suspensi lalu ditambah dengan 600 µl fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1), dikocok kuat dan disentrifugasi pada kecepatan 12900 g selama 15 menit. Fase cair diambil dan dicampur kloroform-isoamilalkohol (24:1) dengan volume yang sama, dan disentrifugasi dengan kecepatan 12900 g selama 15 menit. Selanjutnya supernatan dipresipitasi dengan etanol absolut dingin sebanyak 2x volume supernatan dan dicampur dengan hati-hati. DNA hasil presipitasi diinkubasi di es selama 30 menit, dicuci dengan etanol 70% dan disentrifugasi dengan kecepatan 12900 g selama 10 menit. Pelet DNA dikeringudarakan dan dilarutkan dalam 20 µl ddH2O yang mengandung RNase 1% dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit.

Isolasi DNA Pengapit Transposon dengan Inverse Polymerase Chain Reaction

(Inverse PCR)

Untuk mengamplifikasi DNA genom yang mengapit transposon digunakan metode seperti yang diterangkan Wahyudi et al. (2001) yang dimodifikasi (Gambar 3), seperti diuraikan berikut ini.

Preparasi DNA Cetakan (Template). DNA cetakan untuk inverse PCR disiapkan dari sekitar 1 µg DNA genom mutan B. japonicum sensitif asam-Al yang dipotong dengan EcoRV (enzim restriksi ini tidak memotong mini- Tn5Km1). DNA hasil pemotongan diekstrak dengan fenol-kloroform- isoamilalkohol dan dipresipitasi dengan etanol absolut yang mengandung 0.1 volume Na-asetat 3 M pH 4.6. DNA selanjutnya dicuci dua kali dengan etanol

Dokumen terkait