• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eceng Gondok

Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) (Solms.) merupakan nama daerah Sunda yang lebih dikenal dibandingkan dengan nama Indonesia (Melayu) kehpuk, nama daerah lainnya adalah bengok, wewehan, lengok (Jawa). Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang terapung bebas atau tertanam dengan sistem perakaran yang tertancap dalam lumpur pada perairan yang dangkal. Eceng gondok sangat cepat memperbanyak diri secara vegetatif yaitu dengan membentuk formasi tumbuhan baru melalui stolon. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dalam lingkungan yang menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15 hari kecepatan penutupan lahan dua kali lipat (Sutarno, et al., 1994)

Tanaman Eceng gondok dapat diklasifikasikan sebagai berikut Divisi:

Spermathophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledonae; Suku: Pontederiaceae, Genus: Eichornia; Jenis: Eichhornia crassipes. Eceng gondok

merupakan tanaman yang hidup mengapung di air tingginya sekitar 0,4-0,8 meter. Tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Eceng gondok senang pada cahaya matahari dan tumbuh cepat dibawah intensitas cahaya tinggi, serta toleran terhadap keberadaan komposisi kimia diperairan, namun kurang toleran terhadap garam (Artati,et al., 2009)

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Beberapa kerugian akibat pertumbuhan eceng gondok antara lain:

1. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun- daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).

3. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.

4. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai di beberapa daerah lainnya.

5. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. 6. Mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan. (Hajama, 2014).

Selain memberikan dampak negatif eceng gondok juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Kandungan NPK yang dimiliki eceng gondok (dalam % berat kering) masing- masing adalah 0,98 dan 1,52 N; 1,13 dan 1,945 P; 0,89 dan 1,39 K; 28,73 dan 15,36 C organik; serta rasio C/N 29,32 dan 10,11 ( Agneesia, 2009).

Menurut (Sutarno, et al., 1994) eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk pupuk hijau, karena selain mengandung nitrogen dan fosfor juga kaya akan kalium, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai kompos dan mulsa, serta untuk

memperbaiki kondisi lahan. Selain itu, daun dan tangkai yang muda dapat digunakan sayur, pakan ternak, di perairan dapat dimanfaatkan untuk perangkap ikan, mampu menyerap logam-logam berat yang mencemari perairan, dari tangkai daunnya dapat diperoleh serat yang bisa digunakan untuk membuat barang anyam-anyaman dan karung sebagai pengganti karung goni dan cocok pula dicobakan untuk pembuatan kertas dan karton. Eceng gondok dapat juga digunakan sebagai penghasil biogas dengan fermentasi anaerob yang baik.

Pemupukan

Menurut Ilyin, et al., (2012) usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan pemupukan. Pupuk merupakan material yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman agar mampu berproduksi dengan baik, pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun an-organik. Bahan tersebut berupa mineral baik yang dihasilkan oleh kegiatan alam atau diolah manusia dipabrik. Oleh karena itu, pengaruh pupuk sangatlah besar, terutama menyangkut tiga hal yaitu membebaskan kation-kation lain dari ikatannya, mempengaruhi struktur tanah, serta mempengaruhi pertumbuhan dan daya tahan tanaman (Murbandono, 1992).

Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang, pupuk kompos). Terdapat dua kelompok pupuk anorganik berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk mejemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal terdapat tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang

berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono, 2008).

Pupuk Organik

Pupuk organik atau disebut pula kompos adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik seperti daun-daun, batang ranting yang melapuk atau kotoran ternak dan lain sebagainya (Indriani, 2004). Menurut Murbandono (1992), pupuk organik merupakan hasil akhir atau hasil antara dari perubahan dan penguraian bagian sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik berasal dari bahan organik yang mengandung segala macam unsur baik makro maupun mikro, pupuk organik diantaranya ditandai dengan ciri-ciri:

1.Nitrogen terdapat dalam bentuk persenyawaan organik sehingga mudah diserap tanaman.

2. Tidak meninggalkan sisa asam anorganik di dalam tanah.

3. Mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi misalnya hidrat arang. Berdasarkan keadaan fisiknya, pupuk organik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat adalah jenis pupuk organik yang bentuknya berupa padatan seperti pupuk kandang, pupuk hijauan, kompos dan humus. Sedangkan, pupuk organik cair adalah jenis pupuk organik yang bentuknya cairan. Contoh pupuk cair diantaranya pupuk kandang, biogas, dan pupuk yang mengandung mikroorganisme seperti Bio Sugih (Parnata, 2004). Menurut Lingga dan Marsono, (2008) sumber bahan organik dapat berupa:

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine). Hal lain yang perlu diperhatikan dari pupuk kandang adalah adanya istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat cepat sehingga terbentuk panas. Kelemahan dari pupuk panas adalah mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Sedangkan pupuk dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat lambat sehingga tidak terbentuk panas.

2. Pupuk hijau

Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan yaitu bagian-bagian seperti daun, tangkai dan batang tanaman tertentu yang masih muda. Tujuannya untuk menambah bahan organik dan unsur-unsur lainnya kedalam tanah terutama nitrogen.

3. Pupuk humus

Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme di dalam tanah. Ciri khas humus adalah berwarna hitam sampai cokelat tua, sifat humus tidak berbeda dengan kompos yaitu humus mudah mengikat, merembeskan air dan menggemburkan tanah.

3. Guano (kotoran burung liar)

Pupuk kotoran burung yang lazim disebut guano merupakan kotoran berbagai jenis burung liar, kotoran burung banyak mengandung unsur hara bagi tanaman

yang hingga kini sangat terkenal kehebatannya sebagai pupuk adalah kotoran kelelawar, pupuk ini kaya akan unsur hara seperti nitrogen 8-13%, fosfor 5-12 %, kalium 1,5-2,5%, kalsium 7,5-11%, magnesium 0,5-1% dan sulfur 2-3,5%. . 4.Kompos

Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan organik berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan- bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain.

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,pengunaan pupuk organik dapat memberikan banyak keuntungan diantaranya:

1. Memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah 2. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air 3. Meningkatkan efektivitas mikroorganisme tanah 4. Sumber makanan bagi tanaman

5. Ramah lingkungan 6. Harganya lebih murah

7. Meningkatkan kualitas produksi

Selain dapat memberikan keuntungan, pupuk organik juga memiliki beberapa kerugian yaitu:

1. Diperlukan dalam jumlah yamg sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu tanaman.

2. Pupuk organik yang berupa padatan memiliki kuantitas yang besar, sehingga biaya pengangkutannya lebih mahal.

3. Kecepatan penyerapan unsur hara oleh tanaman lebih lama dibandingkan dengan penyerapan unsur hara dari pupuk anorganik

4. Pada pupuk organik segar, penyebaran patogen penyebab penyakit lebih besar dari pada pupuk organik yang telah mengalami proses fermentasi seperti kompos.

5. Pada beberapa jenis pupuk organik kandungan hara yang terdapat didalamnya beragam dan sulit diketahui secara pasti jumlahnya harus melalui proses analisis.

(Parnata, 2004) Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah pupuk yang sengaja dibuat oleh manusia dalam pabrik dan mengandung unsur hara tertentu dalam kadar tinggi. Pupuk anorganik digunakan untuk mengatasi kekurangan mineral murni dari alam yang diperlukan tumbuhan dan pupuk anorganik dapat menghasilkan bulir hijau dan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Mandasari, 2010).

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat secara komersil dengan kandungan unsur-unsur yang terukur. Pupuk anorganik ada yang mengandung N (ion amonium, ion nitrat, atau urea), P (ion phosphat dan K (ion kalium), kelebihan dari pupuk ini adalah mudah pengangkutannya, penyimpanannya dan penggunaannya. Sedangkan kelemahannya pupuk anorganik tidak menambah humus tanah (Yulipriyanto, 2010). Menurut Murbandono, (1992) kandung unsur

pupuk majemuk dan pupuk Ca dan Mg. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara misalnya Pupuk N, P, K. Pupuk majemuk (compount fertilizer) merupakan pupuk yang mengandung NPK + unsur mikro. Adapun pupuk Ca dan Mg adalah pupuk yang hanya mengandung Kalsium dan Magnesium.

Menurut Lingga dan Marsono, (2008) keanekaragaman pupuk anorganik sangat menguntungkan petani jika dipahami aturan pakainya, sifat-sifatnya dan manfaatnya bagi tanaman. Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik yaitu sebagai berikut:

1. Pemberiannya dapat terukur dengan cepat karena pupuk anorganik umumnya takaran haranya pas.

2. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat. 3. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup artinya kebutuhan akan

pupuk ini bisa dipenuhi dengan mudah asalkan ada uang.

4. Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlah relatifnya sedikit. Kompos

Kompos disebut juga sebagai pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Sumber bahan organik yang umum dimanfaatkan

Asal Bahan

1. Pertanian

- Limbah dan residu tanaman

- Limbah dan residu ternak

- Pupuk hijau

Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa.

Kotoran padat, limbah ternak cair,limbah pakan ternak, cairan biogas.

- Tanaman air

- Penambat nitrogen 2. Industri

- Limbah padat

- Limbah cair

3. Limbah rumah tangga dan sampah

albisia, dll.

Azoka, gangang biru, eceng gondok, gulma air dll.

Mikroorganisme, mikoriza, rhizobium, biogas Serbuk gergaji kayu,blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan limbah pemotongan hewan Alkohol, ajinomoto, limbah pengolahan kertas, limbah pengolahan minyak kelapa sawit. Tinja, urin, sampah rumah tangga, sampah kota dll.

(Indriani, 2003)

Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi bagi tanaman, bahan dasar kompos mengandung selulosa 15%-60%, hemiselulosa 10%-30%, lignin 5%-30%, protein 5%-40%, bahan mineral (abu) 3%-5%,di samping itu terdapat bahan larut mineral air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami dekomposisi dibawah kondisi mesofolik dan termofolik (Sutanto, 2002).

Kandungan rata- rata hara kompos dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini : Tabel 2. Kandungan rata-rata hara kompos

Komponen Kandungan (%) Kadar air 41,00 – 43,00 C-Organik 4,83 – 8,00 N 0,10 – 0,51 P2O5 0,35 – 1,12 K2O 0,32 – 0,80 Ca 1,00 – 2,09 Mg 0,10 – 0,19 Fe 0,50 – 0,64 Al 0,50 – 0,92 Mn 0,02 – 0,04

Tanaman yang dipupuk dengan kompos cenderung lebih baik kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia jenis lainnya. Kompos memiliki banyak manfaat ditinjau dari berbagai macam aspek:

Aspek ekonomi

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah. 2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bahan asalnya Aspek lingkungan

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah (Nugroho, 2012).

Kompos juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dari pupuk mineral oleh tanaman. Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya, humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya

dapat melarutkan zat besi (Fe) dan alumanium (Al) sehingga fosfat yang terikat besi dan alumanium akan lepas dan dapat diserap tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Jenis kandungan kimiawi kompos dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3. Analisis kimia kompos

Bahan Kadar Nitrogen (%) P2O5 (%) K2O(%) Humus(%) Kalsium(%) Zat besi(%) Seng (ppm) Timah (ppm) Tembaga (ppm) Kadmium (ppm) pH 1,33 0,83 0,36 53,70 5,61 2,1 285 575 65 5 7,2 (Djuarnani dkk.,2005) Pengomposan

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba tersebut adalah bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Pengomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan, tergantung dari bahan dasarnya. Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikroorganisme seperti, aktivator yang tersedia di pasaran antara lain:

OrgaDec, Stardec, EM-4, Fix-Up Plus, Harmony dll. Oleh karena itu, para ahli

melakukan berbagai upaya untuk mempercepat proses pengomposan, beberapa hasil penelitian proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu 1-1,5

Menurut Yulipriyanto, (2010) proses pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik maupun anaerobik. Pengomposan aerobik adalah penguraian bahan-bahan organik dalam keadaan ada oksigen (O2) di udara, sedangkan pengomposan anaerobik dalam kondisi tanpa oksigen. Proses aerobik akan menghasilkan CO2, air dan panas. Proses anerobik menghasilkan metana (alkohol) CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Dalam Pengomposan anaerobik sering menimbulkan bau yang tajam sehingga teknologi pengomposan banyak ditempuh dengan cara aerobik.

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air 2) zat putih telur menjadi amoniak, CO2 dan air 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau turun (Indriani, 2003). Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani dkk, 2005).

Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan 1. Nilai C/N Bahan

Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam satuan bahan. Bahan organik yang mempunyai C/N yang tinggi berarti masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan bila langsung diberikan ke dalam tanah. Umumnya masalah utama pengomposan

adalah kadar rasio C/N yang tinggi. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan karena hewan mengandung banyak senyawa nitrogen (Yuwono, 2005).

C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah. Penambahan bahan organik yang nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan karena mikroorganisme tanah menyerang sisa pertanaman. C/N juga berfungsi menyeimbangkan ketersediaan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke tanah mempunyai nisbah C/N yang tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah (Sutanto, 2002).

Menurut Yulipriyanto (2010), proporsi antara karbon dan nitrogen bahan organik yang dikomposkan mempunyai kekhususan, karbon kadang-kadang bertindak sebagai sumber energi penyusun penting bagi mikroorganisme dan nitrogen sangat esensial untuk sintesa asam amino, protein dan asam nukleat. Perbandingan C/N yang ideal adalah sekitar 30 bagi pertumbuhan mikroorganisme.

2. Ukuran bahan

Semakin kecil ukuran bahan baku maka semakin cepat proses pengomposan karena permukaan bahan baku akan bertambah dan mempermudah mikroorganisme melakukan penguraian atau dekomposisi. Bahan organik yang memiliki ukuran yang besar sebaiknya dicacah, dirajang atau dibagi-bagi terlebih dahulu namun pencacahan harus disesuaikan berdasarkan bahan organik tersebut.

Bahan yang keras sebaiknya berukuran 0,5-1cm, sedangkan bahan yang tidak keras dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.

3. Jumlah mikroorganisme

Biasanya dalam proses ini mikroorganisme yang bekerja meliputi bakteri,

fungi, actinomycetes dan protozoa. Berikut ini beberapa mikroorganisme yang

terlibat di dalam proses pengomposan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 4. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan

Kelompok organisme Organisme Jumlah/g

Kompos Mikroflora Bakteri Aktinomicetes Kapang 108-109 105-108 104-106 Mikrofauna Protozoa 104-105

Makroflora Jamur tingkat tinggi (fungi)

Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut,

kutu dll.

Sumber : Sutanto, 2002 4. Kelembaban dan Aerasi

Menurut Mulyono, 2014 dalam hajama 2014 menyatakan bahwa kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Pada umumnya mikroorganisme yang bekerja dengan kelembaban sekitar 40%-60%, kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak bekembang atau mati.

Aerasi merupakan salah satu kunci penting yang mempengaruhi proses pengomposan. Aerasi berkaitan dengan pengaturan udara terutama pada proses pengomposan aerobik yang memerlukan udara. Dalam pelaksanaannya aerasi dilakukan dengan cara membolak balikkan bahan organik yang dikomposkan agar seluruh bahan yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen. Aerasi berguna untuk memindahkan gas-gas limbah (CO2), memindahkan panas dan kelembapan, serta menghasilkan energi. Kekurangan udara (anaerobik) akan mengakibatkan perubahan jenis mikroorganisme, pH, dan kompos yang dihasilkan berbau. (Yulipriyanto, 2010).

5. Temperatur

Temperatur adalah satu indikator penting atau kunci di dalam pembuatan kompos. Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik system pengomposan bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi, jika kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan nitrogen dan carbon dan cukup mengandung air (kelembaban cukup) untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme (Susetya, 2010).

Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 40°C - 50°C selama 3 minggu karena pada tingkatan suhu tersebut bakteri akan bekerja secara optimal sehingga penurunan C/N rasio berjalan sempurna dan mampu memberantas bakteri patogen maupun biji gulma. Menurut Indriani, (2003) temperatur optimal sekitar 30-500C (hangat), bila temperatur terlalu tinggi mikroorganisme akan mati,

atau dalam keadaan dorman, maka proses pengomposan akan menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan. 6. Keasaman (pH)

Kisaran pH kompos yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral) karena dapat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Oleh karena itu, tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH sering digunakan dalama proses pengomposan (Sutedjo, 2002). Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5,5 sampai 8 tidak sama dengan bakteri 6,0-7,5 maupun aktinomicetes pH<5. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antar 6 – 8 (Susetya, 2010).

7. Aktivator

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Fungsi aktivator adalah membantu proses pengomposan baik secara alamiah atau rekayasa agar dapat lebih dipercepat. Salah satu contoh bioaktivator yang sering digunakan yaitu EM-4.

a) EM-4 (Effective Microorganisme)

EM-4 (Effective Microorganisme) adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, Mikroorganisme yang terdapat dalam EM-4 terdiri dari bakteri fotosintesis

(Rhodopseudomonas sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), ragi (Saccharomices sp), actinomycetes sp, dan aspargillus sp. Effective mikroorganisme (EM-4) dapat meningkatkan fermentasi organik, unsur hara

tanaman, serta meningkatkan aktivitas serangga, hama dan mikroorganisme patogen (Djuarnani dkk, 2005).

Adapun keuntungan menggunakan effective mikroorganisme (EM-4) sebagai berikut :

1. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme indegenous yang menguntungkan seperti ,mychorhiza, rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dll.

2. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.

4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos. 5. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman (Mandasari, 2010)

b) MOL (Mikroorganise Lokal)

Mikroorganisme lokal (MOL) merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuatan MOL ini adalah antara lain tempe, tape, dan youghurt dll. Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile

fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim

lipase yang berperan dalam perombakan lemak. (Ginting, 2009)

Pembuatan aktivator dalam mikroorganisme lokal dapat juga menggunakan

Dokumen terkait