• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Beberapa Aktivator Untuk Merombak Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) Dari Danau Toba Menjadi Pupuk Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Beberapa Aktivator Untuk Merombak Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) Dari Danau Toba Menjadi Pupuk Organik"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Flowchart pembuatan kompos dari eceng gondok

Mulai

Pembalikan Pencampuran Pencacahan Daun

Persiapan Bahan

Analisis

Selesai

-Eceng gondok halus dan kasar

-MOL

(2)
(3)

39 Jumat 25 Desember 2015 29 29 29 29

40 Sabtu 26 Desember 2015 30 30 29 29

41 Minggu 27 Desember 2015 29 29 30 30

42 Senin 28 Desember 2015 28 28 29 29

43 Selasa 29 Desember 2015 26 26 26 26

44 Rabu 30 Desember 2015 28 28 28 28

45 Kamis 31 Desember 2015 28 28 28 28

46 Jumat 01 Januari 2016 28 28 28 28

47 Sabtu 02 Januari 2016 28 28 28 28

48 Minggu 03 Januari 2016 28 27 28 28

49 Senin 04 Januari 2016 28 28 28 28

50 Selasa 05 Januari 2016 29 29 29 29

51 Rabu 06 Januari 2016 29 29 29 29

52 Kamis 07 Januari 2016 27 27 28 27

53 Jumat 08 Januari 2016 29 29 29 28

54 Sabtu 09 Januari 2016 29 29 29 29

55 Minggu 10 Januari 2016 29 29 29 29

56 Senin 11 Januari 2016 29 29 29 29

57 Selasa 12 Januari 2016 29 29 29 29

58 Rabu 13 Januari 2016 29 29 29 29

59 Kamis 14 Januari 2016 28 28 28 28

60 Jumat 15 Januari 2016 29 29 29 29

(4)
(5)

39 Jumat 25 Desember 2015 29 30 30 29

40 Sabtu 26 Desember 2015 29 30 29 29

41 Minggu 27 Desember 2015 29 30 29 30

42 Senin 28 Desember 2015 28 29 29 28

43 Selasa 29 Desember 2015 26 26 26 26

44 Rabu 30 Desember 2015 29 28 28 28

45 Kamis 31 Desember 2015 28 28 28 28

46 Jumat 01 Januari 2016 28 28 28 28

47 Sabtu 02 Januari 2016 28 28 28 28

48 Minggu 03 Januari 2016 28 28 28 28

49 Senin 04 Januari 2016 28 28 28 28

50 Selasa 05 Januari 2016 29 29 29 29

51 Rabu 06 Januari 2016 29 29 29 29

52 Kamis 07 Januari 2016 27 27 28 27

53 Jumat 08 Januari 2016 29 29 29 28

54 Sabtu 09 Januari 2016 29 29 29 29

55 Minggu 10 Januari 2016 29 29 29 29

56 Senin 11 Januari 2016 29 29 29 29

57 Selasa 12 Januari 2016 29 29 29 29

58 Rabu 13 Januari 2016 29 29 29 29

59 Kamis 14 Januari 2016 28 28 28 28

60 Jumat 15 Januari 2016 29 29 29 29

(6)
(7)

39 Jumat 25 Desember 2015 29 29 29 29

40 Sabtu 26 Desember 2015 29 30 29 29

41 Minggu 27 Desember 2015 29 30 29 30

42 Senin 28 Desember 2015 29 29 29 28

43 Selasa 29 Desember 2015 26 26 26 26

44 Rabu 30 Desember 2015 29 28 28 28

45 Kamis 31 Desember 2015 28 28 28 28

46 Jumat 01 Januari 2016 28 28 28 28

47 Sabtu 02 Januari 2016 28 28 28 28

48 Minggu 03 Januari 2016 28 28 28 28

49 Senin 04 Januari 2016 28 28 28 28

50 Selasa 05 Januari 2016 29 29 29 29

51 Rabu 06 Januari 2016 29 29 29 29

52 Kamis 07 Januari 2016 27 27 28 27

53 Jumat 08 Januari 2016 29 29 29 28

54 Sabtu 09 Januari 2016 29 29 29 29

55 Minggu 10 Januari 2016 29 29 29 29

56 Senin 11 Januari 2016 29 29 29 29

57 Selasa 12 Januari 2016 29 29 29 29

58 Rabu 13 Januari 2016 29 29 29 29

59 Kamis 14 Januari 2016 28 28 28 28

60 Jumat 15 Januari 2016 29 29 29 29

(8)
(9)

49 Senin 04 Januari 2016 28 28 28 28

50 Selasa 05 Januari 2016 29 29 29 29

51 Rabu 06 Januari 2016 29 29 29 29

52 Kamis 07 Januari 2016 27 27 27 27

53 Jumat 08 Januari 2016 29 29 29 28

54 Sabtu 09 Januari 2016 29 29 29 29

55 Minggu 10 Januari 2016 29 29 29 29

56 Senin 11 Januari 2016 29 29 29 29

57 Selasa 12 Januari 2016 29 29 29 29

58 Rabu 13 Januari 2016 29 29 29 29

59 Kamis 14 Januari 2016 28 28 28 28

60 Jumat 15 Januari 2016 29 29 29 29

(10)
(11)

41 Minggu 27 Desember 2015 30 29 29 30

42 Senin 28 Desember 2015 29 29 29 28

43 Selasa 29 Desember 2015 26 26 26 26

44 Rabu 30 Desember 2015 28 28 28 28

45 Kamis 31 Desember 2015 28 28 28 28

46 Jumat 01 Januari 2016 28 28 28 28

47 Sabtu 02 Januari 2016 28 28 28 28

48 Minggu 03 Januari 2016 27 28 28 28

49 Senin 04 Januari 2016 28 28 28 28

50 Selasa 05 Januari 2016 29 29 28 29

51 Rabu 06 Januari 2016 29 29 29 29

52 Kamis 07 Januari 2016 27 27 27 27

53 Jumat 08 Januari 2016 29 29 29 28

54 Sabtu 09 Januari 2016 29 29 29 29

55 Minggu 10 Januari 2016 29 29 29 29

56 Senin 11 Januari 2016 29 29 29 29

57 Selasa 12 Januari 2016 29 29 29 29

58 Rabu 13 Januari 2016 29 29 29 29

59 Kamis 14 Januari 2016 28 28 28 28

60 Jumat 15 Januari 2016 29 29 29 29

(12)
(13)

40 Sabtu 26 Desember 2015 29 29 29 29

41 Minggu 27 Desember 2015 30 29 29 29

42 Senin 28 Desember 2015 29 29 29 27

43 Selasa 29 Desember 2015 26 26 26 26

44 Rabu 30 Desember 2015 28 28 28 28

45 Kamis 31 Desember 2015 28 28 28 28

46 Jumat 01 Januari 2016 28 28 28 28

47 Sabtu 02 Januari 2016 28 28 28 28

48 Minggu 03 Januari 2016 28 28 27 28

49 Senin 04 Januari 2016 28 28 28 28

50 Selasa 05 Januari 2016 29 29 28 29

51 Rabu 06 Januari 2016 29 29 29 29

52 Kamis 07 Januari 2016 27 27 27 27

53 Jumat 08 Januari 2016 29 29 29 28

54 Sabtu 09 Januari 2016 29 29 29 29

55 Minggu 10 Januari 2016 29 29 29 29

56 Senin 11 Januari 2016 29 29 29 29

57 Selasa 12 Januari 2016 29 29 29 29

58 Rabu 13 Januari 2016 29 29 29 29

59 Kamis 14 Januari 2016 28 28 28 28

60 Jumat 15 Januari 2016 29 29 29 29

(14)

Lampiran 8. Data Pengamatan Temperatur Kompos

Data Analisis Sidik Ragam Temperatur

(15)

Lampiran 9. Data Pengamatan pH Kompos

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

Data Analisis Sidik Ragam pH Kompos

(16)

Lampiran 10. Data Pengamatan C/N Ratio Kompos

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Data Analisis Sidik Ragam C/N Ratio Kompos

(17)

Lampiran 11. Gambar hasil cacahan eceng gondok

Hasil cacahan eceng gondok halus

Hasil cacahan eceng gondok halus

(18)

Lampiran 12. Gambar Jenis-jenis MOL

Mol buah sayur Mol tape,tempe dan yakult

(19)

Lampiran 13. Gambar proses dalam pembuatan kompos

Pencampuran MOL pada bahan kompos

(20)

Lampiran 14.Gambar jamur yang terdapat dalam bahan kompos

Jamur pada perlakuan Mol buah sayur

(21)

Jamur pada perlakuan EM-4

(22)

Lampiran 15. Hasil pengomposan eceng gondok halus dan kasar setelah 60 hari.

Perlakuan kontrol

Per

(23)

Perlakuan Mol buah sayur

(24)

Lampiran 16. Hasil pengomposan eceng gondok pada semua perlakuan

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Agneesia, 2009. Pembuatan Kompos Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.) dengan Penambahan Bioaktivator yang Berbeda dan Uji Kualitas Kompos pada Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.). [Skripsi]. Program Studi Sarjana Biologi SITH-ITB.

Artati, E. K., Effendi, A., Haryanto T., 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak Pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok Dengan Proses Organosolv. Vol. 8. ( 1): 25 – 26.

Agrotech. 2005. Decomposer Nusagro Super Degra, Komposisi dan Kegunaannya. Jakarta.

Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta

Djuarnani, N., Kristia, B. S., dan Setiawan, 2005. Cara Tepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Damanik, M. M. B., Bachtiar, E. H., Fauzi, Sarifuddin, dan Hamidah, H., 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Damanhuri, E dan Padmi. T. 2006. Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah Dep. Teknik Lingkungan ITB. Bandung.

Dalzell, H.W., A.J. Biddlestone, K.R. Gray dan K. Thurairajan. 1991. Produksi dan Penggunaan Kompos pada Lingkungan Tropis dan Subtropis. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Ewan, C, V., Moor and A Seo. 1992. Isoflavon Aglycones and Volatiles

Compound in Soybeans, Effect of Soaking Treatment., Journal Food

Science, 57, 577-682.

Ginting J., S, P., 2009. Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan

Trichderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih. Skripsi.

Program Studi Peternakan. Fakultas Pertanian. USU

(26)

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar – dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Harizena, I. N. D. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap Kualitas Kompos Sampah Rumah Tangga.Skripsi. Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.Denpasar.

Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Ilyin, M. Kesumaningwati R, dan Puspita N, P., 2012. Laju dekomposisi bokashi eceng gondok dan jerami padi dengan menggunakan Em4 DAN m-bio terhadap pH, N, P, K dan rasio C/N tanah bervegetasi alang alang. Media

Sains. Volume 4 (2) :117-118 ISSN 2085-3548.

Indriani, Y. H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Indriani. 2004. Membuat kompos secara kilat. Penebar swadaya. Jakarta.

Lingga, P. dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murbandono, H. S. I,. 1992. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mandasari, E. 2010. Percetakan Kompos Berbagai Bentuk dengan menggunakan Jenis Kompos yang Berbeda. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Musnamar, E. I., 2003. Pembuatan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mirwan, M. dan F. Rosariawari. 2012. Optimasi Pematangan Kompos Dengan Penambahan Campuran Lindi Dan Bioaktivator Stardec. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol. 4, No. 2.

Nugroho, P. 2012. Panduan Membuat Pupuk Kompos Cair. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Postlethwait and Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas.

Parnata, A. S. 2004. Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta.

(27)

Sutarno, H., Rifai, M. A., dan Danimihardja, S. 1994. Menyiasati Lahan dan Iklim Dalam Pengusahaan Pertumbuhan Jenis-Jenis Tanaman Terpilih. Yayasan Porsea. Bogor.

Suwastika, A.A.N.G. 2001. Biologi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, UNUD, Denpasar

Sumekto, Riyo. 2006. Pupuk – Pupuk Organik. PT Intan Sejati. Klaten. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Penerbit Kansius. Yogyakarta Sutedjo, M. M., 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta

Susetya, Darma. 2010. Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik untuk Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

SNI:19-7030-2004 (2004), Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Tenaya, I M. N, I. D. G. Raka dan I. D. G. Agung. 1985. Perancangan Percobaan I,

Rancangan Dasar. Laboratorium Statistika, Fakultas Pertanian, Universitas

Udayana.

Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhamadiyah Malang

Yulipriyanto, H., 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Yuniwati, M., et al. 2012. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos dari Sampah Organik dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM4. Jurnal Tekonologi. Volume 5 Nomor 2.

Yuwono. D, 2008. Kompos Cara Aerob dan Anaerob Menghasilkan Kompos Berkualitas, Seri Agritekno, Jakarta.

(28)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Kampus USU Padang Bulan, Medan. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, USU Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2015 sampai dengan Januari 2016.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ember sebagai wadah komposter, pisau sebagai alat pencacah, alat pengaduk, timbangan, pH meter, mesin pencacah, thermometer air, camera digital, plastik kaca, komputer dan alat tulis lainnya yang diperlukan.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eceng gondok halus atau kasar,dedak padi, ragi, gula, Mol buah sayur, Mol tape, tempe yakult,

EM-4.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan perlakuan sebagai berikut:

a. Faktor jenis bahan organik (A), terdiri atas dua taraf : A1 = Eceng gondok halus

A2 = Eceng gondok kasar

b. Faktor jenis aktivator (B), terdiri atas empat taraf : B0 = Tanpa aktivator (kontrol)

(29)

B2 = Mol tape, tempe yakult B3 = EM-4

Dengan demikian terdapat 2 perlakuan maka, penelitian ini terdapat 2 x 4 = 8 kombinasi perlakuan dan dilakukan dengan 3 blok (ulangan) sehingga terdapat 24 unit percobaan. Pengomposan dilakukan dengan memasukkan 1 kg eceng gondok halus atau kasar kedalam ember, kemudian pada masing-masing ember ditambah dengan MOL sesuai dengan perlakuan. Setelah selesai diikat kompos tersebut atau ditutup dengan plastik dan disusun pada tempat yang telah ditentukan sesuai dengan rancangan.

Adapun model statistik dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = µ + αi + ßj + αßij + ∑ijk

Yijk = Nilai pengamatan dari perlakuan faktor jenis (eceng gondok) pada taraf ke-i dan faktor jenis aktivator pada taraf ke-j pada ulangan k

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan faktor jenis pada taraf ke-i

ßj = Pengaruhperlakuan faktor jenis aktivator pada taraf ke-j

αßij = Pengaruh interaksiperlakuan faktor jenis (eceng gondok) pada taraf ke-i dengan faktor jenis aktivator pada taraf ke-j

∑ijk = Pengaruh galat dari perlakuan faktor jenis pada taraf ke-i dengan perlakuan faktor jenis aktivator pada ulangan ke-j serta interaksi keduanya.

(30)

1. Temperatur atau Suhu

Selama proses pengomposan berlangsung, suhu diamati dengan menggunakan thermometer yang dilakukan dari awal pengomposan hingga kompos tersebut matang, dan pengukuran dilakukan setiap hari .

2. Keasaman (pH)

pH kompos diukur dengan menggunakan pH meter digital dalam waktu seminggu sekali antara pukul 13.00-16.00 WIB pada waktu yang berbeda. pH kompos diukur dengan cara menimbang 100 g masing-masing kompos, lalu dimasukkan kedalam botol kemudian ditambahkan 50 ml aquades. Kocok larutan tersebut sampai homogen. Kemudian ukur menggunakan pH meter, Selain itu juga dilakukan pengadukan setiap 2 hari sekali.

3. Perbandingan C/N

Setelah proses pengomposan selesai dianalisa perbandingan C/N-nya melalui analisa sifat kimia tanah di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, USU Medan. Rasio C/N didapat dari membagi hasil analisis C-organik dengan N-total

Pelaksanaan Penelitian

a. Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL)

1. Persiapan alat dan bahan yang digunakan

2. Semua bahan dihaluskan dan dimasukkan ke dalam gerigen dengan ukuran10L 3. Dicampurkan dengan 2 liter air atau secukupnya.

4. Ditambahkan 1 kg gula yang telah dilarutkan, diaduk hingga rata. 5. Kemudian wadah ditutup dan disimpan selama + 15 hari

(31)

1. Dipersiapkan eceng gondok halus atau kasar yang telah dicacah untuk masing-masing jenis Mol (24 wadah)

2. Dicampurkan Mol ke dalam bahan hingga rata sampai lembab demikian juga untuk pembuatan kompos ulangan selanjutnya.

3. Didiamkan campuran bahan tersebut dan ditutup dengan plastik. 3. Disimpan pada tempat yang aman dari sinar matahari atau hujan 4. Dikontrol suhu bahan, dan dilakukan pembalikan selama + 60 hari 5. Dilakukan pengamatan parameter

Analisis Data

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistika terhadap variabel yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan aktivator dan bahan organik (eceng gondok) menunjukkan interaksi yang berbeda tidak nyata pada temperatur dan pH kompos, sedangkan C/N ratio kompos memberikan pengaruh interaksi yang berbeda nyata. Pengaruh faktor tunggal aktivator dan bahan organik (eceng gondok) sangat nyata terhadap variabel pH dan C/N Ratio kompos, dan berbeda tidak nyata terhadap temperatur. Signifikansi perlakuan aktivator dan bahan organik serta interaksinya terhadap parameter yang diamati disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Signifikansi pengomposan eceng gondok (A), Aktivator (B), dan Interaksinya (AxB) terhadap Parameter yang Diamati.

No Variabel pengamatan ** : berpengaruh sangat nyata (P < 0,05)

Temperatur Kompos

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa pengomposan eceng gondok dengan pemberian beberapa jenis aktivator berpengaruh tidak nyata terhadap temperatur, sehingga pengujian dengan DMRT (Duncan’s Multiple

(33)

Temperatur kompos berdasarkan pemberian beberapa jenis aktivator dari dua variasi diperlihatkan pada masing-masing variasi selama + 60 hari dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 a. Perubahan temperatur selama proses pengomposan pada beberapa jenis aktivator terhadap eceng gondok halus

Gambar 3 b. Perubahan temperatur selama proses pengomposan pada beberapa jenis aktivator terhadap eceng gondok kasar

Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikoorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam menguraikan bahan organik. Berdasarkan Gambar 3, bahwa pengomposan dengan eceng gondok halus pada beberapa jenis aktivator adalah temperatur tertinggi

(34)

sampai didapat suhu terendah yaitu 280C, sedangkan pada perlakuan tape,tempe dengan yakult temperatur tertinggi yang didapat yaitu 310C dan menurun sampai suhu terendah yaitu 280C, kemudian pada perlakuan EM-4 temperatur tertinggi yang didapat yaitu 310C dan menurun sampai suhu terendah yang didapat yaitu 280C. Dan pada perlakuan kontrol temperatur tertinggi yaitu pada suhu 320C dan temperatur terendah yaitu pada suhu 280C. Untuk pengomposan eceng gondok kasar temperatur tertinggi juga terdapat pada perlakuan Mol buah sayur yaitu 330C kemudian menurun terus sampai didapat suhu terendah yaitu 280C. sedangkan temperatur yang kedua tertinggi diperlihatkan pada perlakuan EM-4 yaitu 320C dan menurun sampai suhu terendah yaitu 290C. Kemudian temperatur ketiga tertinggi pada perlakuan tape,tempe dengan yakult yaitu 320C dan temperatur terendah yaitu 280C, dan untuk perlakuan kontrol temperatur tertinggi yaitu 310C dan menurun suhu terendah yaitu 290C.

(35)

Temperatur yang paling tinggi dari kedua perlakuan baik pada pengomposan eceng gondok halus dan kasar terdapat pada perlakuan pertama yaitu Mol buah sayur. Sedangkan pada perlakuan lainnya suhu yang dihasilkan baik pada MOL dan EM-4 relatif sama, dan tidak ada perbedaan yang sangat tinggi. Hal ini diduga bahwa mikrooganisme dalam ketiga aktivator yang dicoba mempunyai keragaman yang hampir sama, sehingga peranannya dalam proses perombakan bahan organik tidak jauh berbeda. Perlakuan B1 (Mol buah sayur) mengandung Azotobacter sp, Azosprilium sp, Rhizobium sp, Aspergillus sp,

Aeromonas sp, Metarhizium sp, Trichoderma sp, Beauveria sp, Gliocladium sp,

Trichoderma sp, Pseudomonas sp, Azosprilium sp, (Yuwono (2008), B2 (Tape, tempe dengan yakult) beberapa jenis mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp,

Rhizopus sp, Lactobacilus sp, ragi (Ginting, 2009), B3 (EM-4) mengandung bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), bakteri fotosintesis (Rhodopseudomonas

sp) Azotobacter, Streptomyces sp., ragi (Saccharomices sp), aspargillus sp. dan

Actinomycetes sp. (Djuarnani dkk, 2005).

(36)

(2007), dalam hasil penelitiannya yang menyatakan pada system natural aeration, udara yang masuk kedalam alat bergantung pada kondisi udara sekitar dan cuaca, sehingga aerasi yang diperoleh tidak teratur bahkan mungkin jumlahnya bisa terlalu sedikit.

Temperatur kompos yang dihasilkan dari kedua perlakuan berada pada kisaran 30oC-35oC, temperatur kompos yang cenderung sama ini diduga karena tumpukan bahan kompos yang terlalu rendah sehingga temperatur tidak mencapai tahap termofilik (40-60oC). Hal ini sesuai dengan pernyataan Musnamar (2003) bahwa tinggi tumpukan merupakan salah satu faktor yang menentukan temperatur pengomposan, tumpukan bahan yang terlalu rendah akan mengakibatkan cepatnya kehilangan panas karena tidak cukupnya material untuk menahan panas yang dilepaskan, sehingga mikroorganisme tidak dapat berkembang secara optimal. Sebaliknya jika tumpukan terlalu tinggi, akan terjadi kepadatan bahan yang diakibatkan oleh berat bahan sehingga suhu menjadi sangat tinggi dan tidak ada udara di dalam tumpukan.

(37)

ditandai dengan menurunnya suhu mendekati suhu ruang. Pada penelitian ini kompos yang berasal dari eceng gondok halus dan kasar memiliki temperatur yang mendekati suhu ruang (27oC) yang menandakan kompos tersebut telah matang.

Kondisi pH Kompos (Derajat Keasaman)

Nilai pH kompos berdasarkan pemberian beberapa jenis aktivator dari dua variasi diperlihatkan pada masing-masing variasi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh pengomposan eceng gondok (A), aktivator (B) dan interaksinya

(AxB) pada pH kompos

B2 (Mol tape,tempe,dan yakult)

B3(EM-4)

(38)

pada sebahagian kompos sudah merata dan terkait juga dengan ukuran partikel dan struktur bahan dasar kompos yang mempengaruhinya. Pada penelitian ini semakil kecil ukuran bahan baku maka semakin cepat proses pengomposan karena permukaan bahan baku akan bertambah dan mempermudah mikroorganisme dalam melakukan penguraian atau dekomposisi. Sebaliknya, jika semakin besar ukuran bahan baku maka semakin besar volume pori udara dalam campuran bahan yang didekomposisi sehingga pembalikan timbunan bahan selama proses dekomposisi berlangsung sangat dibutuhkan dan berguna mengatur pasokan oksigen bagi aktivitas mikroba.

Menurut Dalzell dkk. (1991) bahwa nilai pH yang mencapai netral sampai agak alkalis disebabkan karena terjadinya penguraian protein menjadi amonia (NH

3) yang berpengaruh terhadap peningkatan pH kompos, dimana proses pola perubahan pH kompos berawal dari pH agak asam karena terbentukknya asam-asam organik sederhana, kemudian pH meningkat akibat terurainya protein dan terjadinya pelepasan amonia. Dan diperkuat oleh pernyataan Firdaus, (2011) bahwa adanya aktivitas penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dalam pengomposan bertujuan untuk mendegradasi asam-asam organik yang terdapat pada bahan kompos. Namun menurut Sutedjo (2002), yang mengatakan bahwa kisaran pH kompos yang baik adalah 6,5 – 7,5 (netral) karena akan mempengaruhi aktifitas mikroorganisme.

(39)

7,7. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (Kontrol) ini disebabkan perlakuan kompos tanpa dekomposer tidak ada penambahan bioaktivator untuk mempercepat pengomposan sehingga mengakibatkan pengomposan berlangsung secara alami serta mikroorganisme yang berperan lebih sedikit dibandingkan dengan yang diberikan perlakuan berupa dekomposer. Tingginya pH pada perlakuan ini menyebabkan mikroorganisme yang ada tidak dapat berkembang untuk mencapai pH tanah yang netral. Menurut Hanafiah (2005) menyatakan bahwa umumnya mikroba penghancur berperan dalam proses penguraian bahan organik berkembang dan aktif pada pH netral-alkalis (6,5-8,5), bakteri adalah 6-7,5 untuk jamur 5-8. sedangkan proses mineralisasi dan nitrifikasi optimum pada pH sekitar 7,0. Namun pH dari keempat perlakuan sudah memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik padat sekitar 4 – 8, berarti pH kompos pada penelitian ini sudah memenuhi standar.

(40)

(2005), menambahkan bahwa penambahan aktivator dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan seperti jasad mikro penambat nitrogen.

Analisis C/N Ratio Kompos

Rasio C/N menandakan telah terjadinya proses dekomposisi dalam pengomposan dan kematangan kompos, hubungan antara penambahan bioaktivator selama proses pengomposan terhadap rasio C/N dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Pengaruh pengomposan eceng gondok (A), Aktivator (B) dan interaksinya (AxB) pada C/N Ratio kompos

Jenis aktivator Eceng gondok Rataan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam C/N ratio (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa kompos eceng gondok yang ditambahkan beberapa sumber aktivator organik menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sedangkan pengaruh aktivator pada pengomposan eceng gondok menunjukkan interaksi yang berbeda nyata antar perlakuan.

(41)

dekomposer dengan bahan organik berupa eceng gondok kasar yaitu pada penambahan dekomposer B1 (mol buah sayur), B2 (mol tape,tempe dan yakult) dan B3 (EM-4), dimana nilai terendahnya terdapat pada dekomposer B1 (mol buah sayur) yaitu 11,88. Sedangkan pada interaksi kompos eceng gondok halus dengan beberapa dekomposer seperti perlakuan B1 (mol buah sayur), B2 (mol tape,tempe dan yakult) dan B3 (EM-4), ratio C/N terendah terdapat pada perlakuan B1 (mol buah sayur) dengan nilai 6,95. Hal ini menunjukkan bahwa proses dekomposisi yang terjadi antara interaksi bahan organik dan dekomposer dengan baik dan pada perlakuan ini juga disebabkan oleh tingginya aktivitas mikroorganisme selama proses dekomposisi berlangsung. Berdasarkan pernyataan Sutanto (2002), bahwa pada umumnya limbah organik mempunyai nisbah C/N berkisar antara 15 dan 30:1. Selama proses dekomposisi berlangsung nisbah C/N turun sampai mendekati 12 pada kompos yang sudah matang.

(42)

menurunkan C/N ratio bahan organik menjadi sama dengan C/N ratio tanah (<20). Nilai C/N ratio tanah sekitar 10-12. Bahan organik yang mempunyai C/N ratio sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut bisa diserap oleh tanaman.

Perbedaan perlakuan nisbah C/N memberikan pengaruh yang nyata terhadap bahan komposan, disebabkan pada proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh kadar unsur C dan N yang tersedia dalam bahan kompos. Proses pengomposan akan terjadi pelepasan karbondioksida, semakin tinggi aktivitas mikroorganisme maka dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehingga C-organik akan berkurang (akibat pelepasan karbondioksida dan dekomposisi bahan organik) sementara kadar N-total mengalami peningkatan sehingga rasio C/N akan berkurang. Berdasarkan pernyataan musnamar (2007), bahwa didalam proses pengomposan akan terjadi perubahan struktur bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme yaitu berupa penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak, lilin, serta yang lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Hanafiah (2005) bahwa rasio C/N lebih kecil<20 menunjukkan terjadinya proses mineralisasi N, sedangkan diantara 20-30 terjadinya proses mineralisasi dan imobilisasi yang seimbang.

Perbandingan Analisis Kompos dari Eceng Gondok dengan SNI

(43)

Tabel 10. Perbandingan analisis kompos dari eceng gondok dengan SNI

Parameter Perlakuan SNI

A1 B0 A1 B1 A1 B2 A1 B3 A2 B0 A2 B1 A2 B2 A2B3 Min Maks

Temperatur oC 29 29,33 29 29 29 29 29,33 29 - 30oC

pH 7,6* 7,2 7,1 7,0 7,7* 7,4 7,2 7,2 6,80 7,49

C/N Ratio 21,17* 6,95* 10,71 16,67 23,28* 11,88 15,75 17,58 10 20

Keterangan:*Tidak memenuhi standar SNI

Dari hasil data diatas dapat dilihat bahwa eceng gondok yang dimanfaatkan

menjadi kompos dengan kombinasi beberapa perlakuan secara umum sudah memenuhi

SNI: 19-7030-2004 dalam Badan Standarisasi Nasional (2011). Pada pengamatan temperatur nilai temperatur yang dihasilkan berkisar 29oC dan nilai yang dihasilkan semua perlakuan masuk pada standar SNI.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengomposan eceng gondok pada beberapa jenis aktivator memberikan pengaruh yang baik pada temperatur, pH dan C/N ratio kompos.

2. Perlakuan asal Mol buah sayur merupakan aktivator terbaik dengan hasil yang didapat dari uji parameter temperatur, pH, dan C/N rasio.

3. Pada penelitian ini, pengomposan dengan beberapa jenis aktivator secara umum menghasilkan kualitas kompos yang memenuhi standart kualitas kompos menurut SNI 19-7030-2004 untuk parameter temperatur, pH, dan C/N Ratio kompos .

Saran

(45)

TINJAUAN PUSTAKA

Eceng Gondok

Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) (Solms.) merupakan nama daerah Sunda yang lebih dikenal dibandingkan dengan nama Indonesia (Melayu) kehpuk, nama daerah lainnya adalah bengok, wewehan, lengok (Jawa). Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang terapung bebas atau tertanam dengan sistem perakaran yang tertancap dalam lumpur pada perairan yang dangkal. Eceng gondok sangat cepat memperbanyak diri secara vegetatif yaitu dengan membentuk formasi tumbuhan baru melalui stolon. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dalam lingkungan yang menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15 hari kecepatan penutupan lahan dua kali lipat (Sutarno, et al., 1994)

Tanaman Eceng gondok dapat diklasifikasikan sebagai berikut Divisi:

Spermathophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledonae; Suku:

Pontederiaceae, Genus: Eichornia; Jenis: Eichhornia crassipes. Eceng gondok

(46)

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Beberapa kerugian akibat pertumbuhan eceng gondok antara lain:

1. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daun-daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).

3. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.

4. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai di beberapa daerah lainnya.

5. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. 6. Mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan. (Hajama, 2014).

Selain memberikan dampak negatif eceng gondok juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Kandungan NPK yang dimiliki eceng gondok (dalam % berat kering) masing- masing adalah 0,98 dan 1,52 N; 1,13 dan 1,945 P; 0,89 dan 1,39 K; 28,73 dan 15,36 C organik; serta rasio C/N 29,32 dan 10,11 ( Agneesia, 2009).

(47)

memperbaiki kondisi lahan. Selain itu, daun dan tangkai yang muda dapat digunakan sayur, pakan ternak, di perairan dapat dimanfaatkan untuk perangkap ikan, mampu menyerap logam-logam berat yang mencemari perairan, dari tangkai daunnya dapat diperoleh serat yang bisa digunakan untuk membuat barang anyam-anyaman dan karung sebagai pengganti karung goni dan cocok pula dicobakan untuk pembuatan kertas dan karton. Eceng gondok dapat juga digunakan sebagai penghasil biogas dengan fermentasi anaerob yang baik.

Pemupukan

Menurut Ilyin, et al., (2012) usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan pemupukan. Pupuk merupakan material yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman agar mampu berproduksi dengan baik, pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun an-organik. Bahan tersebut berupa mineral baik yang dihasilkan oleh kegiatan alam atau diolah manusia dipabrik. Oleh karena itu, pengaruh pupuk sangatlah besar, terutama menyangkut tiga hal yaitu membebaskan kation-kation lain dari ikatannya, mempengaruhi struktur tanah, serta mempengaruhi pertumbuhan dan daya tahan tanaman (Murbandono, 1992).

(48)

berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono, 2008).

Pupuk Organik

Pupuk organik atau disebut pula kompos adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik seperti daun-daun, batang ranting yang melapuk atau kotoran ternak dan lain sebagainya (Indriani, 2004). Menurut Murbandono (1992), pupuk organik merupakan hasil akhir atau hasil antara dari perubahan dan penguraian bagian sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik berasal dari bahan organik yang mengandung segala macam unsur baik makro maupun mikro, pupuk organik diantaranya ditandai dengan ciri-ciri:

1.Nitrogen terdapat dalam bentuk persenyawaan organik sehingga mudah diserap tanaman.

2. Tidak meninggalkan sisa asam anorganik di dalam tanah.

3. Mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi misalnya hidrat arang. Berdasarkan keadaan fisiknya, pupuk organik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat adalah jenis pupuk organik yang bentuknya berupa padatan seperti pupuk kandang, pupuk hijauan, kompos dan humus. Sedangkan, pupuk organik cair adalah jenis pupuk organik yang bentuknya cairan. Contoh pupuk cair diantaranya pupuk kandang, biogas, dan pupuk yang mengandung mikroorganisme seperti Bio Sugih (Parnata, 2004). Menurut Lingga dan Marsono, (2008) sumber bahan organik dapat berupa:

(49)

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine). Hal lain yang perlu diperhatikan dari pupuk kandang adalah adanya istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat cepat sehingga terbentuk panas. Kelemahan dari pupuk panas adalah mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Sedangkan pupuk dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat lambat sehingga tidak terbentuk panas.

2. Pupuk hijau

Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan yaitu bagian-bagian seperti daun, tangkai dan batang tanaman tertentu yang masih muda. Tujuannya untuk menambah bahan organik dan unsur-unsur lainnya kedalam tanah terutama nitrogen.

3. Pupuk humus

Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme di dalam tanah. Ciri khas humus adalah berwarna hitam sampai cokelat tua, sifat humus tidak berbeda dengan kompos yaitu humus mudah mengikat, merembeskan air dan menggemburkan tanah.

3. Guano (kotoran burung liar)

(50)

yang hingga kini sangat terkenal kehebatannya sebagai pupuk adalah kotoran kelelawar, pupuk ini kaya akan unsur hara seperti nitrogen 8-13%, fosfor 5-12 %, kalium 1,5-2,5%, kalsium 7,5-11%, magnesium 0,5-1% dan sulfur 2-3,5%. . 4.Kompos

Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan organik berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain.

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,pengunaan pupuk organik dapat memberikan banyak keuntungan diantaranya:

1. Memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah 2. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air 3. Meningkatkan efektivitas mikroorganisme tanah 4. Sumber makanan bagi tanaman

5. Ramah lingkungan 6. Harganya lebih murah

7. Meningkatkan kualitas produksi

Selain dapat memberikan keuntungan, pupuk organik juga memiliki beberapa kerugian yaitu:

(51)

2. Pupuk organik yang berupa padatan memiliki kuantitas yang besar, sehingga biaya pengangkutannya lebih mahal.

3. Kecepatan penyerapan unsur hara oleh tanaman lebih lama dibandingkan dengan penyerapan unsur hara dari pupuk anorganik

4. Pada pupuk organik segar, penyebaran patogen penyebab penyakit lebih besar dari pada pupuk organik yang telah mengalami proses fermentasi seperti kompos.

5. Pada beberapa jenis pupuk organik kandungan hara yang terdapat didalamnya beragam dan sulit diketahui secara pasti jumlahnya harus melalui proses analisis.

(Parnata, 2004)

Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah pupuk yang sengaja dibuat oleh manusia dalam pabrik dan mengandung unsur hara tertentu dalam kadar tinggi. Pupuk anorganik digunakan untuk mengatasi kekurangan mineral murni dari alam yang diperlukan tumbuhan dan pupuk anorganik dapat menghasilkan bulir hijau dan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Mandasari, 2010).

(52)

pupuk majemuk dan pupuk Ca dan Mg. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara misalnya Pupuk N, P, K. Pupuk majemuk (compount fertilizer) merupakan pupuk yang mengandung NPK + unsur mikro. Adapun pupuk Ca dan Mg adalah pupuk yang hanya mengandung Kalsium dan Magnesium.

Menurut Lingga dan Marsono, (2008) keanekaragaman pupuk anorganik sangat menguntungkan petani jika dipahami aturan pakainya, sifat-sifatnya dan manfaatnya bagi tanaman. Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik yaitu sebagai berikut:

1. Pemberiannya dapat terukur dengan cepat karena pupuk anorganik umumnya takaran haranya pas.

2. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat. 3. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup artinya kebutuhan akan

pupuk ini bisa dipenuhi dengan mudah asalkan ada uang.

4. Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlah relatifnya sedikit.

Kompos

Kompos disebut juga sebagai pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari

bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sumber bahan organik yang umum dimanfaatkan

Asal Bahan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa.

Kotoran padat, limbah ternak cair,limbah pakan ternak, cairan biogas.

(53)

- Tanaman air

- Penambat nitrogen

2. Industri

- Limbah padat

- Limbah cair

3. Limbah rumah tangga dan sampah

albisia, dll.

Azoka, gangang biru, eceng gondok, gulma air dll.

Mikroorganisme, mikoriza, rhizobium, biogas

Serbuk gergaji kayu,blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan limbah pemotongan hewan

Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi bagi tanaman, bahan dasar kompos mengandung selulosa 15%-60%, hemiselulosa 10%-30%, lignin 5%-30%, protein 5%-40%, bahan mineral (abu) 3%-5%,di samping itu terdapat bahan larut mineral air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami dekomposisi dibawah kondisi mesofolik dan termofolik (Sutanto, 2002).

Kandungan rata- rata hara kompos dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini : Tabel 2. Kandungan rata-rata hara kompos

Komponen Kandungan (%)

(54)

Tanaman yang dipupuk dengan kompos cenderung lebih baik kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia jenis lainnya. Kompos memiliki banyak manfaat ditinjau dari berbagai macam aspek:

Aspek ekonomi

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah. 2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bahan asalnya Aspek lingkungan

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah (Nugroho, 2012).

(55)

dapat melarutkan zat besi (Fe) dan alumanium (Al) sehingga fosfat yang terikat besi dan alumanium akan lepas dan dapat diserap tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Jenis kandungan kimiawi kompos dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba tersebut adalah bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Pengomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan, tergantung dari bahan dasarnya. Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikroorganisme seperti, aktivator yang tersedia di pasaran antara lain:

OrgaDec, Stardec, EM-4, Fix-Up Plus, Harmony dll. Oleh karena itu, para ahli

(56)

Menurut Yulipriyanto, (2010) proses pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik maupun anaerobik. Pengomposan aerobik adalah penguraian bahan-bahan organik dalam keadaan ada oksigen (O2) di udara, sedangkan pengomposan anaerobik dalam kondisi tanpa oksigen. Proses aerobik akan menghasilkan CO2, air dan panas. Proses anerobik menghasilkan metana (alkohol) CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Dalam Pengomposan anaerobik sering menimbulkan bau yang tajam sehingga teknologi pengomposan banyak ditempuh dengan cara aerobik.

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air 2) zat putih telur menjadi amoniak, CO2 dan air 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau turun (Indriani, 2003). Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani dkk, 2005).

Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan

1. Nilai C/N Bahan

(57)

adalah kadar rasio C/N yang tinggi. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan karena hewan mengandung banyak senyawa nitrogen (Yuwono, 2005).

C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah. Penambahan bahan organik yang nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan karena mikroorganisme tanah menyerang sisa pertanaman. C/N juga berfungsi menyeimbangkan ketersediaan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke tanah mempunyai nisbah C/N yang tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah (Sutanto, 2002).

Menurut Yulipriyanto (2010), proporsi antara karbon dan nitrogen bahan organik yang dikomposkan mempunyai kekhususan, karbon kadang-kadang bertindak sebagai sumber energi penyusun penting bagi mikroorganisme dan nitrogen sangat esensial untuk sintesa asam amino, protein dan asam nukleat. Perbandingan C/N yang ideal adalah sekitar 30 bagi pertumbuhan mikroorganisme.

2. Ukuran bahan

(58)

Bahan yang keras sebaiknya berukuran 0,5-1cm, sedangkan bahan yang tidak keras dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.

3. Jumlah mikroorganisme

Biasanya dalam proses ini mikroorganisme yang bekerja meliputi bakteri,

fungi, actinomycetes dan protozoa. Berikut ini beberapa mikroorganisme yang

terlibat di dalam proses pengomposan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 4. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan

Kelompok organisme Organisme Jumlah/g

Kompos

Makroflora Jamur tingkat tinggi (fungi)

Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut,

kutu dll.

Sumber : Sutanto, 2002 4. Kelembaban dan Aerasi

(59)

Aerasi merupakan salah satu kunci penting yang mempengaruhi proses pengomposan. Aerasi berkaitan dengan pengaturan udara terutama pada proses pengomposan aerobik yang memerlukan udara. Dalam pelaksanaannya aerasi dilakukan dengan cara membolak balikkan bahan organik yang dikomposkan agar seluruh bahan yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen. Aerasi berguna untuk memindahkan gas-gas limbah (CO2), memindahkan panas dan kelembapan, serta menghasilkan energi. Kekurangan udara (anaerobik) akan mengakibatkan perubahan jenis mikroorganisme, pH, dan kompos yang dihasilkan berbau. (Yulipriyanto, 2010).

5. Temperatur

Temperatur adalah satu indikator penting atau kunci di dalam pembuatan kompos. Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik system pengomposan bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi, jika kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan nitrogen dan carbon dan cukup mengandung air (kelembaban cukup) untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme (Susetya, 2010).

(60)

atau dalam keadaan dorman, maka proses pengomposan akan menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan. 6. Keasaman (pH)

Kisaran pH kompos yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral) karena dapat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Oleh karena itu, tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH sering digunakan dalama proses pengomposan (Sutedjo, 2002). Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5,5 sampai 8 tidak sama dengan bakteri 6,0-7,5 maupun aktinomicetes pH<5. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antar 6 – 8 (Susetya, 2010).

7. Aktivator

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Fungsi aktivator adalah membantu proses pengomposan baik secara alamiah atau rekayasa agar dapat lebih dipercepat. Salah satu contoh bioaktivator yang sering digunakan yaitu EM-4.

a) EM-4 (Effective Microorganisme)

(61)

(Rhodopseudomonas sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), ragi (Saccharomices sp), actinomycetes sp, dan aspargillus sp. Effective mikroorganisme (EM-4) dapat meningkatkan fermentasi organik, unsur hara

tanaman, serta meningkatkan aktivitas serangga, hama dan mikroorganisme patogen (Djuarnani dkk, 2005).

Adapun keuntungan menggunakan effective mikroorganisme (EM-4) sebagai berikut :

1. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme indegenous yang menguntungkan seperti ,mychorhiza, rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dll.

2. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.

4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos. 5. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman (Mandasari, 2010)

b) MOL (Mikroorganise Lokal)

(62)

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile

fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim

lipase yang berperan dalam perombakan lemak. (Ginting, 2009)

Pembuatan aktivator dalam mikroorganisme lokal dapat juga menggunakan beberapa bahan antara lain bahan-bahan dari limbah buah dan sayuran. Bahan yang digunakan adalah pepaya yang sudah busuk dan kulitnya 1 kg, pisang yang hampir busuk dan kulitnya 1 kg, nenas busuk dan kulitnya 1 kg, kacang panjang 1

/2 kg, kangkung atau bayam 1/2 kg, gula 1 kg, Ragi tape 5 buah.

Cara kerjanya yaitu semua bahan diblender, di ember tambahkan 2 liter air, gula dan ragi tape, aduk perlahan hingga merata, tutup ember dan tunggu selama + 15 hari, saring cairan yang berwarna coklat gelap, kemas dalam botol, bisa dipakai sampai 6 bulan.

Mikroorganisme Lokal

Rhizopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memliki hifa

coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dan rhizopus sp yang

(63)

Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan

mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus

stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).

Kapang adalah salah satu golongan Rhizopus sp yang sangat berperan penting dalam proses pembuatan fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim β-glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai

berlangsung menjadi tempe, isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon

aglikon oleh enzim β-glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Enzim

ini selain terdapat di dalam kedelai juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan, et al., 1992).

Fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, yang mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55%. Dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan tanaman (Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

(64)

Ragi mampu menghasikan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus

Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces sp, Candida

sp, dan Hansenula sp yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan

bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acerobacter sp) yang menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).

Lactobacillus sp

Lactobacillus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau

mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari

Lactobacillus sp memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang

sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya. Ada pula roti adonan asam dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi

(65)

tepung. Lactobacillus, terutama Lactobacillus Casei dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat. (http://id.wikipedia.org, 2015)

Mikroorganisme fermentasi

Fermentasi Tempe

Tempe merupakan hasil fermentasi dari kedelai menggunakan jamur

Rhizopus oryzae. Tempe selain dibuat dari kedelai dapat juga dibuat dari berbagai

bahan nabati berprotein. Pada substrat kedelai jamur selain berfungsi mengikat atau menyatukan biji kedelai sehingga menjadi satu kesatuan produk yang kompak juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna tempe saat dikonsumsi (Yuniwati, et al., 2012).

Gambar 1. Fermentasi tempe

(66)

Fermentasi Tape

Tape dibuat dari ubi kayu ataupun beras ketan dan merupakan makanan yang populer di Indonesia. Dalam pembuatan tape setidaknya terlibat tiga kelompok mikroorganisme yaitu mikrobia perombak pati menjadi gula yang menjadikan tape pada awal fermentasi berasa manis. Mikrobia yang banyak dianggap penting dalam proses ini adalah Endomycopsis fibuliger serta beberapa jamur dalam jumlah kecil. Adanya gula menyebabkan mikrobia yang mengunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alkohol. Yang masuk dalam kelompok ini adalah Saccharomyces dan Cabdida yang menyebabkan tape berubah menjadi alkoholik. Adanya alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri

pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi

asam asetat dan menyebakan rasa masam pada tape yang dihasilkan (Mirwan dan Rosariawati, 2012).

Gambar 2. Fermentasi Tape

Ragi mampu menghasikan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus

Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces sp, Candida

(67)

bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acerobacter sp) yang menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).

Fermentasi Yoghurt

Yoghurt merupakan sejenis produk susu fermentasi dari asam laktat melalui

aktivitas Lactobacillus delbrueckii var. bulgaricus dan Streptococcus salivarius

var. Thermophilus. Yang membedakan masing-masing produk susu fermentasi

adalah jenis bakterinya, dalam yoghurt terdapat dua jenis bakteri asam laktat yang hidup berdampingan dan bekerja sama Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus. Keduanya menghasilkan asam laktat yang

menggumpalkan susu menjadi yoghurt. Kegiatan bakteri inilah yang menjadi sumber sebagian besar manfaat yoghurt.

Begitu juga dengan halnya susu fermentasi Yakult yang banyak beredar dipasaran. Yakult merupakan produk susu fermentasi dengan menggunakan starter tunggal yaitu Lactobacillus casei. Susu fermentasi jenis ini berasal dari Jepang dan ditemukan oleh Dr. Shirota sejak tahun 1930. Bakteri Lactobacillus casei berbentuk batang tunggal dan termasuk golongan bakteri heterofermentatif, fakultatif, mesofilik, dan berukuran lebih kecil dari pada Lactobacillus bulgaricus,

Lactobacillus acidophillus, dan Lactobacillus helveticus. Bakteri Lactobacillus

casei akan merubah ribosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Nilai gizi yakult

(68)

Tabel 5. Produk susu fermentasi dan bakteri pembuatnya

Nama susu fermentasi Mikroba

Yogurt, kishk, zabaday Lb. bulgaricus, S. Thermophilus

Kefir Lc. lactis, Lb. Kefir

Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan peraturan menteri pertanian No.02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat. Untuk memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka diperlukan analisis laboratorium.

(69)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi alam yang sangat beranekaragam dan dapat dijadikan sebagai daerah objek wisata, potensi alam tersebut seperti keindahan pegunungan, danau dan pantai dll. Salah satu Propinsi yang kaya akan keindahan alamnya adalah provinsi Sumatera Utara yaitu Danau Toba. Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia, 176 km ke barat ibu kota provinsi, Medan. Danau Toba memiliki panjang 87 km dari barat laut ke tenggara dan lebar 27 km, dan berada 904 meter di atas permukaan laut dengan kedalaman 505 meter. Danau Toba membentang luas yang dikelilingi oleh tujuh kabupaten yaitu Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, dan Samosir .

Pada dasarnya, Danau Toba dapat dijadikan sebagai objek wisata yang sangat menarik jika dikelola dengan baik. Namun, belakangan ini mulai terjadi penyusutan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah danau ini serta kualitas air di danau ini telah terpengaruh secara negatif seperti budidaya perikanan (keramba jaring apung), polusi minyak, dan berbagai aktivitas masyarakat (mandi, mencuci, kakus/MCK) dll, yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi) dan menyebabkan eceng gondok tumbuh dan berkembang di perairan danau ini.

(70)

dan siklus nutrisi. Oleh karena itu, untuk mengendalikan perkembangbiakan eceng gondok tersebut salah satu pemanfaatan yang ramah lingkungan adalah dengan mengolahnya menjadi bahan dasar untuk pembuatan pupuk organik atau kompos dengan menggunakan beberapa jenis aktivator.

Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Pupuk terbagi atas pupuk anorganik dan organik. Pupuk organik antara lain adalah kompos. Menurut Lingga dan Marsono (2001), kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota, dan sebagainya. Selain menjadi pupuk organik kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap dan menahan air serta zat-zat hara lain, meningkatkan populasi jasad renik. Berdasarkan pernyataan Sumekno (2006) menyatakan bahwa pupuk organik tidak meninggalkan sisa asam anorganik di dalam tanah dan mempunyai kadar persenyawaan C-organik yang tinggi. Pupuk organik kebanyakan tersedia di alam (terjadi secara alamiah), misalnya pupuk hijau, dan guano dll.

(71)

antara bakteri pengurai N (immobilitasi N) (3) Bila tanah cukup mengandung udara dan air, penguraian bahan organik akan berlangsung cepat. Akibatnya jumlah CO2 di dalam tanah akan meningkat dengan cepat, dan hal ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman, (4) Pada pembuatan kompos biji-biji gulma, benih, hama dan penyakit bisa mati karena panas (Damanik, et al., 2010).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian beberapa jenis mikroorganisme lokal (MOL) sebagai aktivator dalam pembuatan pupuk organik (kompos) dari eceng gondok terhadap mutu kompos yang dihasilkan.

Hipotesis Penelitian

Pengomposan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) pada beberapa jenis aktivator memberikan hasil yang nyata terhadap mutu kompos yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

(72)

ABSTRAK

JULIANI: Aplikasi Beberapa Aktivator Untuk Merombak Eceng Gondok

(Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) Dari Danau Toba menjadi Pupuk Organik.

Dibimbing oleh AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO

Pupuk organik seperti kompos adalah pupuk alami yang dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Kompos dapat dikatakan sebagai produk fermentasi bahan-bahan organik dengan sejumlah besar mikroba. Penambahan aktivator atau inokulan pada pembuatan kompos merupakan bagian dari usaha untuk mempercepat proses pengomposan. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga Januari 2016 di Kebun Percobaan Kampus USU Padang Bulan, Medan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian beberapa jenis mikroorganisme lokal (MOL) sebagai aktivator dalam pembuatan pupuk organik (kompos) dari eceng gondok (Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) terhadap mutu kompos yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama jenis bahan organik terdiri atas dua taraf yaitu (Eceng gondok halus (A1) dan Eceng gondok kasar (A2) dan faktor kedua adalah sumber aktivator organik yang terdiri dari 4 taraf yaitu Tanpa jenis aktivator (kontrol) (B0), Mol Buah sayur (B1), Mol tape, tempe dengan yakult (B2), dan EM4 (B3). Parameter yang diamati adalah temperatur, pH dan C/N ratio kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengomposan eceng gondok pada beberapa jenis aktivator yaitu MOL buah sayur, MOL tape,tempe dan yakult dan EM-4 memberikan pengaruh yang baik pada temperatur, pH dan C/N ratio kompos, kemudian nilai kematangan kompos yang dihasilkan memenuhi

persyaratan SNI-19-7030-2004 baik pada temperatur, pH dan C/N ratio kompos.

(73)

ABSTRACT

JULIANI, 2016.”Applications some activator to remodel the water hyacinth

(Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) from the lake Toba into organic fertilizer”.Under Supervised by AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI

UTOMO

Organic fertilizers such as compost is a natural fertilizer to add nutrients in the soil. Compost can be regarded as the product of fermentation of organic materials with a large number of microbes.The addition of activators or inoculum on the composting is part of an effort to accelerate the composting process. This research was done in November 2015 until January 2016 in Experimental Garden USU campus in Padang Bulan, Medan. The research aims to examine the influence of some kind of local microorganisms (MOL) as activators in the manufacture of organic fertilizer (compost) of water hyacinth (Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) on the quality of the compost produced.

The experiment used a factorial randomized complete block design (RAK) factorial consisting of two factors.The first factor is the type of organic material consists of two levels the water hyacinth (Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) smooth (A1) and the water hyacinth (Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) rough (A2) and the second factor is the source of an organic activator which consists of four levels : without the type of activator (control) (B0), Mol fruit with vegetables (B1), Tape, tempe, with yakult (B2), and EM4 (B3). The parameters observed were comparison of temperature, pH C/N ratio.The results of research showed that of water hyacinth (Eichornia grassipes (Mart.) Solms.) on some kind of local microorganisms (MOL) as fruit with vegetables (B1) MOL, Tape, tempe, with yakult (B2) MOL, and EM4 (B3) MOL, good influence on the temperature, pH and C/N ratio of compost. Then the maturity value of the compost produced meet the requirements of SNI-19-7030-2004 on the temperature, pH and C/N ratio of compost.

(74)

APLIKASI BEBERAPA AKTIVATOR UNTUK MEROMBAK

ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) DARI

DANAU TOBA MENJADI PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

Oleh :

JULIANI

121201004

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(75)

APLIKASI BEBERAPA AKTIVATOR UNTUK MEROMBAK

ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) DARI

DANAU TOBA MENJADI PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

Oleh :

JULIANI

121201004/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

(76)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Aplikasi Beberapa Aktivator Untuk Merombak Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) Dari Danau Toba Menjadi Pupuk Organik

Nama : Juliani

Nim : 121201004

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Afifuddin Dalimunthe, SP., MP Dr. Budi Utomo, SP., MP

Ketua Anggota

Mengetahui,

Gambar

Tabel 7. Signifikansi pengomposan eceng gondok (A), Aktivator (B), dan  Interaksinya (AxB) terhadap Parameter yang Diamati
Gambar 3 a. Perubahan temperatur selama proses pengomposan pada beberapa jenis aktivator terhadap eceng gondok halus
Tabel 8. Pengaruh pengomposan eceng gondok (A), aktivator (B) dan interaksinya (AxB) pada pH kompos
Tabel 10. Perbandingan analisis kompos dari eceng gondok dengan SNI
+6

Referensi

Dokumen terkait

(4) Perguruan Tinggi penyelenggara dalam melaksanakan sertifikasi harus sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional... (1) Koordinasi

Adapun salah satu keberhasilan perpustakaan dapat terlihat dari banyaknya pemustaka ( civitas academica ) berkunjung ke perpustakaannya baik itu karena segi layanan

English Skill Guide to ability in both written and spoken in English... employers, their addresses, telephone numbers, line of business, and the vacant

Tidak signifikannya pengaruh derajat desentralisasi fiskal terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai kedisiplinan dalam bidang studi aqidah akhlak di MTs Muhammadiyah 1 Malang dan mendeskripsikan pembentukan prilaku

Penelitian ini bermanfaaat bagi mahasiswa sebagai calon guru untuk dapat melatih siswa nantinya dalam mengkomunikasikan matematis khususnya materi bangun ruang sisi

Menu “Training” pada antarmuka tampilan awal digunakan untuk melakukan proses training Jaringan Syaraf Tiruan Probabilistik menggunakan data – data sample dan

Berdasarkan pada gambar 4.14, performa metode yang diusulkan pada penelitian ini mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan performa dari metode pohon keputusan