Tanaman Padi
Padi memegang peranan paling penting di antara berbagai sumber bahan pangan lainnya di Indonesia dalam penyediaan pangan yang mendukung ke arah ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani (Krishnan & Puepke
1983). Tanaman padi (Oryza sativa L.)
diklasifikasikan dalam Divisi
Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae,
Kelas Monocotyledone, Ordo
Poales/Glumiflorae, Famili Graminae,
Genus Oryza, dan Spesies Oryza sativa
(Siregar 1981). Padi yang termasuk ke
dalam genus Oryza, Oryza sativa L.
merupakan salah satu spesies yang
dibudidayakan di Asia sedangkan Oryza
glaberrima dibudidayakan di Afrika (Manurung & Ismunadji 1999). Berdasarkan pengamatan dan studi, diduga Oryza sativa dan Oryza glaberrima berasal dari leluhur
yang sama, yaitu Oryza perenis Moench
yang habitat asalnya Fondwanaland (Lu & Chang 1980). Proses evolusi kedua spesies tersebut berkembang menjadi tiga ras ekogeografik, yaitu Indika, Japonika, dan
Javanika. Masing-masing ras memiliki
beberapa varietas. Pada ras Indika termasuk
Membramo, dan IR64. Pada ras Japonika
termasuk varietas Nipponbare,
Tsukinohikari, Asonohikari, dan Koshikari. Pada ras Javanika termasuk varietas Rojo lele, Ciherang, dan Pandan Wangi.
Menurut Manurung dan Ismunadji (1999), akar tanaman padi digolongkan ke dalam tipe akar serabut. Akar primer
(radikula) yang tumbuh sewaktu
berkecambah selanjutnya akan digantikan oleh akar adventif. Menurut Harahap et al.
(1995), daun tanaman padi tumbuh
berselang-seling pada batang, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle), dan lidah daun (ligule). Daun teratas disebut daun bendera. Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Pada permulaan stadia tumbuh hanya terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas yang tertumpuk padat.
Ciherang merupakan kelompok padi sawah varietas unggul hasil beberapa kali
persilangan, yaitu
IR18349-53-1-3-1-
3/IR19661-131-3-1//IR119661-131-3-1///IR64////IR64 (Gambar 1). Padi Ciherang memiliki karakteristik umur tanamannya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari, bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai 107 hingga 115 sentimeter, menghasilkan anakan produktif 14 hingga 17 batang, warna batang hijau, warna daun hijau, muka daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih, tekstur nasi pulen, kadar amilosa 23%, bobot 1000 butir 27 hingga 28 gram, rata-rata produksi 5 hingga 8.5 ton/ha, tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV, serta tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Padi Ciherang mulai diresmikan oleh menteri pertanian pada tahun 2000 dengan anjuran cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 meter di bawah permukaan laut (Hermanto 2006).
Gambar 1 Padi Ciherang.
Beberapa varietas padi toleran
genangan telah teridentifikasi (Tabel 1), namun umumnya kemampuan kombinasi dan sifat agronominya (tanaman terlalu
tinggi, sensitif penyakit dan hama
serangga, serta produktivitas rendah) kurang memenuhi untuk kultivasi skala
besar (Mohanty et al. 2000).
Pengembangan padi tahan genangan telah dilakukan dengan rekayasa genetika yang menghasilkan tanaman transgenik, namun hasilnya belum sesuai dengan yang
diharapkan. Kemajuan lebih banyak
dicapai dari conventional breeding.
Kelebihan pemuliaan tanaman
menggunakan metode conventional
breeding adalah produk berupa nonGMO, stabilitasnya bisa sampai puluhan tahun, introduksi sifat spesifik dan selektif, sifat
rekombinan terarah, dan waktu
pengerjaannya relatif singkat yaitu 2 sampai 3 tahun bila mulai dari awal (Mackill et al. 2007).
Toleransi genangan (Sub1) diambil dari varietas FR13A yang paling dominan digunakan dalam pengembangan varietas padi tahan genangan. FR13A merupakan varietas lokal India yang berumur pendek dan berdaya hasil rendah. Padi FR13A merupakan varietas paling toleran yang pernah teridentifikasi terhadap cekaman genangan (Mackill et al. 1999). Pada varietas FR13A tidak terjadi pemanjangan batang yang berlebih akibat cekaman genangan air (Setter et al. 1997). Terdapat korelasi negatif antara persentase hidup tanaman dengan pemanjangan batang pada kondisi tanaman padi tercekam genangan air selama beberapa hari (Setter & Laureles 1995). Namun, di antara galur
turunan FR13A ada yang memiliki
kemampuan pemanjangan batang yang cukup baik, seperti galur IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1, yang toleran terhadap cekaman genangan sesaat (Supartopo et al. 2008, Hairmansis et al. 2008).
Tabel 1 Varietas padi tradisional tahan genangan (Mohanty et al. 2000, Sarkar et al. 2006)
Varietas Negara asal
FR13A India
FR43B India
Kurkaruppan Sri Lanka
Thavalu Sri lanka
Cekaman Genangan pada Tanaman Padi Cekaman merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tanaman (Gardener
1991). Menurut Fallah (2006), pada
umumnya cekaman lingkungan pada
tanaman dikelompokan menjadi dua, yaitu: (1) Cekaman biotik yang terdiri atas kompetisi intra spesies dan antar spesies, infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2) Cekaman abiotik berupa suhu (tinggi dan rendah), air (kelebihan dan kekurangan), radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi
ionisasi), kimiawi (garam, gas, dan
pestisida), angin, suara, dan sebagainya. Cekaman genangan terhadap tanaman
padi dapat dikelompokan berdasarkan
durasi dan ketinggian genangan.
Berdasarkan durasi cekaman genangan dibedakan menjadi genangan sesaat (flash flood) dan genangan stagnan (stagnant flood) (Maurya et al. 1988). Genangan sesaat biasanya terjadi jika tanaman padi tergenangi air kurang dari dua minggu, kemudian air surut kembali. Jenis genangan ini merupakan tipologi daerah-daerah tadah hujan, pasang surut, dan tepian sungai. Pada cekaman genangan stagnan ketinggian air relatif stabil selama lebih dari tiga minggu dengan ketinggian yang bervariasi antara lokasinya. Jenis genangan ini merupakan tipologi daerah rawa lebak (Nugroho et al. 1993). Berdasarkan ketinggian air yang
menggenangi tanaman, genangan
dikelompokan menjadi genangan sebagian (partial submergence) jika 40-99% bagian atas tanaman tergenangi air dan genangan
yang mengakibatkan seluruh bagian
tanaman tergenangi air (complete
submergence). Terkadang banjir dapat mencapai ketinggian air lebih dari 2 meter
selama beberapa minggu yang
mengakibatkan tanaman padi tergenang seluruh bagian tanamannya oleh air (Setter & Laureles 1995).
Menurut Perata dan Voesenek (2007), salah satu kendala utama dalam produksi padi adalah tergenangnya padi dalam genangan air yang berlebihan atau banjir, terutama di Asia termasuk Indones ia. Hal ini dikarenakan sistem penanganan irigasi (curah hujan berlebih, luapan air sungai/laut) yang belum tertata rapih dan banyak lahan pertanian pada dataran rendah. Peningkatan frekuensi banjirnya areal persawahan juga dapat disebabkan perubahan iklim global yang akhir-akhir ini sulit diprediksi.
Pada umumnya tanaman padi sensitif terhadap genangan (Perata & Voesenek 2007). Meskipun padi merupakan tanaman yang dapat beradaptasi pada kondisi tanah yang airnya berlebih, namun secara umum tanaman padi akan mati jika seluruh bagian tanamannya tergenang selama seminggu (Ito & Kawano 1999). Tanaman padi yang masih muda biasanya lebih rentan terhadap cekaman genangan (Jackson & Ram 2003). Pada saat tergenang, padi terpapar dengan berbagai cekaman lingkungan dan biofisik, diantaranya menurunnya intensitas cahaya yang diterima dan hambatan laju difusi gas menuju (O2 dan CO2) atau menjauhi (etilen) tanaman (Mohanty et al. 2000, Sarkar et al. 2006). Laju difusi gas dalam air 10 000 lebih lambat dibandingkan di udara (Sarkar et al. 2006).
Pada saat tergenang terjadi keragaman konsentrasi O2 dan CO2, yaitu konsentrasi O2 0.0-0.6 mol m-3 (kesetimbangan di udara
0.24 mol m-3 pada suhu 30ºC) dan
konsentrasi CO2 0.004-0.020 mol m-3
(kesetimbangan di udara 0.01 mol m-3) (Sarkar et al. 2006). Tanaman menderita kekurangan O2 parsial (hipoksia) atau sama sekali tidak mendapatkan O2 (anoksia) (Mohanty et al. 2000). Penurunan difusi gas
ini mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan, metabolisme, dan daya tahan tanaman (Mohanty et al. 2000, Sarkar et al.
2006). Berkurangnya persediaan O2
menghambat proses respirasi sedangkan
kurangnya persediaan CO2 menghambat
proses fotosintesis, dan terhambatnya difusi etilen mendorong klorosis dan perpanjangan daun berlebih pada kultivar yang intoleran (Jackson et al. 1987; Jackson & Ram 2003).
Upaya tanaman dalam merespon
kondisi cekaman genangan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pemanjangan buku-buku (internode) sehingga daun mampu
menggapai permukaan air dan
mempertahankan proses fisiologi tanaman sehingga mampu bertahan dan melanjutkan
kehidupannya (Mackill et al. 1999).
Tanaman padi toleran terhadap cekaman
rendaman jika mampu melanjutkan
kelangsungan hidupnya setelah terendam seluruh bagian tanamannya selama 10-15 hari.
Gen Pengendali Toleransi Genangan Ketika tanaman tergenangi air secara otomatis mereka memberikan respon untuk meningkatkan pertahanannya. Namun, jika terlalu lama tergenangi maka tanaman akan
3
layu dan mati. Hal yang sama akan terjadi pada padi, meskipun padi ditanam dalam air, namun tanaman muda seringkali terpengaruh oleh banjir tahunan di lahan pertanian dataran rendah. Namun, beberapa kultivar sangat toleran serta dapat bertahan hidup sampai dua minggu dalam penggenangan
sempurna berkaitan dengan tempat
percobaan kuantitatif utama yang ditunjuk
sebagai Submergence 1 (Sub1). Kenong Xu
dan rekannya dari International Rice
Research Institute (IRRI) di Filipina, dan University of California's Davis and Riverside campuses, menganalisis
komponen lokus Sub1 dan menemukan
bahwa Sub1A merupakan respon etilen mirip
gen yang mengendalikan toleransi terhadap genangan pada padi.
FR13A merupakan kultivar toleran genangan yang paling intensif digunakan dalam pengembangan padi toleran genangan (Mohanty et al. 2000). Hasil penelitian mendapatkan toleransi genangan pada FR13A terkait dengan quantitative trait loci
(QTL) mayor yang dikenal dengan
submergence 1 (Sub1) (Xu et al. 2004). Penggunaan metode QTL telah berhasil
mengidentifikasi gen yang mengatur
toleransi terhadap cekaman rendaman, Sub1 yang pengaruhnya paling kuat terpetakan pada kromosom 9 berukuran 200 kb, dan berperan dalam variasi toleransi genangan kultivar padi toleran Indica dan intoleran Japonica (Xu & Mackill 1996, Xu et al. 2004; Perata & Voesenek 2007).
Penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa Sub1 pada FR13A mengkode tiga
faktor transkripsi (Sub1A, Sub1B, dan
Sub1C) yang termasuk kelompok B-2
subgrup Ethylene Response Factor
(ERFs)/ethylene-responsive element binding
proteins (EREBPs)/apetala2-lik eproteins (AP2) (Perata & Voesenek 2007). Sub1A yang pertama kali ditemukan merupakan suatu variabel namun dibutuhkan untuk toleransi terhadap genangan dan ketika terekspresi lebih dalam padi, gen Sub1A menyebabkan varietas padi toleran genangan di air. Gen Sub1A-1 hanya ditemukan dalam padi toleran genangan, sementara Sub1A-2
berbeda dari Sub1A-1 dengan suatu
perubahan nukleotida tunggal merupakan versi ketidaktoleransian dari gen tersebut. Ketika dimasukkan ke dalam varietas padi Swarna tidak toleran genangan, yang tidak ada gen Sub1A, ditemukan bahwa hasilnya tidak hanya toleran genangan air, namun juga produksi tinggi dan keuntungan
lainnya. Regulasi transkripsi SUB1A dan
SUB1C didapatkan meningkat akibat
genangan. Peningkatan SUB1C berkurang dengan adanya SUB1A, mengindikasikan adanya represi SUB1C oleh SUB1A. ERF ketiga, SUB1B hanya sedikit terpengaruh oleh genangan (Fukao & Bailey 2008, Perata & Voesenek 2007).
Hasil survei alel mendapatkan toleransi genangan terkait dengan alel Sub1A-1 dan intoleransi genangan terkait dengan alel Sub1A-2 (Fukao & Bailey 2008, Xu et al. 2004). Transformasi Sub1A-1 pada varietas Japonica intoleran genangan menghasilkan tanaman transgenik yang toleran genangan (Fukao & Bailey 2008, Perata & Voesenek 2007). Introgresi Sub1 (haplotipe Sub1A-1, Sub1B-1,Sub1C-1) pada intoleran kultivar Japonica M202 mendapatkan tanaman yang lebih: toleran terhadap genangan, lambat penurunan pati dan solubel karbohidratnya,
kecil mRNA -amilase dan sukrosa
sintasenya, tinggi aktivitas piruvat
dekarboksilase (Pdc) dan alkohol
dehidrogenasenya (Adh), kecil produksi
etilennya, dan berkurang transkripsi gen ekspansinya (Fukao & Bailey 2008). Data-data fisiologi ini mendukung teori bahwa strategi pertahanan terhadap genangan berlangsung melalui konservasi karbohidrat, represi elongasi sel, dan peningkatan kapasitas fermentasi (Perata & Voesenek 2007, Fukao & Bailey 2008). Keterkaitan Sub1 dengan toleransi genangan (Perata & Voesenek 2006, Fukao & Bailey 2008) telah dipostulasikan (Gambar 2).
Gambar 2 Keterkaitan Sub1A dengan
toleransi genangan (Perata & Voesenek 2007, Fukao & Bailey 2008).
Genangan mengakibatkan akumulasi etilen dalam jaringan tanaman. Etilen
mengaktifkan transkripsi gen Sub1A
sehingga terjadi akumulasi protein SUB1A
hasil transkripsi. SUB1A menghambat
ekspansin A (ExpA) dan sukrosa sintase (Sus
3) sehingga menghambat pertumbuhan.
SUB1A meningkatkan transkripsi gen yang berkaitan dengan fermentasi sehingga terjadi akumulasi mRNA dan peningkatan aktivitas
Pdc dan Adh. Kondisi Fermentasi akan
membuat glikolisis dapat berlanjut sehingga menghasilkan ATP untuk bertahan. Namun, laju produksi etanol tidak jauh berbeda dengan genotip yang tidak mengandung gen Sub1A, mengindikasikan bahwa induksi Pdc dan Adh tidak terlalu krusial.
SUB1A menghambat gen yang
berkaitan dengan elongasi sel dan
katabolisme karbohidrat. Degradasi pati mengasilkan sumber glukosa untuk glikolisis dan pertumbuhan. Padi yang mengekspresi Sub1A, laju elongasi rendah, pati dan karbohidrat yang terkumpul dapat digunakan untuk mempertahankan perlambatan sintesis ATP melalui fermentasi. SUB1C yang
mengontrol gen -amilase (Ramy3D)
dihambat oleh SUB1A. Gibberellins (GA) terlibat dalam regulasi ekspresi Sub1C. Namun, efek tersebut terhadap ekspresi Ramy3D bersifat tidak langs ung, mengingat promotor gen ini yang tidak mengandung elemen GARE yang diperlukan untuk
regulasi GA. Peningkatan regulasi Ramy3D
oleh kandungan gula didapatkan pada Sub1A-defisien. SUB1A juga bertanggung
jawab pada restriksi feedback produksi
etanol.
Pengembangan Varietas Padi Toleran Genangan
Berbagai varietas baru tahan genangan
telah dihasilkan (Lampiran 6) melalui
pemuliaan konvensional (Xu et al. 2006,
Sarkar et al. 2006). Namun demikian
produktivitas varietas hasil persilangan relatif masih kurang tinggi (<6,5 ton/ha). Salah satu penyebabnya adalah introgresi
donor tidak terkontrol/terminimalisasi
sedangkan produktivitas varietas asli toleran genangan sangat kecil.
Pengembangan varietas unggul ini
terus dilakukan melalui pemanfaatan
rekayasa genetika maupun dengan
persilangan konvensional. Padi IR64
merupakan varietas unggul nasional yang dikembangkan sejak tahun 1986. Varietas padi ini merupakan hasil persilangan dari
tetua IR5657-33-2-1/IR2061-465-1-5-5.
Secara morfologi padi IR64 memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu tegak, kaki dan batang berwarna hijau, tinggi tanaman ±85 cm, dan kadar amilosa sebesar 24.1%. Selain itu, umur tanaman kurang lebih 115 hari serta tahan terhadap hama (IRRI 2004). Tahun 2006 padi varietas IR64 oleh IRRI
dikembangkan menjadi varietas padi
toleransi genangan dengan mentransfer gen Sub1 dari varietas FR13A tahan genangan
menjadi padi IR64-Sub1 (Gambar 3c).
Varietas padi IR64-Sub1 banyak digunakan di Asia terutama di Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk berbagai penelitian dan
digunakan petani untuk meningkatkan
produktivitas hasil panen meskipun sering terjadi banjir (Septiningsih et al. 2008).
Padi Swarna-Sub1 merupakan varietas toleransi genangan yang berasal dari varietas FR13A (Gambar 3b). Gen toleran genangan Sub1 dari FR13A diintroduksi ke Swarna (Gambar 3a) dan menjadi varietas yang
popular di Asia Selatan dengan
menggunakan Mark er Assisted Breeding
(MAB). Di tahun 2006-2007 varietas ini telah diuji lebih lanjut oleh petani dan
peneliti di International Rice Research
Institute (IRRI) dan sekarang siap untuk
digunakan dan dipublikasikan.
Pengembangan varietas ini adalah contoh dari aplikasi ilmu pengetahuan modern molekular dengan memanfaatkan varietas lokal populer untuk sampai pada sebuah peningkatan produk yang toleransi terhadap genangan dan juga secara lokal dapat
diterima. Gen Sub1 telah berhasil
dimasukkan ke beberapa varietas berdaya hasil tinggi di Asia yang ditanam lebih dari satu juta hektar antara lain IR64, Swarna, Samba Mahsuri BR11, TDK dan CR1009 (IRRI 2007a; Mackill 2007; Septiningsih et al. 2008).
Padi Swarna-Sub1 memiliki beberapa karakteristik, yaitu umur berbunga 100-104 hari, umur panen 130-134 hari, tinggi tanaman 75-85 cm, gabah isi per malai sebanyak 131 bulir, tekstur nasi pera, toleran rendaman penuh 14 hari, peka terhadap hama wereng coklat biotipe 3, dan penyakit hawar daun bakteri. Karakteristik yang dimiliki oleh padi IR64-Sub1 diantaranya umur berbunga 83-86 hari, umur panen 112-116 hari, tinggi tanaman 90-95 cm, gabah isi per malai 83 bulir, tekstur nasi sedang, toleran rendaman penuh 14 hari, dan peka terhadap penyakit hawar daun bakteri (Hairmansis et al. 2008).
kertas/membran selulosa, gel pati, gel poliakrilamida, dan gel agarosa (Clark & Christopher 2000).
Gel yang digunakan adalah agarosa yang berasal dari ekstrak rumput laut yang telah dimurnikan. Marka atau penanda yang
digunakan pada proses running merupakan
campuran molekul dengan ukuran
berbeda-beda yang dapat digunakan untuk
menentukan ukuran molekul dalam pita
sampel. Setelah tahap running selesai,
dilakukan metode staining dan destaining. Staining methods yaitu pewarnaan gel agarosa dilakukan dengan menggunakan larutan etidium bromida (Etbr) selama 15 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar molekul sampel berpendar dalam sinar
ultraviolet. Destaining methods atau
penghilangan warna dilakukan dengan cara gel dimasukkan ke dalam air (akuades) selama 5 hingga 7 menit (Sambrook & Russel 1989, Clark & Christopher 2000).